Anda di halaman 1dari 74

BAB 1

SIFAT DAN CIRI KEBIJAKAN

1.1 Pengertian Kebijakan


Kebijakan adalah rangkaian dan asas yang menjadi garis besar atau
pedoman dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan,
kepemimpinan, dan cara bertindak. Selain itu kebijakan merupakan asas
yang menjadi pedoman dalam pelaksanaan tujuan, prinsip, dan manajemen
dalam usaha mencapai sasaran tertentu. Kebijakan dapat diterapkan pada
pemerintah, organisasi, kelompok sektor swasta, serta individu.
1.2 Sifat Kebijakan
Kebijakan memiliki beberapa sifat antara lain :
a. Distributive
Distributif artinya kebijakan yang dibuat menyangkut alokasi
(pembagian) jasa atau keuntungan kepada anggota masyarakat, baik
sebagai individu atau kelompok, atau ke seluruh masyarakat (Maddison
& Dennis 2009). kebijakan distributif biasanya menggunakan dana
publik untuk membantu kelompok, komunitas, atau industri (Anderson
2010). Misalnya melalui pembangunan jalan, pemberian beasiswa
kepada pelajar, kebijakan tentang jaminan pinjaman, kebijakan beras
miskin (Raskin), dan bantuan langsung tunai (BLT).
b. Redistributive

Redistributif artinya kebijakan yang sengaja dilakukan untuk


memindahkan pengalokasian kekayaan, pendapatan, pemilikan atau hak
yang dimiliki beberapa kelompok penduduk (Anderson 2010).
Tujuannya adalah ada pada kesamaan dalam memiliki sesuatu,
merasakan sesuatu, atau bagian yang sama dari suatu proses. Seperti
sebagai sistem pajak-pengalihan, melibatkan realokasi disengaja
kekayaan dari yang lebih tinggi kepada individu berpenghasilan rendah
(Maddison & Dennis 2009). Misalnya kebijakan tentang pajak
pendapatan, dan pemberantasan kemiskinan, pembebasan tanah untuk
kepentingan umum.
c. Regulatory
Regulatory artinya kebijakan yang dibuat mengenai pengenaan
pembatasan atau larangan perbuatan atau tindakan bagi orang atau
sekelompok orang. Kebijakan ini pada dasarnya mengurangi kebebasan
orang atau kelompok untuk berbuat sesuatu (Anderson 2010). Misalnya
kebijakan tentang pembatasan penjualan obat tertentu, pembatasan
penggunaan kendaraan dinas, pembatasan pemilikan dan penggunaan
senjata api.

1.3 Ciri Kebijakan


Bullock, Anderson & Brady (1983) mengatakan bahwa kebijakan
memiliki sifat antara lain :
a. Public policy is purposive, goal-oriented, behaviour rather than
random or change behavior.
2

Tiap kebijakan mempunyai tujuan serta ada sasaran yang ingin dicapai.
Artinya tiap kebijakan bukan saja dibuat karena kebetulan ada kesempatan
membuat. Bila tidak ada tujuan, tidak perlu adanya suatu kebijakan.
b. Policy consist of course of action rather-than separate, discrete
decision or actions-performed by government official.
Maksudnya sebuah kebijakan tidak dapat berdiri sendiri atau terpisahkan
dari kebijakan lain, tetapi berkaitan dengan berbagai kebijakan
masyarakat, berorientasi pada pelaksanaan, interpretasi, dan penegak
hukum.
c. Policy is what government do-not what they say they will do or what
they intend to do.
Kebijakan adalah sesuatu yang dilakukan pemerintah bukan sesuatu yang
ingin atau diniatkan akan dilakukan pemerintah. Contohnya kebijakan
distribusi makanan melibatkan apa yang sebenarnya dilakukan untuk
menyediakan makanan kepada yang lapar.
d. Public policy may be either negative or positive.
Kebijakan dapat berbentuk negatif seperti larangan dan bisa juga
berbentuk

positif

seperti

pengarahan

untuk

melaksanakan

atau

menganjurkan.
e. Public policy based on law and is authoritative.
Kebijakan didasarkan atas hukum karena itu memiliki kewenangan untuk
memikat dan memaksa agar masyarakat mengikutinya.

1.4 Kesimpulan
Kebijakan adalah aturan yang mejadi pedoman untuk melaksanakan suatu
kegiatan. Kebijakan memiliki sifat distributif (pengalokasian), redistributif
(pemindahan alokasi), dan regulatory (pembatasasan atau larangan). Sifat
Kebijakan antara lain bertujuan, saling terikat, sesuatu yang dilakukan,
bisa berbentuk positif atau negatif, dan mengikat.
Tambahin yg protektif dan kompetitif

BAB 2
JENIS DAN CONTOH KEBIJAKAN DI BIDANG KESEHATAN

Contoh kebijakan adalah undang-undang, peraturan pemerintah,


keputusan presiden, keputusan menteri, peraturan daerah, keputusan bupati,
dan keputusan direktur. Setiap kebijakan yang dicontohkan di atas adalah
bersifat mengikat dan wajib dilaksanakan oleh obyek kebijakan. Kebijakan
kesehatan adalah sebuah kebijakan yang dijadikan dasar atau pedoman bagi
4

struktur kesehatan yang ada di suatu wilayah tertentu. Kebijakan kesehatan


dibedakan menjadi dua yaitu :
a. Kebijakan kesehatan yang berdasarkan isi kebijakan
b. Kebijakan kesehatan yang berdasarkan tingkatan

2.1 Kebijakan Kesehatan Berdasarkan Isi Kebijakan


a. Kebijakan yang bersifat stratejik
Kebijakan yang bersifat statejik adalah kebijakan yang diterbitkan oleh
pemerintah pusat dan bersifat fundamental serta berlaku jangka panjang,
beberapa contoh kebijakan stratejik antara lain :
1) Undang-undang Republik
tentang

Kesehatan,

Indonesia Nomor 36 tahun 2009

dikatakan

stratejik

karena

bersifat

fundamental dan diterbitkan oleh pemerintah pusat.


2) UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN) yang dijabarkan dalam berbagai

bentuk

Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM).


3) Peraturan Presiden Nomor 7 tahun 2005 tentang RPJMN
(Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) tahun 20042009 pada bab 28 tentang Peningkatan Akses Masyarakat
Terhadap Kesehatan yang Berkualitas, dikatakan stratejik karena
bersifat jangka panjang yaitu 5 tahun.
b. Kebijakan yang bersifat manajerial
Kebijakan yang bersifat manajerial adalah kebijakan yang diatur melalui
Peraturan Menteri Kesehatan, beberapa contoh kebijakan yang bersifat
manajerial antara lain :
5

1) Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 572 tahun 1996 yang isinya


Bidan di Desa telah diberi wewenang untuk menangani
komplikasi kehamilan dan persalinan tertentu.
2) Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1457 tahun 2003
tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di
Kabupaten atau Kota.
3) Keputusan
Menteri

Kesehatan

RI

Nomor

131/MenKes/SK/II/2009 tentang Sistem Kesehatan Nasional.


4) Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 932/MenKes/SK/VII/2003
tentang Juklak (petunjuk pelaksanaan) Pengembangan Sistem
Informasi Kesehatan Daerah.
c. Kebijakan yang bersifat Teknis Program
Kebijakan yang bersifat teknis program merupakan kebijakan operasional
atau kebijakan mengenai pelaksanaan atau tata cara dalam bidang
kesehatan, contohnya :
1) Kebijakan tentang kesehatan Ibu dan Bayi baru lahir secara
khusus berhubungan dengan pelayanan antenatal, persalinan
nifas, perawatan bayi baru lahir dan kegawatdaruratan.
2) Kebijakan tentang KB (keluarga berencana) difokuskan pada
kehamilan

tertentu

(terlalu

muda,sering,banyak,tua)

yang

merupakan kelompok the unmet needs (kelompok yang tidak


terpenuhi kebutuhan kesehatannya) dalam masyarakat.
3) Kebijakan tentang rencana strategis nasional Making Pregnancy
Safer (MPS) di Indonesia 2001-2010. Di samping kebijakan yang
diterbitkan oleh pusat, kabupaten atau kota telah menerbitkan
kebijakan yang berkaitan langsung dengan penurunan AKI

(Angka Kematian Ibu) dan AKB (Angka Kematian bayi) berupa


surat keputusan bupati atau walikota tentang Gerakan Sayang Ibu
(GSI), Puskesmas PONED, Rumah Sakit PONEK, Standar
Pelayanan Minimal, Audit Maternal dan Perinatal, Retribusi
Pelayanan Kesehatan.
2.2 Kebijakan Kesehatan Berdasarkan Level
a. Kebijakan Makro
Kebijakan makro adalah kebijakan yang mencakup kebijakan secara
keseluruhan sebagai jaringan keputusan yang saling berhubungan untuk
membentuk suatu strategi atau tujuan tertentu seperti Undang-undang
RI Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
b. Kebijakan Meso
Kebijakan meso merupakan kebijakan yang mencakup semua masalah
kesehatan pada tingkat regional, contohnya : Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 971/MenKes/per/xi/2009 tentang Standar Kompetensi
Pejabat Struktural Kesehatan.
c. Kebijakan Mikro
Kebijakan mikro merupakan kebijakan yang mencakup pada satu
organisasi atau instansi tertentu, contohnya kebijakan rumah sakit dan
keputusan bupati.
Makro

Meso

Mikro

Gambar 2.1 ruang lingkup kebijakan kesehatan berdasarkan level atau


tingkatannya
2.3 Kesimpulan
7

Kebijakan kesehatan adalah sebuah kebijakan yang dijadikan dasar atau


pedoman bagi struktur kesehatan yang ada di suatu wilayah tertentu. Kebijakan
kesehatan dibedakan menjadi dua yaitu :
a. Kebijakan kesehatan yang berdasarkan isi kebijakan, yaitu :
1) Kebijakan bersifat strategik
2) Kebijakan bersifat manajerial
3) Kebijakan bersifat teknis program
b. Kebijakan kesehatan yang berdasarkan tingkatan, yaitu :
1) Kebijakan Makro
2) Kebijakan Meso
3) Kebijakan Mikro

BAB 3
BERBAGAI KEBIJAKAN LINGKUP KESEHATAN

3.1 Pengertian Analisis Kebijakan Kesehatan

Analisis kebijakan kesehatan adalah apapun pilihan pemerintah untuk


melakukan atau tidak, dalam mengambil kebijakan di bidang kesehatan
berlandaskan atas manfaat yang optimal yang akan diterima oleh masyarakat.
Adapun peran analisis kebijakan
a. Mampu cepat mengambil fokus pada kriteria keputusan yang paling
b.
c.
d.
e.
f.

sentral.
Mempunyai kemampuan analisis multidisiplin.
Mampu memikirkan jenis tindakan kebijakan yang dapat diambil.
Mampu mengatasi ketidakpastian.
Mampu membuat rumusan analisa yang sederhana namun jelas.
Mampu memeriksa fakta yang diperlukan.

3.2 Berbagai Kebijakan Kesehatan di Indonesia


Kebijakan kesehatan di Indonesia bertujuan agar terselenggaranya
pembangunan kesehatan secara berhasil guna dan berdaya guna dalam rangka
mencapai derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya. Tujuan tersebut
dicapai melalui pembinaan, pengembangan dan pelaksanaan serta pemantapan
fungsi administrasi kesehatan yang didukung oleh sistem informasi kesehatan,
ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan serta hukum kesehatan.

