RINORE
Disusun Oleh :
Putu Ngurah Aeland Prilaksana K.
Pembimbing :
dr. Juwono Heruwardojo Sp.THT-KL
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Anatomi hidung luar
Hidung terdiri atas hidung luar dan hidung bagian dalam. Hidung bagian
luar menonjol pada garis tengah di antara pipi dan bibir atas; struktur hidung luar
dibedakan atas tiga bagian : yang paling atas : kubah tulang yang tak dapat
digerakkan; di bawahnya terdapat kubah kartilago yang sedikit dapat digerakkan ;
dan yang paling bawah adalah lobulus hidung yang mudah digerakkan. Bentuk
hidung luar seperti piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah :
1) pangkal hidung (bridge),
2) batang hidung (dorsum nasi),
3) puncak hidung (hip),
4) ala nasi,
5) kolumela,
6) lubang hidung (nares anterior).
Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi
oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan
atau menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari:
1) tulang hidung (os nasal)
2) prosesus frontalis os maksila
3) prosesus nasalis os frontal;
Sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang
terletak di bagian bawah hidung, yaitu
1) sepasang kartilago nasalis lateralis superior
2) sepasang kartilago nasalis lateralis inferior (ala mayor)
3) tepi anterior kartilago septum. (12)
II.2.6 Nares
Nares posterior atau koana adalah pertemuan antara kavum nasi dengan
nasofaring, berbentuk oval dan terdapat di sebelah kanan dan kiri septum.
Tiap nares posterior bagian bawahnya dibentuk oleh lamina horisontalis
palatum, bagian dalam oleh os vomer, bagian atas oleh prosesus vaginalis
os sfenoid dan bagian luar oleh lamina pterigoideus.
Vena-vena
hidung
mempunyai
nama
yang
sama
dan
berjalan
10
11
Transportasi mukosiliar atau TMS adalah suatu mekanisme mukosa hidung untuk
membersihkan dirinya dengan cara mengangkut partikel-partikel asing yang
terperangkap pada palut lender ke arah nasofaring. Merupakan fungsi pertahanan
local pada mukosa hidung. Transpor mukosiliar disebut juga clearance mucosiliar
atau sistem pembersih mukosiliar sesungguhnya.(13)
Transportasi mukosiliar terdiri dari dua sistem yang bekerja simultan, yaitu
gerakan silia dan palut lendir. Ujung silia sepenuhnya masuk menembus
gumpalan mukus dan bergerak ke arah posterior bersama dengan materi asing
yang terperangkap di dalamnya ke arah nasofaring. Aliran cairan pada sinus
mengikuti pola tertentu. Transportasi mukosiliar pada sinus maksila berawal dari
dasar yang kemudian menyebar ke seluruh dinding dan keluar ke ostium sinus
alami. Kecepatan kerja pembersihan oleh mukosiliar dapat diukur dengan
12
menggunakan suatu partikel yang tidak larut dalam permukaan mukosa. Lapisan
mukosa mengandung enzim lisozim (muramidase), dimana enzim ini dapat
merusak bakteri. Enzim tersebut sangat mirip dengan immunoglobulin A (Ig A),
dengan ditambah beberapa zat imunologik yang berasal dari sekresi sel.
