Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

Gangguan obsesif kompulsif merupakan suatu kondisi yang ditandai


dengan

adanya

pengulangan

pikiran

obsesif

atau

kompulsif,

dimana

membutuhkan banyak waktu (lebih dari satu jam perhari) dan dapat menyebabkan
penderitaan. Gangguan ini prevalensinya diperkirakan 2 3% dari populasi.
Gangguan obsesif kompulsif menduduki peringkat keempat dari
gangguan jiwa setelah fobia, gangguan penyalahgunaan zat dan gangguan depresi
berat. Kebanyakan pasien dengan gangguan obsesif kompulsif datang ke
beberapa dokter sebelum mereka ke psikiater dan umumnya 9 tahun mendapat
terapi, baru kemudian mendapat diagnosis yang benar. Hal ini menunjukkan
bahwa dokter selain psikiater penting untuk mendapat diagnosis yang benar.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Suatu obsesi adalah pikiran, perasaan, ide, atau sensasi yang mengganggu
(intrusif). Suatu kompulsi adalah pikiran atau perilaku yang disadari, dibakukan,
dan rekuren, seperti menghitung, memeriksa atau menghindari. Obsesi
meningkatkan

kecemasan

seseorang,

sedangkan

melakukan

kompulsi

bmenurunkan kecemasan seseorang. Tetapi, jika seseorang memaksa untuk


melakukuan kompulsi, kecemasan meningkat.
Seseorang dengan gangguan obsesif- kompulsif biasanya menyadari irrasionalitas
dari obsesi dan merasakan bahwa obsesi dan kompulsi sebagai ego-distonik.
Gangguan obsesif-kompulsif dapat merupakan gangguan yang menyebabkan
ketidakberdayaan, karena obsesi dapat menghabiskan waktu dan dapat
mengganggu secara bermakna pada rutinitas normal seseorang, fungsi pekerjaan,
aktifitas sosial yang biasanya, atau hubungan dengan teman dan anggota keluarga.
B. Epidemiologi
Prevalensi seumur hidup gangguan obsesif kompulsif pada populasi umum
diperkirakan adalah 2 sampai 3 persen. Beberapa peneliti memperkirakan bahwa
gangguan obsesif-kompulsif ditemukan pada sebanyak 10 persen pasien rawat
jalan di klinik psikiatrik. Angka tersebut menyebabkan gangguan obsesif-

kompulsif sebagai diagnosis psikiatrik tersering keempat setelah fobia, gangguan


yang berhubungan dengan zat, dan gangguan depresif berat.
Untuk orang dewasa, laki-laki dan perempuan sama mungkin terkena, tetapi untuk
remaja, laki-laki lebih sering terkena gangguan obsesif-kompulsif dibandingkan
perempuan. Usia onset rata-rata adalah kira-kira 20 tahun.
Secara keseluruhan, kira-kira dua pertiga dari pasien memiliki onset gejala
sebelum usia 25 tahun, dan kurang dari 15 persen pasien memiliki onset gejala
setelah usia 35 tahun. Orang yang hidup sendirian lebih banyak terkena gangguan
obsesif-kompulsif dibandingkan orang yang menikah. Gangguan obsesifkompulsif ditemukan lebih jarang diantara golongan kulit hitam dibandingkan
kulit putih.
Pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif umumnya dipengaruhi oleh gangguan
mental lain. Prevalensi seumur hidup untuk gangguan depresif berat pada pasien
dengan gangguan obsesif-kompulsif adalah kira-kira 67 persen dan untuk fobia
sosial adalah kira-kira 25 persen. Diagnosis psikiatrik komorbid lainnya pada
pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif adalah gangguan penggunaan alkohol,
fobia spesifik, gangguan panik, dan gangguan makan.
C. Etiologi
a. Faktor Biologis
Neurotransmiter. Banyak uji coba kinis yang telah dilakukan terhadap berbagai
obat mendukung hipotesis bahwa suatu disregulasi serotonin adalah terlibat di

