Anda di halaman 1dari 38

Laboratorium Obstetri dan Ginekologi

Tutorial Klinik

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

Ketuban Pecah Dini

Disusun Oleh:
Alif Via Saltika Putri
Anis Purwanti
Pembimbing:
dr. Novia Fransiska, Sp.OG

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik


Pada Bagian Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
2015

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Ketuban pecah dini (KPD) atau Premature Rupture of Membrane (PROM)

merupakan keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Namun,apabila


ketuban pecah dini sebelum usia kehamilan 37 minggu, maka disebut sebagai ketuban
pecah dini pada kehamilan prematur atau Preterm Premature Rupture of Membrane
(PPROM). Sedangkan apabila pecahnya ketuban terjadi pada pasien dengan usia
kehamilandiatas37mingguatauatermyangtidakdiikutidengantandatandaawal
persalinansetelahsatujam,makakeadaaninidisebutsebagaiprematureruptureof
themembrane(PROM).Pecahnya selaput ketuban tersebut diduga berkaitan dengan
perubahan proses biokimiawi yang terjadi dalam kolagen matriks ekstraseluler
amnion, korion dan apoptosis membran janin.1,2,3,10
Etiologi pada sebagian besar kasus dari KPD hingga saat ini masih belum
diketahui. KPD pada kehamilan aterm merupakan variasi fisiologis, namun pada
kehamilan preterm, melemahnya membran merupakan proses yang patologis. KPD
sebelum kehamilan preterm sering diakibatkan oleh adanya infeksi. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa bakteri yang terikat pada membran melepaskan
substrat, seperti protease yang menyebabkan melemahnya membran. Penelitian
terakhir menyebutkan bahwa matriks metaloproteinase merupakan enzim spesifik
yang terlibat dalam pecahnya ketuban oleh karena infeksi.2
Menurut hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 20022003, angka kematian ibu di Indonesia sebesar 307 per 1000 kelahiran hidup atau
setiap jam terdapat 2 orang ibu bersalin meninggal karena berbagai sebab. Salah satu
penyebab langsung kematian ibu adalah karena infeksi sebesar 20-25% dalam
100.000 kelahiran hidup dan KPD merupakan penyebab paling sering menimbulkan
infeksi pada saat mendekati persalinan.9 Prevalensi KPD berkisar antara 3-18 % dari

seluruh kehamilan. Saat kehamilan aterm, 8-10 % wanita mengalami KPD dan 30-40
% dari kasus KPD merupakan kehamilan preterm atau sekitar 1,7% dari seluruh
kehamilan. KPD diduga dapat berulang pada kehamilan berikutnya. Hal ini juga
berkaitan dengan meningkatnya risiko morbiditas pada ibu maupun janin.2
Oleh sebab itu, klinisi yang mengawasi pasien harus memiliki pengetahuan
yang baik mengenai anatomi dan struktur membran fetal, serta memahami
patogenesis terjadinya ketuban pecah dini, sehingga mampu menegakkan diagnosis
ketuban pecah dini secara tepat dan memberikan terapi secara akurat untuk
memperbaiki luaran / outcome dan prognosis pasien ketuban pecah dini dan bayinya.
1.2.
Tujuan
1.2.1. Mengetahui prosedur anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang
yang diperlukan dan penegakkan diagnosis obstetrik.
1.2.2. Mengetahui keadaan patologis persalinan yang didapatkan dalam kasus ini,
yaitu ketuban pecah dini termasuk alur penegakkan diagnosis dan
penatalaksanaannya.
1.2.3. Mengkaji ketepatan penegakkan diagnosis dan penatalaksanaan dalam kasus
ini.

BAB II
KASUS
Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 9 November 2015
di ruang VK Mawar Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.
ANAMNESIS
Identitas Pasien
Nama

: Ny. S

Usia

: 35 tahun.

Alamat

: Jl. Permana Restu RT.22 Sambutan

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Pendidikan

: SMA

Suku

: Bugis

Agama

: Islam
Masuk ke IGD Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie

Samarinda pada 9 November 02.41 WITA pukul 02.41 WITA dengan diagnosis
G2P1A0 gravid 39-40 minggu + inpartu kala I fase laten+riwayat SC 5 tahun yang
lalu.
Identitas Suami
3

Nama

: Tn. Sofyan

Usia

:36 tahun.

Alamat

: Jl. Permana Restu RT.22 Sambutan

Pekerjaan

: Swasta

Pendidikan

: SMA

Suku

: Tionghoa

Agama

: Islam

Keluhan Utama
Keluar air-air dari jalan lahir
Riwayat Penyakit Sekarang
Keluar air-air dari jalan lahir sejak 2 jam SMRS hingga membasahi
selembar sarung. Air-air tersebut jernih dan berbau amis. Selain itu, pasien juga
mengakui keluar lendir darah dari jalan lahir 2 jam SMRS. Perut kencang-kencang
dialami pasien sejak 2 hari SMRS yang dirasakan semakin hari semakin sering.
Pasien rutin periksa kehamilan di bidan, dan pernah melakukan pemeriksaan dengan
USG di dokter Sp.OG.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi, diabetes mellitus maupun asma
sebelum masa kehamilan.
Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien tidak memiliki riwayat hipertensi, diabetes mellitus maupun
asma.
Riwayat Menstruasi

Menarche
Siklus haid
Lama haid
Jumlah darah haid
Hari pertama haid terakhir
Taksiran persalinan

: 14 tahun.
: 28 hari / teratur.
:7 hari.
: 3-4 kali ganti pembalut.
: 07-02-2015
: 14-11-2015

Riwayat Pernikahan
Untuk pertama kali, pasien menikah pada usia 29 tahun dengan lama
pernikahan selama 7 tahun.
Riwayat Obstetrik
Jenis
No

Tahun

Tempat

Umur

Jenis

Penolong

partus

Partus

kehamilan

Persalinan

Persalinan

1.
2.

2010
Hamil

RS

aterm

SC

dokter

Penyulit

--

Kelamin/
Berat
Badan
L/2900 gr

Keadaan
anak
Sekarang
sehat

ini

Antenatal Care (ANC)


Bidan setiap bulan
Kontrasepsi
Pernah menggunakan suntik 1 bulan, tetapi Ibu lupa berama lama
menggunakan KB.
Pemeriksaan Fisik
Antropometri

: Berat badan (BB) : 59 kg, Tinggi badan (TB) : 149 cm.