3.2.1 Pembangunan Kesehatan Berskala Nasional


Adapun sasaran pembangunan kesehatan berskala nasional diantaranya :
a. Tersedianya berbagai kebijakan dan pedoman, serta hukum kesehatan
yang menunjang pembangunan kesehatan

b. Terbentuk dan terselenggaranya sistem informasi manajemen kesehatan


yang ditunjang oleh sistem informasi manajemen kesehatan daerah
c. Terlaksananya

dan

termanfaatkannya

hasil

penelitian

dan

pengembangan kesehatan dalam mendukung pembangunan kesehatan


d. Terselenggaranya promosi kesehatan dalam rangka pemberdayaan
masyarakat dan pengembangan perilaku sehat
e. Terselenggaranya advokasi dan pengawasan oleh perorangan, kelompok
dan masyarakat dibidang kesehatan
f. Terselenggaranya sistem surveilans dan kewaspadaan dini serta
penanggulangan kejadian luarbiasa
g. Tersedianya pembiayaan kesehatan yang cukup, adil, berdaya guna dan
berhasil guna
h. Tersedianya tenaga kesehatan yang bermutu secara mencukupi dan
distribusinya merata

3.2.2 Kebijakan Mengenai Sumber Daya di Bidang Kesehatan


Sumber daya di bidang kesehatan adalah segala bentuk dana, tenaga,
perbekalan kesehatan, sediaan farmasi dan alat kesehatan serta fasilitas
pelayanan

kesehatan

dan

teknologi

yang

dimanfaatkan

untuk

menyelenggarakan upaya kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah serta


masyarakat. Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses

10

atas sumber daya di bidang kesehatan. Pemerintah mengatur segala sesuatu


yang menyangkut bidang kesehatan seperti:
a.

Tenaga kesehatan; Pemerintah mengatur perencanaan, pengadaan, pendayagunaan,


pembinaan, dan pengawasan mutu. Tenaga kesehatan harus memiliki kualifikasi
minimum. Tenaga kesehatan berwenang untuk menyelenggarakan pelayanan
kesehatan. Dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan wajib
memiliki izin dari pemerintah. Pemerintah mengatur penempatan tenaga kesehatan
untuk pemerataan pelayanan kesehatan.

b.

Fasilitas pelayanan kesehatan; Fasilitas pelayanan kesehatan, menurut jenis


pelayanannya terdiri atas:
1) pelayanan kesehatan perseorangan, dan
2) pelayanan kesehatan masyarakat.
Sedangkan fasilitas pelayanan kesehatan wajib ialah :
1) memberikan akses yang luas bagi kebutuhan penelitian dan pengembangan di
bidang kesehatan.
2) mengirimkan laporan hasil penelitian dan pengembangan kepada pemerintah
daerah atau Menteri.
Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun
swasta, wajib memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan
pencegahan kecacatan terlebih dahulu atau dilarang untuk menolak pasien tersebut
dan juga dilarang untuk meminta uang muka. Pemerintah daerah dapat menentukan
jumlah dan jenis fasilitas pelayanan kesehatan serta pemberian izin beroperasi di
daerahnya.
Penentuan jumlah dan jenis fasilitas pelayanan kesehatan dilakukan oleh
pemerintah daerah dengan mempertimbangkan: luas wilayah, kebutuhan kesehatan,

11

jumlah dan persebaran penduduk, pola penyakit, pemanfaatannya, fungsi sosial, dan
kemampuan dalam memanfaatkan teknologi.
c.

Perbekalan kesehatan;

Pemerintah menjamin ketersediaan, pemerataan, dan

keterjangkauan perbekalan kesehatan, terutama obat esensial. Pengelolaan perbekalan


kesehatan dilakukan agar kebutuhan dasar masyarakat akan

perbekalan kesehatan

terpenuhi.
d.

Tekhnologi dan produk tekhnologi di bidang kesehatan; Teknologi dan produk


teknologi kesehatan diadakan, diteliti, diedarkan, dikembangkan, dan dimanfaatkan
bagi kesehatan masyarakat. Tekhnologi kesehatan mencakup segala metode dan alat
yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit, mendeteksi adanya penyakit,
meringankan penderitaan akibat penyakit, menyembuhkan, memperkecil komplikasi,
dan memulihkan kesehatan setelah sakit.

3.3 Upaya kesehatan


Upaya kesehatan diselenggarakan dalam bentuk kegiatan dengan pendekatan
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh,
dan berkesinambungan. Upaya ini dilaksanakan melalui beberapa kegiatan seperti :
a.

Pelayanan kesehatan; terdiri dari pelayanan kesehatan perorangan yang

berarti

pelayanan kesehatan ditujukan untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan


kesehatan perseorangan dan keluarga, dan juga pelayanan kesehatan masyarakat yang
berarti pelayanan kesehatan ditujukan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan
serta mencegah penyakit suatu kelompok dan masyarakat.
b.

Pelayanan kesehatan tradisional; berdasarkan cara pengobatannya, pelayanan


kesehatan tradisional terbagi menjadi:
1) pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan keterampilan
2) pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan ramuan

12

d.

Peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit; peningkatan kesehatan merupakan


segala bentuk upaya yang dilakukan oleh pemerintah serta masyarakat untuk
mengoptimalkan kesehatan melalui kegiatan penyuluhan, penyebarluasan informasi,
atau kegiatan lain untuk menunjang tercapainya hidup sehat. Pencegahan penyakit
merupakan segala bentuk upaya yang dilakukan oleh pemerintah serta masyarakat
untuk menghindari atau mengurangi risiko, masalah, dan dampak buruk akibat
penyakit.

e.

Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan; penyembuhan penyakit dan


pemulihan kesehatan; diselenggarakan untuk mengembalikan status kesehatan,
mengembalikan fungsi tubuh akibat penyakit atau akibat cacat dan menghilangkan
cacat. Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dilakukan dengan
pengendalian, pengobatan, atau perawatan yang berdasarkan ilmu kedokteran dan
ilmu keperawatan atau cara lain yang dapat dipertanggungjawabkan kemanfaatan dan
keamanannya. Pelaksanaan pengobatan atau perawatan hanya dapat dilakukan oleh
tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.

f.

Kesehatan reproduksi; kesehatan reproduksi merupakan keadaan sehat secara fisik,


mental, dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan
yang berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi pada laki-laki dan
perempuan. Kesehatan reproduksi meliputi:
1) saat sebelum hamil, hamil, melahirkan, dan sesudah melahirkan.
2) pengaturan kehamilan, alat konstrasepsi dan kesehatan seksual; serta
3) kesehatan sistem reproduksi.
Kesehatan reproduksi dilaksanakan melalui kegiatan promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif.

g.

Keluarga berencana; pelayanan kesehatan dalam keluarga berencana dimaksudkan


untuk pengaturan kehamilan bagi pasangan usia subur untuk membentuk generasi
penerus yang sehat dan cerdas. Pemerintah bertanggung jawab dan menjamin

13

ketersediaan tenaga, fasilitas pelayanan, alat dan obat dalam memberikan pelayanan
keluarga berencana yang aman, bermutu, dan terjangkau oleh masyarakat.
h.

Kesehatan sekolah; diselenggarakan untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat


peserta didik dalam lingkungan hidup sehat sehingga peserta didik dapat belajar,
tumbuh, dan berkembang secara harmonis dan setinggi-tingginya menjadi sumber
daya manusia yang berkualitas.

i.

Kesehatan olahraga; upaya kesehatan olahraga ditujukan untuk meningkatkan


kesehatan dan kebugaran jasmani masyarakat. Hal ini merupakan upaya dasar dalam
meningkatkan prestasi belajar, kerja, dan olahraga. Upaya ini dilaksanakan melalui
aktifitas fisik, latihan fisik, atau olahraga yang lebih mengutamakan pendekatan
preventif dan promotif, tanpa mengabaikan pendekatan kuratif dan rehabilitatif.

j.

Pelayanan kesehatan pada bencana; pemerintah serta masyarakat bertanggungjawab


atas ketersediaan sumber daya, fasilitas, dan pelaksanaan pelayanan kesehatan secara
menyeluruh dan berkesinambungan pada bencana yang meliputi pelayanan kesehatan
pada tanggap darurat dan pascabencana.

k.

Pelayanan darah; pelayanan darah merupakan upaya pelayanan kesehatan yang


memanfaatkan darah manusia sebagai bahan dasar dengan tujuan kemanusiaan dan
tidak untuk tujuan komersial. Darah ini diperoleh dari pendonor darah sukarela yang
sehat dan memenuhi kriteria seleksi pendonor dengan mengutamakan kesehatan
pendonor meskipun darah tersebut sebelum digunakan untuk pelayanan darah harus
dilakukan pemeriksaan laboratorium guna mencegah penularan penyakit.

l.

Kesehatan gigi dan mulut; pelayanan kesehatan gigi dan mulut dilakukan untuk
memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk
peningkatan kesehatan gigi, pencegahan penyakit gigi, pengobatan penyakit gigi, dan
pemulihan kesehatan gigi oleh pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat yang
dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan. Usaha ini dilaksanakan

14

melalui pelayanan kesehatan gigi perseorangan, pelayanan kesehatan gigi masyarakat,


usaha kesehatan gigi sekolah.
m. Penanggulangan gangguan penglihatan dan gangguan pendengaran; merupakan semua
kegiatan yang dilakukan meliputi pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif yang ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan indera penglihatan,
dan pendengaran masyarakat.
n.

Kesehatan matra; kesehatan matra sebagai bentuk khusus upaya kesehatan


diselenggarakan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dalam
lingkungan matra yang serba berubah maupun di lingkungan darat, laut, dan udara.
Kesehatan matra ini meliputi kesehatan lapangan, kesehatan kelautan dan bawah air,
serta kesehatan kedirgantaraan.

o.

Pengamanan dan penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan; sumber sediaan
farmasi yang berasal dari alam semesta dan sudah terbukti berkhasiat dan aman
digunakan dalam pencegahan, pengobatan, atau perawatan, serta pemeliharaan
kesehatan tetap harus dijaga kelestariannya. Masyarakat diberi kesempatan seluasnya
untuk mengolah, memproduksi, mengedarkan, mengembangkan, meningkatkan, dan
menggunakan sediaan farmasi yang dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan
keamanannya. Dalam hal ini pemerintah menjamin pengembangan dan pemeliharaan
sediaan farmasi ini.

p.

Pengamanan makanan dan minuman; setiap orang atau badan hukum yang
memproduksi, mengolah, serta mendistribusikan makanan dan minuman yang
diperlakukan sebagai makanan dan minuman hasil teknologi rekayasa genetik yang
diedarkan harus menjamin agar aman bagi manusia, hewan yang dimakan manusia,
dan lingkungan serta juga dilarang menggunakan kata yang mengecoh atau yang
disertai klaim yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya.

q.

Pengamanan zat adiktif; pengamanan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif
diarahkan agar tidak mengganggu dan membahayakan kesehatan perseorangan,

15

keluarga, masyarakat, dan lingkungan. Zat adiktif ini meliputi tembakau, produk yang
mengandung tembakau, padat, cairan, dan gas yang bersifat adiktif yang
penggunaannya dapat menimbulkan kerugian bagi dirinya atau masyarakat
sekelilingnya.
r.

Bedah mayat; untuk kepentingan penelitian dan pengembangan pelayanan kesehatan


dapat dilakukan bedah mayat klinis di rumah sakit. Bedah mayat ini ditujukan untuk
menegakkan diagnosis dan menyimpulkan penyebab kematian dan dilaksanakan atas
persetujuan tertulis pasien semasa hidupnya atau persetujuan tertulis keluarga terdekat
pasien.

3.3.1 Jenis Upaya Kesehatan


a.

Kesehatan ibu, Bayi, Anak, Remaja, Lanjut usia, Penyandang cacat.


Upaya kesehatan ibu harus ditujukan untuk menjaga kesehatan ibu sehingga
mampu melahirkan generasi yang sehat dan berkualitas serta mengurangi angka
kematian ibu. Setiap bayi berhak mendapatkan air susu ibu eksklusif sejak dilahirkan
selama 6 (enam) bulan, kecuali atas indikasi medis. Upaya pemeliharaan kesehatan
anak dilakukan sejak anak masih dalam kandungan, dilahirkan, setelah dilahirkan, dan
sampai berusia 18 (delapan belas) tahun. Anak yang dilahirkan wajib dibesarkan dan
diasuh secara bertanggung jawab sehingga memungkinkan anak tumbuh dan
berkembang secara sehat dan optimal.

b.

Upaya pemeliharaan kesehatan remaja harus ditujukan untuk mempersiapkan menjadi


orang dewasa yang sehat dan produktif, baik sosial maupun ekonomi. Pemerintah
berkewajiban menjamin agar remaja dapat memperoleh edukasi, informasi, dan
layanan mengenai kesehatan remaja agar mampu hidup sehat dan bertanggung jawab.

c.

