Makalah Seminar Widi
Makalah Seminar Widi
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Metabolit sekunder yang diproduksi oleh berbagai organisme memang
tidak memiliki peran yang cukup signifikan terhadap keberlangsungan hidup dari
organisme penghasilnya. Namun, metabolit sekunder tersebut diketahui memiliki
berbagai aktivitas biologi yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Berbagai
aktivitas biologis dari metabolit sekunder antara lain antikanker, antibakteri,
antioksidan dan antifungi.
Pemanfaatan metabolit sekunder yang terdapat dalam tanaman dapat
dilakukan dengan mengkonsumsi langsung tanaman penghasil metabolit sekunder
atau melakukan isolasi terhadap metabolit sekunder yang memiliki aktivitas
biologis. Teknik mengisolasi senyawa metabolit sekunder dari suatu bahan alam
dikenal sebagai ekstraksi. Ekstraksi merupakan salah satu proses pemisahan zat
yang diinginkan dari suatu material tanaman.
Metode ekstraksi mengandalkan sifat kelarutan dari senyawa yang akan
diekstrasi terhadap pelarut yang digunakan. Keberhasilan ekstraksi juga
dipengaruhi oleh beberapa faktor sehingga perlu adanya ketelitian dalam memilih
metode ekstraksi yang digunakan untuk mengekstrak senyawa metabolit sekunder
yang diinginkan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara mengekstraksi senyawa metabolit sekunder?
2. Apa faktor yang mempengaruhi proses ekstraksi?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui cara mengekstraksi senyawa metabolit sekunder.
2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi proses ekstraksi.
BAB II
PEMBAHASAN
Komponen-komponen kimia yang terkandung di dalam bahan organik
seperti yang terdapat di dalam tumbuh-tumbuhan sangat dibutuhkan oleh
keperluan hidup manusia, baik komponen senyawa tersebut digunakan untuk
keperluan industri maupun untuk bahan obat-obatan. Komponen tersebut dapat
diperoleh dengan metode ekstraksi dimana ekstraksi merupakan proses pelarutan
komponen kimia yang sering digunakan dalam senyawa organik untuk melarutkan
senyawa tersebut dengan menggunakan suatu pelarut (Anonim, 2013).
Menurut Mc Cabe (1999) dalam Muhiedin (2008), ekstraksi dapat
dibedakan menjadi dua cara berdasarkan wujud bahannya yaitu:
1. Ekstraksi padat cair, digunakan untuk melarutkan zat yang dapat larut dari
campurannya dengan zat padat yang tidak dapat larut.
2. Ekstraksi cair-cair, digunakan untuk memisahkan dua zat cair yang saling
bercampur, dengan menggunakan pelarut dapat melarutkan salah satu zat
Ekstraksi padat cair secara umum terdiri dari maserasi, refluktasi,
sokhletasi, dan perkolasi. Metoda yang digunakan tergantung dengan jenis
senyawa yang kita gunakan. Jika senyawa yang kita ingin sari rentan terhadap
pemanasan maka metoda maserasi dan perkolasi yang kita pilih, jika tahan
terhadap pemanasan maka metoda refluktasi dan sokletasi yang digunakan
(Safrizal,2010).
Pada ekstraksi cair-cair, bahan yang menjadi analit berbentuk cair dengan
pemisahannya menggunakan dua pelarut yang tidak saling bercampur sehingga
terjadi distribusi sampel di antara kedua pelarut tersebut. Pendistribusian sampel
dalam kedua pelarut tersebut dapat ditentukan dengan perhitungan KD/koefisien
distribusi (Faradillah:2011)
2.1 Ekstraksi Padat-Cair
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak larut dengan pelarut cair. Senyawa aktif
yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan
pelarut polar) ada juga pelarut yang bersifat tidak campur air (contohnya aseton,
etil asetat, disebut pelarut non polar atau pelarut organik).
