ASMA BRONKHIAL
Disusun oleh :
Evy Beatrix S.
(98.311.024)
Sopihan Juhar M (97.311.057)
Bonny Murizky
(97.311.032)
Diajukan kepada :
Dr. Muhardi DJ. Sp.P
ASMA BRONKHIAL
Definisi :
Suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap
berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas
dan derajatnya dapat berubah-ubah, baik setara spontan maupun sebagai hasil
pengobatan.(1)
Asma dibagi dalam 3 kategori, yaitu :
1. Asma ekstrinsik atau alergik
Ditemukan pada sejumlah kecil pasien dewasa, dan disebabkan oleh
alergen yang diketahui. Bentuk ini dimulai pada masa kanak-kanak dengan
riwayat keluarga yang mempunyai penyakit atopik termasuk ekzeme, dermatitis
dan asma sendiri. Asma alergik disebabkan karena kepekaan individu terhadap
alergen, biasanya protein, dalam bentuk serbuk sari yang dihirup, bulu halus
binatang, kain pembalut, atau yang lebih jarang, terhadap makanan seperti susu
atau coklat. Paparan terhadap alergen, meskipun hanya dalam jumlah yang
sangat kecil, dapat menyebabkan serangan asma.
2. Asma intrinsik atau idiopatik
Sering tidak ditemukan faktor-faktor pencetus yang jelas. Faktor-faktor
yang non spesifik seperti flu biasa, latihan fisik, atau emosi dapat memicu
serangan asma. Asma intrinsik ini lebih sering timbul sesudah usia 40 tahun,
dengan serangan yang timbul sebuah infeksi sinus hidung atau pada percabangan
trakeobronkial. Makin lama makin sering dan makin hebat, sehingga akhirnya
keadaan ini berkelanjutan menjadi bronkhitis kronik dan kadang-kadang
emfisema.
3. Asma campuran
Bentuk asma yang paling banyak menyerang pasien, dimana terdiri dari
komponen-komponen asma intrinsik dan ekstrinsik. Kebanyakan pasien dengan
asma intrinsik akan berlanjut menjadi bentuk campuran, anak-anak yang
menderita asma ekstrinsik sering sembuh sempurna pada saat dewasa muda. (2)
Manifestasi Klinis
Gejala yang timbul biasanya berhubungan dengan beratnya derajat
hiperaktivitas bronkus. Obstruksi jalan nafas dapat reversibel secara spontan maupun
dengan pengobatan. Gejala-gejala asma antara lain :
1. Bising mengi (wheezing) yang terdengar dengan atau tanpa stetoskop.
2. Batuk produktif, sering pada malam hari.
3. Sesak nafas dada seperti tertekan.
Gejalanya bersifat proksimal, yaitu membaik pada siang hari dan memburuk
pada malam hari. (3)
Klasifikasi derajat asma(3)
Derajat asma
Intermitten
mingguan
Persisten ringan
mingguan
Persisten sedang
harian
Persisten berat
kontinu
Gejala
Gejala malam
2 kali
seminggu
Fungsi paru
> 2 kali
seminggu
Gejala harian
Menggunakan obat
setiap hari
Serangan mengganggu
aktivitas dan tidur
Serangan 2x/minggu,
bisa berhari-hari
> sekali
seminggu
Gejala terus-menerus
Aktivitas fisik terbatas
Sering serangan
sering
Pemeriksaan Penunjang :
-
Laboratorium
Spirometri
Pemeriksaan radiologi
Diagnosis :
Diagnosis asma berdasarkan :
1.
2.
Pemeriksaan fisik
3.
4.
Tes fungsi paru dengan spirometri atau peak flow meter untuk menentukan
adanya obstruksi jalan nafas.
Diagnosis Banding :
1.
Bronkitis kronik
2.
Emfisema paru
3.
4.
Komplikasi asma :
1.
Pneumothoraks
2.
3.
Atelektasis
4.
5.
Gagal nafas
6.
Bronkitis
7.
Penatalaksanaan :
Tujuan terapi asma yaitu :
1.
2.
Mencegah kekambuhan
3
3.
4.
5.
6.
Agonis 2
Obat ini mempunyai efek bronkodilatasi. Terbutalin, salbutamol, dan
fenetrol memiliki lama kerja 4-6 jam, sedang agonis 2 long action bekerja
lebih dari 12 jam, seperti salmeterol, formoterol, bambuterol, dan lain-lain.
Bentuk aerosol dan inhalasi memberikan efek bronkodilatasi yang sama
dengan dosis yang jauh lebih kecil yaitu sepersepuluh dosis oral dan
pemberiannya lokal.
b. Metilxantin
Teofilin termasuk golongan ini. Efek bronkodilatornya berkaitan
dengan konsentrasinya di dalam serum. Efek samping obat ini dapat ditekan
dengan pemantauan kadar teofilin serum dalam pengobatan jangka panjang.
c. Antikolinergik
Golongan ini menurunkan tonus vagus intrinsik dari saluran nafas.