Upaya pemeliharaan kesehatan bagi lanjut usia serta penyandang cacat harus
ditujukan untuk menjaga agar tetap hidup sehat dan produktif secara sosial maupun
ekonomis sesuai dengan martabat kemanusiaan. Pemerintah wajib menjamin
ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan memfasilitasi kelompok lanjut usia

16

serta penyandang cacat ini untuk dapat tetap hidup mandiri dan produktif secara sosial
dan ekonomis.
d.

Upaya perbaikan gizi


Upaya perbaikan gizi masyarakat ditujukan untuk peningkatan mutu gizi
perseorangan dan masyarakat. Peningkatan mutu gizi ini dilakukan melalui:
1) Perbaikan pola konsumsi makanan yang sesuai dengan gizi seimbang.
2) Perbaikan perilaku sadar gizi, aktivitas fisik, dan kesehatan.
3) Peningkatan akses dan mutu pelayanan gizi yang sesuai dengan kemajuan
ilmu dan teknologi.
4) peningkatan sistem kewaspadaan pangan dan gizi.
Upaya perbaikan gizi dilakukan pada seluruh siklus kehidupan sejak dalam
kandungan sampai dengan lanjut usia dengan prioritas kepada kelompok rawan seperti
bayi dan balita, remaja perempuan, dan ibu hamil serta menyusui.

e.

Upaya kesehatan jiwa


Ditujukan untuk menjamin setiap orang dapat menikmati kehidupan
kejiwaan yang sehat, bebas dari ketakutan, tekanan, dan gangguan lain yang dapat
mengganggu kesehatan jiwa. Dalam hal ini upayanya terdiri atas preventif, promotif,
kuratif, rehabilitatif pasien gangguan jiwa dan masalah psikososial.

f.

Kesehatan Lingkungan
Upaya kesehatan lingkungan ditujukan untuk mewujudkan kualitas
lingkungan yang sehat, baik fisik, kimia, biologi, maupun sosial yang memungkinkan
setiap orang mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Pemerintah dan
masyarakat menjamin ketersediaan lingkungan yang sehat dan tidak mempunyai
risiko buruk bagi kesehatan. Lingkungan yang dimaksud dalam hal ini adalah
lingkungan permukiman, tempat kerja, tempat rekreasi, serta tempat dan fasilitas
umum.

g.

Kesehatan Kerja

17

Upaya kesehatan kerja ditujukan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat
dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh
pekerjaan baik pekerja di sektor formal maupun informal.
h.

Pengelolaan Kesehatan
Pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan oleh Pemerintah serta
masyarakat melalui pengelolaan administrasi kesehatan, informasi kesehatan, sumber
daya kesehatan, upaya kesehatan, pembiayaan kesehatan, peran serta dan
pemberdayaan masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan, serta
pengaturan hukum kesehatan secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin
tercapainya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

i.

Informasi Kesehatan
Pemerintah memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk memperoleh
akses terhadap informasi kesehatan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat.

j.

Pembiayaan Kesehatan
Pembiayaan kesehatan bertujuan untuk penyediaan pembiayaan kesehatan
yang berkesinambungan dengan jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil, dan
termanfaatkan

secara

berhasil

guna

dan

berdaya

guna

untuk

menjamin

terselenggaranya pembangunan kesehatan agar meningkatkan derajat kesehatan


masyarakat setinggi-tingginya.

3.4 Kesimpulan

Analisis kebijakan kesehatan adalah upaya pemerintah dalam


mengambil kebijakan di bidang kesehatan berlandaskan atas manfaat yang
akan diterima oleh masyarakat dan disesuaikan dengan Undang-Undang
Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan yang digunakan mengacu pada

18

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan.


Tujuan dari kebijakan kesehatan adalah terselenggaranya pembangunan
kesehatan secara berhasil guna dan berdaya guna dalam rangka mencapai
derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya. Tujuan tersebut dicapai
melalui pembinaan, pengembangan dan pelaksanaan serta pemantapan fungsi
administrasi kesehatan yang didukung oleh sistem informasi kesehatan, ilmu
pengetahuan dan teknologi kesehatan serta hukum kesehatan.
Pemerintah bertugas untuk mengatur segala sesuatu yang menyangkut
bidang kesehatan. Sumber daya di bidang kesehatan yang dimaksud adalah
berupa dana, tenaga, perbekalan kesehatan, sediaan farmasi dan alat kesehatan
serta fasilitas pelayanan kesehatan dan teknologi yang dimanfaatkan untuk
menyelenggarakan upaya kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah serta
masyarakat. Selain itu, setiap orang mempunyai hak yang sama dalam
memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan.

19

BAB 4
BERBAGAI KEBIJAKAN LINGKUP SUMBER DAYA MANUSIA
KESEHATAN

4.1 Pendahuluan
Berbagai faktor atau determinan yang mempengaruhi derajat kesehatan
antara lain adalah lingkungan (fisik, biologik, dan sosial), perilaku dan gaya
hidup, faktor genetis, dan pelayanan kesehatan. Menurut Sistem Kesehatan
Nasional (SKN) tahun 2009, terdapat enam subsistem yang turut menentukan
kinerja Sistem SKN yaitu subsistem upaya kesehatan, pembiayaan kesehatan,
sumber

daya

manusia

kesehatan,

obat

dan

perbekalan

kesehatan,

pemberdayaan masyarakat, dan manajemen kesehatan. Fokus penting pada


pengembangan dan pemberdayaan SDM kesehatan dalam subsistem SKN ini
berguna untuk menjamin ketersediaan dan pendistribusian sumber daya
manusia kesehatan.
Dalam UU 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 21 ayat 1 dijelaskan
bahwa pemerintah mengatur perencanaan, pengadaan, pendayagunaan,

20

pembinaan,

dan

pengawasan

mutu

tenaga

kesehatan

dalam

rangka

penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Hal ini sesuai dengan tujuan akhir dari
subsistem sumber daya manusia kesehatan yaitu dapat meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat. Untuk memberi gambaran secara ringkas tentang peran
subsistem tenaga kesehatan dalam sistem kesehatan nasional, dibawah ini
digambarkan kerangka keterkaitan berbagai subsitem dalam SKN.
Kondisi saat ini :
Jumlah belum memadai
Distribusi tidak merata
Kompetensi kurang
Pengembangan profesi
belum baik

Kebijakan Depkes :
Perencanaan
Pendidikan dan
pelatihan
Pendayagunaan
kesehatan

Kebijakan kab/kota :
Proses Perencanaan
Pelatihan
Rekruitmen dan
penempatan
Sistem insentif

Faktor
lingkungan
strategis :
Desentralisasi
Geografis
Kemampuan
fiskal

Kondisi yang diharapkan :


Jumlah dan jenis tenaga terpenuhi
Distribusi merata
Berkualitas (kompeten)
Pengembangan profesi berjalan baik

Pelayanan Kesehatan
Lebih Baik

Status
Kesehatan
meningkat

21

Gambar 4.1 Peran subsistem tenaga kesehatan dalam Sistem Kesehatan


Nasional tahun 2009

4.2 Pengertian Tenaga kesehatan


Dalam UU No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 1 ayat 6
dijelaskan bahwa : Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan
diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan ketrampilan
melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
Jenis tenaga kesehatan
Menurut undang-undang diatas, jenis tenaga kesehatan terdiri dari:
a.
b.
c.
d.

Tenaga medis meliputi dokter dan dokter gigi;


Tenaga keperawatan meliputi bidan dan perawat;
Tenaga kefarmasian meliputi apoteker, analis farmasi dan asisten apoteker;
Tenaga kesehatan masyarakat meliputi epidemiolog, mikrobiolog

kesehatan, penyuluh kesehatan, administrator kesehatan dan sanitarian;


e. Tenaga gizi meliputi nutrisionis dan dietsien;
f. Tenaga keterapian fisik meliputi fisiotrapis, okupasiterapis, dan terapis
wicara;
g. Tenaga keteknisan medis meliputi radiographer, radiotrapis, teknisi gigi,
teknisi elektromedis, analis kesehatan, refraksionis optisien, otorik
prostetik, teknisi tranfusi dan perekam medis.

4.3 Penyusunan Kebutuhan SDM Kesehatan


22

Menurut UU 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 21 ayat 1


dijelaskan

bahwa

pemerintah

mengatur

perencanaan,

pengadaan,

pendayagunaan, pembinaan, dan pengawasan mutu tenaga kesehatan dalam


rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Pasal 21 ayat 1 di atas diatur
dalam peraturan menteri.
4.3.1 Perencanaan Kebutuhan SDM Kesehatan
Menurut SK Menteri No.81/MENKES/SK/2004 tentang Pedoman Penyusunan
Perencanaan Sumber Daya Manusia Kesehatan di Tingkat Propinsi, Kabupaten
atau Kota serta Rumah Sakit , secara garis besar perencanaan kebutuhan SDM
kesehatan dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok besar yaitu:
a. Perencanaan kebutuhan pada tingkat institusi
Perencanaan sumber daya manusia kesehatan pada kelompok ini ditujukan
pada perhitungan kebutuhan sumber daya manusia kesehatan untuk
memenuhi sarana pelayanan kesehatan di puskesmas, rumah sakit, dan
poliklinik.
b. Perencanaan kebutuhan sumber daya manusia kesehatan pada tingkat
wilayah
Perencanaan di sini dimaksudkan untuk menghitung kebutuhan sumber
daya manusia kesehatan berdasarkan kebutuhan wilayah (propinsi maupun
kabupaten atau kota).

c. Perencanaan kebutuhan sumber daya manusia kesehatan untuk berencana

23

Perencanaan ini dimaksudkan untuk mempersiapkan sumber daya manusia


kesehatan saat prabencana, terjadi bencana dan pasca bencana, termasuk
pengelolaan kesehatan pengungsi.
Dalam perencanaan sumber daya manusia kesehatan perlu memperhatikan:
a. Rencana kebutuhan sumber daya manusia kesehatan disesuaikan dengan
kebutuhan pembangunanan kesehatan baik kebutuhan lokal, nasional
maupun global.
b. Pendayagunaan sumber daya manusia kesehatan diselenggarakan secara
merata, serasi, seimbang dan selaras oleh pemerintah, masyarakat dan
dunia usaha baik ditingkat pusat maupun tingkat daerah. Dalam upaya
pemerataan SDM Kesehatan perlu memperhatikan keseimbangan antara
hak

dan

kewajiban

perorangan

dengan

kebutuhan

masyarakat.

Pendayagunaan SDM Kesehatan oleh pemerintah diselenggarakan melalui


pendelegasian wewenang yang proporsional dari pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah.
c. Penyusunan perencanaan mendasarkan pada sasaran nasional upaya
kesehatan dari Rencana Pembangunan Kesehatan menuju Indonesia Sehat
2010.
d. Pemilihan metode perhitungan kebutuhan SDM kesehatan didasarkan pada
kesesuaian metode dengan kemampuan dan keadaan daerah masingmasing. Perencanaan kebutuhan tenaga kesehatan hanya menggunakan
asumsi berdasarkan kapasitas produksi maupun perhitungan lain yang
kurang spesifik.
4.3.2 Penyusunan Kebutuhan SDM Kesehatan
24

Pada dasarnya kebutuhan SDM kesehatan dapat ditentukan berdasarkan :


a.
b.
c.
d.

