Pengantar
Telaah kitab kali ini mengupas karya al-Allamah Atha Abu Rasytah yang
berjudul Al-Azmt al-Iqtishdiyyah, Wqiuh wa Mulajatuh (Krisis
ekonomi, Realitas dan Solusinya). Secara umum, buku ini memberikan
gambaran utuh mengenai realitas krisis ekonomi suatu negara serta solusi
untuk menyelesaikan masalah tersebut. Krisis ekonomi di sini mencakup persoalan
penambahan volume, pengadaan, dan stabilitas kekayaan suatu negara; juga meliputi cara
pendistribusiannya di tengah-tengah masyarakat.
Berbeda dengan krisis lain, krisis ekonomi negara biasanya merupakan krisis berat yang
membutuhkan curahan tenaga lebih untuk menyelesaikannya. Untuk itu, krisis ini harus
dipecahkan dengan segera, dan tidak boleh dibiarkan berlarut-larut hingga menyebabkan
kehancuran suatu negera.
uangnya dengan emas yang tersimpan di Bank Sentral hanya bisa menukarkan uangnya
pada batas tertentu. Di Prancis, misalnya, batas minimalnya adalah 12 kg emas yang
nilainya setara dengan 215.000 frank. Nilai ini terlalu besar sehingga menyulitkan orang
untuk mendapatkan emas yang penggunaannya telah dibatasi dalam perdagangan luar
negeri. Ketentuan tersebut juga menyulitkan orang yang memiliki sejumlah uang yang tidak
mencapai batas minimal untuk menukarkannya dengan emas.
Akan tetapi, penggunaan sistem emas ini tidak bertahan lama, terutama setelah terjadi
krisis ekonomi dunia (malaise) pada tahun 1926, yang menyebabkan banyak negara
membutuhkan uang dalam skala besar. Pada tahun 1931, Inggris meninggalkan sistem
emas, diikuti oleh Prancis pada tahun 1936, dan amerika pada tahun 1933.
Pada tahun 1944, diadakan pertemuan di Bretton Woods yang menyepakati untuk kembali
ke sistem emas. Namun, sistem Bretton Woods ini berbeda dengan sistem emas
sebelumnya. Butir kesepakatan yang ditelorkan dalam konferensi Bretton Woods adalah
sebagai berikut:
1. Negara anggota harus mengaitkan satuan mata uangnya dengan emas murni pada
neraca tertentu, namun tidak memberikan kebebasan kepada setiap individu atau
organisasi menukarkan mata uangnya dengan emas yang ada di Bank Sentral. Hanya
dolar saja yang bisa ditukarkan dengan emas jika dinisbahkan pada ketersediaannya di
luar negeri. Ketentuan semacam ini didasarkan oleh dua sebab. Pertama: amerika
memiliki cadangan emas terbesar di dunia, yakni sebesar 2/3 dari total ketersediaan
emas di seluruh dunia, nilainya setara dengan 25 milyar dollar. Kedua: adanya ambisi
amerika untuk mendominasi politik dan ekonomi dunia. Dengan sistem ini, negaranegara dunia tidak lagi mengaitkan mata uangnya dengan emas murni, namun dengan
uang kertas yang dikeluarkan oleh amerika yang bernama dolar. Dengan sistem ini,
amerika dengan bebas bisa menukarkan mata uangnya dengan emas, namun
sebaliknya, negara yang menyimpan mata uang dolar AS di Bank Sentralnya justru tidak
bebas menukarkan dolarnya di Bank Sentral amerika. Karena itu, sistem Bretton Woods
disebut dengan sistem Pertukaran Emas. Disebut demikian karena mata uang negara
yang ada di dunia bisa ditukarkan dengan mata uang pengganti dari emas, yakni dolar.
2. Negara anggota wajib menetapkan nilai tukar mata uangnya berdasarkan kebijakan
negara yang disesuaikan dengan back up emas dan dolar yang memungkinkan
ditukarkan dengan emas. Konferensi ini memberikan toleransi hingga 1% untuk nisbah
nilai pertukarannya.
