Tutorial Klinik
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
Disusun Oleh:
Alif Via Saltika Putri
Anis Purwanti
Pembimbing:
dr. Novia Fransiska, Sp.OG
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Ketuban pecah dini (KPD) atau Premature Rupture of Membrane (PROM)
seluruh kehamilan. Saat kehamilan aterm, 8-10 % wanita mengalami KPD dan 30-40
% dari kasus KPD merupakan kehamilan preterm atau sekitar 1,7% dari seluruh
kehamilan. KPD diduga dapat berulang pada kehamilan berikutnya. Hal ini juga
berkaitan dengan meningkatnya risiko morbiditas pada ibu maupun janin.2
Oleh sebab itu, klinisi yang mengawasi pasien harus memiliki pengetahuan
yang baik mengenai anatomi dan struktur membran fetal, serta memahami
patogenesis terjadinya ketuban pecah dini, sehingga mampu menegakkan diagnosis
ketuban pecah dini secara tepat dan memberikan terapi secara akurat untuk
memperbaiki luaran / outcome dan prognosis pasien ketuban pecah dini dan bayinya.
1.2.
Tujuan
1.2.1. Mengetahui prosedur anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang
yang diperlukan dan penegakkan diagnosis obstetrik.
1.2.2. Mengetahui keadaan patologis persalinan yang didapatkan dalam kasus ini,
yaitu ketuban pecah dini termasuk alur penegakkan diagnosis dan
penatalaksanaannya.
1.2.3. Mengkaji ketepatan penegakkan diagnosis dan penatalaksanaan dalam kasus
ini.
BAB II
KASUS
Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 9 November 2015
di ruang VK Mawar Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.
ANAMNESIS
Identitas Pasien
Nama
: Ny. S
Usia
: 35 tahun.
Alamat
Pekerjaan
Pendidikan
: SMA
Suku
: Bugis
Agama
: Islam
Masuk ke IGD Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda pada 9 November 02.41 WITA pukul 02.41 WITA dengan diagnosis
G2P1A0 gravid 39-40 minggu + inpartu kala I fase laten+riwayat SC 5 tahun yang
lalu.
Identitas Suami
3
Nama
: Tn. Sofyan
Usia
:36 tahun.
Alamat
Pekerjaan
: Swasta
Pendidikan
: SMA
Suku
: Tionghoa
Agama
: Islam
Keluhan Utama
Keluar air-air dari jalan lahir
Riwayat Penyakit Sekarang
Keluar air-air dari jalan lahir sejak 2 jam SMRS hingga membasahi
selembar sarung. Air-air tersebut jernih dan berbau amis. Selain itu, pasien juga
mengakui keluar lendir darah dari jalan lahir 2 jam SMRS. Perut kencang-kencang
dialami pasien sejak 2 hari SMRS yang dirasakan semakin hari semakin sering.
Pasien rutin periksa kehamilan di bidan, dan pernah melakukan pemeriksaan dengan
USG di dokter Sp.OG.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi, diabetes mellitus maupun asma
sebelum masa kehamilan.
Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien tidak memiliki riwayat hipertensi, diabetes mellitus maupun
asma.
Riwayat Menstruasi
Menarche
Siklus haid
Lama haid
Jumlah darah haid
Hari pertama haid terakhir
Taksiran persalinan
: 14 tahun.
: 28 hari / teratur.
:7 hari.
: 3-4 kali ganti pembalut.
: 07-02-2015
: 14-11-2015
Riwayat Pernikahan
Untuk pertama kali, pasien menikah pada usia 29 tahun dengan lama
pernikahan selama 7 tahun.
Riwayat Obstetrik
Jenis
No
Tahun
Tempat
Umur
Jenis
Penolong
partus
Partus
kehamilan
Persalinan
Persalinan
1.
2.
2010
Hamil
RS
aterm
SC
dokter
Penyulit
--
Kelamin/
Berat
Badan
L/2900 gr
Keadaan
anak
Sekarang
sehat
ini
Keadaan umum
: Baik
Kesadaran
: Compos mentis
Tanda vital
Tekanan darah
Frekuensi nadi
Frekuensi nafas
Suhu
: 110/80 mmHg
: 100 kali/menit
: 24 kali/menit
: 36 C
Status Generalisata
Kepala
: normocephal
Mata
: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).