Kebutuhan epidemiologi penyakit utama masyarakat


Permintaan (demand) akibat beban pelayanan kesehatan; atau
Sarana upaya kesehatan yang ditetapkan
Standar atau ratio terhadap nilai tertentu

Determinan yang berpengaruh dalam perencanaan kebutuhan SDM adalah:


a. Perkembangan penduduk, baik jumlah, pola penyakit, daya beli, maupun
keadaan sosiobudaya dan keadaan darurat ( bencana)
b. Pertumbuhan ekonomi
c. Berbagai kebijakan di bidang pelayanan kesehatan
Metode penyusunan kebutuhan SDM kesehatan antara lain :
a. Berdasarkan keperluan kesehatan (Health Need Method)
b. Berdasarkan kebutuhan kesehatan (Health Services Demand Method)
c. Berdasarkan sasaran upaya kesehatan yang ditetapkan (Health Service
Targets Method)
d. Berdasarkan rasio terhadap sesuatu nilai (Ratio Method)
e. Berdasarkan Daftar Susunan Pegawai (authorized staffing list)
f. Berdasarkan WISN (Work Load Indikator Staf Need), yaitu indikator
kebutuhan tenaga berdasarkan beban kerja
g. Penyusunan kebutuhan tenaga untuk bencana
4.4 Pendayagunaan Sumber Daya Manusia Kesehatan
Menurut UU 36 tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 22 ayat 1 bahwa tenaga kesehatan
harus memiliki kualifikasi minimum. Pemenuhan kualifikasi minimum serta standar
kompetensi bagi tenaga kesehatan sangat berperan dalam penyusunan jabatan struktural dalam
organisasi kesehatan. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
971/Menkes/per/xi/2009 tentang Standar Kompetensi Pejabat Struktural Kesehatan pasal 1
ayat 3 bahwa kompetensi adalah kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seorang
pegawai berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap perilaku yang diperlukan pada tugas

25

jabatannya sehingga pegawai tersebut dapat melaksanakan tugasnya secara profesional, efektif
dan efisien. Standar kompetensi yang dimiliki seorang tenaga kesehatan tersebut dibedakan
menjadi :
a.

kompetensi dasar meliputi integritas, kepemimpinan, perencanaan, penganggaran,


pengorganisasian, kerjasama, dan fleksibel.

b.

kompetensi bidang meliputi orientasi pada pelayanan, orientasi pada kualitas, berpikir
analitis, berpikir konseptual, keahlian tehnikal, manajerial, dan professional, serta
memiliki inovasi.

c.

kompetensi khusus meliputi pendidikan, pelatihan, serta pengalaman jabatan.

4.5 Pembinaan dan Pengawasan Sumber Daya Manusia Kesehatan


Menurut UU 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 25 ayat 1
dijelaskan bahwa pengadaan dan peningkatan mutu tenaga kesehatan
diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, maupun masyarakat
melalui pendidikan dan pelatihan. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 541/Menkes/Per/VI/2008 tentang Program Tugas
Belajar Sumber Daya Manusia Kesehatan pasal 1 ayat 5 dijelaskan bahwa
program tugas belajar sumber daya manusia kesehatan adalah program
pengembangan kapasitas sumberdaya manusia kesehatan dalam rangka
meningkatkan kinerja organisasi serta pengembangan diri personel melalui
pendidikan lanjutan baik berjangka panjang maupun berjangka pendek, dengan
gelar maupun tanpa gelar, ditujukan untuk meningkatkan kemampuan dan
profesionalisme SDM Kesehatan serta tenaga lainnya guna mendukung
penyelenggaraan pembangunan kesehatan secara berhasil guna dan berdaya
guna, serta untuk mendukung pengembangan karir yang bersangkutan.
26

4.6 Tenaga Kesehatan Asing di Indonesia


Menurut Permenkes RI No. 317/Menkes/Per/III/2010 tentang Pendayagunaan Tenaga
Kesehatan Warga Negara Asing di Indonesia pasal 1 ayat 1 bahwa tenaga kesehatan warga
negara asing (TK-WNA) adalah warga negara asing pemegang izin tinggal terbatas yang
memiliki pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan dan
bermaksud bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan wilayah Indonesia. Pendayagunaan TKWNA tersebut dipertimbangkan sepanjang terdapat hubungan bilateral antara Negara Republik
Indonesia dengan negara asal TK-WNA yang bersangkutan serta dibuktikan dengan adanya
hubungan diplomatik diantaranya.
Tenaga kesehatan warga negara asing di Indonesia dapat menempati bidang pekerjaan
seperti :
a. Pemberi pelatihan dalam rangka alih teknologi dan ilmu pengetahuan yang
berhubungan secara langsung dengan pasien. Lembaga penyelenggara pelatihan
yang dapat menggunakan TK-WNA Pemberi Pelatihan meliputi:
1)

Institusi pendidikan tenaga kesehatan yang terakreditasi;

2)

Rumah sakit pendidikan;

3)

Organisasi profesi;

4)

Rumah sakit non pendidikan.


Rumah sakit non pendidikan tersebut harus bekerja sama dengan
institusi pendidikan tenaga kesehatan yang terakreditasi, rumah
sakit pendidikan, dan atau organisasi profesi.

b.

Pemberi pelayanan yang bekerja di sarana pelayanan kesehatan yang


berhubungan secara langsung dengan pasien. TK-WNA Pemberi Pelayanan hanya
dapat bekerja di Rumah Sakit Kelas A dan Kelas B yang telah terakreditasi serta
fasilitas pelayanan kesehatan tertentu yang ditetapkan oleh Menteri.

27

4.7 Rancangan Undang-undang tentang Tenaga Kesehatan


4.7.1 Latar Belakang RUU tentang Tenaga Kesehatan
Tenaga kesehatan selaku komponen utama pemberi pelayanan
kesehatan perlu pengaturan yang dituangkan dalam bentuk peraturan
perundang-undangan agar pelaksanaan dan pendayagunaan keberadaan, peran,
dan tanggung jawabnya berjalan dengan baik. Selama ini pengaturan yang
terkait tenaga kesehatan dilakukan dengan membuat peraturan berdasarkan
jenis tenaga kesehatan tersendiri, contohnya : Undang-Undang Nomor 29
Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran yang secara khusus hanya mengatur
dokter dan dokter gigi saja (kelompok tenaga medis saja). Hal ini menimbulkan
arus pergolakan tuntutan dari tenaga kesehatan lainnya yang dilakukan oleh
suatu organisasi profesi tenaga kesehatan tertentu untuk menuntut undangundang tersendiri.
Menurut UU Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 21 ayat 3
adalah

Ketentuan mengenai tenaga kesehatan diatur dengan Undang-

Undang, maka diperlukan penyusunan peraturan mengenai tenaga kesehatan


secara keseluruhan yang ditampung dalam satu undang-undang saja.

4.7.2 Pertimbangan adanya UU tentang Tenaga Kesehatan

28

Menurut

RUU

tentang

tenaga

kesehatan

dijelaskan

beberapa

pertimbangan mengenai penyusunan kebijakan mengenai tenaga kesehatan,


yaitu :
a. Tantangan pengaturan tenaga kesehatan yang dihadapi
dewasa ini dan di masa depan adalah:
1) Pengembangan dan pemberdayaan tenaga kesehatan
belum

dapat

memenuhi

kebutuhan

untuk

pembangunan kesehatan;
2) Perencanaan kebijakan dan program tenaga kesehatan
masih lemah dan belum didukung sistem informasi
tenaga kesehatan yang memadai;
3) Masih kurang serasinya antara

kebutuhan

dan

pengadaan berbagai jenis tenaga kesehatan. Kualitas


hasil pendidikan tenaga kesehatan dan pendidikan dan
pelatihan kesehatan pada umumnya masih belum
memadai;
4) Pendayagunaan tenaga kesehatan, pemerataan tenaga
kesehatan berkualitas masih kurang, pengembangan
karir,

sistem

penghargaan,

dan

sanksi

belum

terselenggara sebagaimana mestinya.

b. Perencanaan kebutuhan tenaga kesehatan secara nasional


disesuaikan

dengan

kebutuhan

berdasarkan

masalah

kesehatan, kebutuhan pengembangan program pembangunan


kesehatan, serta ketersediaan tenaga kesehatan setempat.
Pengadaan tenaga kesehatan sesuai dengan perencanaan
kebutuhan tersebut diselenggarakan melalui pendidikan dan

29

pelatihan baik oleh pemerintah dan atau oleh masyarakat


termasuk swasta.

c. Pengawasan dilakukan terhadap kegiatannya agar tenaga


kesehatan tersebut dapat melaksanakan tugasnya sesuai
dengan kebijaksanaan peraturan perundang-undangan dan
sistem

yang

telah

ditetapkan.

Setiap

penyimpangan

pelaksanaan tugas oleh tenaga kesehatan mengakibatkan


konsekuensi dalam bentuk sanksi. Dalam rangka memberikan
perlindungan hukum dan kepastian hukum kepada tenaga
kesehatan baik yang melakukan pelayanan langsung kepada
masyarakat

maupun

masyarakat

penerima

yang

tidak

pelayanan

langsung,
itu

dan

sendiri,

kepada

diperlukan

adanya landasan hukum yang kuat yang sejalan dengan


perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang
kesehatan.

4.8 Kesimpulan
SDM (Sumber Daya Manusia) Kesehatan adalah seseorang yang
bekerja secara aktif di bidang kesehatan baik yang memiliki pendidikan formal
kesehatan maupun tidak yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan
dalam melakukan upaya kesehatan. Menurut SKN tujuan subsistem sumber
daya manusia kesehatan yakni tersedianya tenaga kesehatan yang bermutu
secara mencukupi, terdistribusi secara adil, serta termanfaatkan secara berhasil
guna dan berdayaguna sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan
30

masyarakat. Tenaga kesehatan yang dimaksud adalah setiap orang yang


mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan
ketrampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu
memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.

BAB 5
BERBAGAI KEBIJAKAN LINGKUP PUSKESMAS

31

5.1 Pengertian, Tujuan dan Fungsi Puskesmas


a. Pengertian
Menurut

Keputusan

Menteri

Kesehatan

RI

Nomor

128/Menkes/SK/II/2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat,


pengertian Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan
kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggrarakan pembangunan
kesehatan di suatu wilayah kerja.
b. Tujuan
Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan Puskesmas
adalah mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional, yakni
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas agar terwujud derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya dalam rangka mewujudkan Indonesia Sehat
2010. Namun, meskipun saat ini telah melewati tahun 2010 karena belum ada
peraturan baru tujuan tersebut masih dapat digunakan sebagai pedoman.
c. Fungsi
Puskesmas memiliki beberapa fungsi, antara lain sebagai berikut:
1) Pusat Penggerak Pembangunan Berawawasan kesehatan
Puskesmas berupaya menggerakkan lintas sektor dan dunia usaha di
wilayah

kerjanya

agar

menyelenggarakan

pembangunan

yang

berwawasan kesehatan. Selain itu Puskesmas juga harus aktif

32

memantau dan melaporkan dampak kesehatan dari penyelenggaraan


setiap program pembangunan di wilayah kerjanya
2) Pusat Pemberdayaan Masyarakat
Puskesmas

berupaya

agar

pemuka

masyarakat,

keluarga

dan

masyarakat perorangan :
a) Memiliki kesadaran, kemauan dan kemampuan melayani diri
sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat.
b) Berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan
termasuk pembiayaan.
c) Ikut Menetapkan menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan
program kesehatan.
d) Membina peran serta masyarakat di wilayah kerjanya dalam
rangka meningkatkan kemampuan untuk hidup sehat.
e) Merangsang masyarakat termasuk swasta untuk melaksanakan
kegiatan dalam rangka menolong dirinya sendiri.
f) Memberikan petunjuk kepada masyarakat tentang bagaimana
menggali dan menggunakan sumber daya yang ada secara efektif
dan efisien.
3) Pusat Pelayanan Kesehatan Strata Pertama
Menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama (primer)
secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan (kontinyu).
Minimal ada 6 jenis pelayanan tingkat dasar yang harus dilaksanakan
puskesmas, yaitu promosi kesehatan; pelayanan ibu; anak dan KB;
perbaikan

gizi;

kesehatan

lingkungan;

pemberantasan

penyakit

menular; dan pengobatan.

33

5.2 Berbagai Kebijakan Terkait Puskesmas


a.

Kebijakan Dasar Puskesmas


Kebijakan dasar Pusesmas dijelaskan dalam Keputusan Menteri Kesehatan
RI Nomor 128/Menkes/SK/II/2004 tentang Kebijakan Dasar Puskesmas.

b. Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif


Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009
mengamanatkan bahwa pembangunan kesehatan harus ditujukan untuk
meningkatkan

kesadaran,

kemauan

dan

kemampuan

hidup

sehat

masyarakat yang tinggi. Setiap orang berhak atas kesehatan dan setiap
orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber
daya di bidang kesehatan. Namun disamping itu, setiap orang juga tidak
luput dari kewajiban di bidang kesehatan. Oleh karena itu pemerintah
bertanggung jawab untuk memberdayakan dan mendorong peran aktif
masyarakat.
Salah satu kegiatan yang dilakukan dengan strategi yang berbasis
model pendekatan dan kebersamaan itu adalah desa siaga. Tujuan desa
siaga adalah memfasilitasi pencapaian dan peningkatan derajat kesehatan
bagi seluruh penduduk dengan mengembangkan kesiap-siagaan di tingkat
desa. Desa siaga dikembangkan sejak tahun 2006 sesuai dengan Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 564/Menkes/SK/VII/2006 tentang Pedoman
Pelaksanaan Pengembangan Desa Siaga.

