Anda di halaman 1dari 6

Politik Ekonomi Ideal (Telaah Kitab As-Siysah al-Iqtishdiyyah al-Mutsla)

Pengantar
Kasadaran terhadap malapetaka universal akibat penerapan sistem ekonomi kapitalistik
telah mendorong sejumlah pemikir untuk menggagas sistem ekonomi alternatif yang bisa
membawa umat manusia menuju kesejahteraan dan kemakmuran bersama. Kesadaran ini
semakin mengkristal ketika krisis demi krisis terus menghajar dunia dan keadaan
perekonomian negara-negara berkembang tidak menunjukkan tanda-tanda menuju kearah
perbaikan.
Sosialisme-marxisme yang diyakini mampu menggantikan sistem kapitalistik ternyata juga
gagal. Bahkan rezim ini lebih dulu ambruk di tangan kaum kapitalis pada tahun 90-an.
Dunia tetap dicengkeram oleh sistem kapitalistik dan terus ditimpa berbagai macam krisis.
Walaupun para pemikir kapitalis telah menyodorkan sejumlah gagasan dan kebijakan untuk
meredam dan mencegah krisis dunia, gagasan itu nyata-nyata mandul. Ini karena mereka
tidak pernah menyentuh akar persoalan ekonomi dunia, yakni paradigma dan sistem
kapitalistik itu sendiri. Mereka masih menyakini bahwa kapitalisme adalah ideologi final yang
tidak bisa diganggu gugat. Padahal akar masalahnya justru terletak pada kapitalisme itu
sendiri.
Berangkat dari faktor-faktor inilah, Dr. Abdurrahman al-Malikiy mengetengahkan buku AsSiysah al-Iqtishdiyyah al-Mutsla (Politik ekonomi Ideal) sebagai wujud perhatian beliau
terhadap keadaan kaum muslim di bidang ekonomi.
Dalam buku ini Dr. Abdurrahman al-Maliki menguraikan kesalahan-kesalahan paradigmatik
sistem ekonomi kapitalis dan sosialis berikut pandangan-pandangan derivatifnya. Beliau
juga menjelaskan isu-isu penting yang berhubungan dengan utang luar negeri, sistem
moneter, program pendanaan untuk kegiatan pertanian dan industri, neraca pertumbuhan,
jaminan terhadap kebutuhan-kebutuhan primer bagi rakyat, dan lain sebagainya.
Semua ini dilakukan agar perencanaan dan program pembangunan ekonomi di negeri kaum
muslim benar-benar mampu mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran yang sebesarbesarnya bagi rakyat dan selalu sejalan dengan syariah Islam. Lebih dari itu, buku ini bisa
menjadi bekal bagi daulah Islamiyah untuk dapat menjadi negara mandiri yang kuat secara
ekonomi dan politik.

Jika Anda membaca satu-persatu topik yang ada dalam buku ini, niscaya Anda akan
menemukan paradigma baru dalam melihat persoalan-persoalan ekonomi dunia serta apa
yang sesungguhnya terjadi di negeri-negeri kaum muslim. Anda akan menyadari
sepenuhnya bahwa program pembangunan ekonomi yang disodorkan kaum kapitalis Barat
sejatinya bukan untuk mengantarkan Dunia Ketiga menjadi negara yang kuat, tetapi justru
untuk melanggengkan penjajahan dan dominasi mereka atas Dunia Ketiga.
Politik ekonomi Islam
Dr. Abdurrahman al-Maliki menyatakan bahwa politik ekonomi Islam adalah sejumlah
hukum (kebijakan) yang ditujukan untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan primer setiap
individu dan terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan pelengkap (kebutuhan sekunder dan
tersier) sesuai dengan kadar kemampuannya. Untuk itu, semua kebijakan ekonomi Islam
harus diarahkan untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan asasi dan (jika memungkinkan)
terpenuhinya kebutuhan pelengkap pada setiap orang (perindividu) yang hidup di dalam
daulah Islamiyah, sesuai dengan syariah Islam.
Dengan demikian, politik ekonomi Islam didasarkan pada empat pandangan dasar:

1. Setiap orang adalah individu yang membutuhkan pemenuhan atas kebutuhankebutuhannya.

2. Adanya jaminan bagi setiap individu yang hidup di dalam daulah Islamiyah untuk
memenuhi kebutuhan primernya.

3. Islam mendorong setiap orang untuk berusaha dan bekerja mencari rezeki agar
mereka bisa mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan hidup; alias bisa
memasuki mekanisme pasar.