Keadaan umum

: Baik

Kesadaran

: Compos mentis

Tanda vital

Tekanan darah
Frekuensi nadi
Frekuensi nafas
Suhu

: 110/80 mmHg
: 100 kali/menit
: 24 kali/menit
: 36 C

Status Generalisata

Kepala
: normocephal
Mata
: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).
Telinga
: tidak ditemukan kelainan
Hidung
: tidak ditemukan kelainan
Tenggorokkan
: tidak ditemukan kelainan
Leher
: pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran
tiroid (-)
Thoraks
Jantung
Paru-paru
Abdomen:
Inspeksi
Auskultasi
Ekstremitas:
Superior
Inferior

:
: S1S2 reguler tunggal, murmur (-), gallop (-)
: suara napas vesikuler, ronki (-), wheezing (-)
: cembung, linea (-), striae (-)
: bising usus (+) normal
: edema (-/-), akral hangat
: edema (-/-), akral hangat, varises (-/-)

Status Obstetrik dan Ginekologi

Inspeksi
: membesar arah memanjang, striae (-), linea (-).
Palpasi
: Tinggi fundus uteri :32 cm.
Leopold I
: teraba bokong.
Leopold II
: punggung janin terletak di kiri ibu.
Leopold III : teraba kepala.
Leopold IV : sudah masuk pintu atas panggul.
Taksiran Berat Janin (Johnson)
: (32-12) x 155 gram : 3100 gram.
His
: 2 kali dalam 10 menit selama 30 detik
Auskultasi
: Denyut jantung janin : 144 kali / menit

Vaginal toucher

: vulva vagina normal, portio tebal lunak, Pembukaan 1

cm, ketuban (-), kepala di Hodge 1, bagian terbawah janin kepala, blood slym
(+)
Diagnosis Kerja Sementara
G2P1A0gravid 39-40 minggu, janin tunggal hidup, letkep, obs.inpartu+ketuban
pecah dini+BSC 1x 5 tahun yang lalu
Pemeriksaan Penunjang
Darah Rutin

Leukosit
: 8.200 / mm3
Hemoglobin : 12,0 gr %
Hematokrit : 35,0 %
Trombosit
: 277.000 / mm3
Bleeding Time:10 menit
Clotting Time : 2 menit

Kimia Darah

GDS

: 114 mg/dl

Tes Lakmus

pH

:8

Laporan Persalinan
Bayi lahir melalui section cesarea pada pukul 02.05 WITA, jenis kelamin lakilaki, dengan Apgar Score (A/S) 8/10, berat badan lahir (BBL) 3000 gram, panjang
badan (PB) 46 cm, anus (+), cacat (-)

Follow Up Antepartum
Tanggal/Jam

Follow Up
7

05.30

Menerima pasien dari IGD dan melakukan anamnesa dan


pemeriksaan fisik
G2P1A0gravid 39-40 minggu, janin tunggal hidup, letkep,
obs.inpartu+KPD+BSC 1x 5 tahun yang lalu

06.45

Lapor dr. SpOG, advice:

08.00

observasi kemajuan
kemajuan rencana SC

persalinan,

bila

tidak

ada

Gerak janin (+)


His 2 x dalam 10 menit selama 30 detik
DJJ 145x/menit
Belum ada tanda-tanda kemajuan persalinan

09.00

Lapor dr Sp.OG.
-

rencanakan SC cito

Lapor dr. Satria, acc operasi

- Lapor OK IGD
Dilakukan SC pada pasien di OK IGD
02.00
02.05

Bayi lahir, jenis kelamin laki-laki, berat 3000 gram, panjang


badan 46 cm, anus (+), cacat (-)
Operasi selesai dan pasien dipindahkan ke ruang nifas

02.30

Follow Up di Ruang Nifas


Tanggal/Jam
10/11/2015

Follow Up
Post Partum pervaginam Hari ke-1
Keluhan Subjektif : perut kembung, Sudah bisa buang air kecil,
belum bisa buang air besar
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital :
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Pernapasan : 16 kali/menit
Nadi : 96 kali/menit
Suhu : 35,8 C
Status Generalisata
Kepala :
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema
palpebra (-/-)
Hidung : Pernapasan cuping hidung (-), epistaksis (-)
Gigi dan mulut : dalam batas normal
Telinga : Peradangan (-), tumor (-)
Faring : Hiperemis (-)
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran tiroid
9

(-), peningkatan tekanan vena jugularis (-)


Dada :
Payudara : Peradangan (-), retraksi puting susu (-), air susu ibu (-)
Paru : Gerakan napas simetris, retraksi interkostal (-), fremitus
raba simetris, suara napas vesikuler, wheezing (-), ronki (-)
Jantung : Pelebaran batas jantung (-), S1S2 tunggal regular, gallop
(-), murmur (-)
Abdomen : Cembung, TFU sepusat
Urogenital : perdarahan (+) sedikit
Ekstremitas : dalam batas normal
Penatalaksanaan :

Inj. Cefotaxim 2x1 gr


Inj. Antrain 3x1 amp
SF 2x300mg
AFF DC jam 15.00 WITA
Mobilisasi bertahap
Diet bubur

10

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1.

KETUBAN PECAH DINI (KPD)

3.1.1. Definisi KPD


Ketuban pecah dini atau spontaneus/early/premature rupture of membrans
(PROM)merupakan pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat belum
menunjukkan tanda-tanda persalinan/inpartu (keadaan inpartu didefinisikan sebagai
kontraksi uterus teratur dan menimbulkan nyeri yang menyebabkan terjadinya
efficement atau dilatasi serviks) atau bila satu jam kemudian tidak timbul tanda-tanda
awal persalinan atau secara klinis bila ditemukan pembukaan kurang dari 3 cm pada
primigravida dan kurang dari 5 cm pada multigravida. Pecahnya selaput ketuban
11

dapat terjadi kapan saja baik pada kehamilan aterm maupun preterm. Saat aterm
sering disebut dengan aterm prematur rupture of membrans atau ketuban pecah dini
aterm. Bila terjadi sebelum umur kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini
preterm / preterm prematur rupture of membran (PPROM) dan bila terjadi lebih dari
12 jam maka disebut prolonged PROM.1,2,4,5
3.1.2. Epidemiologi KPD
Prevalensi KPD berkisar antara 3-18% dari seluruh kehamilan. Saat aterm, 810 % wanita hamil datang dengan KPD dan 30-40% dari kasus KPD merupakan
kehamilan preterm atau sekitar 1,7% dari seluruh kehamilan.KPD diduga dapat
berulang pada kehamilan berikutnya, menurut Naeye pada tahun 1982 diperkirakan
21% rasio berulang, sedangkan penelitian lain yang lebih baru menduga rasio
berulangnya sampai 32%. Hal ini juga berkaitan dengan meningkatnya risiko
morbiditas pada ibu atau pun janin. Komplikasi seperti: korioamnionitis dapat terjadi
sampai 30% dari kasus KPD, sedangkan solusioplasenta berkisar antara 4-7%.
Komplikasi pada janin berhubungan dengankejadian prematuritas dimana 80% kasus
KPD preterm akan bersalin dalam waktu kurang dari 7 hari. Risiko infeksi meningkat
baik pada ibu maupun bayi. Insiden korioamnionitis 0,5-1,5% dari seluruh kehamilan,
3-15% pada KPD prolonged, 15-25% pada KPD preterm dan mencapai 40% pada
ketuban pecah dini dengan usia kehamilan kurang dari 24 minggu. Sedangkan insiden
sepsis neonatus 1 dari500 bayi dan 2-4% pada KPD lebih daripada 24 jam.2
3.1.3. Struktur Selaput Ketuban
Membran yang mengelilingi kavum amniotik terdiri dari amnion dan korion,
yang merupakan lapisan yang melekat yang mengandung berbagai tipe sel, termasuk
sel epitel, sel mesenkim, dan sel trofoblas, tertanam dalam matriks kolagen.Membran
ini mempertahankan cairan amnion, mensekresikan substansi baik ke dalam cairan
amnion maupun ke uterus, dan melindungi janin dari infeksi yang melibatkan saluran
reproduksi. Selaput ketuban manusia terdiri dari lima lapisan terpisah (Gbr. 1), tidak
12