34

Dalam rangka peningkatan kualitas Desa Siaga, maka perlu


dilaksanakan revitalisasi desa siaga untuk mencapai Desa Siaga Aktif pada
tahun 2015. Mengingat sebagian desa yang ada di Indonesia telah berubah
status menjadi kelurahan, maka yang dimaksud Desa Siaga Aktif juga
termasuk Kelurahan Siaga Aktif.
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1259/Menkes/SK/X/2010
tentang Pedoman Umum Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif
merupakan acuan untuk kesamaan pemahaman bagi semua pemangku
kepentingan dalam rangka Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif.
Desa dan Kelurahan Siaga Aktif memiliki komponen:
1) Pelayanan kesehatan dasar
Pelayanan kesehatan dasar adalah pelayanan primer sesuai
dengan kewenangan tenaga kesehatan yang bertugas. Pelayanan
kesehatan dasar berupa: pelayanan kesehatan bagi ibu hamil, pelayanan
kesehatan untuk ibu menyusui, pelayanan kesehatan untuk ibu
menyusui, pelayanan kesehatan untuk anak, serta penemuan dan
penanganan penderita penyakit.
2) Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pengembangan UKBM (Unit
Kegiatan Berbasis Masyarakat).
Pemberdayaan masyarakat terus diupayakan melalui UKBM
yang ada di desa. Kegiatan difokuskan kepada upaya surveilans
berbasis masyarakat, kedaruratan kesehatan dan penanggulangan

35

bencana serta penyehatan lingkungan.


Surveilans

berbasis

masyarakat

adalah

pengamatan

dan

pencatatan penyakit yang dilakukan oleh masyarakat (kader) dibantu


oleh tenaga kesehatn yang berpedoman pada petunjuk teknis dari
kementerian kesehatan. Kegiatannya berupa :
a) Pengamatan dan pemantauan penyakit serta keadaan kesehatan
ibu dan anak, gizi, lingkungan dan perilaku yang menimbulkan
masalah kesehatan.
b) Pelaporan cepat (kurang dari 24 jam) kepada petugas kesehatan
untuk respon cepat.
c) Pencegahan dan penanggulangan sederahana penyakit dan
masalah kesehatan.
d) Pelaporan kematian
Kedaruratan kesehatan dan penanggulangan bencana adalah
upaya yang dilakukan masyakat dalam mencegah dan mengatasi
bencana dengan berpedoman pada petunjuk teknis dari kementerian
kesehatan. Kegiatannya berupa:
a) Bimbingan

dalam

pencarian

tempat

yang

aman

untuk

mengungsi.
b) Promosi kesehatan dan bimbingan dalam mengatasi masalah
kesehatan.
c) Bantuan atau fasilitasi pemenuhan kebutuhan sarana sanitasi
dasar (air bersih, jamban dan pembuangan limbah) di tempat
pengungsian.
d) Penyediaan relawan yang bersedia menjadi donor darah.
e) Pelayanan kesehatan bagi pengungsi.
36

Penyehatan

lingkungan

adalah

upaya

yang

dilakukan

masyarakat untuk mencipkan dan memelihara lingkungan agar


terhindar dari masalah kesehatan dengan berpedoman pada petunjuk
teknis dari Kementerian Kesehatan. Kegiatannya anatara lain:
a) Promosi tentang pentingnya sanitasi dasar.
b) Bantuan atau fasilitasi pemenuhan kebutuhan sarana sanitasi
dasar (air bersih, jamban dan pembuangan limbah).
c) Bantuan atau fasilitasi upaya pencegahan pencemaran
lingkungan.
3) Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
PHBS adalah sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar
kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan seseorang,
keluarga atau masyarakat untuk menolong dirinya sendiri di bidang
kesehatan dan berperan aktif mewujudkan kesehatan masyarakat.
Berikut ini beberapa PHBS yang harus dipraktikkan masyarakat:
a) Melaporkan segera kepada kader atau petugas kesehatan jika
mengetahui dirinya, keluarganya, temannya atau tetangganya
menderita penyakit menular.
b) Memeriksakan kehamilan secara teratur kepada

petugas

keseahatan.
c) Makan makanan bergizi seimbang.
d) Menyerahkan pertolongan persalinan kepada petugas kesehatan.
e) Menyediakan rumah dan atau kendaraannnya untuk pertolongan
dalam keadaan darurat (misalnya untuk ambulan).
f) Menghimpun dana masyarakat desa untuk kepentingan
kesehatan, termasuk bantuan pengobatan dan persalinan.
37

c. Apotek Rakyat
Kebijakan apotek rakyat terdapat pada Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 284/Menkes/PerIII/2007 tentang Apotek
Rakyat. Pengertian apotek rakyat yang dijelaskan pada pasal 1 adalah
sebagai berikut : Apotek Rakyat adalah sarana kesehatan tempat
dilaksanakannya pelayanan kefarmasian dimana dilakukan penyerahan obat
dan perbekalan kesehatan, dan tidak melakukan peracikan. Apotek Rakyat
adalah pengembangan dari pedagang eceran obat yang bertujuan untuk
meningkatkan akses masyarakat dalam memperoleh obat dan untuk
meningkatkan pelayanan kefarmasian.
1) Standar dan persyaratan apotek rakyat
a) Ketenagaan
Apotek rakyat harus memiliki seorang apoteker sebagai
penanggung jawab dan dapat dibantu oleh asisten apoteker.
b) Sarana dan prasana
(1) Komoditi
Apotek rakyat dapat menyimpan dan menyerahkan obat-obatan
yang termasuk golongan obat keras, obat bebas terbatas , obat
bebas dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
(2) Lemari Obat
Lemari obat harus dapat melindungi obat yang disimpan
didalamnya dari pencemaran, pencurian dan penyalahgunaan.
(3) Lingkungan

38

Apotek rakyat harus dapat dengan mudah diakses oleh anggota


masyarakat dan memiliki papan nama sebagai Apotek Rakyat
yang dapat dilihat dengan jelas, berisi antara lain : nama apotek
rakyat, nama apoteker penanggung jawab, dan nomor ijin apotek
rakyat.

Lingkungan

apotek

rakyat

harus

dapat

dijaga

kebersihannya bebas dari hewan pengerat, serangga atau pest dan


memiliki

suplai

kegiatannya,

serta

listrik

yang

lemari

cukup

pendingin

untuk
apabila

menjalankan
diperlukan.

Bangunan apotek rakyat harus dapat menjamin obat atau


perbekalan kesehatan didalamnya dari pencemaran dan atau
kerusakan akibat debu, kelembaban dan cuaca.
(4) Kepemilikan Sarana
Sarana apotek rakyat dapat merupakan milik sendiri, sewa atau
kontrak.
2) Pengelolaan
Pengelolaan persedian obat dan perbekalan kesehatan dilakukan
sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku meliputi perencanaan,
pengadaan, dan penyimpanan. Pengeluaran obat memakai sistem FIFO
(First In First Out) dan FEFO (First Expire First Out).
a) Perencanaan
Dalam membuat perencanaan pengadaan sedian farmasi perlu
diperhatikan pola penyakit, kemampuan masyarakat, dan budaya

39

Masyarakat
b) Pengadaan
Untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadan
sediaan farmasi harus melalui jalur resmi.
c) Penyimpanan
(1) Obat serta bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari
pabrik dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi
dipindahkan pada wadah lain, maka harus dicegah terjadinya
kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah
baru, wadah sekurang-kurangnya memuat nomor batch dan
tanggal daluwarsa.
(2) Semua bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai,
layak dan menjamin kestabilan bahan.
d) Administrasi
(1) Pengarsipan resep sesuai dengan peraturan perundangan yang
berlaku
(2) Pencatatan jumlah obat dan perbekalan kesehatan yang masuk
dan keluar (Kartu stok)

5.3 Kesimpulan
Puskesmas

merupakan

unit

pelaksana

teknis

dinas

kesehatan

kabupaten/kota yang tidak hanya sebagai pusat penggerak pembangunan

40

bidang kesehatan dan pelayanan kesehatan, namun juga sebagai pusat


pemberdayaan

mayarakat.

Kebijakan

lingkup

puseksmas

meliputi

Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat, Pengembangan Desa dan


Kelurahan Siaga Aktif dan pengadaan Apotek Rakyat. Dengan adanya
program tersebut diharapkan dapat meningkatkan akses masyarakat dalam
memperoleh pengobatan, menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan
berperan aktif mewujudkan kesehatan masyarakat.

BAB 6
KEBIJAKAN LINGKUP RUMAH SAKIT

6.1. Pengertian Rumah Sakit


Menurut World Health Organization ( 1957), rumah sakit
adalah

bagian

integral

dari

suatu

organisasi

sosial

dan

kesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan paripurna


(komprehensif),

penyembuhan

penyakit

(kuratif)

dan

pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat. Rumah


sakit juga merupakan pusat pelatihan bagi tenaga kesehatan
dan pusat penelitian medik.
Menurut Undang-undang No. 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan
yang

menyelenggarakan

pelayanan

kesehatan

perorangan

secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap,

41

rawat jalan, dan gawat darurat. Pelayanan kesehatan paripurna

merupakan pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif,


dan rehabilitatif.

6.2. Tugas dan Fungsi


Rumah
pelayanan

Sakit

Umum

kesehatan

yang

mempunyai
bermutu

misi

dan

memberikan

terjangkau

oleh

masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan


masyarakat. Tugas rumah sakit umum adalah melaksanakan
upaya pelayanan kesehatan secara berdaya guna dan berhasil
guna dengan mengutamakan penyembuhan dan pemulihan
yang

dilaksanakan

secara

serasi

dan

terpadu

dengan

peningkatan dan pencegahan serta pelaksanaan upaya rujukan.


Menurut Undang-undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah
Sakit, fungsi rumah sakit adalah :
a. Penyelenggaraan

pelayanan

pengobatan

dan

pemulihan

kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit;


b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui
pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga
sesuai kebutuhan medis;
c. Penyelenggaaan pendidikan dan pelatihan sumber daya
manusia

dalam

rangka

peningkatan

kemampuan

dalam

pemberian pelayanan kesehatan;

42

d. Penyelenggaraan
penapisan

penelitian

teknologi

bidang

dan

pengembangan

kesehatan

dalam

serta
rangka

peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan


etika ilmu pengetahan bidang kesehatan.

6.3. Klasifikasi Rumah Sakit


Rumah sakit dapat diklasifikasikan berdasarkan kriteria
sebagai berikut:

a. Berdasarkan Jenis Pelayanan


1) Rumah Sakit Umum
Rumah sakit yang melayani semua bentuk pelayanan
kesehatan

sesuai

dengan

kemampuannya.

Pelayanan

kesehatan yang diberikan Rumah sakit bersifat dasar,


spesialistik,

dan

subspesialistik.

Rumah

sakit

umum

memberi pelayanan kepada berbagai penderita dengan


berbagai jenis penyakit, memberi pelayanan diagnosis dan
terapi untuk berbagai kondisi medik, seperti penyakit
dalam, bedah, pediatrik, psikiatrik, dan ibu hamil.
2) Rumah Sakit Khusus
Rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan
berdasarkan jenis pelayanan tertentu seperti Rumah Sakit

43

Kanker, Rumah Sakit Kusta, Rumah Sakit Paru, dan Rumah


Sakit Ginjal.
b. Berdasarkan pengelolaan
1) Rumah Sakit Publik
Rumah sakit publik adalah rumah sakit yang dikelola
oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah dan badan hukum
yang bersifat nirlaba. Rumah sakit publik yang dikelola
Pemerintah

dan

Pemerintah

Daerah

diselenggarakan

berdasarkan pengelolaan Badan Layanan Umum atau


Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

2) Rumah Sakit Privat


Rumah sakit privat adalah rumah sakit yang dikelola
oleh badan hukum dengan tujuan profit yang berbentuk
Perseroan Terbatas atau Persero.