Metode Maserasi umumnya menggunakan pelarut non air atau pelarut
non-polar. Teorinya, ketika simplisia yang akan di maserasi direndam dalam
pelarut yang dipilih, maka ketika direndam, cairan penyari akan menembus
dinding sel dan masuk ke dalam sel yang penuh dengan zat aktif dan karena ada
pertemuan antara zat aktif dan penyari itu terjadi proses pelarutan (zat aktifnya
larut dalam penyari) sehingga penyari yang masuk ke dalam sel tersebut akhirnya
akan mengandung zat aktif, katakan 100%, sementara penyari yang berada di luar
sel belum terisi zat aktif (0 %) akibat adanya perbedaan konsentrasi zat aktif di
dalam dan di luar sel ini akan muncul gaya difusi, larutan yang terpekat akan
didesak menuju keluar berusaha mencapai keseimbangan konsentrasi antara zat
aktif di dalam dan di luar sel. Proses keseimbangan ini akan berhenti, setelah
terjadi keseimbangan konsentrasi (istilahnya jenuh).
Dalam kondisi ini, proses ekstraksi dinyatakan selesai, maka zat aktif di
dalam dan di luar sel akan memiliki konsentrasi yang sama, yaitu masing-masing
50%. Alat maserasi ditunjukkan pada gambar No. 1
(a)
(b)
dengan
kekentalan,
sehingga
kenaikan
suhu
akan
bejana.
3. Remaserasi
Cairan penyari dibagi menjadi, Seluruh serbuk simplisia di maserasi
dengan cairan penyari pertama, sesudah diendapkan, tuangkan dan diperas, ampas
dimaserasi lagi dengan cairan penyari yang kedua.
4. Maserasi Melingkar
Maserasi dapat diperbaiki dengan mengusahakan agar cairan penyari
selalu bergerak dan menyebar. Dengan cara ini penyari selalu mengalir kembali
secara berkesinambungan melalui sebuk simplisia dan melarutkan zat aktifnya.
5. Maserasi Melingkar Bertingkat
Pada maserasi melingkar, penyarian tidak dapat dilaksanakan secara
sempurna, karena pemindahan massa akan berhenti bila keseimbangan telah
terjadi masalah ini dapat diatasi dengan maserasi melingkar bertingkat (M.M.B),
yang akan didapatkan :
a) Serbuk simplisia mengalami proses penyarian beberapa kali, sesuai
dengan bejana penampung. Pada contoh di atas dilakukan 3 kali, jumlah
tersebut dapat diperbanyak sesuai dengan keperluan.
b) Serbuk simplisia sebelum dikeluarkan dari bejana penyari, dilakukan
penyarian dengan cairan penyari baru. Dengan ini diharapkan agar
memberikan hasil penyarian yang maksimal.
c) Hasil penyarian sebelum diuapkan digunakan dulu untuk menyari serbuk
simplisia yang baru, hingga memberikan sari dengan kepekatan yang
maksimal.
d) Penyarian yang dilakukan berulang-ulang akan mendapatkan hasil yang
lebih baik daripada yang dilakukan sekali dengan jumlah pelarut yang
sama (Anonim. 2011).
1.1.1.2 Perkolasi
a) Pengertian Perkolasi
Menurut Guenther dalam Irawan (2010) Perkolasi adalah cara penyarian
dengan mengalirkan penyari melalui bahan yang telah dibasahi. Perkolasi
adalah metoda ekstraksi cara dingin yang menggunakan pelarut mengalir yang
selalu baru. Perkolasi banyak digunakan untuk ekstraksi metabolit sekunder dari
bahan alam, terutama untuk senyawa yang tidak tahan panas (Agutina, 2013).
Jadi, perkolasi adalah suatu metode estraksi dengan mengalirkan penyari
melalui bahan yang telah dibasahi sehingga pelarut yang digunakan selalu baru.
b) Prinsip Perkolasi
Prinsip perkolasi adalah sebagai berikut: Serbuk simplisia ditempatkan
dalam suatu bejana silinder, yang bagian bawahnya diberi sekat berpori. Cairan
penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut, cairan penyari akan
melarutkan zat aktif sel-sel yang dilalui sampai mencapai keadaan jenuh. Gerak
ke bawah disebabkan oleh kekuatan gaya beratnya sendiri dan cairan di atasnya.,
dikurangi dengan daya kapiler yang cenderung untuk menahan.