dalam pembentukan gejala obsesi dan kompulsi dari gangguan. Data


menunjukkan bahwa obat serotonergik lebih efektif dibandingkan obat yang
mempengaruhi sistem neurotransmiter lain. Tetapi apakah serotonin terlibat di
dalam penyebab gangguan obsesif-kompulsif adalah tidak jelas pada saat ini.
Penelitian pencitraan otak. Berbagai penelitian pencitraan otak fungsional,
sebagai contoh PET ( positron emission tomography), telah menemukan
peningkatan aktifitas (sebagai contoh, metabolisme dan aliran darah) di lobus
frontalis, ganglia basalis (khususnya kaudata), dan singulum pada pasien dengan
gangguan obsesif kompulsif. Baik tomografi komputer (CT scan) dan pencitraan
resonansi magnetik (MRI) telah menemukan adanya penurunan ukuran kaudata
secara biateral pada pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif. Baik penelitian
pencitraan otak fungsional maupun struktural konsisten dengan pengamatan
bahwa prosedur neurologis yang melibatkan singulum kadang-kadang efektif
dalam pengobatan pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif. Suatu penelitian
MRI baru-baru ini melaporkan peningkatan waktu relaksasi T1 di korteks
frontalis.
Genetika. Penelitian kesesuaiaan pada anak kembar untuk gangguan obsesifkompulsif telah secara konsisten menemukan adanya angka kesesuaian yang lebih
tinggi secara bermakna pada kembar monozigotik dibandingkan kembar dizigotik.
Penelitian keluarga pada pasien gangguan obsesif kompulsif telah menemukan
bahwa 35 persen sanak saudara derajat pertama pasien gangguan obsesifkompulsif juga menderita gangguan.

Data

biologis

elektroensefalogram

lainnya.
(EEG)

Penelitian
tidur,

dan

elektrofisiologis,
penelitian

penelitian

neuroendokrin

telah

menyumbang data yang menyatakan adanya kesamaan antara gangguan depresif


dan gangguan obsesif-kompulsif. Suatu insidensi kelainan EEG nonspesifik yang
lebih tinggi dari biasanya telah ditemukan pada pasien gangguan obsesifkompulsif. Penelitian EEG tidur telah menemukan kelainan yang mirip dengan
yang terlihat pada gangguan depresif, seperti penurunan latensi REM (rapid eye
movement). Penelitian neuroendokrin juga telah menemukan beberapa kemiripan
dengan gangguan depresif, seperti nonsupresi pada dexamethasone-supprssion test
pada kira-kira sepertiga pasien dan penurunan sekresi hormon pertumbuhan pada
infus clonidine (catapres).
b. Faktor Perilaku
Menurut ahli teori belajar, obsesi adalah stimuli yang dibiasakan. Stimulus yang
relatif netral menjadi disertai dengan ketakutan atau kecemasan melalui proses
pembiasaan responden dengan memasangkannya dengan peristiwa yang secara
alami adalah berbahaya atau menghasilkan kecemasan.
Jadi, objek dan pikiran yang sebelumnya netral menjadi stimuli yang terbiasakan
yang mampu menimbulkan kecemasan atau gangguan.
Kompulsi dicapai dalam cara yang berbeda. Seseorang menemukan bahwa
tindakan tertentu menurunkan kecemasan yang berkaitan dengan pikiran
obsesional. Jadi, strategi menghindar yang aktif dalam bentuk perilaku kompulsif
atau ritualistik dikembangkan untuk mengendalikan kecemasan.

Secara bertahap, karena manfaat perilaku tersebut dalam menurunkan dorongan


sekunder yang menyakitkan (kecemasan), strategi menghindar menjadi terfiksasi
sebagai pola perilaku kompulsif yang dipelajari.
c. Faktor Psikososial
Faktor kepribadian. Gangguan obsesif-kompulsif adalah berbeda dari gangguan
kepribadian obsesif-kompulsif. Sebagian besar pasien gangguan obsesifkompulsif tidak memiliki gejala kompulsif pramorbid.
Dengan demikian, sifat kepribadian tersebut tidak diperlukan atau tidak cukup
untuk perkembangan gangguan obsesif-kompulsif. Hanya kira-kira 15 sampai 35
persen pasien gangguan obsesif-kompulsif memiliki sifat obsesional pramorbid.
Faktor psikodinamika. Sigmund Freud menjelaskan tiga mekanisme pertahanan
psikologis utama yang menentukanbentuk dan kualitas gejala dan sifat karakter
obsesif-kompulsif; isolasi, meruntuhkan (undoing), dan pembentukan reaksi.
Isolasi. Isolasi adalah mekanisme pertahanan yang melindungi seseorang dari
afek dan impuls yang mencetuskan kecemasan. Jika terjadi isolasi, afek dan
impuls yang didapatkan darinya adalah dipisahkan dari komponen idesional dan
dikeluarkan dari kesadaran. Jika isolasi berhasil sepenuhnya, impuls dan afek
yang terkait seluruhnya terepresi, dan pasien secara sadar hanya menyadari
gagasan yang tidak memiliki afek yang berhubungan dengannya.
Undoing. Karena adanya ancaman terus-menerus bahwa impuls mungkin dapat
lolos dari mekanisme primer isolasi dan menjadi bebas, operasi pertahanan