mengandung pembuluh darah atau saraf, dan nutrisi yang dibutuhkan olehnya
dipenuhi oleh cairan amnion. Rata-rata ketebalan selaput ketuban setelah pelepasan
dari dinding uterus adalah sekitar 200-300m, namunkarena edema lokal mesoderm
amnion, kadang terlihat selaput ketuban yanglebih tebal.

Gambar 1.Struktur selaput ketuban aterm.Diperlihatkan komposisi matriks ekstraselular


dari masing-masing lapisan dan tempat produksi matriksmetalloproteinase (MMP) dan
metalloproteinase inhibitor jaringan (Tissue Inhibitor ofMetalloproteinaseTIMP).

Setelah lahir, lapisan-lapisan berikut dapat dilihat secara histologis (Gbr.2):


Amnion
o epitel amnion (20-30m)
o mesoderm amnion (15-30m)
lamina basalis atau membran basal
lapisan stroma kompakta
lapisan fibroblas
Lapisan spongiosum intermediat (tebal bervariasi)
Chorion laeve
o mesoderm korionik (15-20m)
pembuluh darah
lamina basalis atau membran basal
13

Trofoblas (10-50m)
Desidua kapsularis (hingga 50m)

Gambar 2.Lapisan-lapisan selaput ketuban janin.

Lapisan paling dalam, yang terdekat dengan janin, adalah epitelamnion.Sel


epitel amnion mensekresikan kolagen tipe III dan IV danglikoprotein nonkolagen
(laminin, nidogen, dan fibronektin) yang membentukmembran basal, lapisan
berikutnya dari amnion.
Lapisan padat jaringan ikat yang dekat dengan membran basal membentuk
kerangka fibrosa utama amnion.Kolagen lapisan padat tersebut disekresikan oleh sel
mesenkim pada lapisan fibroblas.Kolagen interstisial(tipe I dan III) predominan dan
membentuk ikatan parallel yangmempertahankan integritas mekanik amnion.Kolagen
tipe V dan VI membentuk penghubung filamentosa antara kolagen interstisial da
nmembran basal epitel.Tidak ada penempatan substansi dasar amorf antarafibril
kolagen dalam jaringan ikat amnion aterm, sehingga amnion mempertahankan daya
regangnya sepanjang tahap akhir kehamilannormal.
Lapisan fibroblast adalah lapisan yang paling tebal diantara lapisanlapisanamnion, mengandung sel-sel mesenkim dan makrofag dalam suatu matriks

14

ekstraselular.Kolagen pada lapisan ini membentuk jaringan longgar dengan pulaupulau glikoprotein nonkolagen.
Lapisan intermediat (lapisan spons, atau zona spongiosa) terletak diantara
amnion dan korion.Kandungan yang melimpah dari proteoglikan terhidrasi dan
glikoprotein memberikan sifat "kenyal" lapisan ini dalam preparat histologis, dan
mengandung jaringan nonfibrillar sebagian besar kolagen tipe III.Lapisan intermediat
menyerap tekanan fisik dengan membuat amnion bergeser di korion dasarnya, yang
melekat kuat pada desidua maternal.
Walaupun korion lebih tebal daripada amnion, amnion memiliki daya regang
yang lebih besar. Korion menyerupai membran epitel tipikal, dengan polaritasnya
yang mengarah ke desidua maternal. Dengan pertumbuhan kehamilan, vili trofoblas
dalam lapisan korion dari refleksi membran janin(bebas plasenta) berkurang. Di
bawah lapisan sitotrofoblas (lebih dekat kejanin) adalah membran basal dan jaringan
ikat korionik, yang kaya akan fibrilkolagen.
Kolagen tipe IV, V, dan VII menciptakan sebuah substrat, yang tidakhanya
penting bagi integritas struktur dari membran, tapi juga untukpenyembuhan luka dan
pertumbuhan sel. Sudah jelas bukti bahwa banyak dari molekul-molekul ini
berinteraksi satu sama lain di suatu milieu yangsangat kompleks dari bio-regulasi
yang memerlukan adanya membran,pertumbuhan faktor individu, interaksi dan upregulasi

dan

down-regulasiberbagai

proses

penyembuhan.

Metalloproteinase

contohnya, harusseimbang dengan Tissue Inhibitor of Metalloproteinases (TIMPS);


faktor pertumbuhan, seperti fibroblas. Fibroblas berfungsi untuk membentuk lapisan
yang

memperkuat

jaringan.

Sel-sel

epitel

secara

biologis

aktif

dalam

prosespenyembuhan yang memiliki reseptor pada permukaannya.


Regenerasi biomolekul memegang peranan penting dalampenyembuhan dan
faktor pertumbuhan yang terkonsentrasi di dalam selaputketuban. Hal ini termasuk
faktor

pertumbuhan

epidermis,

TransformingGrowth

Factor

(TGF),

faktor

pertumbuhan fibroblas, platelet-derived growthfactors, metalloproteinase dan TIMP.

