EFLORESENSI
Dermatologi dapat dipelajari secara sistematis setelah PLENCK (1776)
menulis bukunya yang berjudul System der Hautkrankheiten. Berdasarkan
efloresensi (ruam) penyakit kulit mulai dipelajari secara sistematis. Sampai kini
pemikiran PLENCK masih dipakai sebagai dasar membuat diagnosis penyakit
secara klinis, walaupun ditambah dengan segala kemajuan teknologi dibidang
bakteriologii, mikologi, histopatologi dan imunologi. Jadi untuk mempelajari lmu
penyakit kulit mutlak diperlukan pengetahuan tentang ruam kulit atau morfologi
atau ilmu yang mempelajari lesi kulit.
Efloresensi kulit dapat berubah pada waktu berlangsungnya penyakit.
Proses tersebut dapat merupakan akibat biasa dalam perjalanan proses patologik.
Kadang-kadang perubahan ini dapat dipengaruhi keadaan dari luar, misalnya
trauma garukan dan pengobatan yang diberikan sehingga perubahan tersebut tidak
biasa lagi. Dalam hal ini gambaran klinis morfologik penyakit menyimpang dari
baisanya dan sulit dikenali. Demi kepentingan diagnosis penting sekali untuk
mencari kelainan yang pertama (efloresensi primer) yang biasanya khas untuk
penyakit tersebut.
Menurut PRAKKEN (1996) yang disebut efloresensi (ruam) primer
adalah: makula, papul, plak, urtika, nodus, nodulus, vesikel, bula, pustule dan
kista. Sedangkan yang dianggap sebagai efloresensi sekunder adalah skuama
(sangat jarang sekali timbul sebagai efloresensi primer), krusta, erosi, ulkus dan
sikatriks.
Untuk mempelajari macam-macam kelainan kulit lebih sistematis
sebaiknya dibuat pembagian menurut SIEMENS (1958) yang membaginya
sebagai berikut :
1) Setinggi permukaan kulit : makula
2) Bentuk peralihan, tidak berbatas pada permukaan kulit : eritema dan
telangiektasis.
3) Di atas permukaan kulit : urtika, vesikel, bula, kista, pustule, abses, papul,
nodus, tumor, dan vegetasi.
4) Bentuk peralihan, tidak berbatas pada suatu lapisan saja : sikatriks
(hipertrofi dan hipotrofi), cekung, hipotrofi , anetoderma, erosi, ekskoriasi,
ulkus (tukak), yang melekat di atas kulit (deposit), skuama, krusta, sel-sel
asing dan hasil metaboliknya serta kotoran.
Dibawah ini akan diberikan definisi berbagai kelainan kulit dan istilah-istilah
yang behubungan dengan kelainan tersebut
a. Makula : kelainan kulit perubahan warna semata-mata, dimana kelainan ini
berbatas tegas, lesi datar, berbeda dengan kulit sekitarnya karena warnanya.
Kelainan kulit ini pada dasarnya tidak dapat di deteksi dengan perabaan.
Adapun penyebab terjadinya kelainan ini antara lain :
Perubahan
pigmen
hiperpigmentasi
kulit,
contoh
post-inflamasi,
hiperpigmentasi
hipopigmentasi
seperti
seperti
pda
pada tinea
Gambar Urtika
d. Vesikel : gelembung berisi cairan serum, beratap, berukuran kurang dari 1/2
cm garis tengah dan memunyai dasar. Jika berisi darah disebut vesikel
hemoragik. Contoh: verisela, herpes simpleks.
Gambar Pustul
f. Bula : Vesikula yang berukuran lebih besar, nampak adanya cairan di
dalamnya. Dikenal juga istilah bula hemoragik, bula purulen, dan bula
hipopion. Contoh: impetigo vesikobulosa, eksantema bulosa, pemfigus.
Gambar Bula
g. Kista : ruangan berdinding dan berisi cairan, sel maupun sisa sel. Kista
terbentuk bukan akibat peradangan, walaupun kemudian dapat meradang.
Dinding kista merupakan selaput yang terdiri atas jaringan ikat dan biasanya
dilapisi sel epitel atau endotel. Kista terbentuk dari kelenjar yang melebar dan
tertutup, saluran kelenjar, pembuluh darah, saluran getah bening, atau lapisan
epidermis. Isi kista terdiri atas hasil dindingnya, yaitu serum, getah bening,
keringat, sebum, sel-sel epitel, lapisan tanduk dan rambut.
Gambar Kista
h. Abses : merupakan kumpulan nanah dalam jaringan, bila mengenai kulit
berarti didalam kutis maupun subkutis. Batas antara ruangan yang berisikan
nanah dan jaringan disekitarnya tidak jelas. Abses biasanya terbentuk dari
infiltrate radang. Sel dan jaringan hancur membentuk nanah. Dinding abses
terdiri atas jaringan sakit, yang belum menjadi nanah.