2. Anti inflamasi
Antiinflamasi menghambat inflamasi jalan nafas dan mempunyai efek supresi
dan profilaksis.
a. Kortikosteroid
b. Natrium kromolin (sodium cromoglycate) merupakan antiinflamasi non
steroid.
Terapi awal, yaitu :
1. Oksigen 4-6 liter/menit
2. Agonis 2 (salbutomol 5 mg atau feterenol 2,5 mg atau terbutalin 10 mg) inhalasi
nebulasi dan pemberiannya dapat diulang setiap 20 menit sampai 1 jam.
Pemberian agonis 2 dapat secara subkutan atau iv dengan dosis salbutamol
0,25 mg atau terbutalin 0,25 mg dalam larutan dekstrosa 5% dan diberikan
perlahan.
4
3. Aminofilin bolus iv 5-6 mg/kgBB, jika sudah menggunakan obat ini dalam 12
jam sebelumnya maka cukup diberikan setengah dosis.
4. Kortikosteroid hidrokarbon 100-200 mg iv jika tidak ada respon segera atau
pasien sedang menggunakan steroid oral atau dalam serangan sangat berat.
Respon terhadap terapi awal baik, jika didapatkan keadaan berikut :
1. Respon menetap selama 60 menit setelah pengobatan.
2. Pemeriksaan fisik normla
3. Arus puncak ekspirasi (APE) > 70%
4. Jika respon tidak ada atau tidak baik terhadap terapi awal maka pasien sebaiknya
dirawat di Rumah Sakit.
Pengobatan Asma jangka panjang berdasarkan berat penyakit (3)
Derajat asma
Asma persisten
Obat pengontrol
Tidak perlu
Obat pelega
-
Intensitas pengobatan
tergantung berat eksaserbasi
Asma persisten
ringan
-
g/kromolin/nedokromil/atau
sehari
Asma persisten
sedang
-
g.
3-4 x sehari
g atau lebih.
berat
-
I.
II.
Identitas
Nama
: Ny. T
Umur
: 30 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Pekerjaan
Pendidikan
: SMA
Alamat
Tgl. Masuk RS
: 22-12-2003
Anamnesa
Auto Anamnesa
Tanggal anamnesa
: 23-12-2003
1. Keluhan utama
: Sesak nafas
2. Keluhan tambahan
: Sedang, kooperatif
B. Kesadaran
: Compos mentis
C. Vital sign
: 96 x/menit
Respirasi
: 28 x/menit
Suhu
: 37,5C
Status umum :
1. Kepala
2. Mata
3. Hidung
4. Telinga
5. Mulut
6. Leher
7. Thorax
Dinding dada
Cor
: SIC II RSB.
7
: SIC IV RSB.
: SIC II LSB
Pulmo :
: kanan
kiri
Apex : sonor
sonor
Media : sonor
sonor
Basal : sonor
sonor
: kanan
kiri
8. Abdomen
SD
: vesikuler
vesikuler
ST
:-
Apex : wheezing
wheezing
Media : wheezing
wheezing
Basal : wheezing
wheezing
: I
: Datar
: BU (+) N
: Timpani
: NT epigastrium (-)
H/L tak teraba.
9. Extremitas :
IV.
Superior
Inferior
Pemeriksaan Laboratorium
8
Laboratorium tanggal
: 23-12-2003
TB ICT
: (-) / negatif
Protein total
: 7,36
(6,9-7,8 g/dl)
Globulin
: 2,63
(1,3-2,79 g/dl)
Albumin
: 4,73
(4,0-5,2 g/dl)
Bilirubin total
: 0,80
(0,3-1,0 mg/dl)
Bilirubin direk
: 0,42
(0,4 mg/dl)
Bilirubin indirek
: 0,38
(0,6 mg/dl)
SGOT
: 10
( 25 UI/L)
SGPT
:8
( 29 UI/L)
Alk. Fosfotase
: 70
( 60-170 UI/L)
Kolesterol total
: 161
Ureum darah
: 15
(10-50 mg/dl)
Kreatinin darah
: 1,44
(0,5-1,2 mg/mnt)
Glukosa sewaktu
: 103
Hb
: 14,1
(13-16 g/dl)
Leukosit
: 8.500
(5000-10.00 /ul)
Ht
: 41
(37-43 %)
Eritrosit
: 4,81
(4-5 juta/ul)
Trombosit
: 264.000
(150.000-400.000 /ul)
MCV
: 84,6
(82-92 pg)
MCH
: 29,3
(31-37 %)
MCHC
: 34,6
(32-36 g/dl)
LED
: 13
(0-15 mm/jam)
Foto thorax Pa
V.