15

3.1.4. Etiologi
Secara teoritis pecahnya selaput ketuban disebabkan oleh hilangnya elastisitas
yang terjadi pada daerah tepi robekan selaput ketuban dengan perubahan yang besar.
Hilangnya elastisitas selaput ketuban ini sangat erat kaitannya dengan jaringan
kolagen, yang dapat terjadi karena penipisan oleh infeksi atau rendahnya kadar
kolagen. Kolagen pada selaput terdapat padaamnion di daerah lapisan kompakta,
fibroblas serta pada korion di daerah lapisan retikuler atau trofoblas, dimana sebagian
besar jaringan kolagen terdapat pada lapisan penunjang (dari epitel amnion sampai
dengan epitel basal korion).Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol
oleh sistem aktifitas dan inhibisi intrleukin-1 dan prostaglandin. Adanya infeksi dan
inflamasi menyebabkan bakteri penyebab infeksi mengeluarkan enzim protease dan
mediator inflamasi interleukin-1 dan prostaglandin. Mediator ini menghasilkan
kolagenase

jaringan

sehingga

terjadi

depolimerisasi

kolagen

pada

selaputkorion/amnion menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah, dan mudah pecah


spontan. Selain itu mediator terebut membuat uterus berkontraksi sehingga membran
mudah ruptur akibat tarikan saat uterus berkontraksi.2
Sampai saat ini penyebab KPD belum diketahui secara pasti, tetapi ditemukan
beberapa faktor predisposisi yang berperan pada terjadinya ketuban pecah dini, antara
lain:
1. Infeksi
Adanya infeksi pada selaput ketuban (korioamnionitis lokal) sudah
cukupuntuk melemahkan selaput ketuban di tempat tersebut. Bila terdapat
bakteripatogen di dalam vagina maka frekuensi amnionitis, endometritis, infeksi
neonatalakan meningkat 10 kali.Ketuban pecah dini sebelum kehamilan preterm
sering diakibatkan oleh adanya infeksi.Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
bakteri yang terikat padamembran melepaskan substrat seperti protease yang
menyebabkan melemahnya membran.Penelitian terakhir menyebutkan bahwa matriks
metalloproteinase merupakan enzim spesifik yang terlibat dalam pecahnya ketuban
oleh karenainfeksi.
4. Defisiensi vitamin C
16

Vitamin C diperlukan untuk pembentukan dan pemeliharaan jaringan


kolagen.Selaput

ketuban

(yang

dibentuk

oleh

jaringan

kolagen)

akan

mempunyaielastisitas yang berbeda tergantung kadar vitamin C dalam darah ibu.


3. Faktor selaput ketuban
Pecahnya ketuban dapat terjadi akibat peregangan uterus yang berlebihan atau
terjadi peningkatan tekanan yang mendadak di dalam kavum amnion, disamping juga
ada kelainan selaput ketuban itu sendiri.Hal ini terjadi seperti pada sindroma EhlersDanlos, dimana terjadi gangguan pada jaringan ikat oleh karena defek pada sintesa
dan struktur kolagen dengan gejala berupa hiperelastisitas pada kulit dan sendi,
termasuk pada selaput ketuban yangkomponen utamanya adalah kolagen. Dimana 72
% penderita dengan sindroma Ehlers-Danlos ini akan mengalami persalinan preterm
setelah sebelumnya mengalami ketuban pecah dini preterm.
4. Faktor umur dan paritas
Semakin tinggi paritas ibu akan makin mudah terjadi infeksi cairan
amnionakibat rusaknya struktur serviks akibat persalinan sebelumnya.
5. Faktor tingkat sosio-ekonomi
Sosio-ekonomi

yang

rendah,

status

gizi

yang

kurang

akan

meningkatkaninsiden KPD, lebih-lebih disertai dengan jumlah persalinan yang


banyak, sertajarak kelahiran yang dekat.
6. Faktor-faktor lain
Inkompetensi serviks atau serviks yang terbuka akan menyebabkan
pecahnyaselaput ketuban lebih awal karena mendapat tekanan yang langsung dari
kavum uteri. Beberapa prosedur pemeriksaan, seperti amniosintesis dapat
meningkatkan risiko terjadinya ketuban pecah dini.Pada perokok, secara tidak
langsung dapat menyebabkan ketuban pecah dini terutama pada kehamilan prematur.
Kelainan letak dan kesempitan panggul lebih sering disertai dengan KPD, namun
mekanismenya belum diketahui dengan pasti. Faktor-faktor lain, seperti: hidramnion,
gemelli, koitus, perdarahan antepartum, bakteriuria, pH vagina di atas 4,5, stres

17

psikologis, serta flora vagina abnormal akanmempermudah terjadinya ketuban pecah


dini.
Berdasarkan sumber yang berbeda, penyebab ketuban pecah dini mempunyai
dimensi multifaktorial yang dapat dijabarkan sebagai berikut:

Serviks inkompeten.
Ketegangan rahim yang berlebihan: kehamilan ganda, hidramnion.
Kelainan letak janin dalam rahim: letak sungsang, letak lintang.
Kemungkinan kesempitan panggul: perut gantung, bagian terendah belum

masuk pintu atas panggul, disproporsi sefalopelvik.


Kelainan bawaan dari selaput ketuban.
Infeksi yang menyebabkan terjadi proses biomekanik pada selaput ketuban
dalam bentuk proteolitik sehingga memudahkan ketuban pecah.

3.1.5. Patofisiologi KPD


Pecahnya selaput ketuban saat persalinan disebabkan oleh melemahnya
selaputketuban karena kontraksi uterus dan peregangan yang berulang. Daya regang
inidipengaruhi oleh keseimbangan antara sintesis dan degradasi komponen
matriksekstraseluler pada selaput ketuban.2
Pada ketuban pecah dini terjadi perubahan-perubahan seperti penurunan
jumlah jaringan kolagen dan terganggunya struktur kolagen, serta peningkatan
aktivitas kolagenolitik.Degradasi kolagen tersebut terutama disebabkan olehmatriks
metaloproteinase (MMP).MMP merupakan suatu grup enzim yang dapatmemecah
komponen-komponen matriks ektraseluler.Enzim tersebut diproduksi dalam selaput
ketuban.MMP-1 dan MMP-8 berperan pada pembelahan triplehelix dari kolagen
fibril (tipe I dan III), dan selanjutnya didegradasi oleh MMP-2dan MMP-9 yang juga
memecah kolagen tipe IV.Pada selaput ketuban juga diproduksi penghambat
metaloproteinase / tissue inhibitor metalloproteinase(TIMP).TIMP-1 menghambat
aktivitas MMP-1, MMP-8, MMP-9 dan TIMP-2menghambat aktivitas MMP-2.
TIMP-3 dan TIMP-4 mempunyai aktivitas yang sama dengan TIMP-1.

18

Keutuhan dari selaput ketuban tetap terjaga selama masa kehamilan


olehkarena aktivitas MMP yang rendah dan konsentrasi TIMP yang relatif lebih
tinggi.