Telinga
: tidak ditemukan kelainan
Hidung
: tidak ditemukan kelainan
Tenggorokkan
: tidak ditemukan kelainan
Leher
: pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran
tiroid (-)
Thoraks
Jantung
Paru-paru
Abdomen:
Inspeksi
Auskultasi
Ekstremitas:
Superior
Inferior
:
: S1S2 reguler tunggal, murmur (-), gallop (-)
: suara napas vesikuler, ronki (-), wheezing (-)
: cembung, linea (-), striae (-)
: bising usus (+) normal
: edema (-/-), akral hangat
: edema (-/-), akral hangat, varises (-/-)
Inspeksi
: membesar arah memanjang, striae (-), linea (-).
Palpasi
: Tinggi fundus uteri :32 cm.
Leopold I
: teraba bokong.
Leopold II
: punggung janin terletak di kiri ibu.
Leopold III : teraba kepala.
Leopold IV : sudah masuk pintu atas panggul.
Taksiran Berat Janin (Johnson)
: (32-12) x 155 gram : 3100 gram.
His
: 2 kali dalam 10 menit selama 30 detik
Auskultasi
: Denyut jantung janin : 144 kali / menit
Vaginal toucher
cm, ketuban (-), kepala di Hodge 1, bagian terbawah janin kepala, blood slym
(+)
Diagnosis Kerja Sementara
G2P1A0gravid 39-40 minggu, janin tunggal hidup, letkep, obs.inpartu+ketuban
pecah dini+BSC 1x 5 tahun yang lalu
Pemeriksaan Penunjang
Darah Rutin
Leukosit
: 8.200 / mm3
Hemoglobin : 12,0 gr %
Hematokrit : 35,0 %
Trombosit
: 277.000 / mm3
Bleeding Time:10 menit
Clotting Time : 2 menit
Kimia Darah
GDS
: 114 mg/dl
Tes Lakmus
pH
:8
Laporan Persalinan
Bayi lahir melalui section cesarea pada pukul 02.05 WITA, jenis kelamin lakilaki, dengan Apgar Score (A/S) 8/10, berat badan lahir (BBL) 3000 gram, panjang
badan (PB) 46 cm, anus (+), cacat (-)
Follow Up Antepartum
Tanggal/Jam
Follow Up
7
05.30
06.45
08.00
observasi kemajuan
kemajuan rencana SC
persalinan,
bila
tidak
ada
09.00
Lapor dr Sp.OG.
-
rencanakan SC cito
- Lapor OK IGD
Dilakukan SC pada pasien di OK IGD
02.00
02.05
02.30
Follow Up
Post Partum pervaginam Hari ke-1
Keluhan Subjektif : perut kembung, Sudah bisa buang air kecil,
belum bisa buang air besar
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital :
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Pernapasan : 16 kali/menit
Nadi : 96 kali/menit
Suhu : 35,8 C
Status Generalisata
Kepala :
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema
palpebra (-/-)
Hidung : Pernapasan cuping hidung (-), epistaksis (-)
Gigi dan mulut : dalam batas normal
Telinga : Peradangan (-), tumor (-)
Faring : Hiperemis (-)
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran tiroid
9
10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1.
dapat terjadi kapan saja baik pada kehamilan aterm maupun preterm. Saat aterm
sering disebut dengan aterm prematur rupture of membrans atau ketuban pecah dini
aterm. Bila terjadi sebelum umur kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini
preterm / preterm prematur rupture of membran (PPROM) dan bila terjadi lebih dari
12 jam maka disebut prolonged PROM.1,2,4,5
3.1.2. Epidemiologi KPD
Prevalensi KPD berkisar antara 3-18% dari seluruh kehamilan. Saat aterm, 810 % wanita hamil datang dengan KPD dan 30-40% dari kasus KPD merupakan
kehamilan preterm atau sekitar 1,7% dari seluruh kehamilan.KPD diduga dapat
berulang pada kehamilan berikutnya, menurut Naeye pada tahun 1982 diperkirakan
21% rasio berulang, sedangkan penelitian lain yang lebih baru menduga rasio
berulangnya sampai 32%. Hal ini juga berkaitan dengan meningkatnya risiko
morbiditas pada ibu atau pun janin. Komplikasi seperti: korioamnionitis dapat terjadi
sampai 30% dari kasus KPD, sedangkan solusioplasenta berkisar antara 4-7%.