4. Negara menerapkan syariah Islam untuk mengatur seluruh interaksi di tengahtengah masyarakat serta menjamin terwujudnya nilai-nilai keutamaan dan keluhuran
dalam setiap interaksi, termasuk di dalamnya interaksi ekonomi.
Atas dasar itu, politik ekonomi Islam tidak sekadar diarahkan untuk meningkatnya pendapat
nasional (GNP) atau disandarkan pada pertumbuhan ekonomi nasional, keadilan sosial, dan
lain sebagainya. Politik ekonomi Islam terutama ditujukan untuk menjamin terpenuhinya
kebutuhan primer secara menyeluruh bagi setiap orang yang hidup di daulah Islamiyah.
Atas dasar itu, persoalan ekonomi bukanlah bagaimana meningkatkan kuantitas produksi
barang dan jasa, tetapi sampainya barang dan jasa itu kepada setiap orang (distribusi).
Hanya saja, pertumbuhan ekonomi juga menjadi obyek yang diperhatikan dan hendak

diselesaikan di dalam sistem ekonomi Islam. Dari sini bisa disimpulkan, bahwa obyek
persoalan ekonomi dalam sistem ekonomi Islam ada macam: (1) politik ekonomi; (2)
pertumbuhan kekayaan.
Politik ekonomi Islam mencakup dua pembahasan penting: (1) sumber-sumber ekonomi;
(2) garis-garis besar kebijakan yang berkaitan dengan jaminan pemenuhan kebutuhan
primer (basic needs). Pertumbuhan ekonomi harus bertumpu pada empat kebijakan
penting: politik pertanian; politik industri; pendanaan-pendanaan proyek; dan penciptaan
pasar-pasar luar negeri untuk produk-produk daulah Islamiyah.
Pada dasarnya, sumber-sumber ekonomi ada empat macam; pertanian, perindustrian,
perdagangan, dan tenaga manusia (jasa). Sumber-sumber ekonomi lain, semisal dari sektor
pariwisata, transportasi, gaji, dan lain sebagainya dianggap sebagai sumber pelengkap;
bukan sumber ekonomi primer. Untuk itu, kebijakan-kebijakan yang berkenaan dengan
sumber ekonomi dikonsentrasikan pada empat sektor di atas: pertanian, perindustrian,
perdagangan, dan tenaga manusia.
Setelah terurai dengan jelas apa saja yang menjadi sumber-sumber primer ekonomi, buku
ini menjabarkan secara lebih detail paradigma dan hukum Islam penting yang berhubungan
dengan sumber-sumber ekonomi tersebut (yakni; persoalan pertanian, perindustrian,
perdagangan, dan tenaga manusia). Penulis juga memaparkan sejumlah pandangan keliru
yang berkaitan dengan persoalan tanah, industri, perdagangan, dan tenaga manusia. Misal:
dalam hal tanah, beliau mengkritik teori persamaan kepemilikan tanah, land reform, yang
disodorkan oleh kaum sosialis. Beliau juga mengetengahkan solusi untuk mengatasi
feodalisme, yakni penguasaan tanah yang sangat luas oleh orang-orang tertentu.
Dalam masalah industri, beliau menekankan pentingnya perindustrian untuk menopang
ekonomi negara. Beliau juga menyatakan, bahwa hukum asal dari industri adalah milik
individu. Namun, industri bisa berubah menjadi milik umum ketika bahan mentah yang
hendak diolah adalah milik umum.
Dalam masalah tenaga manusia, beliau juga mengurai paradigma perburuhan,
permasalahan perburuhan, persoalan-persoalan yang berkaitan dengan jaminan sosial,
dasar penetapan gaji buruh; serta kritik terhadap pandangan kaum kapitalis maupun
sosialis berkaitan dengan persoalan perburuhan, jaminan sosial untuk buruh, dan
sebagainya. Dalam masalah perburuhan ini, beliau juga mengurai pandangan kaum kapitalis

dan sosialis dalam masalah jaminan sosial, jaminan atas pemenuhan kebutuhan primer, dan
lain sebagainya.
Dalam masalah perdagangan, beliau juga mengurai pandangan dasar serta hukum-hukum
yang berkenaan dengan perdagangan, mata uang, kurs mata uang, dan lain sebagainya.
Adapun terkait dengan pertumbuhan ekonomi, meskipun peningkatan kekayaan dengan
cara menciptakan proyek-proyek ekonomi tidak terkait dengan pandangan hidup tertentu
(karena bersandar pada ilmu ekonomi yang bebas nilai (free of value), tidak bisa dipungkiri
bahwa pandangan hidup tertentu sangat berpengaruh dalam penetapan langkah-langkah
untuk membangun proyek-proyek tersebut. Karena itu, penetapan proyek-proyek yang
berhubungan dengan masalah pertumbuhan ekonomi harus didasarkan pada pandangan
hidup Islam. Kebijakan-kebijakan untuk peningkatan kekayaan ekonomi ini bertumpu pada
kebijakan (politik) dalam bidang pertanian, industri, pendanaan proyek dan penciptaan
pasar luar negeri untuk produk-produk daulah Islamiyah.
Kebijakan dalam bidang pertanian didasarkan pada sebuah paradigma, bahwa proyekproyek pertanian dilaksanakan sesuai dengan hukum-hukum syariah yang berhubungan
dengan tanah. Dengan demikian, proyek-proyek untuk produksi pertanian mengikuti status
kepemilikan atas lahan-lahan pertanian. Menurut al-Maliki, status lahan-lahan pertanian
tersebut kebanyakan adalah milik individu, bukan milik negara maupun umum. Untuk itu,
negara tidak memiliki peran terlalu menonjol dari proyek-proyek pertanian. Dengan kata
lain, proyek-proyek pertanian adalah proyek yang bersifat individual, bukan komunal.
Namun demikian, negara bertanggung jawab memberikan modal kepada petani yang tidak
memiliki modal untuk menggarap lahan pertaniannya. Negara juga bertanggung jawab
penuh dalam pembangunan proyek-proyek infrastruktur seperti pembuatan jalan, irigasi,
bendungan, dan lain sebagainya sesuai dengan prinsip-prinsip keseimbangan.
Politik pertanian dirancang sedemikian rupa untuk meningkatkan produksi pertanian;
biasanya ditempuh dengan cara intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian. Semua kebijakan
(politik) pertanian harus ditujukan untuk meningkatkan produksi pada tiga produk penting:

1. Produksi bahan makanan; agar ada ketersediaan bahan makanan pokok bagi rakyat.
Pasalnya, makanan pokok merupakan salah satu kebutuhan primer yang harus
dipenuhi.

2. Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk membuat pakaian seperti kapas, wol, pohon
rami, dan lain sebagainya. Produk-produk semacam ini sangat penting karena ia
termasuk kebutuhan primer.

3. Komoditas ekspor yang memiliki pasaran di luar negeri seperti palawija, karet, kopra,
cengkeh, sutra, kapas, dan lain sebagainya.
Ini jika ditinjau dari aspek peningkatan produksi.
Adapun ditinjau dari aspek pembangunan infrastruktur, seharusnya negara menitik-beratkan
pada pembangunan infrastruktur-infrastruktur industri agar terjadi revolusi industri yang
bisa mendorong terjadinya kemajuan di bidang ekonomi. Sebab, tujuan dari pembangunan
ekonomi adalah menciptakan kemajuan materi. Hal ini tidak bisa diwujudkan kecuali dengan
revolusi industri. Sayang, Barat telah meracuni negeri-negeri kaum muslim dengan program
pembangunan yang menitikberatkan pada bidang pertanian, baru kemudian industri. Semua
ini ditujukan agar di negeri-negeri kaum muslim tidak terjadi revolusi industri. Akibatnya,
sampai sekarang, negeri-negeri kaum muslim tidak pernah maju dan kuat secara ekonomi.
Adapun politik industri ditujukan untuk menjadikan negara sebagai negara industri. Tujuan
ini hanya bisa tercapai dengan cara memproduksi alat-alat berat yang digunakan untuk
menunjang proyek-proyek pembangunan negara lainnya, dan untuk memangkas
ketergantungan kepada pihak asing. Untuk itu, pembangunan sektor industri harus
mendapatkan porsi perhatian yang sangat serius untuk mempercepat terjadinya revolusi
industri di negara tersebut.
Sementara itu, kebijakan dalam pendanaan proyek-proyek sesungguhnya bergantung pada
jenis proyek itu sendiri, apakah termasuk sektor privat ataukah sektor publik. Jika proyekproyek pembangunan itu termasuk sektor privat maka negara hanya memberikan bantuanbantuan kepada pelaku proyek, dan menyediakan infrastrukturnya saja. Jika proyek itu
termasuk sektor publik maka pendanaan untuk proyek-proyek semacam ini membutuhkan
pengkajian yang mendalam. Pendanaan untuk proyek-proyek semacam ini harus bersandar
pada kas negara yang tersimpan di Baitul Mal. Dalam hal ini, negara tidak boleh bersandar
pada utang luar negeri. Sebab, telah tampak jelas bahaya utang luar negeri bagi negaranegara pengutang. Untuk itu, pembaca bisa membaca ulasan Dr. Abdurrahman al-Maliki
mengenai bahaya utang luar negeri bagi kaum muslim.
Khatimah

Pembangunan di negeri-negeri kaum muslim yang mengikuti program dan arahan Barat
telah terbukti tidak mengantarkan negeri-negeri kaum muslim menjadi negara yang
makmur dan kuat secara ekonomi. Bahkan negeri-negeri kaum muslim terus terpuruk dan
semakin bergantung pada kaum kafir Barat. Bahkan program pembangunan di Dunia Ketiga
justru dijadikan senjata oleh kaum kafir untuk menguras kekayaan alam dan menghalangi
negeri-negeri itu menjadi negara industri yang kuat dan tangguh. Untuk itu, sudah
selayaknya kaum muslim menyadari sepenuhnya rencana-rencana jahat kaum kafir di balik
program pembangunan dan rekonstruksi Dunia Ketiga.
Buku ini penting dibaca, khususnya oleh para penguasa muslim dan pembuat kebijakan
ekonomi negara. Dengan itu, program pembangunan dan kebijakan ekonomi di negerinegeri kaum muslim benar-benar mampu mengantarkan mereka menuju kesejahteraan dan
menjadikan mereka sebagai negara yang kuat dan tangguh, bukan menjadi negara lemah
yang terus dijadikan sapi perahan kaum imperialis Barat dan menjadi pasar bagi produkproduk Barat.
Wallhu alam bi ash-shawb. [Fathiy Syamsuddin Ramadlan al-Nawiy]

Anda mungkin juga menyukai