Anda di halaman 1dari 20

Hipertensi dalam Kehamilan

Hipertensi dalam kehamilan menjadi penyulit 5-10% dari semua kejamilan. WHO secara
sistematis menggambarkan angka mortalitas di seluruh dunia. Pada negara berkembang, 16%
kematian pada maternal disebabkan karena kelainan hipertensi. Angka mortalitas tersebut lebih
besar dari 3 penyebab lainnya : perdarahan (13%), aborsi (8%), dan sepsis (2%).

Klasifikasi
Pembagian klasifikasi
Klasifikasi yang dipakai di Indonesia adalah berdasarkan Report of the National High Blood
Pressure Education Program Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy tahun 2001,
ialah:
1. Hipertensi kronik
2. Preeklampsia-eklampsia
3. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia
4. Hipertensi gestasional.

Penjelasan pembagian klasifikasi


1. Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu atau
hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur kehamilan 20 minggu dan
hipertensi menetap sampai 12 minggu pascapersalinan.
2. Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan
proteinuria
3. Eklampsia adalah preeklampsia yang disertai dengan kejang-kejang dan/atau koma

4. Hipertensi kronik dengan superimpose preeklampsia adalah hipertensi kronik disertai


tanda-tanda preeklampsia atau hipertensi kronik disertai proteinuria
5. Hipertensi gestasional (disebut juga transient hypertension) adalah hipertensi yang timbul
pada kehamilan tanpa disertai proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3 bulan
pascapersalinan atau kehamilan dengan tanda-tanda preeklampsia tetapi tanpa proteinuria

Penjelasan Tambahan
1. Hipertensi ialah tekanan darah sistolik dan diastolic > 140/90 mmHg. Pengukuran
tekanan darah sekurang-kurangnya dilakukan 2 kali selang 4 jam. Kenaikan tekanan
darah sistolik > 30 mmHg dan kenaikan tekanan darah diastolik > 15 mmHg sebagai
parameter hipertensi sudah tidak dipakai lagi.
2.

Proteinuria ialah adanya 300 mg protein dalam urin selama 24 jam atau sama dengan >
1+ dipstick

3.

Edema, dahulu edema tungkai, dipakai sebagai tanda-tanda preeklampsia, tetapi


sekarang edema tungkai tidak dipakai lagi, kecuali edema generalisata (anasarka). Perlu
dipertimbangkan faktor risiko timbulnya hipertensi dalam kehamilan, bila didapatkan
edema generalisata, atau kenaikan berat badan > 0,57 kg/minggu. Primigravida yang
mempunyai kenaikan berat badan rendah, yaitu < 0,34 kg/minggu, menurunkan risiko
hipertensi, tetapi menaikkan risiko berat badan bayi rendah.

Preeklampsia Ringan
Definisi
Preeklampsia ringan adalah suatu sindroma spesifik kehamilan dengan menurunnya
perfusi organ yang berakibat terjadinya vasospasme pembuluh darah dan aktivasi endotel.

Diagnosis
Diagnosis preeklampsia ringan ditegakkan berdasar atas timbulnya hipertensi disertai proteinuria
dan/atau edema setelah kehamilan 20 minggu.
Hipertensi: sistolik/diastolik > 140/90 mmHg. Kenaikan sistolik > 30 mmHg dan kenaikan
diastolik > 15 mmHg tidak dipakai lagi sebagai kriteria preeklampsia.
Proteinuria: > 300 mg/24 jam atau > 1 + dipstik.
Edema: edema lokal tidak dimasukkan dalam kriteria preeklampsia, kecuali edema pada

lengan, muka dan perut, edema generalisata.

Manajemen umum preeklampsia ringan


Pada setiap kehamilan disertai penyulit suatu penyakit, maka selalu dipertanyakan, bagaimana :
sikap terhadap penyakitnya, berarti pemberian obat-obatan, atau terapi medika mentosa
sikap terhadap kehamilannya; berarti mau diapakan kehamilan ini
apakah kehamilan akan diteruskan sampai aterm?
Disebut perawatan kehamilan konservatif atau ekspektatif
apakah kehamilan akan diakhiri (diterminasi)?
Disebut perawatan kehamilan aktif atau agresif

Tujuan utama perawatan preeklampsia


Mencegah kejang, perdarahan intrakanial, mencegah gangguan fungsi organ vital, dan
melahirkan bayi sehat.