Saat

mendekati

persalinan

keseimbangan

tersebut

akan

bergeser,

yaitudidapatkan kadar MMP yang meningkat dan penurunan yang tajam dari TIMP
yang akan menyebabkan terjadinya degradasi matriks ektraseluler selaputketuban.
Ketidakseimbangan kedua enzim tersebut dapat menyebabkan degradasi patologis
pada selaput ketuban. Aktivitas kolagenase diketahui meningkat pada kehamilan
aterm dengan ketuban pecah dini. Sedangkan pada preterm didapatkan kadar protease
yang meningkat terutama MMP-9 serta kadar TIMP-1 yang rendah.
Gangguan nutrisi merupakan salah satu faktor predisposisi adanya gangguan
pada struktur kolagen yang diduga berperan dalam ketuban pecah dini. Mikronutrien
lain yang diketahui berhubungan dengan kejadian ketuban pecah dini adalah asam
askorbat yang berperan dalam pembentukan struktur triple helixdari kolagen. Zat
tersebut kadarnya didapatkan lebih rendah pada wanita denganketuban pecah dini.
Pada wanita perokok ditemukan kadar asam askorbat yangrendah.
Infeksi
Infeksi

dapat

menyebabkan

ketuban

pecah

dini

melalui

beberapa

mekanisme.Beberapa flora vagina termasuk Streptokokus grup B, Stafilokokus


aureusdanTrikomonas vaginalis mensekresi protease yang akan menyebabkan
terjadinyadegradasi membran dan akhirnya melemahkan selaput ketuban.Respon
terhadap infeksi berupa reaksi inflamasi akan merangsangproduksi sitokin, MMP, dan
prostaglandin oleh netrofil PMN dan makrofag.Interleukin-1 dan tumor nekrosis
faktor yang diproduksi oleh monosit akanmeningkatkan aktivitas MMP-1 dan
MMP-3 pada sel korion. Infeksi bakteri dan respon inflamasi juga merangsang
produksiprostalglandin oleh selaput ketuban yang diduga berhubungan dengan
ketubanpecah dini preterm karena menyebabkan iritabilitas uterus dan degradasi
kolagenmembran.Beberapa jenis bakteri tertentu dapat menghasilkan fosfolipase A2
yangmelepaskan

prekursor

prostalglandin

dari

membran

fosfolipid.Respon

imunologisterhadap infeksi juga menyebabkan produksi prostaglandin E2 oleh sel


19

korion akibat perangsangan sitokin yang diproduksi oleh monosit.Sitokin juga


terlibatdalam induksi enzim siklooksigenase II yang berfungsi mengubah
asamarakidonat menjadi prostalglandin. Sampai saat ini hubungan langsung
antaraproduksi

prostalglandin

dan

ketuban

pecah

dini

belum

diketahui,

namunprostaglandin terutama E2 dan F2 telah dikenal sebagai mediator dalam


persalinanmamalia dan prostaglandin E2 diketahui mengganggu sintesis kolagen
padaselaput ketuban dan meningkatkan aktivitas dari MMP-1 dan MMP-33.Indikasi
terjadi infeksi pada ibu dapat ditelusuri metode skrining klasik, yaitu temperatur
rektal ibu dimana dikatakan positif jika temperatur rektal lebih38C, peningkatan
denyut jantung ibu lebih dari 100x/menit, peningkatan leukositdan cairan vaginal
berbau.

Tabel 1.Frekuensi gejala yang berhubungan dengan infeksi intra-amniotik.

Hormon
Progesteron dan estradiol menekan proses remodeling matriks ekstraseluler
padajaringan

reproduktif.

Kedua

hormon

ini

didapatkan

menurunkan

konsentrasiMMP-1 dan MMP-3 serta meningkatkan konsentrasi TIMP pada fibroblas


serviksdari

kelinci

percobaan.

Tingginya

konsentrasi

progesteron

akan

menyebabkanpenurunan produksi kolagenase pada babi walaupun kadar yang lebih


rendahdapat menstimulasi produksi kolagen. Ada juga protein hormon relaxin
yangberfungsi mengatur pembentukan jaringan ikat diproduksi secara lokal oleh
seldesidua dan plasenta.Hormon ini mempunyai aktivitas yang berlawanan
denganefek inhibisi oleh progesteron dan estradiol dengan meningkatkan aktivitas
MMP-3 dan MMP-9 dalam membran janin.Aktivitas hormon ini meningkat
sebelumpersalinan pada selaput ketuban manusia saat aterm.Peran hormon20

hormontersebut dalam patogenesis pecahnya selaput ketuban belum dapat


sepenuhnyadijelaskan.
Kematian Sel Terprogram
Pada ketuban pecah dini aterm ditemukan sel-sel yang mengalami kematian
selterpogram (apoptosis) di amnion dan korion terutama disekitar robekan selaput
ketuban. Pada korioamnionitis terlihat sel yang mengalami apoptosis melekat dengan
granulosit, yang menunjukkan respon imunologis mempercepat terjadinya kematian
sel. Kematian sel yang terprogram ini terjadi setelah proses degradasi matriks
ekstraseluler dimulai, menunjukkan bahwa apoptosis merupakan akibat dan bukan
penyebab degradasi tersebut. Namun mekanisme regulasi dariapoptosis ini belum
diketahui dengan jelas.
Peregangan Selaput Ketuban
Peregangan secara mekanis akan merangsang beberapa faktor di selaput
ketubanseperti prostaglandin E2 dan interleukin-8. Selain itu peregangan juga
merangsangaktivitas MMP-1 pada membran.Interleukin-8 yang diproduksi dari sel
amniondan korionik bersifat kemotaktik terhadap neutrofil dan merangsang
aktifitaskolegenase. Hal-hal tersebut akan menyebabkan terganggunya keseimbangan
proses sintesis dan degradasi matriks ektraseluler yang akhirnya menyebabkan
pecahnya selaput ketuban.

21

Gambar 3. Mekanisme multifaktorial menyebabkan ketuban pecah dini.

3.1.6. Diagnosis KPD


Menegakkan diagnosis KPD secara tepat sangat penting, karena diagnosis
yang positif palsu berarti melakukan intervensi seperti melahirkan bayi terlalu awal
atau melakukan seksio yang sebetulnya tidak ada indikasinya. Sebaliknya diagnosis
yang negatif palsu berarti akan membiarkan ibu dan janin mempunyai resiko infeksi
yang akan mengancam kehidupan janin, ibu atau keduanya. Oleh karena itu,
diperlukan diagnosis yang cepat dan tepat. Diagnosis KPD ditegakkan dengan cara:
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Anamnesa pasien dengan KPD merasa basah pada vagina atau mengeluarkan
cairan yang banyak berwarna putih jernih, keruh, hijau,atau kecoklatan sedikit-sedikit
atau sekaligus banyak, secara tiba-tiba dari jalan lahir.Keluhan tersebut dapat disertai
dengan demam jika sudah ada infeksi.Adakah partikel-partikel dalam cairan (lanugo
dan verniks).Pasien tidak sedang dalam masa persalinan, tidak ada nyeri maupun
kontraksi uterus. Riwayat umur kehamilan pasien lebih dari 20 minggu.2,7,8
Pada pemeriksaan fisik abdomen, didapatkan uterus lunak dan tidak adanya
nyeri tekan.Tinggi fundus harus diukur dan dibandingkan dengan tinggi yang

22

diharapkan menurut hari pertama haid terakhir.Palpasi abdomen memberikan


perkiraan ukuran janin dan presentasi. Pada inspeksi keluar cairan pervaginam.2
2. Pemeriksaan dengan spekulum
Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD untuk mengambil sampel cairan
ketuban di forniks posterior dan mengambil sampel cairan untuk kultur dan
pemeriksaan bakteriologis.
Tiga tanda penting yang berkaitan dengan ketuban pecah dini adalah :
1. Pooling

: Kumpulan cairan amnion pada fornix posterior.