Komplikasi pada janin berhubungan dengankejadian prematuritas dimana 80% kasus
KPD preterm akan bersalin dalam waktu kurang dari 7 hari. Risiko infeksi meningkat
baik pada ibu maupun bayi. Insiden korioamnionitis 0,5-1,5% dari seluruh kehamilan,
3-15% pada KPD prolonged, 15-25% pada KPD preterm dan mencapai 40% pada
ketuban pecah dini dengan usia kehamilan kurang dari 24 minggu. Sedangkan insiden
sepsis neonatus 1 dari500 bayi dan 2-4% pada KPD lebih daripada 24 jam.2
3.1.3. Struktur Selaput Ketuban
Membran yang mengelilingi kavum amniotik terdiri dari amnion dan korion,
yang merupakan lapisan yang melekat yang mengandung berbagai tipe sel, termasuk
sel epitel, sel mesenkim, dan sel trofoblas, tertanam dalam matriks kolagen.Membran
ini mempertahankan cairan amnion, mensekresikan substansi baik ke dalam cairan
amnion maupun ke uterus, dan melindungi janin dari infeksi yang melibatkan saluran
reproduksi. Selaput ketuban manusia terdiri dari lima lapisan terpisah (Gbr. 1), tidak
12
mengandung pembuluh darah atau saraf, dan nutrisi yang dibutuhkan olehnya
dipenuhi oleh cairan amnion. Rata-rata ketebalan selaput ketuban setelah pelepasan
dari dinding uterus adalah sekitar 200-300m, namunkarena edema lokal mesoderm
amnion, kadang terlihat selaput ketuban yanglebih tebal.
Trofoblas (10-50m)
Desidua kapsularis (hingga 50m)
14
ekstraselular.Kolagen pada lapisan ini membentuk jaringan longgar dengan pulaupulau glikoprotein nonkolagen.
Lapisan intermediat (lapisan spons, atau zona spongiosa) terletak diantara
amnion dan korion.Kandungan yang melimpah dari proteoglikan terhidrasi dan
glikoprotein memberikan sifat "kenyal" lapisan ini dalam preparat histologis, dan
mengandung jaringan nonfibrillar sebagian besar kolagen tipe III.Lapisan intermediat
menyerap tekanan fisik dengan membuat amnion bergeser di korion dasarnya, yang
melekat kuat pada desidua maternal.
Walaupun korion lebih tebal daripada amnion, amnion memiliki daya regang
yang lebih besar. Korion menyerupai membran epitel tipikal, dengan polaritasnya
yang mengarah ke desidua maternal. Dengan pertumbuhan kehamilan, vili trofoblas
dalam lapisan korion dari refleksi membran janin(bebas plasenta) berkurang. Di
bawah lapisan sitotrofoblas (lebih dekat kejanin) adalah membran basal dan jaringan
ikat korionik, yang kaya akan fibrilkolagen.
Kolagen tipe IV, V, dan VII menciptakan sebuah substrat, yang tidakhanya
penting bagi integritas struktur dari membran, tapi juga untukpenyembuhan luka dan
pertumbuhan sel. Sudah jelas bukti bahwa banyak dari molekul-molekul ini
berinteraksi satu sama lain di suatu milieu yangsangat kompleks dari bio-regulasi
yang memerlukan adanya membran,pertumbuhan faktor individu, interaksi dan upregulasi
dan
down-regulasiberbagai
proses
penyembuhan.
Metalloproteinase
memperkuat
jaringan.
Sel-sel
epitel
secara
biologis
aktif
dalam
pertumbuhan
epidermis,
TransformingGrowth
Factor
(TGF),
faktor
15
3.1.4. Etiologi
Secara teoritis pecahnya selaput ketuban disebabkan oleh hilangnya elastisitas
yang terjadi pada daerah tepi robekan selaput ketuban dengan perubahan yang besar.