Rawat jalan (ambulatoir)


Ibu hamil dengan preeklampsia ringan dapat dirawat secara rawat jalan. Dianjurkan ibu
hamil banyak istirahat (berbaring/tidur miring), tetapi tidak harus mutlak selalu tirah baring.
Pada umur kehamilan di atas 20 minggu, tirah baring dengan posisi miring menghilangkan
tekanan rahim pada v. kava inferior, sehingga meningkatkan aliran darah balik dan akan
menambah curah jantung. Hal mi berarti pula meningkatkan aliran darah ke organ-organ vital.
Penambahan aliran darah ke ginjal akan meningkatkan filtrasi glomeruli dan meningkatkan
5

diuresis.Diuresis dengan sendirinya meningkatkan ekskresi natrium, menurunkan reaktivitas


kardiovaskular,

sehingga

mengurangi

vasospasme.

Peningkatan

curah

jantung

akan

meningkatkan pula aliran darah rahim, menambah oksigenasi plasenta, dan memperbaiki kondisi
janin dalam rahim.
Pada preeklampsia tidak perlu dilakukan restriksi garam sepanjang fungsi ginjal masih
normal. Pada preeklampsia, ibu hamil umumnya masih muda, berarti fungsi ginjal masih bagus,
sehingga tidak perlu restriksi garam.
Diet yang mengandung 2 g natrium atau 4 6 g NaC1 (garam dapur) adalah cukup.
Kehamilan sendiri lebih banyak membuang garam lewat ginjal, tetapi pertumbuhan janin justru
membutuhkan lebih banyak konsumsi garam. Bila konsumsi garam hendak dibatasi, hendaknya
diimbangi dengan konsumsi cairan yang banyak, berupa susu atau air buah.
Diet diberikan cukup protein, rendah karbohidrat, lemak, garam secukupnya, dan
roboransia pranatal. Tidak diberikan obat-obat diuretik, antihipertensi, dan sedatif. Dilakukan
pemeriksaan laboratorium Hb, hematokrit, fungsi hati, urin lengkap, dan fungsi ginjal.

Rawat inap (dirawat di rumah sakit)


Pada keadaan tertentu ibu hamil dengan preeklampsia ringan perlu dirawat di rumah
sakit. Kriteria preeklampsia ringan dirawat di rumah sakit, ialah (a) bila tidak ada perbaikan :
tekanan darah, kadar proteinuria selama 2 minggu (b) adanya satu atau lebih gejala dan tandatanda preeklampsia berat. Selama di rumah sakit dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
laboratorik. Pemeriksaan kesejahteraan janin, berupa pemeriksaan USG dan Doppler khususnya
untuk evaluasi pertumbuhan janin dan jumlah cairan amnion Pemeriksaan nonstress test
dilakukan 2 kali seminggu dan konsultasi dengan bagian imata, jantung dan lain - lain.

Perawatan obstetrik yaitu sikap terhadap kehamilannya

Menurut Williams, kehamilan preterm ialah kehamilan antara 22 minggu sampai < 37
minggu. Pada kehamilan preterm (< 37 minggu), bila tekanan darah mencapai normotensif,
selama perawatan, persalinannya ditunggu sampai aterm.
Sementara itu, pada kehamilan aterm (> 37 minggu), persalinan ditunggu sampai terjadi
onset persalinan atau dipertimbangkan untuk melakukan induksi persalinan pada taksiran tanggal
persalinan. Persalinan dapat dilakukan secara spontan; bila perlu memperpendek kala II.

Preeklampsia Berat
Definisi
Preeklampsia berat adalah preeklampsia dengan tekanan darah 160/110 mmHg disertai
dengan proteinuria lebih dari 5g/24 jam atau +3 dengan tes kualitatif dipstick.
Diagnosis
Diagnosis preeklampsia berat ditegakkan bila kriteria preeklampsia dipenuhi dan
ditemukan satu atau lebih gejala sebagai berikut:

Tekanan darah sistolik 160 mmHg, diastolik 110 mmHg dan tidak menurun
meskipun ibu hamil telah dirawat di rumah sakit dan menjalani perawatan tirah

baring.
proteinuria lebih dari 5g/24 jam atau +3 dengan tes kualitatif dipstick.
Oliguria, yaitu produksi urin < 500 cc/24 jam.
Kenaikan kadar kreatinin plasma.
Gangguan visus dan serebral dengan gejala penurunan kesadaran, nyeri kepala,

skotoma, dan pandangan kabur.


Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen akibat

teregangnya kapsula Glisson.


Edema paru dan sianosis.
Hemolisis mikroangiopatik
Trombositopenia berat dengan trombosit kurang dari 100.000 sel/mm3 atau

penurunan trombosit cepat.


Gangguan fungsi hepar karena kerusakan hepatoselular yang ditandai dengan

peningkatan kadar alanin dan SGOT serta SGPT.


Pertumbuhan janin yang terhambat.
7

Sindrom HELLP

a. Pembagian preeklampsia berat


Preeklampsia berat dapat dibagi menjadi impending dan non-impending preeklampsia.
Disebut impending preeklampsia jika preeklampsia berat disertai dengan gejala-gejala
subyektif berupa nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium
atau kuadran kanan atas abdomen, dan kenaikan progresif tekanan darah.
b. Perawatan dan pengobatan preeklampsia
Tujuan utama perawatan preeklampsia adalah mencegah kejang, perdarahan intrakranial,
mencegah gangguan fungsi organ vital, dan melahirkan bayi yang sehat. Perawatan dan
pengobatan preeklampsia berat meliputi:
Sikap terhadap penyakitnya:
o Monitoring di rumah sakit
Pemeriksaan sangat teliti diikuti dengan observasi harian tentang tandatanda klinik berupa nyeri kepala, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri
epigastrium atau kuadran kanan atas abdomen, dan kenaikan cepat berat
badan. Perlu dilakukan penimbangan berat badan, pengukuran proteinuria,
pengukuran tekanan darah, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan USG
dan NST.
o Pengelolaan cairan
Pengelolaan cairan merupakan perawatan yang penting karena penderita
preeklampsia berat mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya edema paru
dan oliguria. Penyebab terjadinya kedua keadaan tersebut belum jelas
diketahui, namun faktor yang sangat menentukan adalah hipovolemia,
vasospasme, kerusakan sel endotel, penurunan gradien tekanan onkotik
koloid.
Oleh karena itu, monitoring input dan output cairan menjadi sangat
penting dan perlu dilakukan secara cermat dan teliti. Bila terjadi edema
paru, perlu segera dilakukan tindakan koreksi. Cairan yang dapat
digunakan berupa RLD5 atau cairan garam faali dengan tetesan
<125cc/jam atau Infus Dekstrose 5% yang tiap liter diselingi infus RL (60125cc/jam) 500cc.

Perlu dilakukan pemasangan foley kateter untuk memantau urine output.


Oliguria terjadi jika [roduksi urine < 30 cc/jam dalam 2-3 jam atau < 500
ml/24 jam.
o Pencegahan kejang
Obat antikejang yang banyak dipakai di Indonesia adalah magnesium
sulfat (MgSo47H2O). Magnesium sulfat bekerja menghambat atau
menurunkan kadar asetilkolin pada rangsangan serat saraf dengan
menghambat

transmisi

neuromuskular.

Transmisi

neuromuskular

membutuhkan kalsium pada sinaps. Magnesium sulfat bekerja sebagai


kompetitif inhibitor kalsium dan magnesium, sehingga tidak terjadi
rangsangan. Sampai saat ini magnesium sulfat tetap menjadi pilihan
pertama untuk antikejang pada preeklampsia dan eklampsia.
Berikut beberapa cara pemberian magnesium sulfat:
Loading dose secara intravena 4-6 gram (40% dalam 10cc) selama

15-20 menit atau 10 gram secara IM.


Maintenance dose 1 gr/jam di maintain sec infus hingga 24 jam
setelah melahirkan atau 24 jam.

Syarat-syarat pemberian magnesium sulfat:

Tersedia Ca glukonas 10%, sebagai antidotum magnesium sulfat,

diberikan secara intravena dalam 3 menit.