2. Nitrazine Test : Kertas nitrazin merah akan jadi biru.


3. Ferning

: Cairan dari fornix posterior di tempatkan pada objek glass dan

didiamkan dan cairan amnion tersebut akanmemberikan gambaran seperti daun


pakis.2
Pemeriksaan spekulum pertama kali dilakukanuntuk memeriksa adanya cairan
amnion dalam vagina.Perhatikan apakah memang air ketuban keluar dari ostium
uterieksternum apakah ada bagian selaput ketuban yang sudah pecah.Gunakan kertas
lakmus.Bila menjadi biru (basa) adalah airketuban, bila merah adalah urin.Karena
cairan alkali amnionmengubah pH asam normal vagina.Kertas nitrazine menjadi biru
bila terdapat cairan alkali amnion. Bila diagnosa tidak pasti, adanyalanugo atau
bentuk kristal daun pakis cairan amnion kering(ferning) dapat membantu. Bila
kehamilan

belum

cukup

bulanpenentuan

rasio

lesitin-sfingomielin

dan

fosfatidilgliserol membantu dalam evaluasi kematangan paru janin. Bila kecurigaan


infeksi,apusan diambil dari kanalis servikalis untuk pemeriksaan kultur serviks
terhadap Streptokokus beta group B, Clamidia trachomatisdanNeisseria gonorea.2
3. Pemeriksaan dalam
Mengetahui apakah ada cairan dalam vagina dan selaput ketuban sudah
pecah.Pemeriksaan dalam juga dilakukan untuk menentukan penipisan dan dilatasi
serviks.Pemeriksaan vagina juga mengindentifikasikan bagian presentasi janin dan
menyingkirkan kemungkinan prolapstali pusat. Periksa dalam harus dihindari kecuali

23

jika pasien jelasberada dalam masa persalinan atau telah ada keputusan
untukmelahirkan.2
4. Pemeriksaan penunjang

Dengan tes lakmus menunjukkan reaksi basa, cairan amnion akan mengubah

kertas lakmus merah menjadi biru.


Pemeriksaan leukosit darah, bila meningkat > 15.000/mm3 kemungkinan

adainfeksi.
USG untuk menentukan indeks cairan amnion, usia kehamilan, letakjanin, letak

plasenta, gradasi plasenta serta jumlah air ketuban.


Kardiotokografi untuk menentukan ada tidaknya kegawatan janinsecara dini
atau memantau kesejahteraan janin. Jika ada infeksi intrauterin atau peningkatan
suhu, denyut jantung janin akan meningkat.
Amniosintesis digunakan untuk mengetahui rasio lesitin-sfingomielin dan

fosfatidilsterol yang berguna untuk mengevaluasi kematangan paru janin.2


Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada ketuban pecah dini adalah:
1. Saat ketuban pecah ditentukan berdasarkan anamnesis diketahui pasti
kapan ketuban pecah.
2. Bila anamnesis tidak dapat memastikan kapan ketuban pecah, maka saat
ketuban pecah adalah saat penderita masuk rumah sakit.
3. Bila berdasarkan anamnesis pasti bahwa ketuban sudah pecah > 12 jam,
maka di kamar bersalin dilakukan observasi selama dua jam. Bila setelah
dua jam tidak ada tanda-tanda inpartu dilakukan terminasi kehamilan.
3.1.6. Penatalaksanaan KPD
Konservatif

Rawat di rumah sakit.


Berikan antibiotik (ampisilin 4 x 500 mg atau eritromisin bila tidak tahan

dengan ampisilin dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari).


Jika umur kehamilan < 32 34 minggu, dirawat selama air ketuban masih
keluar atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.
24

Jika umur kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa
negatif: beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi dan kesejahteraan

janin. Terminasi pada kehamilan 37 minggu.


Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah in partu, tidak ada infeksi, berikan

tokolitik (salbutamol), deksametason dan induksi sesudah 24 jam.


Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan

induksi.
Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intrauterin).
Pada usia kehamilan 32-34 minggu, berikan steroid untuk memacu
kematangan paru janin dan kalau memungkinkan periksa kadar lesitin dan
spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis tunggal
selama 2 hari, deksametason i.m 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.2

Aktif

Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal pikirkan seksio
sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 50g intravaginal tiap 6 jam

maksimal 4 kali.
Bila ada tanda-tanda infeksi, berikan antibiotika dosis tinggi dan persalinan
diakhiri jika :
a. Bila skor pelvik < 5, lakukanlah pematangan serviks, kemudian induksi.
Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea.
b. Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus pervaginam.2

25

Tabel 2.Penatalaksanaan ketuban pecah dini.

Gambar 4.Alur penatalaksanaan ketuban pecah dini.

3.1.7. Komplikasi KPD


KPD berpengaruh terhadap kehamilan dan persalinan. jarak antara pecahnya
ketuban dan permulaan persalinan disebut periode laten (lag period = LP). Makin
muda umur kehamilan makin memanjang LP-nya.
KPD dapat menimbulkan komplikasi yang bervariasi sesuai dengan usia
kehamilan, baik terhadap janin maupun terhadap ibu. Kurangnya pemahaman

26

terhadap kontribusi dari komplikasi yang mungkin timbul dengan peningkatan


morbiditas dan mortalitas perinatal bertanggung jawab terhadap kontroversi dalam
penatalaksanaannya.6

Persalinan Prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode
laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi di dalam
24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24
jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu 50%
persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan

terjadi dalam 1 minggu.2


Infeksi
Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini. Pada
ibu terjadi korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia, pneumonia,
omfalitis. Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada
ketuban pecah dini prematur, infeksi lebih sering daripada aterm. Secara
umum, insiden infeksi sekunder pada ketuban pecah dini meningkat

sebanding dengan lamanya periode laten.2


Hipoksia dan Asfiksia
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali
pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara
terjadinya gawat janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air

ketuban, janin semakin gawat.2


Sindroma deformitas janin
Ketuban pecah dini yang

terjadi

terlalu

dini

menyebabkan

pertumbuhan janin terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan


anggota badan janin, serta hipoplasia pulmonal.2

27

BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien Ny. S usia 36 tahun datang ke IGD Rumah Sakit A.W.Sjahranie
Samarinda 09.00 Juli 2012 pukul 02.41 WITA dengan keluhan utama keluar air dari
jalan lahir disertai lendir dan darah. Setelah melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang maka didapatkan diagnosis G2P1A0gravid 39-40
minggu, janin tunggal hidup, letkep, obs.inpartu+ketuban pecah dini+BSC 1x 5
tahun yang lalu.
Diagnosis KPD didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan laboratorium. Diagnosis KPD yang tepat sangat penting untuk
menentukan penanganan selanjutnya.Oleh karena itu, usaha untuk menegakkan
diagnosis KPD harus dilakukan dengan cepat dan tepat.
4.1.

