Anda di halaman 1dari 6

KORUPSI DAN IMPLIKASINYA PADA POLRI

A.

Pendahuluan
1.

Indonesia telah menegaskan bahwa dirinya sebagai Negara hukum.

Penegasan tersebut tertuang dalam Pasal 1 ayat (3) Amandemen UndangUndang Dasar 1945 (UUD 1945) yang menyatakan bahwa, Negara Indonesia
adalah Negara Hukum Sebagai negara yang menamakan dirinya sebagai
negara hukum, maka

sesungguhnya masalah hukum, penegakan hukum,

proses peradilan dan lembaga pengadilan di Indonesia memiliki kedudukan dan


makna teramat penting. Apakah suatu negara benar-benar sebagai negara
hukum ataukah hanya sekedar sebutan saja sebagai negara hukum, terutama
akan diukur dengan pandangan bagaimana hukum diberlakukan .
Demikian juga pada penegakan hukum kasus kasus korupsi yang menjadi
sorotan masyarakat bahkan telah memberi identitas tersendiri kepada bangsa ini
. Akankah di pertahaankan identitas terkorup no 2 di dunia. Siapakah yang
pantas di kambing hitamkan?. Menilik semua itu perlu adanya renungan panjang
latar belakang yang melegenda mengapa Indonesia menjadi Negara terkurup no
2 di dunia.
Dalam bahasan ini kita membatasi implikasi korupsi pada Polri lebih pada apa
peran Polri dan upaya2 menjebadani dampak korupsi sesuai Tugas Pokok
Fungsi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
B.

Pokok Pokok bahasan.


4.

Korupsi budaya masyarakat Indonesia.

Korupsi sudah di praktekan masyarakat sejak jaman-jaman kerajaan pada


pelaksanaan pengumplan upeti penarikan pajak sudah ada praktek praktek
korupsi

namun saat itu dilakukan tersamar, menjamur dan membudayanya

korupsi sangat pesat lajunya sejak pemerintahan orde baru dimana waktu itu
terjadi

sentralisasi kekuasaan yang akhirnya menuju ke kekuasaan otorter,

banyak yang mengatakan Rendahnya moralitas seseorang lah mengapa korupsi


merajalela, memang moral menjadi salah satu varian penyebab korupsi, namun
sebenarnya

masih

ada

hal

yang

lebih

penting

dari

akar

persoalan

membudayanya praktek korupsi, yang tentu lebih substansial dari sekedar


alasan moralitas. Salah satu di antara banyak faktor yang berperan
menyuburkan

korupsi

adalah

sentralisme

kekuasaan,

atau

struktur

pemerintahan yang memusatkan kekuasaan di tangan segelintir elit saja.


Bayangkan, jika kekuasaan dijalankan dengan tangan besi, betapa mudahnya
praktek korupsi ini dilakukan atas nama kepentingan bersama.
Pada sisi lain, secara sosiologis dapat kita analisis bahwa kecenderungan
korupsi yang menyebar dan menjamur dikalangan masyarakat umum, juga tidak
lepas dari bangunan kekuasaan yang dipraktekkan oleh Orde Baru Soeharto.
Pemikiran masyarakat telah terhegemoni oleh lingkungan sosial yang terbentuk
dari bangunan kekuasaan yang sentralistik dan otoriter tersebut. Wajar kemudian
ketika sebahagian besar pejabat-pejabat pemerintahan hingga tingkat daerah
(Gubernur, Bupati, Walikota, Camat, Lurah hingga kepala dusun sekalipun), juga
ikut bertindak sama dengan prilaku yang diterapkan oleh kekuasaan Orde Baru
yang otoriter dan sewenang-wenang. Pejabat lokal pemerintahan inipun, tak
segan untuk menggunakan otoritasnya demi memperkaya diri sendiri dengan
menghisap serta menindas masyarakat. Toh pada akhirnya, masyarakat
terkesan diam dan tak berani bertanya apalagi melakukan protes akibat
dominannya kekuasaan yang terjadi. Karena banyak terjadi pembungkaman
yang kejam, Akibatnya korupsi membudaya seluruh sendi sendi massyarakat
Indonesa termasuk aparat penegak hukumnya. Nah bagaimana implikasnya
kepada penegak hukumnya sendiri yang harusnya memliki peran pemberatasan
korupsi.
5. Polri adalah masyarakat yang berseragam.
Telah kita bahas di atas bahwa masyarakat telah terkontaminasi oleh
membudayanya korupsi. Kata lain korupsi sudah menjadikan bagian dari praktek
praktek social dimana para pelaku tidak lagi malu-malu melakukan bahkan yang
tidak ikut dalam system mafia korupsi terganjal dan terkucilkan di lingkungan
birokrasi manapun bahkan budaya tidak jujur tertanam dalam tatanan
masyarakat termasuk pada masyarakat pendidikan Guru-guru demi akreditas