Refleks patella kuat.
Frekuensi napas > 16x/menit, tidak ada tanda distres pernapasan.
Urine output >100 ml/4 jam

Magnesium sulfat dihentikan jika:

Ada tanda intoksikasi


24 jam pasca persalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir

Beberapa contoh obat antikejang lain diasepam, fenitoin, sodium


amobarbital, dan tiopental sodium.
o Pengobatan hipertensi
Cut off yang diusulkan oleh belfort adalah 160/110mmHg dan MAP
126mmHg. Antihipertensi yang banyak diberikan di Indonesia adalah
nifedipin.
9

Antihipertensi lini pertama


Nifedipin 10-20mg per oral, diulang setelah 30menit, dengan
dosis maksiumum 120mg/24jam.
Antihipertensi lini kedua
Sodium nitroprusside 0.25g

iv/kg/menit

(infus),

ditingkatkan 0.25g iv/kg/5menit.


Diazokside 30-60mg iv/5menit atau intravena infus
10mg/menit dititrasi.
Antihipertensi dalam

penelitian

adalah

Isradipin,

nimodipin, ketan serin


Antihiptensi lain adalah hidralazin, labetolol, klonidine.
o Pengobatan supportif
Pembeian antasida untuk menetralisit asam lambung, sehingga jika
sewaktu-waktu terjadi kejang, resiko aspirasi cairan lambung yang

sangat asam dapat dihindari.


Pemberian diuretikum (furosemida) bila ada edema paru, payah

jantung kongestif, dan edema anasarka.


Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin pada
kehamilan 32-34 minggu dengan dosis 2 kali per 24 jam, juga

dapat diberikan pada sindrom HELLP.


Pemberian simptomatik berupa antipiretik jika terjadi demam,
analgetika untuk mengurangi nyeri.

Sikap terhadap kehamilannya


o Aktif (manajemen agresif)
Kehamilan diterminasi bersamaan dengan medikamentosa. Indikasi
manajemen aktif ini bila didapat satu atau lebih keadaan ini :
Ibu :
o Umur kehamilan 37minggu
o Adanya tanda-tanda Impending Eclampsia,
o Gagal perawatan konservatif,
o Diduga terjadi solusio plasenta,
o Timbul onset persalinan, ketuban pecah atau perdarahan.
Janin :
o Adanya tanda-tanda fetal distress,
o Adanya tanda-tanda IUGR,
o NST nonreaktif dengan profil biofisik abnormal,
10

o Terjadi oligohidramnion.
Lab :
o Tanda Sindroma HELLP, khususnya penurunan trombosit
dengan cepat.

o Konservatif (ekspetatif)
Indikasi perawatan konservatif bila kehamilan preterm 37minggu tanpa
disertai tanda-tanda Impending Eclampsia dengan keadaan janin baik.
Pemberian pengobatan sama pada pengobatan secara aktif. Selama
perawatan

konservatif,

sikap

terhadap

kehamilannya

hanya

mengobservasi dan mengevaluasi tanpa terminasi kehamilan.

Eklampsia
Definisi
Definisi dari eklampsia adalah adanya kejang, yang tidak disebabkan oleh penyakit
neurologis (seperti epilepsi) dan memenuhi kriteria preeklampsia. Eklampsia bisa terjadi selama
kehamilan (eklampsia gravidarum), selama persalinan (eklampsia parturientum), dan post partum
(eklampsia puerperale). Late Postpartum eclampsia didefinisikan sebagai eklampsia yang terjadi
> 48 jam, tapi kurang dari 4 minggu setelah persalinan. Eklampsia dipercaya jarang terjadi > 48
jam paska persalinan.
Angka kejadian dari eklampsia antara lain terjadi 1 dari 1600 kehamilan. Angka
mortalitas berkisar 12 % pada ibu hamil di seluruh dunia. Dari penelitian yang pernah dilakukan,
paling sering terjadi pada ibu < 19 tahun (46,8%), gestasi pertama (80,85%), gestasi 37-42
minggu (72,34%), dan tipe eklampsia tersering adalah eklampsia antepartum/ eklampsia
gravidarum (70,21%).
Pada preeklampsia berat yang dibandingan dengan preeklampsia ringan, insiden dari
eklampsia meningkat 3 kali lipat. Pencegahan terjadinya kejang atau kejang berulang penting
untuk manajemen pasien preeklampsia untuk mengurangi kasus morbiditas dan mortalitas pada
maternal.
Patogenesis