Hilangnya elastisitas selaput ketuban ini sangat erat kaitannya dengan jaringan
kolagen, yang dapat terjadi karena penipisan oleh infeksi atau rendahnya kadar
kolagen. Kolagen pada selaput terdapat padaamnion di daerah lapisan kompakta,
fibroblas serta pada korion di daerah lapisan retikuler atau trofoblas, dimana sebagian
besar jaringan kolagen terdapat pada lapisan penunjang (dari epitel amnion sampai
dengan epitel basal korion).Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol
oleh sistem aktifitas dan inhibisi intrleukin-1 dan prostaglandin. Adanya infeksi dan
inflamasi menyebabkan bakteri penyebab infeksi mengeluarkan enzim protease dan
mediator inflamasi interleukin-1 dan prostaglandin. Mediator ini menghasilkan
kolagenase
jaringan
sehingga
terjadi
depolimerisasi
kolagen
pada
ketuban
(yang
dibentuk
oleh
jaringan
kolagen)
akan
yang
rendah,
status
gizi
yang
kurang
akan
17
Serviks inkompeten.
Ketegangan rahim yang berlebihan: kehamilan ganda, hidramnion.
Kelainan letak janin dalam rahim: letak sungsang, letak lintang.
Kemungkinan kesempitan panggul: perut gantung, bagian terendah belum
18
Saat
mendekati
persalinan
keseimbangan
tersebut
akan
bergeser,
yaitudidapatkan kadar MMP yang meningkat dan penurunan yang tajam dari TIMP
yang akan menyebabkan terjadinya degradasi matriks ektraseluler selaputketuban.
Ketidakseimbangan kedua enzim tersebut dapat menyebabkan degradasi patologis
pada selaput ketuban. Aktivitas kolagenase diketahui meningkat pada kehamilan
aterm dengan ketuban pecah dini. Sedangkan pada preterm didapatkan kadar protease
yang meningkat terutama MMP-9 serta kadar TIMP-1 yang rendah.
Gangguan nutrisi merupakan salah satu faktor predisposisi adanya gangguan
pada struktur kolagen yang diduga berperan dalam ketuban pecah dini. Mikronutrien
lain yang diketahui berhubungan dengan kejadian ketuban pecah dini adalah asam
askorbat yang berperan dalam pembentukan struktur triple helixdari kolagen. Zat
tersebut kadarnya didapatkan lebih rendah pada wanita denganketuban pecah dini.
Pada wanita perokok ditemukan kadar asam askorbat yangrendah.
Infeksi
Infeksi
dapat
menyebabkan
ketuban
pecah
dini
melalui
beberapa
prekursor
prostalglandin
dari
membran
fosfolipid.Respon
prostalglandin
dan
ketuban
pecah
dini
belum
diketahui,
Hormon
Progesteron dan estradiol menekan proses remodeling matriks ekstraseluler
padajaringan
reproduktif.
Kedua
hormon
ini
didapatkan
menurunkan
kelinci
percobaan.
Tingginya
konsentrasi
progesteron
akan
21
22
belum
cukup
bulanpenentuan
rasio
lesitin-sfingomielin
dan
23
jika pasien jelasberada dalam masa persalinan atau telah ada keputusan
untukmelahirkan.2
4. Pemeriksaan penunjang
Dengan tes lakmus menunjukkan reaksi basa, cairan amnion akan mengubah
adainfeksi.
USG untuk menentukan indeks cairan amnion, usia kehamilan, letakjanin, letak
Jika umur kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa
negatif: beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi dan kesejahteraan
induksi.
Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intrauterin).
Pada usia kehamilan 32-34 minggu, berikan steroid untuk memacu
kematangan paru janin dan kalau memungkinkan periksa kadar lesitin dan
spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis tunggal
selama 2 hari, deksametason i.m 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.2
Aktif
Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal pikirkan seksio
sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 50g intravaginal tiap 6 jam
maksimal 4 kali.
Bila ada tanda-tanda infeksi, berikan antibiotika dosis tinggi dan persalinan
diakhiri jika :
a. Bila skor pelvik < 5, lakukanlah pematangan serviks, kemudian induksi.
Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea.
b. Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus pervaginam.2
25
26
Persalinan Prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode
laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi di dalam
24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24
jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu 50%
persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan
terjadi
terlalu
dini
menyebabkan
27
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien Ny. S usia 36 tahun datang ke IGD Rumah Sakit A.W.Sjahranie
Samarinda 09.00 Juli 2012 pukul 02.41 WITA dengan keluhan utama keluar air dari
jalan lahir disertai lendir dan darah. Setelah melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang maka didapatkan diagnosis G2P1A0gravid 39-40
minggu, janin tunggal hidup, letkep, obs.inpartu+ketuban pecah dini+BSC 1x 5
tahun yang lalu.