Imunoglobulin G (IgG) dan Interferon dapat juga ditemukan pada sekret hidung
sewaktu serangan akut infeksi virus. Ujung silia tersebut dalam keadaan tegak
dan masuk menembus gumpalan mukus kemudian menggerakkannya ke arah
posterior bersama materi asing yang terperangkap ke arah faring. Cairan perisiliar
yang di bawahnya akan di alirkan kearah posterior oleh aktivitas silia, tetapi
mekanismenya belum diketahui secara pasti. Transportasi mukosiliar yang
bergerak secara aktif ini sangat penting untuk kesehatan tubuh. Bila sistem ini
tidak bekerja secara sempurna maka materi yang terperangkap oleh palut lender
akan menembus mukosa dan menimbulkan penyakit. Kecepatan dari TMS
sangatlah bervariasi, pada orang yang sehat adalah antara 1 sampai 20 mm /
menit.(13)
Karena pergerakan silia lebih aktif pada meatus inferior dan media maka
gerakan mukus dalam hidung umumnya ke belakang, silia cenderung akan
menarik lapisan mukus dari meatus komunis ke dalam celah-celah ini. Sedangkan
arah gerakan silia pada sinus seperti spiral, dimulai dari tempat yang jauh dari
ostium. Kecepatan gerakan silia bertambah secara progresif saat mencapai ostium,
dan pada daerah ostium silia tersebut berputar dengan kecepatan 15 hingga 20
mm/menit(13)
13
Pada dinding lateral rongga hidung sekret dari sinus maksila akan
bergabung dengan sekret yang berasal dari sinus frontal dan etmoid anterior di
dekat infundibulum etmoid, kemudian melalui anteroinferior orifisium tuba
eustachius akan dialirkan ke arah nasofaring. Sekret yang berasal dari sinus
etmoid posterior dan sfenoid akan bergabung di resesus sfenoetmoid, kemudian
melalui posteroinferior orifisium tuba eustachius menuju nasofaring. Dari rongga
nasofaring mukus turun kebawah oleh gerakan menelan(13)
Kecepatan gerakan mukus oleh kerja silia berbeda pada setiap bagian
hidung. Pada segmen hidung anterior kecepatan gerakan silianya mungkin hanya
1/6 segmen posterior, sekitar 1 hingga 20 mm / menit(13)
II.8
Definisi Rinore
Rinore berasal dari bahasa yunani rhinos yaitu hidung dan -rrhea yang
berarti cairan. Rinore atau hidung berair secara umum dapat diartikan sebagai
keluarnya cairan dari hidung yang salah satunya disebabkan oleh adanya suatu
proses inflamasi atau iritasi. Cairan yang keluar dapat bewarna jernih, hijau
ataupun coklat.1
II.9 Mekanisme Rinore
Mekanisme terjadinya pilek atau rinore adalah sebagai berikut:
1) Allergen yang masuk tubuh melalui saluran pernafasan, kulit, saluran
pencernaan dan lain-lain akan ditangkap oleh makrofag yang bekerja sebagai
antigen presenting cells (APC).
2) Setelah alergen diproses dalam sel APC, kemudian oleh sel tersebut, alergen
dipresentasikan ke sel Th. Sel APC melalui penglepasan interleukin I (II-1)
mengaktifkan sel Th. Melalui penglepasan Interleukin 2 (II-2) oleh sel Th
14
15
rangsangan seperti perubahan kelembapan dan suhu atau iritasi di alam yang tidak
spesifik. Hal ini dapat terjadi akibat ketidakseimbangan vasomotor dan juga
pengaruh faktor endokrin.2,
Rinitis ini digolongkan menjadi non-alergi bila adantya alergi/alergen
spesifik tidak dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan alergi yang sesuai
(anamnesis, tes cukit kulit, kadar antibodi IgE spesifik serum). 11
Etiologi
Penyebab pasti terjadinya rinitis vasomotor masih belum diketahui. 2
Mayoritas 75-80% dari faktor individual.4 Etiologi rinitis vasomotor diduga akibat
adanya gangguan keseimbangan sistem saraf otonom yaitu bertambahnya aktivitas
parasimpatis dimana terjadi gangguan vasomotor atau gangguan fisiologik lapisan
mukosa hidung yang dipicu oleh zat-zat tertentu.2,3
Faktor presiposisi terjadinya rinitis vasomotor yaitu :4
a. Herediter
b. Infeksi yaitu riwayat infeksi bakteri dan virus sebelumnya
c. Psikologi dan emosional
d. Obat-obatan yang menginduksi gejala dari rinitis seperti aspirin dan
obat nonsteroidal anti-inflammatory (NSAID), reserpin, hidralazin,
guanetidin, pentolamin, metildopa, penghambat angiotensin-converting
enzyme (ACE), -blocker, antagonis -adrenoceptor, klorpromazin,
e.
16
dalam
melakukan
17
18
19
algoritme
pendekatan
yang
disarankan
dalam
melakukan
20
21
Secara prinsip benda asing yang berada pada saluran nafas diatasi dengan
pengangkatan segera secara endoskopik dalam kondisi yang paling aman dan
dengan trauma yang minimum. Benda asing yang berada dalam hidung dapat
dilakukan pengangkatan dengan menggunakan pengait (haak) yang dimasukkan
kedalam bagian hidung bagian atas, menyusuri atap kavum nasi sampai
menyentuh nasofaring.Setelah itu pengait diturunkan sedikit dan ditarik kedepan.