sekunder diperlukan untuk melawan impuls dan menenangkan kecemasan yang


mengancam keluar ke kesadaran. Tindakan kompulsif menyumbangkan
manifestasi permukaan operasi defensif yang ditujukan untuk menurunkan
kecemasan dan mengendalikan impuls dasar yang belum diatasi secara memadai
oleh isolasi. Operasi pertahanan sekunder yang cukup penting adal;ah mekanisme
meruntuhkan (undoing). Seperti yang disebutkan sebelumnya, meruntuhkan
adalah suatu tindakan kompulsif yang dilakukan dalam usaha untuk mencegah
atau meruntuhkan akibat yang secara irasional akan dialami pasien akibat pikiran
atau impuls obsesional yang
menakutkan.
Pembentukan reaksi. Pembentukan reaksi melibatkan pola perilaku yang
bermanifestasi dan sikap yang secara sadar dialami yang jelas berlawanan dengan
impuls dasar. Seringkali, pola yang terlihat oleh pengamat adalah sangat dilebihlebihkan dan tidak sesuai.
Faktor psikodinamik lainnya. Pada teori psikoanalitik klasik, gangguan obsesifkompulsif dinamakan neurosis obsesif-kompulsif dan merupakan suatu regresi
dari fase perkembangan oedipal ke fase psikoseksual anal. Jika pasien dengan
gangguan

obsesif-kompulsif

merasa

terancam

oleh

kecemasan

tentang

pembalasan dendam atau kehilangan objek cinta yang penting, mereka mundur
dari fase oedipal dan beregresi ke stadium emosional yang sangat ambivalen yang
berhubungan dengan fase anal. Adanya benci dan cinta secara bersama-sama
kepada orang yang sama menyebabkan pasien dilumpuhkan oleh keragu-raguan

dan kebimbangan. Suatu ciri yang melekat pada pasien dengan gangguan obsesifkompulsif adalah derajat dimana mereka terpaku dengan agresi atau kebersihan,
baik secara jelas dalam isi gejala mereka atau dalam hubungan yang terletak di
belakangnya. Dengan demikian, psikogenesis gangguan obsesif-kompulsif,
mungkin terletak pada gangguan dan perkembangan pertumbuhan normal yang
berhubungan dengan fase perkembangan anal-sadistik.
Ambivalensi. Ambivalensi adalah akibat langsung dari perubahan dalam
karakteristik kehidupan impuls. Hal ini adalah ciri yang penting pada anak normal
selama fase perkembangan anal-sadistik; yaitu anak merasakan cinta dan
kebencian kepada suatu objek. Konflik emosi yang berlawanan tersebut mungkin
ditemukan pada pola perilaku melakukan-tidak melakukan pada seorang pasien
dan keragu-raguan yang melumpuhkan dalam berhadapan dengan pilihan.
Pikiran magis. Pikiran magis adalah regresi yang mengungkapkan cara pikiran
awal, ketimbang impuls; yaitu fungsi ego, dan juga fungsi id, dipengaruhi oleh
regresi. Yang melekat pada pikiran magis adalah pikiran kemahakuasaan. Orang
merasa bahwa mereka dapat menyebabkan peristiwa di dunia luar terjadi tanpa
tindakan fisik yang menyebabkannya, semata-mata hanya dengan berpikir tentang
peristiwa tersebut. Perasaan tersebut menyebabkan memiliki suatu pikiran agresif
akan menakutkan bagi pasien gangguan obsesif-kompulsif.
D. Diagnosis
Kriteria diagnostik untuk gangguan obsesif-kompulsif menurut DSM IV:
1. Salah satu obsesi atau kompulsi
8