Pulmo
: Bronkhitis
Cor
: dbn
Diagnosis
9
Diagnosis Banding
-
Bronkhitis asmatis
Bronkopneumonia
Emfisema
VII. Terapi
Non farmakologis :
-
Farmakologis :
-
Golongan Metil-Xantin
Golongan 2
: Solbutamol 2 mg 3 x 1 tablet
Golongan antibiotik
IX.
Spirometri
EKG
Foto thorak
Masalah
-
Sesak nafas
Alergi
Batuk pilek
Cepat capek
10
PEMBAHASAN
Pada anamnesis didapatkan keluhan sesak nafas, dimana keluhan sesak nafas
ini timbul setelah terpapar oleh alergen yaitu debu, asap rokok maupun polusi udang.
Selain itu adanya perubahan cuaca dan kegiatan jasmani juga dapat menimbulkan hal
yang sama. Alergen masuk dari luar tubuh ke dalam saluran pernafasan sehingga
akan merangsang sistem imun untuk membentuk antibodi jenis IgE.
Imunoglobulin inilah yang kemudian akan menempel pada permukaan sel
mastosit yang didapatkan di sepanjang saluran nafas dan kulit. Ikatan antara alergen
yang masuk lagi ke dalam badan dengan IgE pada permukaan sel mastosit tadi akan
mencetuskan serangkaian reaksi dan menyebabkan pengelupasan radiator kimia
seperti histamin, leukotrienm prostaglandin, eosinophil, chemotoctic faktor of
anaphylaxis (ECF-A), neutrofil chemotactic factor dan lain-lain. Mediator-mediator
inilah yang dapat menyebabkan bronkokonstriksi, edema, hipereaksi kelenjarkelenjar sub-mukosa dan inflitrasi sel-sel radang saluran nafas. Gejala yang timbul
dapat berupa asma akut fase cepat atau lambat atau bahkan asma kronik. Hal yang
menonjol pada semua penderita asma adalah fenomena hiperreaktivitas bronkus,
yang mana pada penderita asma sangat peka terhadap rangsangan imunologi maupun
non imunologi. Karena sifat inilah maka serangan asma mudah terjadi akibat
berbagai rangsangan, baik fisik, alergen, infeksi dan sebagainya.
Selain sesak juga adanya batuk yang berdahak, putih dan kental yang
dirasakan setiap hari. Batuk biasanya timbul karena adanya rangsangan baik
mekanik, kimia dan peradangan. Inhalasi debu, asap dan benda-benda asing kecil
merupakan penyebab paling sering dari batuk. Adanya sputum karena pada orang
dewasa normal membentuk mukus sekitar 100 ml dalam saluran napas setiap hari.
Pada pasien ini didiagnosa dengan asma persisten derajat sedang, hal ini
didasarkan atas :
-
11
Pasien ini termasuk jenis asma ekstrinsik karena timbul bila ada faktor
pencetus dan riwayat keluarga penderita asma (bapak pasien).
Pada pemeriksaan penunjang tidak didapatkan kelainan, dan pada penderita
asma biasanya pemeriksaan laboratorium dalam batas normal. Pada gambaran
radiologis ditemukan adanya gambaran bronkhitis, hal ini menunjukkan adanya
peradangan pada bronkhus.
Penatalaksanaan pada pasien ini, diberikan obat golongan metil-xantin yang
merupakan bronkhodilator yang sering digunakan pada pengobatan asma. Agonis 2
diberikan untuk mencegah terjadinya serangan dan digunakan sebagai obat
pencegahan asma. Selain itu diberikan ampicillin sebagai obat antibiotik untuk
mengatasi infeksi atau peradangan pada bronkus, yang terlihat dengan adanya
gambaran radiologis berupa bronkhitis.
Pasien diperbolehkan pulang bila atau beristirahat di rumah bila :
1. Keadaan umum sudah membaik.
2. Suara wheezing tak terdengar.
3. APE 350 (test peak flow meter).
DAFTAR PUSTAKA
1. Karnen B, Asma Bronkial dalam Soeparman, dkk, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II,
edisi 3, FKUI, Jakarta, 1996, Hal 21-39.
2. W.M. Lorraine, Penyakit Pernafasan Obstruktif, dalam A.P Sylvia, dkk,
Patofisiologi, Jilid II, Edisi 4, EGC, Jakarta, 1995, hal 689-691.
3. Mansjoer, A, dkk, Asma Bronkial dalam Kapital Selekta Kedokteran, Jilid I,
Edisi 3, FKUI, Jakarta, 1999, hal 476-480.
12