Anda di halaman 1dari 9

Tugas IPA :

ARTIKEL PERTAMBANGAN
D
I
S
U
S
U
N

OLEH:
ANDI IRA SELVIRA
DEDI HARTONO
IRSAN

SMK NEGERI 1 LASUSUA


KAB. KOLAKA UTARA
TAHUN PELAJARAN 2011 2012

Arsip untuk Artikel Tambang


Permen 33/2006 Tentang CBM Segera Dirombak
Cadangan minyak dan gas bumi semakin menipis. Saat bersamaan, harga bahan bakar
minyak terus melonjak. Mengatasi kesulitan itu, Departemen Energi dan Sumber Daya
Mineral (ESDM) akan mengembangkan energi baru, yakni coal bed methane (CBM) atau gas
metana batu bara.
Pemerintah akan merombak aturan-aturan mengenai pengembangan CBM (coal bed
methane) di Indonesia yang terangkum dalam Permen No 33/2006. Menteri ESDM Purnomo
Yusgiantoro mengatakan, ada dua masalah yang menjadi fokus utama. Kedua masalah itu
adalah tumpang tindih antara lahan pertambangan batubara dengan CBM dan masalah bagi
hasil (split).
Pemerintah menyadari beberapa isu seperti tumpang tindih antara konsesi migas dengan
pertambangan dan bagi hasil. Dari rapat tadi diputuskan dibentuk tim kecil untuk
merapatkannya dengan seluruh stakeholder, masukkannya seperti apa, katanya disela-sela
diskusi mengenai CBM di Hotel Grand Hyatt, Jakarta, Selasa, 17 Juni 2008 malam.
CBM merupakan gas methane yang terperangkap dalam lapisan batubara. Melalui Permen
No 33/2006 diputuskan pengembangan CBM diperlakukan seperti rejim migas, bukan
batubara. Dalam Permen tersebut, jika terdapat tumpang tindih, maka pengembang yang baru
harus meminta izin kepada pengembang lama yang sudah beroperasi di lokasi tersebut.
Menanggapi hal ini, Dirjen Minerbapabum Simon F. Sembiring mengakui banyak perusahaan
pengembang konsesi yang memanfaatkan aturan itu sehingga memperlambat persetujuan.
Minta izin sih minta izin, tapi masa sampai minta saham kosong segala. Sudah nggak bener
itu, makanya mau kita ubah harganya, kata Simon di acara yang sama. Baca entri
selengkapnya
Komentar bertahan

Bijih Besi
Pendahuluan
Besi merupakan logam kedua yang paling banyak di bumi ini. Karakter dari endapan
besi ini bisa berupa endapan logam yang berdiri sendiri namun seringkali ditemukan
berasosiasi dengan mineral logam lainnya. Kadang besi terdapat sebagai
kandungan logam tanah (residual), namun jarang yang memiliki nilai ekonomis
tinggi. Endapan besi yang ekonomis umumnya berupa Magnetite, Hematite,

Limonite dan Siderite. Kadang kala dapat berupa mineral: Pyrite, Pyrhotite,
Marcasite, dan Chamosite.
Beberapa jenis genesa dan endapan yang memungkinkan endapan besi bernilai
ekonomis antara lain :
1. Magmatik: Magnetite dan Titaniferous Magnetite
2. Metasomatik kontak: Magnetite dan Specularite
3. Pergantian/replacement: Magnetite dan Hematite
4. Sedimentasi/placer: Hematite, Limonite, dan Siderite
5. Konsentrasi mekanik dan residual: Hematite, Magnetite dan Limonite
6. Oksidasi: Limonite dan Hematite
7. Letusan Gunung Api
Dari mineral-mineral bijih besi, magnetit adalah mineral dengan kandungan Fe
paling tinggi, tetapi terdapat dalam jumlah kecil. Sementara hematit merupakan
mineral bijih utama yang dibutuhkan dalam industri besi. Mineral-mineral pembawa
besi dengan nilai ekonomis dengan susunan kimia, kandungan Fe dan klasifikasi
komersil dapat dilihat pada Tabel dibawah ini:
Tabel mineral-mineral bijih besi bernilai ekonomis
Mineral

Susunan kimia

Kandunga Klasifikasi komersil


n Fe (%)