Obsesi seperti yang didefinisikan sebagai berikut:


Pikiran, impuls, atau bayangan-bayangan yang rekuren dan persisten yang
dialami, pada suatu saat dimana selama gangguan, sebagai intrusif dan tidak
sesuai, dan menyebabkan kecemasan dan penderitaan yang jelas.
Pikiran, impuls, atau bayangan-bayangan tidak semata-mata kekhawatiran yang
berlebihan tentang masalah kehidupan yang nyata.
Orang berusaha untuk mengabaikan atau menekan pikiran, impuls, atau
bayangan-bayangan tersebut untuk mentralkannya dengan pikiran atau tindakan
lain.
Orang menyadari bahwa pikiran, impuls, atau bayangan-bayangan obsesional
adalah keluar dari pikirannya sendiri( tidak disebabkan dari luar seperti
penyisipan pikiran).
Kompulsi seperti yang didefinisikan sebagai berikut:
Perilaku (misalnya, mencuci tangan, mengurutkan, memeriksa) atau tindakan
mental (misalnya berdoa, menghitung, mengulangi katakata dalam hati) yang
berulang yang dirasakannya mendorong untuk melakukannya sebagai respon
terhadap suatu obsesi, atau menurut dengan aturan yang harus dipatuhi secara
kaku.
Perilaku atau tindakan mental ditujukan untuk mencegah atau menurunkan
penderitaan atau mencegah suatu kejadian atau situasi yang menakutkan, tetapi
perilaku atau tindakan mental tersebut tidak dihubungkan dengan cara yang

realistik dengan apa mereka dianggap untuk menetralkan atau mencegah, atau
jelas berlebihan.
2. Pada suatu waktu selamaperjalanan gangguan, orang telah menyadari bahwa
obsesi atau kompulsi adalah berlebihan atau tidak beralasan. Catatan: ini tidak
berlaku bagi anak-anak
3. Obsesi atau kompulsi menyebabkan penderitaan yang jelas, menghabiskan
waktu (menghabiskan lebih dari satu jam sehari), atau secara bermakna
mengganggu rutinitas normal orang, fungsi pekerjaan (atau akademik), atau
aktifitas atau hubungan sosial yang biasanya.
4. Jika terdapat gangguan aksis I lainnya, isi obsesi atau kompulsi tidak terbatas
padanya (misalnya preokupasi dengan makanan jika terdapat gangguan makan,
menarik rambut jika terdapat trikotilomania, permasalahan pada penampilan jika
terdapat gangguan dismorfik tubuh, preokupasi dengan obat jika terdapat suatu
gangguan penggunaan zat, preokupasi dengan menderita suatu penyakit serius jika
terdapat hipokondriasis, preokupasi dengan dorongan atau fanatasi seksual jika
terdapat parafilia, atau perenungan bersalah jika terdapat gangguan depresif
berat).
5. Tidak disebabkan oleh efek langsung suatu zat (misalnya obat yang
disalahgunakan, medikasi) atau kondisi medis umum.
Sebutkan jika: Dengan tilikan buruk:jika selama sebagian besar waktu selama
episode terakhir, orang tidak menyadari bahwa obsesi dan kompulsi adalah
berlebihan atau tidak beralasan.
10

Pedoman diagnosis menurut PPDGJ III:


Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala-gejala obsesif atau tindakan kompulsif,
atau kedua-duanya, harus ada hampir setiap hari selama sedikitnya dua minggu
berturut-turut.
Hal tersebut merupakan sumber penderitaan (distress) atau mengganggu aktivitas
penderita.
Gejala-gejala obsesif harus mencakup hal-hal berikut:
o Harus disadari sebagai pikiran atau impuls diri sendiri.
o Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak berhasil dilawan, meskipun
ada lainnya yang tidak lagi dilawan oleh penderita.
o Pikiran untuk melakukan tindakan tersebut di atas bukan merupakan hal yang
memberi kepuasan atau kesenangan (sekedar perasaan lega dari ketegangan atau
anxietas, tidak dianggap sebagai kesenangan seperti dimaksud di atas.
o Gagasan, bayangan pikiran, atau impuls tersebut harus merupakan pengulangan
yang tidak menyenangkan (unpleasantly repetitive)
Ada kaitan erat antara gejala obsesif, terutama pikiran obsesif, dengan depresi.
penderita gangguan obsesif kompulsif seringkali juga menunjukkan gejala
depresif, dan sebaliknya penderita gangguan depresi berulang dapat menunjukkan
pikiran-pikiran obsesif selama episode depresifnya.