Kekuatan yang berperan pada perkolasi antara lain: gaya berat,
kekentalan, daya larut, tegangan permukaan, difusi, osmosa, adesi, daya kapiler
dan daya geseran (friksi).
Cara perkolasi lebih baik dibandingkan dengan cara maserasi karena:
a. Aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian larutan yang terjadi
dengan larutan yang konsentrasinya lebih rendah, sehingga meningkatkan
derajat perbedaan konsentrasi.
b. Ruangan diantara butir-butir serbuk simplisia membentuk saluran tempat
mengalir cairan penyari. Karena kecilnya saluran kapiler tersebut, maka
kecepatan pelarut cukup untuk mengurangi lapisan batas, sehingga dapat
meningkatkan perbedaan konsentrasi.
c) Alat Perkolasi
Alat yang digunakan untuk perkolasi disebut percolator, cairan yang
digunakan untuk menyari disebut cairan penyari atau menstrum, larutan zat aktif
yang keluar dari percolator disebut sari atau perkolat, sedangkan sisa setelah
dilakukanya penyarian disebuat ampas atau sisa perkolasi.
Bentuk percolator ada 3 macam yaitu percolator berbentuk tabung,
percolator berbentuk paruh, dan percolator berbentuk corong. Pemilihan
percolator tergantung pada jenis serbuk simplisia yang akan di sari. Serbuk kina
yang mengandung sejumlah besar zat aktif yang larut, tidak baik jika diperkolasi
dengan alat perkolasi yang sempit, sebab perkolat akan segera menjadi pekat dan
berhenti mengalir. Pada pembuatan tingtur dan ekstrak cair, jumlah cairan penyari
yang tersedia lebih besar dibandingkan dengan jumlah cairan penyari yang
diperlukan untuk melarutkan zat aktif. Pada keadaan tersebut, pembuatan sediaan
digunakan percolator lebar untuk mempercepat proses perkolasi.
Percolator berbentuk tabung biasanya digunakan untuk pembuatan ekstrak
cair, percolator berbentuk paruh biasanya digunakan untuk pembuatan ekstrak
atau tingtur dengan kadar tinggi, percolator berbentuk corong biasanya digunakan
untuk pembuatan ekstrak atau tingtur dengan kadar rendah.
Ukuran percolator yang digunakan harus dipilih sesuai dengan jumlah
bahan yang disari. Jumlah bahan yang disari tidak lebih dari 2/3 tinggi percolator.
Percolator dibuat dari gelas, baja tahan karat atau bahan lain yang tidak saling
mempengaruhi dengan obat atau cairan penyari.
Percolator dilengkapi dengan tutup dari karet atau bahan lain, yang
berfungsi untuk mencegah penguapan. Tutup karet dilengkapi dengan lubang
bertutup yang dapat dibuka atau ditutup dengan menggesernya. Pada beberapa
percolator sering dilengkapi dengan botol yang berisi cairan penyari yang
dihubungkan ke percolator melalui pipa yang dilengkapi dengan keran. Aliran
percolator diatur oleh keran. Pada bagian bawah, pada leher percolator tepat di
atas keran diberi kapas yang di atur di atas sarangan yang dibuat dari porselin atau
di atas gabus bertoreh yang telah dibalut kertas tapis
Kapas yang digunakan adalah yang tidak terlalu banyak mengandung
lemak. Untuk menampung perkkolat digunakan botol perkolat, yang bermulut
tidak terlalu lebar tetapi mudah dibersihkan. Di bawah ini adalah gambar alat
perkolasi.
10
terhubung ke kondensor Liebig, seperti bahwa setiap uap yang dilepaskan kembali
ke didinginkan cair, dan jatuh kembali ke dalam bejana reaksi. Kapal kemudian
dipanaskan keras untuk kursus reaksi. Alat refluks dapat dilihat pada gambar 3.
sama, sehingga semua komponen yang diinginkan dalam sampel terisolasi dengan
sempurna. Pelarut yang digunakan ada 2 jenis, yaitu heksana (C6H14) untuk
sampel kering dan metanol (CH3OH) untuk sampel basah. Jadi, pelarut yang
dugunakan tergantung dari sampel alam yang digunakan. Nama lain yang
digunakan sebagai pengganti sokletasi adalah pengekstrakan berulangulang
(continous extraction) dari sampel pelarut (Rahman: 2012).