sekolahnya menyetujui bahkan membantu muridnya berlaku curang dalam


pelaksanaan ujian, bahkan di mana saja di lingkungan masjid gereja dan
komunitas agama manapun budaya tidak jujur bukan lagi hal-hal yang tabu.
Lantas bagai mana dengan nasib bangsa kedepan bila semua pesimistis akan
moral bangsa?.
Anekdot polisi identik dengan kkn di negeri in

sangat banyak di temukan

sebagai guyonan maton, ini menandakan betapa masyarakat sangat antusias


dengan Polri artinya perhatian dan focus kepada Polri, banyak masyarakat
pemerhati polisi , ingatkah mereka bahwa Polisi adalah bersumber atau hasil
recruitment dari masyarat.sehingga cermin polisi adalah masyarakat. Banyak
cerita hukum yang menganalogkan menyapu / bersih bersih sapunya harus
besih kalau sapu tidak bersih lantainya akan terkotori juga oleh kotoran sapu
tersebut. Apapun

bila sumber nya bagus makanya semuanya akan bagus

adanya. Setidaknya Polsi adalah masyarakat itu sendri yang di bekal dan di beri
seragam kemudian d beri kewenangan
6.

Kewenangan Polri dalam pemberantasan Korupsi.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI,


dalam pasal 14 huruf g, bahwa: Kepolisian Negara RI bertugas
melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana
sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan undang-undang
yang lainnya. Sehingga tindak pidana korupsi sebagaimana kasus
criminal lainya menjadi tugas pokok polri dalam penangananannya
secara Struktural Tipokor memiliki direktorat tersendiri secara khusus
dan setara dengan kasus2 lainya.
Jadi jika dikaitkan dengan tindak pidana korupsi, polri memilki peran
dan andil besar dalam mencagah merebaknya tipikor ini. Apalagi polri
adalah elemen penting yang dapat menjembatani antara masyarakat
dengan pemerintah.. Kewenangan Polri dalam memberantas Korupsi
sama dengan kewenangan dalam menangani kasus yang lain berbeda

dengan KPK yang memiliki kewenangan khusus sehingga lebih leluasa


dalam

memberantas

Korupsi.

Ini

adalah

tantangan

Polri

untuk

memulihkan citra sebenarnya secara anggaran atau kelembagaan


penanganan kasus korupsi cukup mengakomodir tupoksi sebagai
penyidik tipikor

tahun anggaran 2013 Polri mendapat alokasi

anggaran penyidikan Korupi yang cukup signifikan, hendaknya ini


menjadi prioritas yang serious oleh Polri.
7.

Upaya upaya pembenahan Polri

Untuk menjebadani kendala kendala yang merupakan implikasi Korupsi


hendaknya secara serentak Negara melalui pemerintaahannya melakukan upaya
upaya reformasi dalam segala bidang terutama pada sisi penegakan hukum
seluruh instansi/lembaga hukum termasuk Polri.
Polri sendri gencar melaksanakan reformasi birokrasi namun masih dirasakan
sebagai kegiatan rutin yang memenui syarat administrasi anggaran tidak
bersubstansi, output hanya di atas kertas yang sedikit sekali impact nya pada
pelaksanaan kinerja Polri di lapangan banyak melakukan pencitraan pencitraan
yang sekarang bisa di bilang basi, masyarakat kini makin cerdas makin menuntut
profesionalisme Polri.