Magnetit

FeO, Fe2O3

72,4

Magnetik atau bijih hitam

Hematit

Fe2O3

70,0

Bijih merah

Limonit

Fe2O3.nH2O

59 63

Bijih coklat

Siderit

FeCO3

48,2

Spathic, black band, clay ironstone

Sumber : Iron & Ferroalloy Metals in (ed) M. L. Jensen & A. M. Bafeman, 1981;
Economic Mineral Deposits, P. 392.
Besi primer ( ore deposits )
Proses terjadinya cebakan bahan galian bijih besi berhubungan erat dengan adanya
peristiwa tektonik pra-mineralisasi. Akibat peristiwa tektonik, terbentuklah struktur
sesar, struktur sesar ini merupakan zona lemah yang memungkinkan terjadinya
magmatisme, yaitu intrusi magma menerobos batuan tua. Akibat adanya kontak
magmatik ini, terjadilah proses rekristalisasi, alterasi, mineralisasi, dan penggantian
(replacement) pada bagian kontak magma dengan batuan yang diterobosnya.

TATA CARA EKSPLORASI


Pada dasarnya, kegiatan penyelidikan cebakan mineral dilakukan secara bertahap. Tahapan
kegiatan ini dilakukan terutama dikaitkan dengan sasaran yang akan dicapai, seperti besarnya
anggaran awal yang cukup besar, dan lain-lain. Secara umum tahapan tersebut dituangkan
dalam tatacara eksplorasi dan tahapan eksplorasi.
Kegiatan sebelum pekerjaan lapangan
Kegiatan sebelum pekerjaan lapangan ini bertujuan untuk mengetahui gambaran mengenai
prospek cebakan mineral. Kegiatan ini meliputi studi literatur dan penginderaan jarak jauh.
Penyediaan peralatan antara lain peta topografi, peta geologi, alat pemboran inti, alat ukur
topografi, palu dan kompas geologi, loupe, magnetic pen, GPS, pita ukur, kamera, alat gali,
magnetometer, kappameter dan peralatan geofisika, Alat tulis, tas lapangan, dan kantong
sample, cangkul, linggis, balincong, parang serta alat pendukung lainnya.
Kegiatan Pekerjaan Lapangan
Kegiatan pekerjaan lapangan yang dilakukan adalah penyelidikan geologi meliputi pemetaan;
pembuatan paritan dan sumur uji, pengukuran topografi, survey geofisika dan pemboran inti.
Kegiatan setelah pekerjaan lapangan
Kegiatan setelah pekerjaan lapangan yang dilakukan antara lain
* Analisis Laboratorium (meliputi analisis kimia dan fisika)
* Pengolahan Data
* Penentuan Sumber Daya dan Cadangan
* Pembuatan laporaN
Rangkaian eksplorasi dan pelaporan

Dalam melakukan eksplorasi sumberdaya alam (logam, nonlogam dan bahan galian industri),
terdapat beberapa rangkaian kegiatan eksplorasi yang dapat digunakan untuk mendapatkan
data pendukung sebagai input guna mendapatkan hasil dari daerah prospek dan cadangan.
Adapun rangkaian kegiatan eksplorasi meliputi pemetaan geologi, pengukuran topografi, dan
pengukuran geofisika (geomagnet dan geolistrik dipole-dipole).
1. Pemetaan Geologi
* Landsat, analisa foto udara, citra landsat, berguna untuk melihat kemungkinankemungkinaterdapatnya aspek mineralisasi;
* Mapping, pemetaan geologi permukaan (pemetaan tinjau, semi detail, detail, pengukuran
penampang stratigrafi). Daerah yang memiliki fitur sama dengan daerah yang telah
ditambang akan memberikan kandungan sumberdaya yang hampir sama;
* sumur uji (Testpit) dan paritan, berguna untuk mendapatkan data-data atau melihat ekstensi
litologi batuan secara vertikal.
2. Pengukuran Topografi
Metoda yang digunakan pada pengukuran topografi dipergunakan yaitu poligon tertutup.
Peralatan yang digunakan adalah Theodolite (T-0) yang banyak dipergunakan untuk
pengukuran di lapangan baik untuk perencanaan bangunan, irigasi, jalan raya, transmigrasi,
bendungan, lapangan terbang dan lainnya. Poligon tertutup menggunakan satu titik ikat yang
mana merupakan titik pertama juga merupakan titik terakhir dengan membuat titik ikat bantu
yang berjarak 50 meter antar titik ikat yang satu dengan yang lainnya baik ke arah
depan/belakang dengan spasi 20 meter ke arah samping kiri/kanan dengan tujuan untuk
membuat peta grid topografi sehingga mempermudah untuk menentukan lokasi titik test pit,
pengambilan conto, dan pengukuran geofisika.
3. Pengukuran Geofisika
Pengukuran geofisika merupakan kegiatan yang dilakukan setelah kegiatan pengukuran
topografi dan pemetaan geologi. Metoda pengukuran geofisika yang dilakukan terdiri dari
dua metoda yaitu geomagnet dan geolistrik.
Pengukuran geofisika dimaksudkan untuk mendapatkan data dan menentukan model geologi
bawah permukaan yang ditampilkan dalam bentuk peta anomali geomagnet, peta anomali
geolistrik, penampang geomagnet, dan penampang geolistrik.
a. Geomagnet
Metoda ini didasarkan pada perbedaan tingkat magnetisasi suatu batuan yang diinduksi oleh
medan magnet bumi. Hal ini terjadi sebagai akibat adanya perbedaan sifat kemagnetan suatu
material. Kemampuan untuk termagnetisasi tergantung dari susceptibilitas magnetik masingmasing batuan. Harga Susceptibilitas ini sangat penting didalam pencarian benda anomali,
karena sifatnya yang sangat khas untuk setiap jenis mineral atau mineral logam. Harganya
akan semakin besar bila jumlah kandungan mineral-mineral magnetik pada batuan semakin
banyak.