Soxhletasi merupakan penyarian simplisia secara berkesinambungan,
cairan penyari dipanaskan sehingga menguap, uap cairan penyari terkondensasi
menjadi molekul-molekul air oleh pendingin balik dan turun menyari simplisia
dalam klonsong dan selanjutnya masuk kembali ke dalam labu alas bulat setelah
melewati pipa sifon ( Rene,2011).
b) Prinsip Kerja Soxhletasi
Bahan yang akan diekstraksi diletakkan dalam sebuah kantung ekstraksi
(kertas, karton, dan sebagainya) dibagian dalam alat ekstraksi dari gelas yang
bekerja kontinyu. Wadah gelas yang mengandung kantung diletakkan antara labu
penyulingan dengan labu pendingin aliran balik dan dihubungkan dengan labu
melalui pipa. Labu tersebut berisi bahan pelarut, yang menguap dan mencapai ke
dalam pendingin aliran balik melalui pipet, berkondensasi di dalamnya, menetes
ke atas bahan yang diekstraksi dan menarik keluar bahan yang diekstraksi.
Larutan berkumpul di dalam wadah gelas dan setelah mencapai tinggi
maksimalnya, secara otomatis dipindahkan ke dalam labu. Dengan demikian zat
yang terekstraksi terakumulasi melalui penguapan bahan pelarut murni
berikutnya. Pada cara ini diperlukan bahan pelarut dalam jumlah kecil, juga
simplisia selalu baru artinya suplai bahan pelarut bebas bahan aktif berlangsung
secara terus-menerus (pembaharuan pendekatan konsentrasi secara kontinyu).
Keburukannya adalah waktu yang dibutuhkan untuk ekstraksi cukup lama (sampai
beberapa jam) sehingga kebutuhan energinya tinggi (listrik, gas). Selanjutnya,
simplisia di bagian tengah alat pemanas langsung berhubungan dengan labu,
dimana pelarut menguap. Pemanasan bergantung pada lama ekstraksi, khususnya
titik didih bahan pelarut yang digunakan, dapat berpengaruh negatif terhadap
12
bahan tumbuhan yang peka suhu (glikosida, alkaloida). Demikian pula bahan
terekstraksi yang terakumulasi dalam labu mengalami beban panas dalam waktu
lama. Meskipun cara soxhlet sering digunakan pada laboratorium penelitian untuk
pengekstraksi tumbuhan, namun peranannya dalam pembuatan sediaan tumbuhan
kecil artinya (Anonim: 2011).
c) Alat ekstraksi Soxhletasi
14
15
Bila senyawa organik tidak larut sama sekali dalam air, pemisahannya
akan lengkap. Namun, nyatanya, banyak senyawa organik, khususnya asam dan
basa organik dalam derajat tertentu larut juga dalam air. Hal ini merupakan
masalah dalam ekstraksi. Untuk memperkecil kehilangan yang disebabkan gejala
pelarutan ini, disarankan untuk dilakukan ekstraksi berulang. Anggap anda
diizinkan untuk menggunakan sejumlah tertentu pelarut. Daripada anda
menggunakan keseluruhan pelarut itu untuk satu kali ekstraksi, lebih baik Anda
menggunakan sebagian-sebagian pelarut untuk beberapa kali ekstraksi. Kemudian
akhirnya menggabungkan bagian-bagian pelarut tadi. Dengan cara ini senyawa
akan terekstraksi dengan lebih baik (Yashito takeuchi, 2006).
2.2.2 Koefisien Distribusi
Menurut Hukum Distrbusi Nernst, bila ke dalam dua pelarut yang tidak
saling bercampur dimasukkan solut yang dapat larut dalam kedua pelarut tersebut,
maka akan teradi pembagian solut dengan perbandingan tertentu. Kedua pelarut
tersebut umumnya pelarut organik dan air. Dalam praktek, solut akan terdistribusi
dengan sendirinya ke dalam dua pelarut tersebut setelah dikocok dan dibiarkan
terpisah. Perbandingan konsentrasi solut di dalam kedua pelarut tersebut tetap,
tetapaan tersebut disebut tetapan distribusi atau koefisien distribusi yang
dinyatakan dengan berbagai rumus : Kd =
2
1
atau Kd =
16
2.2.3
kondisi demikian harga harga Kd tidak dapat lagi menggambarkan distribusi solut
diantara kedua fasa pelarut, karena solut solut tidak berada dalam rumus molekul
yang sama di dalam kedua fasa pelarut. Oleh karena itu perlu didefiinisikan suatu
besaran baru, yang dinamakan angka banding distribusi (D).