11

Patogenesisnya belum dipahami dengan baik, tapi mungkin disebabkan karena hilangnya
vasodilatasi normal akibat peningkatan jumlah tromboksan, endotelin, aktivitas saraf simpatis,
stress oksidatif, dan penurunan produksi NO.
Patogenesis dari kejang eklampsia saat ini masih dicari dan dispekulasi. Beberapa teori
dan mekanisme etiologi telah dihubungkan dengan faktor penyebabnya, namun tidak ada satu
pun yang secara pasti membuktikannya. Beberapa mekanisme penyebab dari patogenesis dari
kejang eklampsia

meliputi vasokontriksi serebri atau vasopasm, edema serebri atau infark

serebri, dan perdarahan serebri. Meski bagaimanapun, masih tidak jelas apakah temuan ini
merupakan penyebab atau memiki hubungan dengan kejang.
Patologi otak pada eklampsia
Penyebab dari eklampsia tidak diketahui, dan masih banyak pertanyaan yang tidak
terjawab berhubungan dengan patogenesis kejang pada manifestasi serebri. Patologi otak yang
ditemukan dalam otopsi pada pasien yang meninggal karena eklampsia adalah adanya edema,
infark, perdarahan (perdarahan mikro dan perdarahan parenkim otak). Meski pasien eklampsia
memiliki manifestasi abnormalitas neurologis, termasuk kebutaan, defisit motorik fokal, dan
koma, namun kebanyakan tidak ada yang permanen. Hal ini mungkin berhubungan dengan efek
sementara dari hipoksia, iskemik, atau edema.
Diagnosis
Diagnosis dari eklampsia ditandai adanya hipertensi, proteinuria, dan kejang. Namun
meski bagaimanapun, wanita yang menderita eklampsia menggambarkan tanda yang bervariasi
dari hipertensi berat dan proteinuria berat sampai hipertensi minimal atau proteinuria minimal.
Diagnosis banding
Diagnosis banding dari eklampsia tampak pada gambar di bawah ini

12

Kejang
Kejang pada eklampsia adalah kejang generalisata. Kebanyakan kejang terjadi
antepartum, tapi bisa selama persalinan atau 48 jam postpartum (disebut postpartum eclampsia).
Kejang pada eklampsia bisa dibedakan dengan kejang tipe lainnya dengan tidak adanya riwayat
kejang sebelum kehamilan.
Fase-fase kejang pada eklampsia, antara lain :

Aura
o Terjadi kurang lebih 30 detik
o Gejala berupa mata terbuka, kelopak mata dan tangan bergetar.
Kejang tonik
o Kurang lebih 30 detik
o Seluruh otot menjadi kaku, tangan menggenggam, pernafasan berhenti dan
wajah mulai sianotik, dan lidah dapat tergigit.
Kejang klonik
o Berlangsung 1-2 menit
o Semua otot berkontraksi dan berulang-ulang dalam tempo yang cepat.
Koma
o Lama ketidaksadaran berbeda-beda
o Secara perlahan penderita menjadi sadar kembali
13

o Dapat terjadi serangan baru dan berulang kembali.


Selama serangan tekanan darah meninggi, nadi cepat, dan suhu meningkat sampai 40
derajat.
Tatalaksana
Ada 4 prinsip utama yang perlu diperhatikan pada pasien eklampsia :

Resusitasi

Pencegahan dari kejang

MgSO4 ( 4 gram dalam 10-15 menit) diikuti dengan infus (1-2 gram/ jam)
untuk 24-48 jam. Tidak perlu mengukur Mg serum apabila fungsi ginjal
masih normal.

Pada kasus dengan kejang berikutnya, berikan 2-4 gram MgSO4 iv dalam
10 menit

Diazepam iv (2 mg/ menit sampai maksimun 10 mg) atau clonazepam (1-2


mg dalam 2-5 menit) bisa diberikan selama mempersiapkan MgSO4 saat
kejang terjadi

Infus magnesium tidak boleh diberikan > 12 jam pada pasien dengan
oliguria atau gangguan renal dan Mg serum harus dimonitor.