11

Dalam berbagai situasi dari kedua hal tersebut, meningkat atau menurunnya gejala
depresif umumnya dibarengi secara paralel dengan perubahan gejala obsesif. Bila
terjadi episode akut dari gangguan tersebut, maka diagnosis diutamakan dari
gejala-gejala yang timbul lebih dahulu.
Diagnosis gangguan obsesif kompulsif ditegakkan hanya bila tidak ada gangguan
depresif pada saat gejalobsesif kompulsif tersebut timbul. Bila dari keduanya
tidak adayang menonjol, maka baik menganggap depresi sebagai diagnosis yang
primer. Pada gangguan menahun, maka prioritas diberikan pada gejala yang
paling bertahan saat gejala yang lain menghilang.
Gejala obsesif sekunder yang terjadi pada gangguan skizofrenia, sindrom
Tourette, atau gangguan mental organk, harus dianggap sebagai bagian dari
kondisi tersebut
E. Gambaran Klinis
Obsesif dan kompulsi memiliki ciri tertentu secara umum:
Suatu gagasan atau impuls yang memaksakan dirinya secara bertubi-tubi dan
terus-menerus ke dalam kesadaran seseorang.
Suatu perasaan ketakutan yang mencemaskan yang menyertai manifestasi sentral
dan seringkali menyebabkan orang melakukan tindakan kebalikan melawan
gagasan atau impuls awal.

12

Obsesi dan kompulsi adalah asing bagi ego (ego-alien), yaitu dialami sebagai
suatu yang asing bagi pengalaman seseorang tentang dirinya sendiri sebagai
makhluk psikologis.
Tidak peduli bagaimana jelas dan memaksanya obsesi atau kompulsi tersebut,
orang biasanya menyadarinya sebagai mustahil dan tidak masuk akal.
Orang yang menderita akibat obsesi dan kompulsi biasanya merasakan suatu
dorongan yang kuat untuk menahannya.
Tetapi kira-kira separuh dari semua pasien memiliki pertahanan yang kecil
terhadap kompulsi. Kira-kira 80 persen dari semua pasien percaya bahwa
kompulsi adalah irasional.
Gambaran obsesi dan kompulsi adalah heterogen pada dewasa, pada anak-anak
dan remaja. Gejala pasien individual mungkin bertumpang tindih dan berubah
dengan berjalannya waktu, tetapi gangguan obsesif-kompulsif memiliki empat
pola gejala yang utama. Pola yang paling sering ditemukan adalah suatu obsesi
tentang kontaminasi, diikuti oleh mencuci disertai penghindaran obsesif terhadap
objek yang kemungkinan terkontaminasi.
Objek yang ditakuti seringkali sukar untuk dihindari, sebagai contoh feses, urin,
debu atau kuman. Pasien mungkin secara terus-menerus menggosok kulit
tangannya dengan mencuci tangan secara berlebihan atau mungkin tidak mampu
pergi keluar rumah karena takut akan kuman. Walaupun kecemasan adalah respon
emosional yang paling sering terhadap objek yang ditakuti, rasa malu dan rasa
jijik yang obsesif juga sering ditemukan. Pasien dengan obsesi kontaminasi
13