Pengukuran magnetik dilakukan pada lintasan ukur yang tersedia dengan interval antar titik
ukur 10 m dan jarak antar lintasan 40 m. Batuan dengan kandungan mineral-mineral tertentu
dapat dikenal dengan baik dalam eksplorasi geomagnet, yang dimunculkan sebagai anomali.
Anomali yang diperoleh merupakan hasil distorsi pada medan magnetik yang diakibatkan
oleh material magnetik dari kerak bumi atau mungkin juga dari bagian atas mantel.
b. Geolistrik (Metoda Resistivity Dipole-Dipole)
Dalam pengukuran geolistrik dilakukan pengukuran di sepanjang lintasan ukur yang telah
dibuat sebelumnya oleh tim topografi. Jarak antar titik ukur yaitu 10 m, sedangkan jarak antar
lintasan adalah 50 m.
Pengukuran geolistrik bertujuan untuk mengetahui variasi harga tahanan jenis semu batuan
bawah permukaan yang mencerminkan adanya perbedaan jenis lapisan batuan.
Bila arus listrik diinjeksikan ke dalam bumi melalui dua buah elektroda arus, kemudian
diukur peda potensial yang ditimbulkan oleh adanya injeksi arus tersebut pada dua buah
elektroda potensial, maka akan diperoleh harga tahanan jenis semu berdasarkan susunan
elektroda dipole-dipole.
Nilai resistivitas yang dihitung bukanlah nilai resistivitas bawah permukaan yang sebenarnya,
namun merupakan nilai semu yang merupakan resistivitas dari bumi yang dianggap homogen
yang memberikan nilai resistansi yang sama untuk susunan elektroda yang sama. Hubungan
antara resistivitas semu dan resistivitas sebenarnya sangat komplek (Loke, 2000), sehingga
untuk menentukan nilai resistivitas bawah permukaan yang sebenarnya diperlukan
perhitungan secara inversi dengan menggunakan bantuan komputer.
Harga tahanan jenis semu yang terukur dipengaruhi oleh adanya perbedaan harga tahanan
jenis masing-masing lapisan batuan bawah permukaan.
Untuk mengukur variasi harga resistivitas semu (tahanan jenis semu) perlapisan batuan di
bawah permukaan bumi dengan menggunakan metoda dipole-dipole, maka dilakukan
penempatan sepasang elektroda arus ( A dan B ) dan sepasang elektroda potensial ( M dan N)
di permukaan bumi pada satu garis lurus, dimana untuk elektroda-elektroda arus A dan B
diletakkan berdekatan demikian juga elektroda-elektroda potensia M dan N.
Pelaporan
Hasil dari penyelidikan semua tahapan eksplorasi dituangkan dalam sebuah laporan akhir
penyelidikan. Pembuatan laporan ini merupakan kegiatan terakhir seluruh pekerjaan
eksplorasi yang berisi uraian teknis dan non-teknis. Laporan terdiri dari babbab yang berisi
Pendahuluan, Kegiatan penyelidikan, Hasil Penyelidikan dan Kesimpulan. Laporan
dilengkapi dengan sari, daftar isi, daftar gambar, daftar foto, daftar tabel dan lampiran, serta
daftar pustaka.