Lembaga ini tak bisa berbuat apa apa tanpa sinergi

dengan lembaga horizontal terkait,


menganev

kinerja

masing

hendaknya sering-sering duduk bersama

masing

dan

pendekatan

kinerjanya

menuju

penyelesaian masalah dan upaya upaya pencegahan dini. Kini era teknologi
masyarakat akan mudah menyoroti prilaku buruk aparat dan di publkasikan
sangat mudah dan murah, kesadaran berubah dan mereformasi diri hendaknya
berangkat dari pemahaman perkembangan teknologi komunkasi dan informasi,
tnggalkan cara cara lama yang sudah basi bila tak ingn menjadi lembaga yang
lemah.
Upaya upaya pembenahan tersebut adalah :

Pertama, Perbaikan kesejahteraan anggota Polri, jajaran perencanaan Anggaran


melakukan upaya2 pemenuhan hak anggota, sebenarnya

dengan komposisi

anggaran yang di alokasikan pada kepolisian adalah cukup hendaknya bisa


menikatkan kinerja anggota bahkan mensejahterakannya.bukan untuk di
selewengkan namun di terapkan procurement secara benar melalui koperasi
internal Polri.
Perbedaan index tunjangan kinerja Polri dan TNI hendaknya perlu mendapat
perhatian serious mengapa itu bisa terjadi di arus bawah anggota polri
sedikitnya merasa cemburu dengan posisi index tunjaangan kinerja yang lebih
rendah dari anggota TNI.
Kedua, Membangun sistem otoritas fungsi yang demokratis. Professional dan
procedural, bahwa prilaku korup juga turut ditopang oleh sistem Jika kekuasaan
berwujud sentralistik, otoriter dan menindas, maka bukan tidak mungkin korupsi
akan terus menerus terjadi. Kita memerlukan sebuah system manajeman
birokrasi yang transparan dan accountable tidak anti kritik, serta meemiliki wujud
penghormatan yang tinggi terhadap bawahan
Ketiga, Membangun akses kontrol dan pengawasan masyarakat terhadap
kinerja Polri. Penanganan masalah korupsi ini tidak bisa dilakukan dengan cara
memusatkan kendali pada satu badan atau menyerahkan penanganannya pada
pemerintah saja. Sebab hal tersebut cenderung berjalan linear dan nonsturktural. Dalam arti, apakah mungkin pemerintah akan efektif memeriksa
pejabatnya sendiri. Masalah klasik yang kemudian muncul adalah, siapa yang
akan bertanggung jawab untuk mengawasi pengawas?. Persoalan ini hanya
akan terakomodasi dalam konteks kekuasan otoritarian. Dalam sebuah struktur
kekuasaan Negara yang egaliter, masyarakat dberikan akses kontrol terhadap
kekuasaan, sehingga fungsi pengawasan secara horisontal antar struktur yang
sejajar, maupun pengawasan akan berjalan seimbang dengan kontrol yang tajam
terhadap penyelewengan.

Keempat, Penguatan dan peningkatan sdm yang berhubungan langsus dengan


CJS (jajaran BARESRIM) aparatur penegak hukum. Kejujuran penegak hukum
(fair trial), harus mulai dibangun secara kuat, terutama dikalangan perangkat
Criminal Justice

System (CJS), yang

menjadi tumpuan utama dalam

memberantas korupsi di lingkungan kepolisian. Hal ini dimaksudkan agar proses


penanganan korupsi dapat berjalan secara efisien. Kredibilitas aparatur hukum
kita, dituntut untuk lebih berlaku adil, objektif dan tidak berpihak dalam
memandang serta memilih-milih kasus (equality of law). Kasus seorang koruptor
harus diproses dan dapat diselesaikan secara cepat, layaknya penyelesaiaan
kasus seorang pencuri ayam yang relative tidak membutuhkan waktu yang lama.
Disinilah dituntut keprofesionalan para pelaksana CJS sebagai penegak hukum ,
jika POLri menginginkan penyelesaiaan kasus korupsi secara efektif.
Kelima Pemanfaatan teknologi Informasi memprihatinkan sekali Polri dalam
pemanfaatan teknologi ini sangat tertiggal jauh padahal hendaknya sebagai
lembaga yang melayani masyarakat Polri memanfaatkan teknologi ini, sarana
informasi dan komunikasi sangat murah melalui medsos dan internet.
Memaksimalkan kemampuan web dalam berinterkasi dengan masyarakat akan
mempermudah kinerja Polri dalam menjalankan peran dan fungsinya.
C.

PENUTUP
8.

Kesimpulan

9.

Saran

Anda mungkin juga menyukai