biasanya percaya bahwa kontaminasi ditularkan dari objek ke objek atau orang ke
orang oleh kontak ringan.
Pola kedua yang sering adalah obsesi keragu-raguan, diikuti oleh pengecekan
yang kompulsi. Obsesi seringkali melibatkan suatu bahaya kekerasan, seperti lupa
mematikan kompor atau tidak mengunci pintu.
Pengecekan tersebut mungkin menyebabkan pasien pulang beberapa kali ke
rumah untuk memeiksa kompor. Pasien memiliki keragu-raguan terhadap diri
sendiri yang obsesional, saat mereka selalu merasa bersalah karena melupakan
atau melakukan sesuatu.
Pola ketiga yang tersering adalah pola dengan semata-mata pikiran obsesional
yang mengganggu tanpa suatu kompulsi. Nobsesi tersebut biasanya berupa pikiran
berulang akan suatu tindakan seksual atau agresi yang dicela oleh pasien. Pola
keempat yang tersering adalah kebutuhan akan simetrisitas atau ketepatan, yang
dapat menyebabkan perlambatan kompulsi. Pasien secara harfiah menghabiskan
waktu berjam-jam untuk makan atau mencukur wajahnya. Trikotilomania dan
menggigit kuku mungkin merupakan kompulsi yang beruhubungan dengan
gangguan obsesif-kompulsif.
F. Diagnosis Bandimg
Kondisi medis
Gangguan neurologis utama yang dipertimbangkan dalam diagnosis banding
adalah gangguan Tourette, gangguan tik lainnya, epilepsi lobus temporalis, dan

14

kadang-kadang komplikasi trauma dan pascaensefalitik. Gejala karakteristik dari


gangguan Tourette adalah tik motorik dan vokal yang sering dan hampir setiap
hari terjadi.
Kondisi psikiatrik
Pertimbangan

psikiatrik

utama

di

dalam

diagnosis

banding

gangguan

obsesifkompulsif adalah skizofrenia, gangguan kepribadian obsesif-kompulsif,


fobia, dan gangguan depresif. Gangguan obsesif kompulsif biasanya dapat
dibedakan dari skizofrenia oleh tidak adanya gejala skizofrenik lain, oleh kurang
kacaunya sifat gejala, dan oleh tiikan pasien terhadap gangguan mereka.
Gangguan kepribadian obsesif-kompulsif tidak memiliki derajat gangguan
fungsional yang berhubungan dengan gangguan obsesif-kompulsif.
Fobia dibedakan dengan tidak adanya hubungan antara pikiran obsesif dan
kompulsi. Gangguan depresif berat kadang-kadang dapat disertai oleh gagasan
obsesif, tetapi pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif saja tidak memenuhi
kriteria diagnostik untuk gangguan depresif berat.
Kondisi psikiatrik lain yang dapat berhubungan erat dengan gangguan obsesif
kompulsif adalah hipokondriasis, gangguan dismorfik tubuh, dan kemungkinan
gangguan impuls lainnya, seperti kleptomania dan judi patologis. Pada semua
gangguan tersebut pasien memiliki pikiran yang berulang, sebagai contoh
permasalahan tentang tubuhnya, atau perilaku yang berulang sebagai contoh
mencuri.
G. Terapi
15

Farmakoterapi
Data yang tersedia menyatakan bahwa semua obat yang digunakan untuk
mengobati gangguan depresif atau gangguan mental lain, dapat digunakan dalam
rentang dosis yang biasanya. Efek awal biasanya terlihat setelah empat sampai
enam minggu pengobatan, walaupun biasanya diperlukan waktu delapan sampai
enam belas minggu untuk mendapatkan manfaat terapeutik yang maksimum.
Walaupun pengobatan dengan obat antidepresan adalah masih kontroversial,
sebagian pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif yang berespon terhadap
pengobatan dengan antidepresan tampaknya mengalami relaps jika terapi obat
dihentikan. Pengobatan standar adalah memulai dengan obat spesifik-serotonin,
contohnya clomipramine (Anafranil) atau inhibitor ambilan kembali spesifik
serotonin (SSRI-serotonin specific reuptake inhibitor), seperti Fluoxetine
(Prozac).
Clomipramine. Clomipramine biasanya dimulai dengan dosis 25 sampai 50 mg
sebelum tidur dan dapat ditingkatkan dengan peningkatan 25 mg sehari setiap dua
sampai tiga hari, sampai dosis maksimum 250 mg sehari atau tampak efek
samping yang membatasi dosis. Karena Clopramine adalah suatu obat trisiklik,
obat ini disertai dengan efek samping berupa sedasi, hipotensi, disfungsi seksual
dan efek samping antikolinergik, seperti mulut
kering.
SSRI.