Angka banding ditribusi menyatakan perbandingan konsentrasi total zat
terlarut dalam pelarut organik (fasa organik) dan pelarut air (fasa air). Jika zat
terlarut itu adalah senyawa X maka rumus angka banding distribusi dapat ditulis:
D=
lebih
bermakna daripada koefisien distribusi (Kd). Pada kondisi ideal dan tidak teradi
asosiasi, disosiasi, atau polimerisasi, maka harga Kd sama dengan D. Harga D
tidak konstan, karena tergantung kondisi reaksi, antara lain PH fasa air,
konsentrasi pengompleks.
2.2.4
Hubungan D dengan Kd
Untuk melihat hubungan D dengan Kd secara sederhana dapat dipelajari
asam lemah berbasa satu [HA] dalam fasa air dan fasa organik. Dalam fasa air,
HA terionisasi menjadi H+ dan A-. Anion sisa asam [A-] tidak larut dalam fasa
organik.
Besaran-besaraan
kesetimbangan
yang
berpengaruh
setelah
kesetimbangan tercapai adalah (1) Ka (tetapan ionisasi asam lemah HA); (2) DHA
(angka banding distribusi); (3) KDHA (koefisien distribusi asam lemah HA).
Selanjutnya hubungan D dengan Kd dapat divari sebagai berikut:
H+ + A-
HA
D=
0
+ [ + ]
KDHA=
Ka =
[A-] =
[]
+
...................................................................(1)
...................................................................(2)
...................................................................(3)
...................................................................(4)
D=
[]
[ ]
+ +
atau D =
[]
{1+
}
+
...............................(5)
1+
...................................................................(6)
[ + ]
Arti dari persamaan (6) adalah bahwa harga D dipengaruhi oleh harga Kd,
Ka dan PH air.
Misalkan, 1 gram asam benzoat dilarutkan dalam100 mL air kemudian
dimasukkan 100 mL eter. Koefisien distribusi asam benzoat = 100, Ka =6,5 x 10-5
dan lapisan air mempunyai pH 3, 5, dan 7 maka koefisien distribusi (D) dapat
dihitung sebagai berikut.
Rumus D =
1+
[ + ]
1+
[ + ]
100
1+
6,5 10 5
[10 3 ]
= 93,89
b) Analog dengan cara a, didapat D= 13,33
c) Analog dengan cara a, didapat D= 0,1536
Dari perhitungan di atas dapat dilihat bahwa harga D semakin kecil
dengan berkurangnya keasaman larutan. Berdasarkan definisi harga D di atas,
maka dapat disimpulkan bahwa jumlah total solut dalam pelarut organik semakin
berkurang dengan berkurangnya keasaman larutan.
2.2.5
Persen Terekstraksi (% E)
Persen terekstraksi adalah banyaknya mol zat yang terekstraksi ke dalam
fasa organik dibagi dengan banyaknya mol total dalam fasa organik dan fasa air
dikalikan dengan 100. Pernyataan ini dapat ditulis dengan rumus:
18
% =
% =
100
+
100 .
. + .
...................................................................(7)
Bila kedua penyebut dan pembilang dibagi dengan [A]a dan kemudian dibagi
dengan Vo serta karena
menghasilkan rumus:
100
% =
...................................................................(8)
% =
100
...................................................................(9)
+1
Dalam kasus volume kedua fasa pelarut sama (Va=Vo), maka dapat
dibuktikan bahwa solut sama sekali tidak akan terekstrak, jika D lebih kecil 0,001
dan akan terekstrak secara kuantitatif jika D lebih besar dari 1000 persen
terekstraksi akan berubah dari 99,5 sampai 99,9 % jika harga D diduakalikan,
misalnya dari 500 menjadi 1000.