Teknologi Gasifikasi Batubara


Peneliti BPP Teknologi

Sumber energi di Indonesia ditandai dengan keterbatasan cadangan minyak bumi, cadangan
gas alam yang mencukupi serta cadangan batubara yang melimpah. Sumber daya energi
batubara diperkirakan sebesar 36.5 milyar ton, dengan sekitar 5.1 milyar ton dikategorikan
sebagai cadangan terukur. Sumber daya ini sebagian besar berada di Kalimantan yaitu sebesar
61 %, di Sumatera sebesar 38 % dan sisanya tersebar di wilayah lain. Menurut jenisnya dapat
dibagi menjadi lignite sebesar 58.6 %, sub-bituminousbituminous sebesar 14.4 % dan sisanya
sebesar 0.4 % adalah anthracite. Produksi batubara pada tahun 1995 mencapai sebesar 44
juta ton. Sekitar 33 juta ton dieksport dan sisanya sebesar 11 juta ton untuk konsumsi dalam
negeri. Dari jumlah 11 juta ton tersebut 60 % atau sekitar 6.5 juta ton digunakan untuk
pembangkit listrik, 30 % untuk industri semen dan sisanya digunakan untuk rumah tangga
dan industri kecil. sebesar 26.6 %,
Selama sepuluh tahun terakhir ini penggunaan batubara dalam negeri terus mengalami
pertumbuhan sejalan dengan pertumbuhan perekonomian dan industrialisasi. Sektor tenaga
listrik merupakan sektor yang mengkonsumsi batubara paling besar. Saat ini sekitar 30 % dari
total pembangkitan menggunaan bahan bakar batubara. Diperkirakan konsumsi batubara
untuk pembangkit listrik akan mencapai dua kali lipat pada awal abat 21.
Dampak Negatif Kegiatan Pertambangan pada Lingkungan
Kegiatan penambangan apabila dilakukan di kawasan hutan dapat merusak ekosistem hutan.
Apabila tidak dikelola dengan baik, penambangan dapat menyebabkan kerusakan lingkungan
secara keseluruhan dalam bentuk pencemaran air, tanah dan udara.
Pencemaran lingkungan adalah suatu keadaan yang terjadi karena perubahan kondisi tata
lingkungan (tanah, udara dan air) yang tidak menguntungkan (merusak dan merugikan
kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan) yang disebabkan oleh kehadiran benda-benda
asing (seperti sampah, limbah industri, minyak, logam berbahaya, dsb.) sebagai akibat
perbuatan manusia, sehingga mengakibatkan lingkungan tersebut tidak berfungsi seperti
semula (Susilo, 2003).
Kasus Teluk Buyat (Sulawesi Utara) dan Minamata (Jepang) adalah contoh kasus keracunan
logam berat. Logam berat yang berasal dari limbah tailing perusahaan tambang serta limbah
penambang tradisional merupakan sebagian besar sumber limbah B3 (bahan berbahaya dan
beracun) yang mencemari lingkungan.
Sebagai contoh, pada kegiatan usaha pertambangan emas skala kecil, pengolahan bijih
dilakukan dengan proses amalgamasi di mana merkuri (Hg) digunakan sebagai media untuk
mengikat emas. Mengingat sifat merkuri yang berbahaya, maka penyebaran logam ini perlu
diawasi agar penanggulangannya dapat dilakukan sedini mungkin secara terarah. Selain itu,
untuk menekan jumlah limbah merkuri, maka perlu dilakukan perbaikan sistem pengolahan
yang dapat menekan jumlah limbah yang dihasilkan akibat pengolahan dan pemurnian emas.
Sedangkan pertambangan skala besar, tailing yang dihasilkan lebih banyak lagi. Pelaku
tambang selalu mengincar bahan tambang yang tersimpan jauh di dalam tanah, karena
jumlahnya lebih banyak dan memiliki kualitas lebih baik. Untuk mencapai wilayah
konsentrasi mineral di dalam tanah, perusahaan tambang melakukan penggalian dimulai
dengan mengupas tanah bagian atas (top soil). Top Soil kemudian disimpan di suatu tempat
agar bisa digunakan lagi untuk penghijauan setelah penambangan. Tahapan selanjutnya
adalah menggali batuan yang mengandung mineral tertentu, untuk selanjutnya dibawa ke