Penelitian

tentang

Fluoxetine

dalam

gangguan

obsesifkompulsif

menggunakan dosis sampai 80 mg setiap hari untuk mencapai manfaat terapeutik.

16

Walaupun SSRI mempunyai efek seperti overstimulasi, kegelisahan, nyeri kepala,


insomnia, mual, dan efek samping gastrointestinal, SSRI dapat ditoleransi dengan
lebih baik daripada obat trisiklik. Dengan demikian, kadang-kadang SSRI
digunakan sebagai obat lini pertama dalam pengobatan gangguan obsesif
kompulsif.
Jika pengobatan dengan Clomipramine atau SSRI tidak berhasil, banyak ahli
terapi menambahkan lithium (Eskalith). Obat lain yang dapat digunakan dalam
pengobatan gangguan obsesif kompulsif adalah inhibitor monoamin oksidase
(MAOI, monoamine oxidase inhibitor), khususnya Phenelzine (Nardil).
Terapi perilaku
Walaupun beberapa perbandinga telah dilakukan, terapi perilaku sama efektifnya
dengan farmakoterapi pada gangguan obsesif-kompulsif. Dengan demikian,
banyak klinisi mempertimbangkan terapi perilaku sebagai terapi terpilih untuk
gangguan obsesif-kompulsif. Terapi perilaku dapat dilakukan pada situasi rawat
inap maupun rawat jalan. Pendekatan perilaku utama pada gangguan obsesifkompulsif adalah pemaparan dan pencegahan respon.
Desensitisasi, menghentikan pikiran, pembanjiran, terapi implosi, dan pembiasaan
tegas juga telah digunakan pada pasien gangguan obsesif kompulsif. Dalam terapi
perilaku pasien harus benar-benar menjalankannya untuk mendapatkan perbaikan.
Terapi tingkah laku ini dimulai dengan pasien membuat daftar tentang obsesinya
kemudian diatur sesuai hierarki mulai dari yang kurang membuat cemas sampai
yang paling membuat cemas. Dengan melakukan paparan berulang terhadap
17

stimulus diharapkan akan menghasilkan kecemasan yang minimal karena adanya


habituasi.
Psikoterapi
Psikoterapi suportif jelas memiliki bagiannya, khususnya untuk pasien gangguan
obsesif-kompulsif, walaupun gejalanya memiliki berbagai derajat keparahan,
adalah mampu untuk bekerja dan membuat penyesuaian sosial.
Dengan kontak yang kontinu dan teratur dengan tenaga yang profesional, simpatik
dan mendorong, pasien mungkin mampu untuk berfungsi berdasarkan bantuan
tersebut, tanpa hal tersebut gejala mereka akan menyebabkan gangguan bagi
mereka. Kadang-kadang jika ritual dan kecemasan obsesional mencapai intensitas
yang tidak dapat ditoleraansi, perlu untuk merawat pasien di rumah sakit sampai
tempat penampungan institusi dan menghilangkan stres lingkungan eksternal
menurunkan gejala sampai tingkat yang dapat ditoleransi.
Anggota keluarga pasien seringkali menjadi putus asa karena perilaku pasien. Tiap
usaha psikoterapik harus termasuk perhatian pada anggota keluarga melalui
dukungan emosional, penentraman, penjelasan dan nasihat tentang bagaimana
menangani dan berespons terhadap pasien.
Terapi lain
Terapi keluarga seringkali berguna dalam mendukung keluarga, membantu
menurunkan

percekcokan

perkawinan

yang

disebabkan

gangguan,

dan

membangun ikatan terapi dengan anggota keluarga untuk kebaikan pasien.