Kontrol hipertensi

Delivery ketika pasien stabil, monitoring ketat pada fetus


Hipoksemia maternal dan hiperkarbia mengganggu DJJ dan aktivitas
uterus selama dan sesaat setelah kejang. Perubahan DJJ bisa berupa bradikardi,
deselerasi lambat sementara, penurunan variabilitas, dan takikardia kompensatori.
Perubahan aktivitas uterus bisa berupa peningkatan frekuensi dan tonus.
Perubahan ini biasanya hilang secara spontan dalam 3-10 menit setelah terminasi
kejang dan koreksi hipoksemia maternal. Pasien tidak perlu tergesa-gesa
dilakukan SC, terutama apabila kondisi maternal tidak stabil. Lebih baik
menunggu utero recovery dari hipoksia dan hiperkarbia fetus. Namun apabila
bradikardia dan atau adanya deselerasi lambat berulang > 15 menit meskipun
telah semua usaha resusitasi, diagnosis abruptio plasenta harus diwaspadai.

14

Eklampsia, bukan indikasi untuk dilakukan SC. Untuk menentukan cara


persalinan bergantung pada usia kehamilan, kondisi fetus, kondisi maternal, keadaan
serviks, dan proses persalinan. Ada rekomendasik dilakukan sectio cesarean pada wanita
dengan usia kehamilan < 30 minggu yang tidak dalam proses melahirkan dan Bishop
Score < 5. Pasien yang dalam proses melahirkan atau ketuban pecah dini diperbolehkan
melahirkan secara per vaginam apabila tidak ada komplikasi obstetrik. Ketika persalinan
diindikasikan, perlu diawali dengan infus oksitosin atau prostaglandin pada semua pasien
dengan usia kehamilan > 30 minggu, atau Bishop score >5. Penanganan ini sama untuk
usia kehamilan < 30 minggu dan Bishop score minimal 5. Sebaiknya menstabilkan
hemodinamik pasien selama 2-4 jam baru memulai persalinan.
Setelah persalinan, pasien dengan eklampsia harus diawasi tanda-tanda vitalnya,
intake cairan dan outputnya, dan gejala minimal selama 48 jam. Ibu biasanya
mendapatkan cairan intravena dalam jumlah besar selama persalinan dan postpartum.
Selama

periode

postpartum

terdapat

mobilisasi

cairan

ekstraselular

sehingga

menimbulkan peningkatan volume intravaskular. Sebagai hasilnya, wanita dengan


eklampsia, terutama dengan gangguan fungsi ginjal, abruptio plasenta, dan hipertensi
kronik sebelumnya, mempunyai risiko yang tinggi untuk edema paru dan eksaserbasi
hipertensi kronik yang berat. Wanita ini harus dievaluasi cairan intravena, intake oral,
urine output, dan pulse oximetry dan auskultasi paru. Magnesium sulfat parenteral harus
dilanjutkan minimal 24 jam setelah persalinan dan atau minimal 24 jam setelah kejang
terakhir. Bila pasien dengan oliguria (< 100 mL/ 4 jam), maka tetesan infus dan dosis
magnesium sulfat harus dikurangi.
15

Setelah persalinan, agen antihipertensi seperti nifedipine bisa digunakan untuk


menjaga tekanan darah sistoli < 155 mmHg dan diastoli < 105 mmHg. Dosis yang
direkomendasikan adalah 10 mg per oral setiap 6 jam (maksimum 120 mg/ hari).
Nifedipine oral menjadi pilihan karena adanya peningkatan diuresis pada periode
postpartum. Penggunaan nifedipine kerja pendek dan MgSO4 terus menerus
berhubungan dengan blokade muskular ( depresi jantung, kelemahan otot). Apabila
terjadi blokade neuromuskular yang berlebihan bisa dikembalikan dengan pemberian 1
gram dalam larutan Ca glukonas 10%.

16

17

MgSO4 merupakan lini pertama untuk mencegah sekaligus menangani kejang.