Misalkan suatu larutan asam butirat dalam air sebanyak 20 mL 0,10 M di
kocok dengan 10 mL eter, setelah lapisan terpisah, kadar asam butirat yang
tertinggal dalam fasa air ditentukan dengan cara titrasi. Hasil titrasi menunjukkan
0,50 mmol asam butirat tertinggal dalam fasa air. Maka angka banding distribusi
dan persen terekstrak dari sistem tersebut dapat dihitung sebagai berikut.
a) D =
D=
=
[ ]
[ ]
1,5
10
0,5
20
0,15
0,025
= 6,00
19
100
b) % =
100 6,00
6,00+
20
10
= 75 % (Soebagio,2005).
2.3 Faktor-Faktor yang Harus Diperhatikan dalam Ekstraksi
Dalam proses ekstraksi, ada beberapa hal yang harus diperhatikan antara
lain:
1. Ukuran partikel
Ukuran partikel mempengaruhi laju ekstraksi dalam beberapa hal.
Semakin kecil ukurannya, semakin besar luas permukaan antara padat dan cair;
sehingga laju perpindahannya menjadi semakin besar. Dengan kata lain, jarak
untuk berdifusi yang dialami oleh zat terlarut dalam padatan adalah kecil.
2. Zat pelarut
Larutan yang akan dipakai sebagai zat pelarut seharusnya merupakan
pelarut pilihan yang terbaik dan viskositasnya harus cukup rendah agar dapat
dapat bersikulasi dengan mudah. Biasanya, zat pelarut murni akan diapaki pada
awalnya, tetapi setelah proses ekstraksi berakhir, konsentrasi zat terlarut akan naik
dan laju ekstraksinya turun, pertama karena gradien konsentrasi akan berkurang
dan kedua zat terlarutnya menjadi lebih kental.
3. Temperatur
Dalam banyak hal, kelarutan zat terlarut (pada partikel yang diekstraksi) di
dalam pelarut akan naik bersamaan dengan kenaikan temperatur untuk
memberikan laju ekstraksi yang lebih tinggi.
4. Pengadukan fluida
Pengadukan pada zat pelarut adalah penting karena akan menaikkan proses
difusi, sehingga menaikkan perpindahan material dari permukaan partikel ke zat
pelarut.
Pemilihan juga diperlukan tahap-tahap lainnya. pada ektraksi padat-cair
misalnya, dapat dilakukan pra-pengolahan (pengecilan) bahan ekstraksi atau
20
21
6. Titik didih
Ekstrak dan pelarut biasanya harus dipisahkan dengan cara penguapan,
destilasi atau rektifikasi, maka titik didih kedua bahan it tidak boleh terlalu dekat,
dan keduanya tidak membentuk aseotrop. ditinjau dari segi ekonomi, akan
menguntungkan jika pada proses ekstraksi titik didih pelarut tidak terlalu tinggi
(seperti juga halnya dengan panas penguapan yang rendah).
7. Kriteria yang lain
Pelarut sedapat mungkin harus:
1. Murah
2. Tersedia dalam jumlah besar
3. Tidak beracun
4. Tidak dapat terbakar
5. Tidak eksplosif bila bercampur dengan udara
6. Tidak korosif
7. Tidak menyebabkan terbentuknya emulsi
8. Memilliki viskositas yang rendah
9. Stabil secara kimia dan termis.
Karena hampir tidak ada pelarut yang memenuhi syarat di atas, maka
untuk setiap proses ekstraksi harus dicari pelarut yang paling sesuai. Beberapa
pelarut yang terpenting adalah : air, asam-asam organik dan anorganik,
hidrokarbon jenuh, toluen, karbon disulfit, eter, aseton, hidrokarbon yang
mengandung khlor, isopropanol, etanol (Nurul, 2013).