Diagnosis KPD didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan laboratorium. Diagnosis KPD yang tepat sangat penting untuk
menentukan penanganan selanjutnya.Oleh karena itu, usaha untuk menegakkan
diagnosis KPD harus dilakukan dengan cepat dan tepat.
4.1.
Anamnesis
Pada kasus, berdasarkan anamnesis didapatkan keluhan yang sesuai dengan
teori ,yaitu pasien mengeluhkan keluar air-air dari jalan lahir sejak 2 jam SMRS.
Air-air tersebut jernih dan berbau amis. Selain itu, pasien juga mengakui keluar lendir
darah dari jalan lahir 2 jam SMRS. Perut kencang-kencang dialamin pasien sejak
2 hari SMRS yang dirasakan semakin hari semakin sering. Pasien rutin periksa
kehamilan di bidan, pernah melakukan pemeriksaan dengan USG di dokter Sp.OG
Berdasarkan
teori,
diagnosis
KPD
90%
dapat
ditegakkan
melalui
28
Teori
Kasus
Pasien merasa basah pada vagina.
Pasien datang dengan keluhan keluar air Mengeluarkan cairan banyak tiba
air dari jalan lahir
Riwayat keluar air ketuban dari jalan
-tiba dari jalan lahir.
Warna cairan diperhatikan.
lahir sejak 2 jam sebelum masuk rumah
Belum ada pengeluaran lendir darah
sakit.
dan berbau khas
Cairan yang keluar jernih dan berbau
His belum teratur atau belum ada.
amis
Perut kencang-kencang sejak 2 hari
sebelum masuk rumah sakit, makin lama
makin sering
C. Denyut
nadinya juga dalam batas normal, yaitu 100 kali per menit.
Berdasarkan teori, pemeriksaan fisik pada kasus KPD ini penting untuk
menentukan ada tidaknya tanda-tanda infeksi pada ibu.Hal ini terkait dengan
penatalaksanaan KPD selanjutnya dimana risiko infeksi ibu dan janin meningkat pada
KPD.Umumnya dapat terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi.Selain itu juga
didapatkan adanya nadi yang cepat.
Teori
Tanda-tanda infeksi:
Suhu ibu >38o C
Nadi cepat
Kasus
Tidak ada tanda-tanda infeksi:
Suhu ibu 36,0o C
Nadi 100 kali / menit
29
spekulum.
Riwayat keluar air ketuban.
Cairan jernih, pH diperiksa dengan
dan pHnya
Air ketuban yang keruh dan berbau
kertas Lakmus.
persalinan.
Selaput ketuban
tidak
dapat
30
dievaluasi
Kasus
Leukosit: 8.200
Pemeriksaan leukosit untuk mengetahui Dilakukan pemeriksaan pH dengan
yanda-tanda infeksi
31
NST dilakukan untuk menilai gambaran denyut jantung janin dalam hubungannya
dengan gerakan / aktivitas janin. Interprestasi NST dikatakan reaktif jika terdapat
paling sedikit 2 kali gerakan janin dalam waktu 20 menit pemeriksaan yang disertai
adanya akselerasi paling sedikit 10-15 dpm, frekuensi dasar (baseline) denyut jantung
janin diluar gerakan janin antara 120-160 x/menit dan variabilitasnya antara 6-25
dpm. Adapun indikasi dilakukan pemeriksaan kardiotokografi diantaranya hipertensi
dalam kehamilan, kehamilan dengan diabetes mellitus, kehamilan post-term, IUGR,
ketuban pecah dini, gerakan janin berkurang, kehamilan dengan anemia, kehamilan
ganda, oligohidramnion, polihidramnion, riwayat obstetrik buruk, dan kehamilan
dengan penyakit ibu.6
Teori
Kasus
tanda-tanda infeksi
pemeriksaan USG.
dalam
pemeriksaan
waktu
yang
20
menit
disertai
adanya
dasar
(baseline)
denyut
32
4.7 Penatalaksanaan
Pada kasus ini, keluar air ketuban dari jalan lahir atau dalam hal ini pecahnya
ketuban dicurigai terjadi 2 jam sebelum masuk rumah sakit, sementara belum ada
tanda-tanda inpartu pada pemeriksaan dalam, tidak dilakukan pemeriksaan NST
untuk menilai keadaan janin dan pasien diobservasi.