Magnesium lebih superior dibandingkan diazepam atau fenitoin untuk mencegah kejang
eklampsia yang rekuren. Pemberian magnesium ini, bisa mengurangi risiko eklampsia
pada ibu yang preeklampsia lebih dari setengahnya. Bagaimana mekanisme yang
mendasari kerja dari magnesium masih diperdebatkan. Ion Mg adalah muscle relaxant
pada konsentrasi tinggi, namun tidak menurunkan tekanan darah sistemik (tidak berguna
untuk menangani preeklampsia)
Magnesium seharusnya sedikit lebih tinggi pada otak dan CSF namun keadaan ini
tidak bisa didapatkan apabila BBB masih intak, meski dengan serum Mg yang tinggi.
Kejang pada eklampsia, dihasilkan akibat iskemia lokal yang disebabkan vasopasm
serebri yang berat. Pada keadaan ini, integritas BBB hilang, sehingga membuat
konsentrasi ion Mg meningkat dan berdifusi dari darah ke otak.
Sekitar 40% Mg yang bersirkulasi adalah yang terikat protein dan yang tidak
terikat berdifusi ke ruang ekstravaskular-ekstraselular, ke tulang, melewati plasenta dan
ke fetus, dan cairan amnion. Pada wanita hamil, distribusi MgSO4 mencapai angka
konstan antara jam ke-3 dan jam-4. Meski ada hubungan antara efek klinis, toksisitas, dan
konsentrasi plasma, dosis magnesium yang dibutuhkan untuk profilaksis eklampsia tidak
pernah bisa diperkirakan.
Mg sulfat bisa menjadi pilihan antikonvulsan baik untuk pencegahan maupun
treatment pada eklampsia. MgSO4 profilaksis direkomendasikan hanya pada pasien yang
dihospitalisasi dengan diagnosis preeklampsia. MgSO4 hanya direkomendasikan selama
persalinan dan 12-24 jam postpartum.
Komplikasi
Komplikasi maternal dari eklampsia antara lain sebagai berikut :

Cerebrovaskular (18%)

Ganggguan kardiopulmonari (18%)

Gangguan hematologi (6,6%)

Gangguan renal (6,6%)

Psikosis (6,6%)

Gangguan penglihatan (4,4%)


18

Komplikasi pada fetus pada eklampsia :

IUGR
Prematur (69%)

Prognosis
Prognosis dari eklampsia didasarkan pada kriteria Eden. Prognosisnya dikatakan buruk
bila memenuhi salah satu dari kriteria berikut ini :

Koma yang lama


Nadi > 120 x/ menit
Suhu > 40 derajat
TD sistolik > 200 mmHg
Kejang > 10 x/ menit
Proteinuria > 10 gram/ dL

Daftar Pustaka
19

1. Cunningham, F. Gary et al, editors. Williams Obstetrics. 23rd Edition. New York: McGrawHill; 2010.
2. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan. Edisi ke-4. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo; 2008.
3. Abalos E, Duley L, Steyn DW, Henderson-Smart DJ. Antihypertensive drug therapy for mild
to moderate hypertension during pregnancy (Cochrane Review). In: The Reproductive
Health Library, Issue 10, 2007.
4. Norman JC, Davison JM. Preeclampsia and pregnant women with chronic hypertension and
renal disease, Belfort MA, ed. Thornton S, Saade GR, Marcel Dekker, Inc. New York, 2003,
123
5. Report of the National High Blood Pressure Education Program Working Group on High
Blood Pressure in Pregnancy, 2000.
6. Greene MF. Magnesium Sulfate for Eclampsia. New England Journal of Medicine 2003;
348:3.
7. Lowe AS, et al. Guidelines for the Management of Hypertensive Disorders of Pregnancy.
Australian and New Zealand Journal of Obstetrics and Gynaecology 2009; 49: 242246.
8. Sibai BM. Diagnosis, Prevention, and Management of Eclampsia. The American College of
Obstetricians and Gynecologists 2005; 105 : 2.
9. Moodley J, Kalane G.0A Review of the Management of Eclampsia: Practical Issues.
Hypertension in Pregnancy, 2006; 25:4762.
10. Dayicioglu V, et al. The Use of Standard Dose of Magnesium Sulfate in Prophylaxis of
Eclamptic Seizures. Hypertension In Pregnancy 2003; 22: 257-265.

20

Anda mungkin juga menyukai