22
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Secara umum, ekstraksi metabolit sekunder dibedakan atas dua yaitu
ekstraksi padat cair dan ekstraki cair-cair. Ekstraksi padat cair, digunakan untuk
melarutkan zat yang dapat larut dari campurannya dengan zat padat yang tidak
dapat larut yang terdiri dari cara dingin (maserasi, perkolasi) dan cara panas
(soxhletasi, refluks) sedangkan ekstraksi cair-cair, digunakan untuk memisahkan
dua zat cair yang saling bercampur, dengan menggunakan pelarut dapat
melarutkan salah satu zat. Dalam melakukan ekstraksi padat cair, ada beberapa
faktor yang mempengaruhi yaitu temperatur, zat pelarut, ukuran partikel dan
pengadukan fluida sedangkan pada ektraksi cair-cair, hal yang harus diperhatikan
adalah selektivitas, kelarutan, kemampuan untuk saling tidak bercampur,
kerapatan, selektivitas dan titik didih.
1.2 Saran
Makalah mengenai ekstraksi metabolit sekunder telah dibuat semaksimal
mungkin, namun masih banyak kekurangan yang memerlukan kritik dan saran
dari pembaca sebagai perbaikan dalam pembuatan makalah selanjutnya. Demi
untuk menambah wawasan kita dalam ekstraksi metabolit sekunder, diharapkan
ada tulisan selanjutnya mengenai cara fraksinasi snyawa metabolit sekunder.
23
DAFTAR PUSTAKA
Akhyar.2010. Uji Daya Hambat dan Analisis Klt Bioautografi Ekstrak Akar dan
Buah Bakau (rhizophora stylosa griff.) terhadap vibrio harveyi. Makassar:
Program Studi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin
Afifah,
Riski.
2012.
Metode
Maserasi.
(Online).
http://ekstraksitanamanobat.blogspot.com. Diakses tanggal 18 April 2014
Pukul 16.32 WITA
Anonim.2011. Perkolasi. (Online). http://mayapusmpuspuspita.files.wordpress.co
m. Diakses tanggal 8 April 2014 Pukul 12.40 WITA
Anonim. 2009. Ekstraski Pelarut. (Online). http://bersamafebri.blogspot.com/20
09/04/ekstraksi-pelarut.html. Diakses pada 18 Februari 2013 pukul 10.25
WITA
Anonim. 2011. Laporan Ekstraksi Pelarut. (Online). http://meitaisme.wordpress.c
om/tuu-gaasss/kimia-analitik/laporan-ooh-laporan/. Diakses pada 4 April
2013 pukul 18:34 WITA
Anonim.2011. Laporan Praktikum Ekstraksi Pelarut. (online). http://yellikeroppy
.blogspot.com/2011/0sss5/laporan-praktikum-ekstraksi-pelarut.html.Diakses
pada 4 Maret 2013 pukul 18.20 WITA
Anonim. 2011. Ekstraksi dengan Maserasi. (Online). http://mayapusmpuspuspita.
wordpress.com. Diakses tanggal 11 April 2014 pukul 11.02 WITA
Anonim. 2011. Refluks. (Online). http://zilazulaiha.blogspot.com. Diakses tanggal
11 April 2014 Pukul 12.08 WITA
Anonim. 2012. Prinsip Ekstraksi dengan Cara Soxhletasi. (Online).
http://nurfaisyah.web.id. Diakses tanggal 26 April 2013 Pukul 14.10 WITA
Ardiyan, Agusta . 2012. Ekstraksi Pelarut. (Online). http://clickardiyan.blogspot.c
om/2012/06/makalah-ekstraksi-pelarut.html. Diakses pada 4 Maret 2013
pukul 18:18 WITA
Anonim.
2013.
Laporan
Praktikum
Teknik
Kimia.
(Online).
http://alexkimia.wordpress.com. Diakses tanggal 15 April 2013 Pukul 15.24
WITA
Anonim. 2014. Obat Diabetes Paling Ampuh. (Online).
http://pamitra.blogspot.com. Diakses tanggal 18 April Pukul 15.42 WITA
24
25
Yashito takeuchi, 2006. Buku Teks Pengantar Kimia Diterjemahkan dari Versi
Bahasa Inggrisnya oleh Ismunandar. Iwanani shoten: Tokyo
Wilda, Ulfa. 2013. Makalah kimia analisis. (online). http://ulfa-wilda-siipharmachy.blogspot.com. Diakses tanggal 15 April 2014 Pukul 15.36
WITA
26