Anamnesis
Pada kasus, berdasarkan anamnesis didapatkan keluhan yang sesuai dengan

teori ,yaitu pasien mengeluhkan keluar air-air dari jalan lahir sejak 2 jam SMRS.
Air-air tersebut jernih dan berbau amis. Selain itu, pasien juga mengakui keluar lendir
darah dari jalan lahir 2 jam SMRS. Perut kencang-kencang dialamin pasien sejak
2 hari SMRS yang dirasakan semakin hari semakin sering. Pasien rutin periksa
kehamilan di bidan, pernah melakukan pemeriksaan dengan USG di dokter Sp.OG
Berdasarkan

teori,

diagnosis

KPD

90%

dapat

ditegakkan

melalui

anamnesis.Dari anamnesis didapatkan pasien merasa basah pada vagina, atau


mengeluarkan cairan yang banyak secara tiba-tiba dari jalan lahir.Cairan berbau khas
dan perlu juga diperhatikan warna keluarnya cairan tersebut. His belum teratur atau
belum ada serta belum ada pengeluaran lendir darah.

28

Teori
Kasus
Pasien merasa basah pada vagina.
Pasien datang dengan keluhan keluar air Mengeluarkan cairan banyak tiba
air dari jalan lahir
Riwayat keluar air ketuban dari jalan
-tiba dari jalan lahir.
Warna cairan diperhatikan.
lahir sejak 2 jam sebelum masuk rumah
Belum ada pengeluaran lendir darah
sakit.
dan berbau khas
Cairan yang keluar jernih dan berbau
His belum teratur atau belum ada.
amis
Perut kencang-kencang sejak 2 hari
sebelum masuk rumah sakit, makin lama
makin sering

4.2 Pemeriksaan Fisik


Pada kasus, pemeriksaan fisik secara umum dalam batas normal, baik
pemeriksaan tanda vital, maupun status generalisata dari pasien.Pada pasien tidak
didapatkan adanya tanda-tanda infeksi.Suhu pasien normal yaitu 36,0

C. Denyut

nadinya juga dalam batas normal, yaitu 100 kali per menit.
Berdasarkan teori, pemeriksaan fisik pada kasus KPD ini penting untuk
menentukan ada tidaknya tanda-tanda infeksi pada ibu.Hal ini terkait dengan
penatalaksanaan KPD selanjutnya dimana risiko infeksi ibu dan janin meningkat pada
KPD.Umumnya dapat terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi.Selain itu juga
didapatkan adanya nadi yang cepat.
Teori
Tanda-tanda infeksi:
Suhu ibu >38o C
Nadi cepat

Kasus
Tidak ada tanda-tanda infeksi:
Suhu ibu 36,0o C
Nadi 100 kali / menit

4.3 Pemeriksaan Inspekulo

29

Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan inspekulo. Pemeriksaan


inspekulo secara steril merupakan langkah pemeriksaan pertama terhadap kecurigaan
KPD. Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD akan tampak keluar cairan dari
orifisium uteri eksternum (OUE). Pada pasien KPD akan tampak cairan keluar dari
vagina. Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa warna, bau dan pHnya. Air
ketuban yang keruh dan berbau menunjukkan adanya proses infeksi.
Teori
Kasus
Pemeriksaan dengan spekulum tampak Tidak dilakukan pemeriksaan dengan

keluar cairan dari OUE


Tampak cairan keluar dari vagina

Cairan yang keluar diperiksa warna, bau

spekulum.
Riwayat keluar air ketuban.
Cairan jernih, pH diperiksa dengan

dan pHnya
Air ketuban yang keruh dan berbau

kertas Lakmus.

menunjukkan adanya proses infeksi.


4.4 Pemeriksaan Dalam
Pada kasus, pasien ini hanya dilakukan pemeriksaan dalam pada saat pertama
kali datang untuk menentukan ada tidaknya pembukaan.Pada saat di lakukan
pemeriksaan dalam pada pasien ini belum dapat mengevaluasi ketuban karena
pembukaan portio masih 1 cm, dengan konsistensi tebal lunak, ketuban (-).
Pemeriksaan dalam vagina dibatasi seminimal mungkin dan hanya dilakukan
kalau KPD yang sudah dalam persalinan atau yang dilakukan induksi persalinan dan
pada pasien dengan KPD akan ditemukan selaput ketubannya negatif. Pemeriksaan
dalam pada saat pasien datang pertama kali adalah penting untuk menilai apakah
sudah ada pembukaan sehingga pasien berada dalam kondisi inpartu.
Teori
Kasus
Pemeriksaan dalam dilakukan :
Pemeriksaan dalam dilakukan :
Seminimal mungkin untuk mencegah Saat pertama kali datang.
Untuk
memantau
kemajuan
infeksi.

KPD sudah dalam persalinan.


KPD yang dilakukan induksi persalinan.

persalinan.
Selaput ketuban

tidak

dapat

30

Selaput ketuban negatif.

dievaluasi

4.5 Pemeriksaan Laboratorium


Berdasarkan pemeriksaan tersebut dan penunjang, yaitu : laboratorium bahwa
leukosit pasien dalam batas normal (8.200 / mm 3) dan kesimpulannya bahwa air
ketuban tidak menunjukkan adanya proses infeksi.
Pada pasien ini dilakukan tes lakmus.Sekret vagina ibu hamil pHnya adalah 45, dengan kertas nitrazin tidak berubah warna, tetap kuning.Tes Lakmus (tes nitrazin),
jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru menunjukkan adanya air ketuban
(alkalis).pH air ketuban adalah 7 7,5.
Teori

Kasus
Leukosit: 8.200
Pemeriksaan leukosit untuk mengetahui Dilakukan pemeriksaan pH dengan
yanda-tanda infeksi

Kertas lakmus merah berubah menjadi biru

pH air ketuban adalah 7 7,5

tes lakmus, hasilnya pH 8

4.6 Pemeriksaan Penunjang


Pada pasien ini, selama kehamilan pernah melakukan pemeriksaan USG di dr.
Sp.OG. Pada kasus ini, tidak dilakukan pemeriksaan NST.
Pemeriksaan USG pada kasus KPD dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan
ketuban dalam kavum uteri.Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang
sedikit.Namun sering terjadi kesalahan pada keadaan oligohidromnion.Pemeriksaan

31

NST dilakukan untuk menilai gambaran denyut jantung janin dalam hubungannya
dengan gerakan / aktivitas janin. Interprestasi NST dikatakan reaktif jika terdapat
paling sedikit 2 kali gerakan janin dalam waktu 20 menit pemeriksaan yang disertai
adanya akselerasi paling sedikit 10-15 dpm, frekuensi dasar (baseline) denyut jantung
janin diluar gerakan janin antara 120-160 x/menit dan variabilitasnya antara 6-25
dpm. Adapun indikasi dilakukan pemeriksaan kardiotokografi diantaranya hipertensi
dalam kehamilan, kehamilan dengan diabetes mellitus, kehamilan post-term, IUGR,
ketuban pecah dini, gerakan janin berkurang, kehamilan dengan anemia, kehamilan
ganda, oligohidramnion, polihidramnion, riwayat obstetrik buruk, dan kehamilan
dengan penyakit ibu.6

Teori

Kasus

Pemeriksaan leukosit untuk mengetahui

Pada pasien ini pernah melakukan

tanda-tanda infeksi

pemeriksaan USG.