Dengan cara ini benda asing itu akan terbawa keluar. Cara lain yang dapat
digunakan dengan alat cunam Nortman atau wire loop.10
II.10.2.3 Rinitis Atrofi (Ozaena)
Rinitis atrofi didefinisikan sebagai penyakit infeksi pada hidung yang
kronik. Penyakit ini ditandai dengan adanya atrofi progresif pada mukosa dan
tulang konka serta terdapat adanya pembentukan krusta. Secara klinis, mukosa
hidung menghasilkan sekret yang kental dan cepat mongering, sehingga terbentuk
krusta yang berbau busuk.11
Etiologi
Penyebab rinitis atrofi belum dapat diketahui sampai sekarang. Adapun
beberapa keadaan yang menjadi faktor predisposisi yang dianggap berhubungan
dengan terjadinya rinitis atrofi yaitu :11
-
22
23
24
25
26
menyebabkan pasien lebih sering dan lebih banyak lagi memakai obat tersebut.
Pada keadaan ini ditemukan kadar agonis alfa-adrenergik yang tinggi di mukosa
hidung. Hal ini akan diikuti dengan penurunan sensitivitas reseptor alfaadrenergik di pembuluh darah sehingga terjadi suatu toleransi. Aktivitas dari tonus
simpatis menyebabkan vasokonstriksi menghilang. Akan terjadi dilatasi dan
kongesti mukosa hidung. Keadaan ini disebut juga sebagai rebound kongestion. 11
Gejala dan Tanda
Pasien mengeluh hidungnya tersumbat terus menerus dan berair. Pada
pemeriksaan tampak edema/ hipertrofi konka dan sekret hidung yang berlebihan.
Apabila diberi tampon adrenalin, edema konka tidak berkurang.
Penatalaksanaan
1. Hentikan pemakaian obat tetes atau semprot vasokonstriktor hidung.
2. Untuk mengatasi sumbatan berulang(rebound congestion), dapat diberikan
kortikosteroid oral dosis tinggi jangka pendek dan dosis diturunkan secara
bertahap (tappering off) dengan menurunkan dosis sebanyak 5mg setiap
hari, (misalnya hari 1 : 40mg hari 2:35mg dan seterusnya). Dapat juga
dengan pemberian kortikosteroid topikal selama minimal 2 minggu untuk
mengembalikan proses fisiologik mukosa hidung.
3. Obat dekongestan oral (biasanya mengandung pseudoefedrin)
Apabila dengan cara ini tidak ada perbaikan setelah 3 minggu, pasien
dirujuk ke dokter THT. 11
II.10.3 Jernih
II.10.3.1 Polip hidung
27
Polip hidung ialah massa lunak yang mengandung banyak cairan di dalam
rongga hidung, berwarna putih keabu-abuan, yang terjadi akibat inflamasi
mukosa. Polip dapat timbul pada penderita laki-laki maupun perempuan, dari usia
anak-anak sampai usia lanjut. Bila ada polip pada anak usia 2 tahun, harus
disingkirkan kemungkinan meningokel atau meningoensefalokel. 11
Etiologi
Pembentukan polip sering diasosiasikan dengan inflamasi kronik,
disfungsi saraf otonom serta predisposisi genetik. Menurut teori Bemstein terjadi
perubahan mukosa hidung akibat peradangan atau aliran udara yang bertubulensi
terutama di daerah sempit di kompleks ostiomeatal. Terjadi prolaps submukosa
yang diikuti oleh reepitelisasi dan pembentukan kelenjar baru. Juga terjadi
peningkatan penyerapan natrium oleh permukaan sel epitel yang berakibat retensi
air sehingga terbentuk polip. 11
Anamnesis
Keluhan utama penderita polip nasi ialah rasa tersumbat dari yang ringan
sampai berat, rinore mulai yang jernih sampai purulen, hiposmia atau anosmia.
Mungkin disertai bersin, rasa nyeri pada hidung disertai sakit kepala di daerah
frontal. Bila disertai infeksi sekunder mungkin didapat post nasal drip dan rinore
purulen. Gejala sekunder yang dapat timbul ialah bernafas melalui mulut, susara
sengau, halitosis, gangguan tidur dan penurunan kualitas hidup. 11
Penatalaksanaan
Tujuan utama pengobatan pada kasus polip nasi ialah menghilangkan
keluhan-keluhan, mencegah komplikasi dan mencegah rekurensi poli.
28
DAFTAR PUSTAKA
29
30
12. Soepardi EA, et al. Buku ajar ilmu kesehatan : telinga hidung tenggorok
14. Muranjan
nose
and
paranasal
sinuses.
31