3. Konferansi ini juga mencetuskan lahirnya dua lembaga moneter dunia, IMF dan World
Bank, yang dikemudian hari terbukti hanya menjadi alat amerika untuk memaksakan
sejumlah kebijakan politik dan ekonominya. Bahkan kedua lembaga ini juga terbukti
tidak mampu mengatasi krisis, malah semakin memperparah krisis negara berkembang.
sistem Bretton Woods ini terus bertahan hingga akhirnya amerika mengumumkan untuk
tidak mengaitkan dolar dengan emas, pada tahun 1971. Setelah itu, nilai mata uang tidak
lagi dijamin oleh emas dan perak, tetapi dijamin berdasarkan undang-undang negara.
Akibatnya, sistem moneter dunia tidak lagi stabil dan rentan meledakkan krisis ekonomi
yang berlarut-larut.
2. Kesetimbangan Neraca Pembayaran.
Kesetimbangan neraca pembayaran adalah perhitungan menyeluruh terhadap pembayaran
(transaksi internasional) antar negara untuk periode tertentu, tanpa memperhatikan lagi
tabiat transaksinya. Biasanya, neraca pembayaran dibagi menjadi dua neraca: (1) neraca
kredit; (2) neraca debet. Neraca kredit meliputi penjualan barang dan jasa ke luar negeri;
setiap pendapatan investasi penduduk domestik yang berada di luar negeri dalam ekonomi
domestik, penerimaan uang dari luar negeri, hibah atau hadiah dari luar negeri, dan
penjualan saham dan obligasi ke luar negeri dan lain-lain. Neraca debet meliputi pembelian
barang dan jasa dari luar negeri (impor), kembalinya pendapatan investasi milik penduduk
negara asing yang berada dalam ekonomi domestik, setiap pengeluaran uang ke luar
negeri, pemberian hadiah atau hibah ke luar negeri, dan pembelian saham atau obligasi dari
luar negeri.
Untuk itu, neraca pembayaran menunjukkan pergerakan uang dari suatu negara ke negara
lain. Namun, ia tidak menunjukkan nilai keseluruhan yang menjadi hak atau kewajiban
suatu negara terhadap dunia internasional.
Neraca ekspor berjalan dan impor berjalan yang berlangsung pada 1 tahun disebut
dengan neraca perdagangan. Adapun neraca ekspor dan impor berjalan maupun yang tidak
berjalan dinamakan dengan transaksi perdagangan dalam neraca pembayaran. Biasanya,
neraca perdagangan merupakan item terpenting yang bisa menggambarkan banyak hal,
bahkan, hampir 2/3 dari kondisi keseluruhan. Hanya saja, neraca pembayaran tidak selalu
Begitu pula sistem mata uang kertas biasa, sistem ini juga rentan terhadap krisis. Pasalnya,
nilai mata uang di suatu negara terkait dengan nilai mata uang negara lain. Bahkan nilai
mata uang suatu negara sangat dipengaruhi oleh kondisi politik dan ekonomi negara lain.
Akibatnya, jika mata uang negara lain terkena krisis, krisis itu akan menjalar dengan sangat
cepat ke negara lain. Kita bisa menyaksikan dengan mata telanjang. Ketika krisis moneter
menyerang Thailand, maka dengan segera krisis ini menjalar hampir di seluruh negara Asia
menjadi krisis multidimensional.
Semua ini menunjukkan bahwa krisis moneter yang memukul dunia, lebih disebabkan oleh
sistem moneternya yang sangat lemah.
dikuasai sekelompok manusia saja, tentu akan terjadi persoalan ekonomi pada sekelompok
manusia lain, akibat ketidakmampuannya mengakses barang dan jasa. Atas dasar itu,
masalah distribusi barang dan jasa di tengah-tengah masyarakat merupakan masalah
mendasar dalam kehidupan ekonomi masyarakat.
langkah-langkah tersebut di kemudian hari justru semakin menambah beban berat bagi
neraca pembayaran.
Sebenarnya, masih banyak hal-hal penting lain yang bisa diambil dari buku ini. Namun,
karena keterbatasan tempat, hal-hal penting itu tidak bisa disarikan dalam telaah kitab kali
ini.
Sungguh, buku ini merupakan sumbangsih berharga dari Amir Hizbut Tahrir untuk
menyelesaikan krisis ekonomi yang disebabkan oleh kerapuhan sistem moneter dunia dan
neraca pembayaran negara.
Wallhu alam bi ash-shawb. [Fathiy Syamsuddin Ramadlan al-Nawiy]