USG untuk melihat jumlah cairan ketuban

NST pada kasus ini tidak dilakukan

dalam kavum uteri

NST reaktif jika :


1. Terdapat paling sedikit 2 kali gerakan
janin

dalam

pemeriksaan

waktu
yang

20

menit

disertai

adanya

akselerasi paling sedikit 10-15 dpm,


2. Frekuensi

dasar

(baseline)

denyut

jantung janin diluar gerakan janin

32

antara 120-160 kali/menit dan


3. Variabilitasnya antara 6-25 dpm.

4.7 Penatalaksanaan
Pada kasus ini, keluar air ketuban dari jalan lahir atau dalam hal ini pecahnya
ketuban dicurigai terjadi 2 jam sebelum masuk rumah sakit, sementara belum ada
tanda-tanda inpartu pada pemeriksaan dalam, tidak dilakukan pemeriksaan NST
untuk menilai keadaan janin dan pasien diobservasi.
Kebanyakan penulis sepakat mengambil2 faktor yang harus dipertimbangkan
dalam mengambil sikap atau tindakan terhadap pasien KPD, yaitu umur kehamilan
dan ada tidaknya tanda-tanda infeksi pada ibu.Pemberian antibiotik profilaksis dapat
menurunkan infeksi pada ibu.Waktu pemberian antibiotik hendaknya diberikan segera
setelah diagnosis KPD ditegakkan. Beberapa penulis menyarankan bersikap aktif
(induksi persalinan) segera diberikan atau ditunggu sampai 6-8 jam dengan alasan
pasien akan menjadi inpartu dengan sendirinya. Induksi dilakukan dengan
memperhatikan Bishop score, jika > 5 induksi dapat dilakukan, sebaliknya jika < 5,
dilakukan pematangan serviks, jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan seksio
sesarea. Riwayat seksio sesarea sebelumnya merupakan salah satu indikasi
dilakukannya seksio sesarea pada kahamilan berikutnya. Seksio sesarea dilakukan
juga jika tidak ada tana-tanda kemajuan persalinan untuk menghindari infeksi dan
gawat janin.

33

Teori
Kasus
Pemberian antibiotik profilaksis dapat Dilakukan seksio sesarea setelah tidak

menurunkan infeksi pada ibu


Bila skor pelvik < 5,

ada tanda-tanda kemajuan persalinan


lakukan

pada saat di observasi.

pematangan serviks, kemudian induksi.

Bila > 5, induksi persalinan.


Riwayat
seksio
pada
sebelumnya
dilakukan

merupakan
seksio

pada

kehamilan
indikasi
kehamilan

berikutnya
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang
telah dilakukan, pasien pada kasus ini didiagnosis sebagai KPD. Kasus yang
ditemukan sudah sesuai dengan teori yang ada.Penatalaksanaan KPD pada pasien ini
pada umumnya tepat, walaupun ada beberapa perlakuan yang sebaiknya dilaksanakan
tidak dilakukan, seperti pemeriksaan USG dan NST.

34

BAB V
PENUTUP
Telah dilaporkan sebuah kasus atas pasien Ny. D yang berusia 36 tahun
datang ke rumah sakit dengan keluhan utama keluar air-air dari jalan lahir disertai
lendir dan darah. Setelah melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang, maka didapatkan G2P1A0 gravid 39-40 minggu, janin tunggal hidup,
letkep, obs.inpartu+ketuban pecah dini+BSC 1x 5 tahun yang lalu.
Diagnosis akhir pada pasien ini adalah G2P1A0, BSC, ketuban pecah dini.
Secara umum penegakkan diagnosis maupun penatalaksanaan pada pasien ini sudah
tepat dan sesuai dengan teori.

35

DAFTAR PUSTAKA
1. Poma, P. 2012. Premature Rupture of Membranes. Chicago: Journal of The
Natinal Medical Association. Hal. 27-32.
2. Soewarto S. Ketuban pecah dini. Pada: Prawirohardjo S, Saifuddin AB,
Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH, editor. Ilmu kebidanan. Edisi keempat. Jakarta:
PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2004. Hal. 677-682.
3. Garite TJ, PrematurE Rupture of the Membrane. In: Maternal-Fetal Medicine
Principle and Practice. Fifth edition. Editors: Creasy RK, Resnik R, Iams JD;
W.B. Saunders Company Ltd. USA. 2004. p: 723-37.
4. Goepfert AR, Preterm Delivery. In: Obstetrics and Gynecology Principle for
Practice. Editors: Ling FW, Duff P; McGraw Hill Medical Publishing Division,
USA. 2001. p: 357-67.
5. Svigos JM, Robinson JS, Vigneswaran R; Prematur Rupture of the Membrane. In:
High Risk Pregnancy Management Options. Editors: James DK, Steer PJ, Weiner
CP, Gonik B; W.B. Saunders Company Ltd. London. 1994. p: 163-70.
6. Kovavisarach E, Sermsak P; Risk factors related to prematur rupture of the
membrans in term pregnant women: a case-control study. The Australian and New
Zealand Journal of Obstetrics and Gynecology. Vol 40, no 1, February 2000.

36

Editor: Brennecke S. The Royal Australian and New Zealand College of


Obstetricians and Gynecologist. 2000. p: 30-32.
7. Steer P, Flint C. ABC of labour care Preterm labour and prematur rupture of
membrane. BMJ volume 318, April 1999. http://www.bmj.com. Akses 9
November 2015.
8. Parry S, F.Strauss III J. Review Article Mechanism of Disease: Prematur rupture
of the fetal membrans. Editor: Epstein FH. The England Journal of Medicine.
Massachusetts Medical Society. March 5 1998. p:1-20. http://www.nejm.org.
Akses 9 November 2015.
9. Gde Manuaba, I.B. 2001. Ketuban Pecah Dini (KPD). Ilmu Kebidanan, Penyakit
Kandungan & Keluarga Berencana. Jakarta: EGC. Hal: 229-232.

37

Anda mungkin juga menyukai