18

Terapi kelompok berguna sebagai sistem pendukung bagi beberapa pasien. Untuk
pasien yang sangat kebal terhadap pengobatan, terapi elektrokonvulsif (ECT) dan
bedah psiko (psychosurgery) harus dipertimbangkan. ECT tidak seefektif bedah
psiko tetapi kemungkinan harus dicoba sebelum pembedahan.
Prosedur bedah psiko yang paling sering dilakukan untuk gangguan obsesif
kompulsif adalah singulotomi, yang berhasil dalam mengobati 25 sampai 30
persen pasien yang tidak responsif terhadap pengobatan lain. Komplikasi yang
paling sering dari bedah psiko adalah perkembangan kejang, yang hampir selalu
dikendalikan dengan pengobatan Phenytoin (Dilantin). Beberapa pasien yang
tidak respon dengan bedah psiko saja dan dengan farmakoterapi atau terapi
perilaku sebelum operasi menjadi respon terhadap farmakoterapi atau terapi
perilaku setelah bedah psiko.
H. Perjalanan Penyakit dan Prognosis
Lebih dari setengah pasien dengan gangguan obsesif kompulsif memiliki onset
gejala yang tiba-tiba. Kira-kira 50 sampai 70 persen pasien memiliki onset gejala
setelah suatu peristiwa yang menyebabkan stres, seperti kehamilan, masalah
seksual, dan kematian seorang sanak saudara. Karena banyak pasien tetap
merahasiakan gejalanya, mereka seringkali terlambat 5 sampai 10 tahun sebelum
pasien datang ke psikiater, walaupun keterlambatan tersebut kemungkinan
dipersingkat dengan meningkatkan kesadaran akan gangguan tersebut diantara
orang awam dan profesional. Perjalanan penyakit biasanya lama tetapi bervariasi.

19

Beberapa pasien mengalami penyakit yang berfluktuasi, dan pasien lain


mengalami penyakit yang konstan.
Kira-kira 20 sampai 30 persen pasien dengan gangguan obsesif kompulsif
memiliki gangguan depresif berat, dan bunuh diri adalah risiko bagi semua pasien
dengan gangguan obsesif kompulsif. Suatu prognosis buruk dinyatakan oleh
mengalah (bukannya menahan) pada kompulsi, onset pada masa anak-anak,
kompulsi yang aneh (bizzare), perlu perawatan di rumah sakit, gangguan depresif
berat yang menyertai, kepercayaan waham, adanya gagasan yang terlalu dipegang
(overvalued)-yaitu penerimaan obsesi dan kompulsi, dan adanya gangguan
kepribadian (terutama gangguan kepribadian skizotipal). Prognosis yang baik
ditandai oleh penyesuaian sosial dan pekerjaan yang baik, adanya peristiwa
pencetus, dan suatu sifat gejala yang episodik. Isi obsesional tampaknya tidak
berhubungan dengan prognosis.

20

BAB III
KESIMPULAN

Gangguan obsesif kompulsif merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan


adanya pengulangan pikiran obsesif atau kompulsif, dimana membutuhkan
banyak waktu (lebih dari satu jam perhari) dan dapat menyebabkan penderitaan
(distress). Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala gejala obsesif atau
tindakan kompulsif, atau kedua duanya, harus ada hampir setiap hari selama
sedikitnya 2 minggu berturut turut.
Beberapa faktor berperan dalam terbentuknya gangguan obsesif-kompulsif
diantaranya adalah faktor biologi seperti neurotransmiter, pencitraan otak,
genetika, faktor perilaku dan faktor psikososial, yaitu faktor kepribadian dan
faktor psikodinamika. Ada beberapa terapi yang bisa dilakukan untuk
penatalaksanaan gangguan obsesif kompulsif antara lain terapi farmakologi
(farmakoterapi) dan terapi tingkah laku. Prognosis pasien dinyatakan baik apabila
kehidupan sosial dan pekerjaan baik, adanya stressor dan gejala yang bersifat
periodik.

21

DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan, H.l dan Saddock B.J. 1993. Comprehensive Textbook of Psychiatry


vol.2 6th edition. USA: Williams and Wilikins Baltimore.
2. Gangguan obsesif kompulsif. Dalam : Buku saku Diagnosis Gangguan Jiwa;
rujukan ringkas dari PPDGJ III. Maslim R, penyunting. Jakarta; 2003.76
3. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, 4th ed. DSM-IV
Washington DC: American Psychiatry Association, 1994.
4. Khouzan HR. Obsessive compulsive disordes : what to do if you recognize
baffling behaviour. Postgard Med 1999; 106(7): 133-41.
5. Jenike MA. Obsessive compulsive disorder. N Engl J Med 2004; 350 : 259-65

22

Anda mungkin juga menyukai