6.4. Macam Kebijakan Rumah Sakit


a. kebijakan tentang perizinan rumah sakit
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 147/Menkes/Per/I/2010 tentang Perizinan Rumah Sakit pasal 2
bahwa setiap rumah sakit harus memiliki izin. Izin tersebut terdiri atas :
1) Izin Mendirikan Rumah Sakit
Izin mendirikan rumah sakit diberikan untuk jangka waktu 2
(dua) tahun dan dapat diperpanjang untuk 1 (satu) tahun. Syarat yang
harus dipenuhi untuk mendapatkan izin mendirikan rumah sakit
44

meliputi: studi kelayakan, master plan, status kepemilikan, rekomendasi


izin mendirikan, izin undang-undang gangguan, persyaratan pengolahan
limbah, luas tanah dan sertifikatnya, penamaan, Izin Mendirikan
Bangunan (IMB), Izin Penggunaan Bangunan (IPB), dan Surat Izin
Tempat Usaha (SITU).
2) Izin Operasional Rumah Sakit, terdiri dari :
Syarat yang harus dipenuhi untuk

mendapatkan

izin

operasional rumah sakit meliputi: sarana prasarana, peralatan, sumber


daya manusia, dan administrasi manajeman.
a) Izin operasional sementara
Izin operasional sementara diberikan kepada rumah sakit
yang belum dapat memenuhi seluruh persyaratan yang telah
ditetapkan oleh pemerintah dan berlaku untuk jangka waktu 1
(satu) tahun. Rumah sakit yang telah memiliki izin operasional
sementara harus mengajukan surat permohonan penetapan kelas
rumah sakit kepada Menteri.
b) Izin operasional tetap
Izin operasional tetap akan diberikan setelah rumah sakit
memiliki izin operasional sementara dan telah mendapatkan
penetapan kelas. Izin operasional sementara berlaku untuk jangka
waktu 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang kembali.
Menurut Permenkes Nomor 147/menkes/per/i/2010 tentang
Perizinan Rumah Sakit pasal 3 bahwa permohonan izin mendirikan dan

45

izin operasional rumah sakit diajukan menurut jenis dan klasifikasi


rumah sakit, seperti :
1) Rumah sakit kelas A dan rumah sakit penanaman modal asing atau
penanaman modal dalam negeri
Izin rumah sakit (izin mendirikan dan izin operasional) akan
diberikan oleh Menteri setelah mendapatkan rekomendasi dari
pejabat yang berwenang di bidang kesehatan pada pemerintah
daerah provinsi.
2) Rumah sakit kelas B
Izin rumah sakit akan diberikan oleh pemerintah daerah
provinsi setelah mendapatkan rekomendasi dari pejabat yang
berwenang di bidang kesehatan pada pemerintah daerah kabupaten
atau kota.
3) Rumah sakit kelas C dan kelas D
Izin rumah sakit akan diberikan oleh pemerintah daerah
kabupaten atau kota setelah mendapat rekomendasi dari pejabat
yang berwenang di bidang kesehatan pada pemerintah daerah
kabupaten atau kota.
Menurut Undang-undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah
Sakit pasal 27 bahwa izin rumah sakit dapat dicabut jika:
1) habis masa berlakunya;
2) tidak lagi memenuhi persyaratan dan standar;
3) terbukti melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundangundangan;
4) atas perintah pengadilan dalam rangka penegakan hukum.
46

b. persyaratan rumah sakit


Syarat rumah sakit secara umum berdasarkan undangundang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 7 yaitu :

1) Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan,


prasarana, sumber daya manusia, kefarmasian, dan peralatan.
2) Rumah Sakit dapat didirikan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah,
atau swasta.
3) Rumah Sakit yang didirikan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah
berbentuk Unit Pelaksana Teknis dari Instansi yang bertugas di
bidang kesehatan, Instansi tertentu, atau Lembaga Teknis Daerah
dengan pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan Layanan
Umum Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
4) Rumah Sakit yang didirikan oleh swasta harus berbentuk badan
hukum yang

kegiatan usahanya

hanya

bergerak di bidang

perumahsakitan.
c. kebijakan berdasarkan lokasi
Menurut Undang-undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit pasal 7 bahwa :

47

1) Persyaratan lokasi harus memenuhi ketentuan mengenai kesehatan,


keselamatan lingkungan, dan tata ruang, serta sesuai dengan hasil
kajian kebutuhan dan kelayakan penyelenggaraan Rumah Sakit.
2) Ketentuan

mengenai

kesehatan

dan

keselamatan

lingkungan

menyangkut Upaya Pemantauan Lingkungan, Upaya Pengelolaan


Lingkungan dan/atau dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
3) Ketentuan mengenai tata ruang dilaksanakan sesuai dengan
peruntukan lokasi yang diatur dalam Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten/Kota, Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan atau
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan.
4) Hasil kajian kebutuhan penyelenggaraan Rumah Sakit harus
didasarkan pada studi kelayakan dengan menggunakan prinsip
pemerataan pelayanan, efisiensi dan efektivitas, serta demografi.
d. kebijakan berdasarkan bangunan
Persyaratan bangunan gedung Rumah Sakit harus memenuhi :
1) Persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung
pada umumnya, sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan
2) Persyaratan teknis bangunan Rumah Sakit, sesuai dengan fungsi,
kenyamanan dan kemudahan dalam pemberian pelayanan serta

48

perlindungan

dan

keselamatan

bagi

semua

orang

termasuk

penyandang cacat, anak-anak, dan orang usia lanjut.


Bangunan rumah sakit harus dapat digunakan untuk memenuhi
kebutuhan pelayanan kesehatan yang paripurna, pendidikan dan
pelatihan, serta penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi kesehatan. Bangunan rumah sakit paling sedikit terdiri atas
ruang:
a. rawat jalan;
b. ruang rawat inap;
c. ruang gawat darurat;
d. ruang operasi;
e. ruang tenaga kesehatan;
f. ruang radiologi;
g. ruang laboratorium;
h. ruang sterilisasi;
i. ruang farmasi;
j. ruang pendidikan dan latihan;
k. ruang kantor dan administrasi;
l. ruang ibadah, ruang tunggu;
m. ruang penyuluhan kesehatan masyarakat rumah sakit;
n. ruang menyusui;
o. ruang mekanik;

49

p. ruang dapur;
q. laundry;
r. kamar jenazah;
s. taman;
t. pengolahan sampah; dan
u. pelataran parkir yang mencukupi.
e. kebijakan berdasarkan prasarana
Menurut UU No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 11
Rumah Sakit dapat meliputi:
a) instalasi air;
b) instalasi mekanikal dan elektrikal;
c) instalasi gas medik;
d) instalasi uap;
e) instalasi pengelolaan limbah;
f) pencegahan dan penanggulangan kebakaran;
g) petunjuk, standar dan sarana evakuasi saat terjadi keadaan
darurat;
h) instalasi tata udara;
i) sistem informasi dan komunikasi; dan
j) ambulan.
Prasarana harus memenuhi standar pelayanan, keamanan, serta
keselamatan dan kesehatan kerja penyelenggaraan rumah sakit.

50

Prasarana juga harus dalam keadaan terpelihara dan berfungsi dengan


baik. Pengoperasian dan pemeliharaan prasarana Rumah Sakit harus
dilakukan oleh petugas yang mempunyai kompetensi di bidangnya dan
harus

didokumentasi

dan

dievaluasi

secara

berkala

dan

berkesinambungan.
f. kebijakan berdasarkan sumber daya manusia
Menurut UU No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 12,
13, dan 14, kebijakan berdasarkan sumber daya manusia di rumah sakit
yaitu :
1) Rumah Sakit harus memiliki tenaga tetap yang meliputi tenaga
medis

dan

penunjang

medis,

tenaga

keperawatan,

tenaga

kefarmasian, tenaga manajemen Rumah Sakit, dan tenaga


nonkesehatan. Jumlah dan jenis sumber daya manusia harus sesuai
dengan jenis dan klasifikasi Rumah Sakit;
2) Rumah Sakit harus memiliki data ketenagaan yang melakukan
praktik atau pekerjaan dalam penyelenggaraan Rumah Sakit.
Rumah Sakit dapat mempekerjakan tenaga tidak tetap dan konsultan
sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangan;
3) Tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran di Rumah Sakit
wajib memiliki Surat Izin Praktik sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Tenaga kesehatan tertentu yang bekerja di

51

Rumah Sakit wajib memiliki izin sesuai dengan ketentuan peraturan


perundang-undangan;
4) Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di Rumah Sakit harus bekerja
sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan Rumah Sakit,
standar

prosedur

operasional

yang

berlaku,

etika

profesi,

menghormati hak pasien dan mengutamakan keselamatan pasien;


5) Rumah Sakit dapat mempekerjakan tenaga kesehatan asing sesuai
dengan kebutuhan pelayanan. Pendayagunaan tenaga kesehatan
asing hanya dilakukan dengan mempertimbangkan kepentingan alih
teknologi dan ilmu pengetahuan serta ketersediaan tenaga kesehatan
setempat. Pendayagunaan tenaga kesehatan asing hanya dilakukan
bagi tenaga kesehatan asing yang telah memiliki Surat Tanda
Registrasi dan Surat Ijin Praktik.
g. kebijakan berdasarkan kefarmasian
Undang-undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 15
berisi mengenai :
1) Persyaratan kefarmasian harus menjamin ketersediaan sediaan
farmasi dan alat kesehatan yang bermutu, bermanfaat, aman dan
terjangkau.
2) Pelayanan sediaan farmasi di Rumah Sakit harus mengikuti standar
pelayanan kefarmasian.

52

3) Pengelolaan alat kesehatan, sediaan farmasi, dan bahan habis pakai


di Rumah Sakit harus dilakukan oleh Instalasi farmasi sistem satu
pintu.
4) Besaran harga perbekalan farmasi pada instalasi farmasi Rumah
Sakit harus wajar dan berpatokan kepada harga patokan yang
ditetapkan Pemerintah.
5) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar pelayanan kefarmasian
diatur dengan Peraturan Menteri.
h. kebijakan mengenai peralatan rumah sakit
Undang-undang Nomor 44 tahun 2009 Pasal 16 berisi mengenai :
1) Persyaratan peralatan meliputi peralatan medis dan nonmedis harus
memenuhi standar pelayanan, persyaratan mutu, keamanan,
keselamatan dan laik pakai.
2) Peralatan medis harus diuji dan dikalibrasi secara berkala oleh Balai
Pengujian Fasilitas Kesehatan dan institusi pengujian fasilitas
kesehatan yang berwenang.
3) Peralatan yang menggunakan sinar pengion harus memenuhi
ketentuan dan harus diawasi oleh lembaga yang berwenang.
4) Penggunaan peralatan medis dan nonmedis di Rumah Sakit harus
dilakukan sesuai dengan indikasi medis pasien.
5) Pengoperasian dan pemeliharaan peralatan Rumah Sakit harus
dilakukan oleh petugas yang mempunyai kompetensi di bidangnya.

53

6) Pemeliharaan peralatan harus didokumentasi dan dievaluasi secara


berkala dan berkesinambungan
7) Ketentuan mengenai pengujian dan/atau kalibrasi peralatan medis,
standar yang berkaitan dengan keamanan, mutu, dan manfaat
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Berdasarkan UU nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal
17 bahwa rumah sakit yang tidak memenuhi peraturan perundangan
yang telah ditetapkan maka tidak diberi izin mendirikan, dicabut atau
tidak dapat diperpanjang izin operasional Rumah Sakitnya lagi.
i. kebijakan mengenai kewajiban dan hak rumah sakit
Menurut UU No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 29
bahwa setiap rumah sakit mempunyai kewajiban. Kewajiban rumah sakit
terdiri atas :
a. Memberikan informasi yang benar tentang pelayanan Rumah Sakit
kepada masyarakat; memberi pelayanan kesehatan yang aman,
bermutu, antidiskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan
kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan Rumah Sakit;
b. Memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan
kemampuan pelayanannya;
c. Berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan pada
bencana, sesuai dengan kemampuan pelayanannya;

54

d. Menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat tidak mampu


atau miskin.
e. Melaksanakan fungsi sosial antara lain dengan memberikan fasilitas
pelayanan asien tidak mampu, pelayanan gawat darurat tanpa uang
muka, ambulan gratis, pelayanan korban bencana dan kejadian luar
biasa, atau bakti sosial bagi misi kemanusiaan;
f. Membuat, melaksanakan, dan menjaga standar mutu pelayanan
kesehatan di Rumah Sakit sebagai acuan dalam melayani pasien;
g. Menyelenggarakan rekam medis;
h. Menyediakan sarana dan prasarana umum yang layak antara lain
sarana ibadah, parkir, ruang tunggu, sarana untuk orang cacat,
wanita menyusui, anak-anak, lanjut usia;
i. Melaksanakan sistem rujukan;
j. Menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan standar
profesi dan etika serta peraturan perundang-undangan;
k. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai hak
dan kewajiban pasien;
l. Menghormati dan melindungi hak-hak pasien.
m. Melaksanakan etika Rumah Sakit;
n. Memiliki sistem pencegahan kecelakaan dan penanggulangan
bencana.