processing plant dan diolah. Pada saat pemrosesan inilah tailing dihasilkan. Sebagai limbah
sisa batuan dalam tanah, tailing pasti memiliki kandungan logam lain ketika dibuang.
Limbah tailing merupakan produk samping, reagen sisa, serta hasil pengolahan pertambangan
yang tidak diperlukan. Tailing hasil penambangan emas biasanya mengandung mineral inert
(tidak aktif). Mineral tersebut antara lain: kwarsa, kalsit dan berbagai jenis aluminosilikat.
Tailing hasil penambangan emas mengandung salah satu atau lebih bahan berbahaya beracun
seperti Arsen (As), Kadmium (Cd), Timbal (Pb), Merkuri (Hg), Sianida (CN) dan lainnya.
Sebagian logam-logam yang berada dalam tailing adalah logam berat yang masuk dalam
kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).
Misalnya, Merkuri adalah unsur kimia sangat beracun (toxic). Unsur ini bila bercampur
dengan enzime di dalam tubuh manusia menyebabkan hilangnya kemampuan enzime untuk
bertindak sebagai katalisator untuk fungsi tubuh yang penting. Logam Hg ini dapat terserap
ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan dan kulit. Karena sifatnya beracun dan cukup
volatil, maka uap merkuri sangat berbahaya jika terhisap oleh manusia, meskipun dalam
jumlah yang sangat kecil. Merkuri bersifat racun yang kumulatif, dalam arti sejumlah kecil
merkuri yang terserap dalam tubuh dalam jangka waktu lama akan menimbulkan bahaya.
Bahaya penyakit yang ditimbulkan oleh senyawa merkuri di antaranya kerusakan rambut dan
gigi, hilang daya ingat dan terganggunya sistem syaraf.
Untuk mencapai hal tersebut di atas, maka diperlukan upaya pendekatan melalui penanganan
tailing atau limbah B3 yang berwawasan lingkungan dan sekaligus peningkatan efisiensi
penggunaan merkuri untuk meningkatkan perolehan (recovery) logam emas.
Alternatif Solusi
Pencegahan pencemaran adalah tindakan mencegah masuknya atau dimasukkannya makhluk
hidup, zat energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia
agar kualitasnya tidak turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup
tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Dalam bentuk, pertama, remediasi, yaitu
kegiatan untuk membersihkan permukaan tanah yang tercemar. Ada dua jenis remediasi
tanah, yaitu in-situ (atau on-site) dan ex-situ (atau off-site). Pembersihan on-site adalah
pembersihan di lokasi. Pembersihan ini lebih murah dan lebih mudah, terdiri atas
pembersihan, venting (injeksi), dan bioremediasi.
Pembersihan off-site meliputi penggalian tanah yang tercemar dan kemudian dibawa ke
daerah yang aman. Setelah itu di daerah aman, tanah tersebut dibersihkan dari zat pencemar.
Caranya, tanah tersebut disimpan di bak/tangki yang kedap, kemudian zat pembersih
dipompakan ke bak/tangki tersebut. Selanjutnya, zat pencemar dipompakan keluar dari bak
yang kemudian diolah dengan instalasi pengolah air limbah. Pembersihan off-site ini jauh
lebih mahal dan rumit.
Kedua, bioremediasi, yaitu proses pembersihan pencemaran tanah dengan menggunakan
mikroorganisme (jamur, bakteri). Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegradasi
zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan
air). Ketiga, penggunaan alat (retort-amalgam) dalam pemijaran emas perlu dilakukan agar
dapat mengurangi pencemaran Hg.

Keempat, perlu adanya kajian Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan
Lingkungan atau kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dalam menyusun
kebijakan yang berkaitan dengan kegiatan pertambangan. Sebelum dilaksanakannya, kegiatan
penambangan sudah dapat diperkirakan dahulu dampaknya terhadap lingkungan. Kajian ini
harus dilaksanakan, diawasi dan dipantau dengan baik dan terus-menerus implementasinya,
bukan sekedar formalitas kebutuhan administrasi.

Anda mungkin juga menyukai