Kebanyakan penulis sepakat mengambil2 faktor yang harus dipertimbangkan
dalam mengambil sikap atau tindakan terhadap pasien KPD, yaitu umur kehamilan
dan ada tidaknya tanda-tanda infeksi pada ibu.Pemberian antibiotik profilaksis dapat
menurunkan infeksi pada ibu.Waktu pemberian antibiotik hendaknya diberikan segera
setelah diagnosis KPD ditegakkan. Beberapa penulis menyarankan bersikap aktif
(induksi persalinan) segera diberikan atau ditunggu sampai 6-8 jam dengan alasan
pasien akan menjadi inpartu dengan sendirinya. Induksi dilakukan dengan
memperhatikan Bishop score, jika > 5 induksi dapat dilakukan, sebaliknya jika < 5,
dilakukan pematangan serviks, jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan seksio
sesarea. Riwayat seksio sesarea sebelumnya merupakan salah satu indikasi
dilakukannya seksio sesarea pada kahamilan berikutnya. Seksio sesarea dilakukan
juga jika tidak ada tana-tanda kemajuan persalinan untuk menghindari infeksi dan
gawat janin.
33
Teori
Kasus
Pemberian antibiotik profilaksis dapat Dilakukan seksio sesarea setelah tidak
merupakan
seksio
pada
kehamilan
indikasi
kehamilan
berikutnya
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang
telah dilakukan, pasien pada kasus ini didiagnosis sebagai KPD. Kasus yang
ditemukan sudah sesuai dengan teori yang ada.Penatalaksanaan KPD pada pasien ini
pada umumnya tepat, walaupun ada beberapa perlakuan yang sebaiknya dilaksanakan
tidak dilakukan, seperti pemeriksaan USG dan NST.
34
BAB V
PENUTUP
Telah dilaporkan sebuah kasus atas pasien Ny. D yang berusia 36 tahun
datang ke rumah sakit dengan keluhan utama keluar air-air dari jalan lahir disertai
lendir dan darah. Setelah melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang, maka didapatkan G2P1A0 gravid 39-40 minggu, janin tunggal hidup,
letkep, obs.inpartu+ketuban pecah dini+BSC 1x 5 tahun yang lalu.
Diagnosis akhir pada pasien ini adalah G2P1A0, BSC, ketuban pecah dini.
Secara umum penegakkan diagnosis maupun penatalaksanaan pada pasien ini sudah
tepat dan sesuai dengan teori.
35
DAFTAR PUSTAKA
1. Poma, P. 2012. Premature Rupture of Membranes. Chicago: Journal of The
Natinal Medical Association. Hal. 27-32.
2. Soewarto S. Ketuban pecah dini. Pada: Prawirohardjo S, Saifuddin AB,
Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH, editor. Ilmu kebidanan. Edisi keempat. Jakarta:
PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2004. Hal. 677-682.
3. Garite TJ, PrematurE Rupture of the Membrane. In: Maternal-Fetal Medicine
Principle and Practice. Fifth edition. Editors: Creasy RK, Resnik R, Iams JD;
W.B. Saunders Company Ltd. USA. 2004. p: 723-37.
4. Goepfert AR, Preterm Delivery. In: Obstetrics and Gynecology Principle for
Practice. Editors: Ling FW, Duff P; McGraw Hill Medical Publishing Division,
USA. 2001. p: 357-67.
5. Svigos JM, Robinson JS, Vigneswaran R; Prematur Rupture of the Membrane. In:
High Risk Pregnancy Management Options. Editors: James DK, Steer PJ, Weiner
CP, Gonik B; W.B. Saunders Company Ltd. London. 1994. p: 163-70.
6. Kovavisarach E, Sermsak P; Risk factors related to prematur rupture of the
membrans in term pregnant women: a case-control study. The Australian and New
Zealand Journal of Obstetrics and Gynecology. Vol 40, no 1, February 2000.
36
37