55

o. Melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan baik secara


regional maupun nasional;
p. Membuat daftar tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran
atau kedokteran gigi dan tenaga kesehatan lainnya;
q. Menyusun dan melaksanakan peraturan internal Rumah Sakit
(hospital by laws);
r. Melindungi dan memberikan bantuan hukum bagi semua petugas
Rumah Sakit dalam melaksanakan tugas; dan
s. Memberlakukan seluruh lingkungan rumah sakit sebagai kawasan
tanpa rokok.
Pelanggaran atas kewajiban dikenakan sanksi admisnistratif berupa:
a. teguran;
b. teguran tertulis; atau
c. denda dan pencabutan izin Rumah Sakit.
Menurut UU No 44 tentang Rumah Sakit pasal 30 bahwa setiap Rumah
Sakit mempunyai hak. Hak rumah sakit meliputi :
1) Menentukan jumlah, jenis, dan kualifikasi sumber daya manusia
sesuai dengan klasifikasi Rumah Sakit.
2) Menerima imbalan jasa pelayanan serta menentukan remunerasi,
insentif, dan penghargaan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

56

3) Melakukan

kerjasama

dengan

pihak

lain

dalam

rangka

mengembangkan pelayanan.
4) Menerima bantuan dari pihak lain sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
5) Menggugat pihak yang mengakibatkan kerugian.
6) Mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan pelayanan
kesehatan.
7) Mempromosikan layanan kesehatan yang ada di Rumah Sakit sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
8) Mendapatkan insentif pajak bagi Rumah Sakit publik dan Rumah
Sakit yang ditetapkan sebagai Rumah Sakit pendidikan.
j. kebijakan dalam hal kewajiban dan hak pasien
Menurut UU No 44 tentang Rumah Sakit bahwa setiap pasien
mempunyai kewajiban terhadap Rumah Sakit atas pelayanan yang diterimanya,
yang ketentuannya diatur dalam peraturan pemerintah. Hak pasien diatur dalam
pasal 32 UU No 44 tentang Rumah Sakit. Hak pasien tersebut meliputi :
a.

Memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang


berlaku di Rumah Sakit;

b.

Memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien.

c.

Memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa


diskriminasi.

57

d.

Memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar


profesi dan standar prosedur operasional.

e.

Memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien


terhindar dari kerugian fisik dan materi.

f.

Mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan.

g.

Memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya


dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit.

h.

Meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada


dokter lain yang mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) baik di dalam
maupun di luar Rumah Sakit.

i.

Mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita


termasuk data-data medisnya.

j.

Mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan


medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan
komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan
yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan.

k.

Memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan


dilakukan

oleh

tenaga

kesehatan

terhadap

penyakit

yang

dideritanya.
l.

Didampingi keluarganya dalam keadaan kritis.

m. Menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang dianutnya


selama hal itu tidak mengganggu pasien lainnya.

58

n.

Memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam


perawatan di Rumah Sakit.

o.

Mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan Rumah Sakit


terhadap dirinya.

p.

Menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan


agama dan kepercayaan yang dianutnya

q.

Menggugat atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit


diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar
baik secara perdata ataupun pidana.

r.

Mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai dengan


standar pelayanan melalui media cetak dan elektronik sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

k. kebijakan dalam hal pengorganisasian


UU No 44 tahun 2009 pasal 33 dan 34 tentang pengorganisasian rumah
sakit meliputi :
1. Setiap Rumah Sakit harus memiliki organisasi yang efektif, efisien,
dan akuntabel.
2. Organisasi Rumah Sakit paling sedikit terdiri atas Kepala Rumah
Sakit atau Direktur Rumah Sakit, unsur pelayanan medis, unsur
keperawatan, unsur penunjang medis, komite medis, satuan
pemeriksaan internal, serta administrasi umum dan keuangan.

59

3. Kepala Rumah Sakit harus seorang tenaga medis yang mempunyai


kemampuan dan keahlian di bidang perumahsakitan.
4. Tenaga struktural yang menduduki jabatan sebagai pimpinan harus
berkewarganegaraan Indonesia.
5. Pemilik Rumah Sakit tidak boleh merangkap menjadi kepala Rumah
Sakit.
l. kebijakan dalam hal pengelolaan klinik
Menurut UU No 44 tentang Rumah Sakit pasal 36, 37, 38, dan pasal 39
tentang pengelolaan klinik dijelaskan bahwa :
1) Setiap Rumah Sakit harus menyelenggarakan tata kelola rumah sakit
dan tata kelola klinis yang baik.
2) Setiap tindakan kedokteran yang dilakukan di Rumah Sakit harus
mendapat persetujuan pasien atau keluarganya.
3) Setiap Rumah Sakit harus menyimpan rahasia kedokteran.
Rahasia kedokteran hanya dapat dibuka untuk kepentingan
kesehatan pasien, untuk pemenuhan permintaan aparat penegak
hukum dalam rangka penegakan hukum, atas persetujuan pasien
sendiri, atau berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4) Dalam penyelenggaraan rumah sakit harus dilakukan audit berupa
audit kinerja dan audit medis. Audit kinerja dan audit medis dapat
dilakukan secara internal dan eksternal. Audit kinerja eksternal dapat
dilakukan oleh tenaga pengawas.

60

m. kebijakan dalam hal akreditasi


Menurut UU No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 40 mengenai
akreditasi dijelaskan bahwa rumah sakit wajib melakukan akreditasi
secara berkala minimal 3 (tiga) tahun sekali. Akreditasi Rumah Sakit
dilakukan oleh suatu lembaga independen baik dari dalam maupun dari
luar negeri berdasarkan standar akreditasi yang berlaku.
n. kebijakan dalam hal jejaring dan sistem rujukan
Menurut UU No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 41, 42 bahwa
1) Pemerintah dan asosiasi Rumah Sakit membentuk jejaring dalam
rangka peningkatan pelayanan kesehatan. Jejaring meliputi informasi,
sarana prasarana, pelayanan, rujukan, penyediaan alat, dan pendidikan
tenaga.
2) Sistem rujukan merupakan penyelenggaraan kesehatan yang mengatur
pelimpahan tugas dan tanggung jawab secara timbal balik baik vertical
maupun horizontal, maupun struktural dan fungsional terhadap kasus
penyakit atau masalah penyakit atau permasalahan kesehatan. Setiap
Rumah Sakit mempunyai kewajiban merujuk pasien yang memerlukan
pelayanan di luar kemampuan pelayanan rumah sakit.
o. kebijakan dalam hal keselamatan pasien
Menurut UU No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit dijelaskan
bahwa rumah sakit wajib menerapkan standar keselamatan pasien, yang
61

dilaksanakan melalui pelaporan insiden, menganalisa, dan menetapkan


pemecahan masalah dalam rangka menurunkan angka kejadian yang tidak
diharapkan.
Rumah Sakit melaporkan kegiatan di atas kepada komite yang
membidangi keselamatan pasien yang ditetapkan oleh Menteri. Pelaporan
insiden keselamatan pasien dibuat secara anonim dan ditujukan untuk
mengkoreksi sistem dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien.
p. kebijakan dalam hal perlindungan hukum rumah sakit
Menurut UU No 44 tentang Rumah Sakit pasal 44 dan 45 dijelaskan
bahwa :
1) Rumah Sakit dapat menolak mengungkapkan segala informasi kepada
publik yang berkaitan dengan rahasia kedokteran. Pasien dan atau
keluarga yang menuntut rumah sakit dan menginformasikannya melalui
media massa, dianggap telah melepaskan hak rahasia kedokterannya
kepada umum. Penginformasian kepada media massa memberikan
kewenangan kepada Rumah Sakit untuk mengungkapkan rahasia
kedokteran pasien sebagai hak jawab Rumah Sakit.
2) Rumah Sakit tidak bertanggung jawab secara hukum apabila pasien dan
atau keluarganya menolak atau menghentikan pengobatan yang dapat
berakibat kematian pasien setelah adanya penjelasan medis yang
komprehensif. Rumah Sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan
tugas dalam rangka menyelamatkan nyawa manusia.

62

q. kebijakan dalam hal tanggung jawab hukum


Menurut UU No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit dijelaskan bahwa
rumah sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian
yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di
rumah sakit.
r. kebijakan dalam hal bentuk
Menurut UU No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit bahwa rumah sakit
dapat berbentuk rumah sakit statis, rumah sakit bergerak, dan rumah
sakit lapangan.
s. kebijakan dalam hal pembiayaan
Menurut UU No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 48, 49, 50,
dan pasal 51 dijelaskan bahwa :
1) Pembiayaan Rumah Sakit dapat bersumber dari penerimaan Rumah
Sakit, anggaran Pemerintah, subsidi Pemerintah, anggaran Pemerintah
Daerah, subsidi Pemerintah Daerah atau sumber lain yang tidak
mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2) Menteri menetapkan pola tarif nasional, yang ditetapkan berdasarkan
komponen biaya satuan pembiayaan dan dengan memperhatikan
kondisi regional.
3) Gubernur menetapkan pagu tarif maksimal berdasarkan pola tarif
nasional yang berlaku untuk rumah sakit di Provinsi yang bersangkutan.

63

Penetapan besaran tarif rumah sakit harus berdasarkan pola tarif


nasional dan pagu tarif maksimal;
4) Besaran tarif kelas III Rumah Sakit yang dikelola Pemerintah
ditetapkan oleh Menteri. Besaran tarif kelas III Rumah Sakit yang
dikelola Pemerintah Daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
5) Besaran tarif kelas III Rumah Sakit selain rumah sakit yang dikelola
Pemerintah atau Pemerintah Daerah, ditetapkan oleh Pimpinan Rumah
Sakit dengan memperhatikan besaran tarif.
6) Pendapatan Rumah Sakit publik yang dikelola Pemerintah dan
Pemerintah Daerah digunakan seluruhnya secara langsung untuk biaya
operasional Rumah Sakit dan tidak dapat dijadikan pendapatan negara
atau Pemerintah Daerah.
t. Kebijakan tentang hal pencatatan dan pelaporan
Menurut UU No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 52 dan 53
dijelaskan bahwa :
1) Setiap Rumah Sakit wajib melakukan pencatatan dan pelaporan tentang
semua kegiatan penyelenggaraan Rumah Sakit dalam bentuk Sistem
Informasi Manajemen Rumah Sakit.
2) Pencatatan dan pelaporan terhadap penyakit wabah atau penyakit
tertentu lainnya yang dapat menimbulkan wabah, dan pasien penderita
ketergantungan narkotika dan atau psikotropika dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

64

3) Rumah

Sakit

wajib

menyelenggarakan

penyimpanan

terhadap

pencatatan dan pelaporan yang dilakukan untuk jangka waktu tertentu


sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4) Pemusnahan atau penghapusan terhadap berkas pencatatan dan
pelaporan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
u. Kebijakan tentang hal pembinaan dan pengawasan.
Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pembinaan dan
pengawasan terhadap Rumah Sakit dengan melibatkan organisasi profesi,
asosiasi perumahsakitan, dan organisasi kemasyaratan lainnya sesuai
dengan tugas dan fungsinya.
Pembinaan dan pengawasan diarahkan untuk:
1) Pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan yang terjangkau oleh
2)
3)
4)
5)

masyarakat;
Peningkatan mutu pelayanan kesehatan;
Keselamatan pasien;
Pengembangan jangkauan pelayanan; dan
Peningkatan kemampuan kemandirian Rumah Sakit.
Dalam

melaksanakan

tugas

pengawasan,

Pemerintah

dan

Pemerintah Daerah mengangkat tenaga pengawas sesuai kompetensi dan


keahliannya. Tenaga pengawas melaksanakan pengawasan yang bersifat
teknis medis dan teknis perumahsakitan.
Dalam rangka pembinaan dan pengawasan, Pemerintah dan
Pemerintah Daerah dapat mengambil tindakan administratif berupa:

65

1) Teguran;
2) Teguran tertulis; dan atau
3) Denda dan pencabutan izin.
Pembinaan dan pengawasan nonteknis perumahsakitan yang
melibatkan unsur masyarakat dapat dilakukan secara internal dan
eksternal. Pembinaan dan pengawasan secara internal dilakukan oleh
Dewan Pengawas Rumah Sakit. Sedangkan pembinaan dan pengawasan
secara eksternal dilakukan oleh Badan Pengawas Rumah Sakit Indonesia.
v. kebijakan tentang hal dewan pengawas rumah sakit.
Pemilik Rumah Sakit dapat membentuk Dewan Pengawas Rumah
Sakit, yang merupakan suatu unit nonstruktural yang bersifat independen
dan bertanggung jawab kepada pemilik Rumah Sakit.
Keanggotaan Dewan Pengawas Rumah Sakit terdiri dari unsur
pemilik Rumah Sakit, organisasi profesi, asosiasi perumahsakitan, dan
tokoh masyarakat. Keanggotaan Dewan Pengawas Rumah Sakit berjumlah
maksimal 5 (lima) terdiri dari 1 (satu) orang ketua merangkap anggota dan
4 (empat) orang anggota.
Dewan Pengawas Rumah Sakit bertugas:
1) Menentukan arah kebijakan Rumah Sakit;
2) Menyetujui dan mengawasi pelaksanaan rencana strategis;
3) Menilai dan menyetujui pelaksanaan rencana anggaran;
4) Mengawasi pelaksanaan kendali mutu dan kendali biaya;
5) Mengawasi dan menjaga hak dan kewajiban pasien;

66

6) Mengawasi dan menjaga hak dan kewajiban Rumah Sakit; dan


7) Mengawasi kepatuhan penerapan etika Rumah Sakit, etika
profesi, dan peraturan perundang-undangan.
w. Kebijakan tentang hal badan pengawas rumah sakit Indonesia
Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dilakukan oleh Badan
Pengawas Rumah Sakit Indonesia yang ditetapkan oleh Menteri. Badan
Pengawas Rumah Sakit Indonesia bertanggung jawab kepada Menteri.
Badan

Pengawas

Rumah

Sakit

Indonesia merupakan

unit

nonstruktural di Kementerian yang bertanggung jawab di bidang


kesehatan dan dalam menjalankan tugasnya bersifat independen.
Keanggotaan Badan Pengawas Rumah Sakit Indonesia berjumlah
maksimal 5 (lima) orang terdiri dari 1 (satu) orang ketua merangkap
anggota dan 4 (empat) orang anggota.
Keanggotaan Badan Pengawas Rumah Sakit Indonesia terdiri dari
unsur pemerintah, organisasi profesi, asosiasi perumahsakitan, dan tokoh
masyarakat.

Badan

Pengawas

Rumah

Sakit

Indonesia

dalam

melaksanakan tugasnya dibantu sekretariat yang dipimpin oleh seorang


sekretaris. Biaya untuk pelaksanaan tugas-tugas Badan Pengawas Rumah
Sakit Indonesia dibebankan kepada anggaran pendapatan dan belanja
negara.
Badan Pengawas Rumah Sakit Indonesia bertugas:

67

1) Membuat pedoman tentang pengawasan Rumah Sakit untuk


digunakan oleh Badan Pengawas Rumah Sakit Provinsi;
2) Membentuk sistem pelaporan dan sistem informasi yang
merupakan jejaring dari Badan Pengawas Rumah Sakit
Indonesia dan Badan Pengawas Rumah Sakit Provinsi; dan
3) Melakukan

analisis

hasil

pengawasan

dan

memberikan

rekomendasi kepada Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk


digunakan sebagai bahan pembinaan.
Badan Pengawas Rumah Sakit dapat dibentuk di tingkat provinsi
oleh Gubernur dan bertanggung jawab kepada Gubernur. Badan Pengawas
Rumah Sakit Provinsi merupakan unit nonstruktural pada Dinas Kesehatan
Provinsi dan dalam menjalankan tugasnya bersifat independen.
Keanggotaan Badan Pengawas Rumah Sakit Provinsi terdiri dari
unsur pemerintah, organisasi profesi, asosiasi perumahsakitan, dan tokoh
masyarakat. Keanggotaan Badan Pengawas Rumah Sakit Provinsi
berjumlah maksimal 5 (lima) terdiri dari 1 (satu) orang ketua merangkap
anggota dan 4 (empat) orang anggota. Biaya untuk pelaksanaan tugastugas Badan Pengawas Rumah Sakit Provinsi dibebankan kepada
anggaran pendapatan dan belanja daerah.
Badan Pengawas Rumah Sakit Provinsi bertugas:
1) Mengawasi dan menjaga hak dan kewajiban pasien di wilayahnya;

68

2) Mengawasi dan menjaga hak dan kewajiban Rumah Sakit di


wilayahnya;
3) Mengawasi penerapan etika Rumah Sakit, etika profesi, dan peraturan
perundang-undangan;
4) Melakukan pelaporan hasil pengawasan kepada Badan Pengawas
Rumah Sakit Indonesia;
5) Melakukan analisis hasil pengawasan dan memberikan rekomendasi
kepada

Pemerintah

Daerah

untuk

digunakan

sebagai

bahan

pembinaan; dan
6) Menerima pengaduan dan melakukan upaya penyelesaian sengketa
dengan cara mediasi.
x. Kebijakan tentang hal ketentuan pidana.
Menurut UU No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 62 dan 63
dijelaskan bahwa :
1) Setiap orang yang dengan sengaja menyelenggarakan Rumah Sakit
tidak memiliki izin dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)
tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00- (lima milyar
rupiah);
2) Dalam hal tindak pidana dilakukan oleh korporasi, selain pidana
penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan
terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga)
kali dari pidana denda;

69

3) Selain pidana tersebut, korporasi juga dapat dijatuhi pidana tambahan


berupa:
a)

Pencabutan izin usaha; dan atau

b)

Pencabutan status badan hukum.

6.5 Kesimpulan
Rumah

sakit

menyelenggarakan

adalah

institusi

pelayanan

pelayanan

kesehatan

kesehatan

perorangan

yang
secara

paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan


gawat darurat. Rumah sakit memiliki misi yaitu memberikan
pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat
dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Tugas,
fungsi, segala kebijakan mengenai rumah sakit telah di atur oleh
pemerintah melalui Undang-undang Nomor 44 tahun 2009 tentang
Rumah Sakit.

Conclusion

70

Policy is principle that basic of planning in the implementation of


leadership dan a way how to act (organization or goverment). As a goal,
principle, or attempt to get the object. The nature policy are distributive,
redistributive, and regulatory.
The characteristic policy are :
1. Public policy is purposive, goal-oriented, behavior rather than random or
2.

change behavior
Policy consist of course of action rather-than separate, discrete decision

or actions-performed by government official


3. Policy is what government do-not what they say they will do or what they
intend to do.
4. Public policy may be either negative or positive

5. Public policy based on law and is authoritative.


Analysis of health policy is the government's efforts in making policy in
the health sector based on the benefits to be received by the community and
tailored to the Health Act of the Republic of Indonesia. Regulations referred to
UU Nomor 36 tahun 2009 about Kesehatan. The objective of health policy is
the implementation of health development in effective and efficient in order to
achieve public health degrees higher. Type of healthy policies include about
healthy policies, human resources policies, community health center policies,
and hospital policies. In specific case they have an own policies.
Human resources in health is someone who works actively in the health
sector, whether it has formal education for health or not a certain type requires
authority in conducting health efforts. The policy of human resources in health

71

include the human resources planning, education and training, and utilization
of human resources.
Community Health Center is a technical implementation unit health
districts or cities which are not only as a central driving force of development
in health and health services, but also as a center for empowerment of society.
The policy of community health centre includes the Village and Village
Development Active Standby, the procurement of the People's Pharmacy and
Health Center Revitalization. That program are expected to improve public
access in obtaining treatment, help themselves in the field of health and active
role of the health of the community.
The hospital is a health care institution that organizes a plenary
individual health care that provides inpatient care, outpatient, and emergency
department. The hospital has a mission of providing quality health services
and affordable by the community in order to improve community health status.
Duties, functions, all policies regarding hospital has been set by the
government through the Undang-undang Nomor 44 tahun 2009 about Rumah
Sakit.

Daftar Pustaka
Anderson, J 2010, Public Policy Making : An Introduction, Cengage Learning,
Boston.

72

Biro Hukum dan Organisasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,


Optimasi Penyusunan Rancangan Undang-undang tentang Tenaga Kesehatan,
viewed 16 May 2011
<http://www.hukor.depkes.go.id/?art=60&set=20>
Bullock, CS, Anderson, JE & Brady, DW 1983, public policy in eighties,
Brooks/ Cole Publishing, California.
Departemen Kesehatan, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1529/Menkes/SK/X/2010, viewed 16 May 2011
<http://www.depkes.go.id/downloads/Permenkes/permenkes
%20284.pdf >

Departemen Kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor 147/Menkes/Per/I/2010 tentang Perizinan rumah sakit, viewed 10 May
2011
<http://www.hukor.depkes.go.id/up_prod_permenkes/PMK%20No.
%20147%20ttg%20Perizinan%20Rumah%20Sakit.pdf>
Departemen Kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 284/Menkes/Per/III/2007, viewed 15 May 2011
<http://perpustakaan.depkes.go.id:8180/bitstream/123456789/1393/
1/BK2010A1.pdf>

Departemen
Kesehatan,
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Nomor/971/Menkes/Per/XI/2009, viewed 10 May 2011
<http://www.hukor.depkes.go.id/up_prod_permenkes/PMK%20No.
%20971%20ttg%20Standar%20Kompetensi%20Pejabat%20Struktural
%20Kesehatan.pdf>
Departemen Kesehatan, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun
2009 Tentang Rumah Sakit, viewed 10 May 2011
<http://www.hukor.depkes.go.id/up_prod_uu/UU%20No.%2044%20Th
%202009%20ttg%20Rumah%20Sakit.pdf>
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan, Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor : 81/Menkes/SK/I/2004, viewed 05 May 2011
<http://dinkes-sulsel.go.id/new/images/pdf/Peraturan/kmk%20pedoman
%20penyusunan%20perencanaan%20sdm%20kesehatan%2081-2004.pdf>
Draft tanggal 21 Maret 2011, viewed 16 May 2011
<http://xa.yimg.com/kq/groups/18349759/383569538/name/RUU>

73

Kedai Obat, Definisi, tugas dan fungsi rumah sakit menurut WHO,
viewed 03 May 2011
<http://www.kedaiobat.co.cc/2010/05/definisi-tugas-dan-fungsirumah-sakit.html>
Kedai Obat, Klasifikasi Rumah Sakit di Indonesia, viewed 03 May
2011
<http://www.kedaiobat.co.cc/2010/05/klasifikasi-rumah-sakit-diindonesia.html>

Laksmiarti, T 2006, Analisis kebijakan pelayanan kesehatan dalam rangka


akselerasi penurunan AKI dan AKB, pp. 5
Maddison, S & Dennis, R 2009, an Introduction to Australian public policy,
Cambridge University press, New York.
Puskesmas Keliling, 3 Fungsi Utama Pusat Kesehatan Masyarakat, viewed 15
May 2011
<http://www.puskel.com/3-fungsi-utama-pusat-kesehatanmasyarakat-puskesmas/>

The Indonesian Health Platform, Peraturan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia
Nomor 541/Menkes/per/VI/2008, viewed 05 May 2011
<http://www.ighealth.org/id/regulation/downloadfile/16/PermenkesNo.541MenkesPerVI2008>
Wijono, D 2008, Manajemen Puskesmas-Kebijakan dan Strategi, Duta Prima
Airlangga, Surabaya.
Wijono, D 2010, Himpunan Peraturan Perundang undangan, Duta Prima
Airlangga, Surabaya.

74

Anda mungkin juga menyukai