Gambar abses
i. Papul : penonjolan di atas permukaan kulit, sirkumskrip, berukuran kecil (
< 1 cm), dan berisikan zat padat. Bentuk papul dapat bermacam-macam,
misalnya setengah bola, contohnya pada eksem atau dermatitis, kerucut pada
keratosis folikularis, datar pada veruka plana juvenillis, datar dan berdasar
poligonal pada liken planus, berduri pada veruka vulgaris, bertangkai pada
fibroma pendulans dan pada veruka filiformis. Warna papul dapat merah
akibat peradangan, pucat, hiperkrom, putih, atau seperti kulit di sekitarnya.
Beberapa infiltrat mempunyai warna sendiri yang biasanya baru terlihat
setelah eritema yang timbul bersamaan ditekan dan hilang (lupus, sifilis).
Letak papul dapat epidermal atau kutan.
Gambar Plaque
Gambar Sikatriks
n. Anetoderma
Bila kutis kehilangan elastisitas tanpa perubahan yang berarti pada bagian
kulit yang lain, dapat dilihat bagian-bagian yang bila ditekan dengan jari
seakan-akan berlubang. Bagian yang jaringan elastiknya atrofi disebut
anetoderma
Contoh : striae gravidarum
Gambar anetoderma
o. Erosi
Kelainan kulit yang disebabkan kehilangan jaringan yang tidak melampaui
stratum basal. Contoh: bila kulit digaruk sampai stratum spinosum maka akan
keluar cairan serous dari bekas garukan
Gambar Erosi
p. Ekskoriasi
Kelainan kulit
yang
q. Ulkus
Kelainan kulit yang disebabkan oleh hilangnya jaringan yang lebih dalam
dari ekskoriasi. Dengan demikian ulkus memiliki tepi, dinding, dasar, dan isi.
Termasuk erosi dan ekskoriasi dengan bentuk linier adalah fisura (rhagades)
yaitu belahan kulit yang terjadi oleh tarikan jaringan di sekitarnya, terutama
terlihat pada sendi dan batas kulit dengan selaput lendir
Gambar Ulkus
n. Skuama
Skuama erupakan lapisan stratum korneum yang terlepas dari kulit. Skuama
dapat halus sebagai taburan tepung, maupun lapisan tebal dan luas sebagai
lembaran
kertas.
Dapat
dibedakan
misalnya
pitiriasiformis
(halus),
Gambar Squama
r. Krusta
Merupakan cairan badan yang mengering. Dapat bercampur dengan jaringan
nekrotik, maupun benda asing (kotoran, obat, dan sebagainya). Warnanya ada
beberapa macam: kuning muda berasal dari serum, kuning kehijauan berasal
dari pus, dan kehitaman berasal dari darah.
Gambar Krusta
s. Likenefikasi
Penebalan kulit disertai dengan relief kulit (gambaran garis-garis kulit yang
nyata), dimana penebalan ini dapat terjadi akibat garukan dan gosokan,
misalnya pada neurodermatitis.
10
Gambar Likenifikasi
t. Telangiektasis
Pelebaran kapiler yang menetap pada kulit.
Gambar telangektasia
u. Guma
Infiltrate sirkumkrip, menahun, dekstrutif, biasanya melunak
v. Eksantema : kelainan pada kulit yang timbul serentak dalam waktu singkkat
dan tidak berlangsung lama, umumnya didahului oleh demam.
Eksantema skarlatiniformis
Erupsi yang difus dapat generalisata atau lokalisata, berbentuk eritema
nummular.
Eksantema morbiliformis
Erupsi berbentuk eritema yang lentikuler
w. Roseola : eksantema yang lenticular berwarna merah tembaga pada sifilis dan
frambusia
x. Terebrans : proses yang menjurus kedalam
y. Galopans : proses yang sangat cepat meluas ( ulkus diabetikum galopans)
z. Fagedenikum : proses yang menjurus kedalam dan meluas (ulkus tropikum
dan ulkus mole)
B. UKURAN, SUSUNAN KELAINAN / BENTUK SERTA PENYEBARAN
DAN LOKALISASI
11
1.
Ukuran
Miliar : sebesar kepala jarum pentul
Lenticular : sebesar biji jagung
Nummular : sebesar uang logam 5 rupiah atau 100 rupiah
Plakat : lebih besar dari numular
2. Susunan kelainan/bentuk (lihat gambar) :
Liniar
:
seperti garis lurus.
Sirisnar/anular :
seperti lingkaran.
Arsinar
:
berbentuk bulan sabit.
Polisiklik
:
bentuk pinggiran yang sambung menyambung.
Korimbiformis :
susunan seperti induk ayam yang dikelilingi
anaknya.
3. Bentuk lesi :
Teratur
:
misalnya bulat,lonjong, seperti ginjal dan
sebagainya.
Tidak teratur :
tidak mempunyai bentuk teratur.
4.
12
13
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda A, Hamzah. 2010. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi keenam.
Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, pp : hal 35-42.
2. Wolff, K, Johnson, R.A, and Suurmond, D. 2008. Fitzpatricks Color Atlas and
Synopsis of Clinical Dermatology. Fifth Edition. New York: The McGraw-Hill
Companies. pp : hal 27-56.
3. Stawiski, Marek A. 2011. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Volume 2. pp : hal 1415-1416.
14