Anda di halaman 1dari 41

BAB II

LEARNING OBJECTIVE
2.1 Mekanisme rokok dapat menyebabkan Gastritis dan GERD
Rokok mengandung berbagai bahan kimia yang bersifat toksik jika dinkonsumsi oleh
tubuh.Salah satu dari sekian banyak bahan kimia tersebut adalah nikotin. Jika nikotin beredar
dalam sel lambung, maka nikotin dapat menghambat transport ion Na melalui epithel
esophagus, sehingga fungsi Na+ sebagai agen pertukaran H+ terganggu, yang mengakibatkan
akumulasi H+ pada lambung. Akumulasi H+ tersebut akan menyebabkan peningkatan
keasaman lambung. Peningkatan keasaman lambung tersebut akan mengakibatkan
meningkatnya resiko inflamasi pada gaster (gastritis) dan refluks gastroesofageal juga akan
meningkat.
2.2 Hubungan emosi (stresss) dan obat NSAID dengan Dispepsia
Stresss dapat berhubungan dengan dispepsia, karena stress adalah salah satu penyebab
dispepsia.Adanya stress atau rangsangan emosi, akan mempengaruhi lambung melalui 2 cara
yaitu:
a. jalur neuron : yang ini melibatkan sistem saraf stress atau emosi akan mempengaruhi kerja
otak dan juga saraf yang bertanggung jawab untuk kerja lambung yaitu menurunkan
kontraktilitas lambung sehingga membuat merasa kembung, mual, cepat kenyang (gejala
dispepsia)
b.jalur neurohormonal : kalau yang ini melibatkan saraf dan hormon . Stress akan merangang
otak untuk mengeluarkan hormon (hormon adrenal) yang dapat meingkatkan produksi asam
lambung.

Efek ASA & NSAID


ASA pada khususnya dan sebagian besar NSAID lainnya berkontribusi terhadap
manifestasi penyakit ulkus peptikum dalam beberapa cara. Pertama, dosis kecil dari obat-obatan
(misalnya, 80 mg ASA) menyebabkan disfungsi trombosit yang dapat meningkatkan risiko
pendarahan dari lesi apapun dalam usus, termasuk tukak lambung. Dosis sedikit lebih tinggi
dapat menyebabkan akut, erosi lambung biasanya dangkal yang mengakibatkan pendarahan
lambung, yang umumnya okultisme atau klinis ringan kecuali pada pasien dengan gangguan
4 | Page

koagulasi. Dosis yang lebih tinggi (misalnya, 21 tablet ASA / minggu) diambil jangka panjang
(minggu) dapat menyebabkan borok kronis.

Sekitar dua dari setiap tiga pasien jangka panjang NSAID memiliki beberapa lesi
endoskopi terlihat mukosa saluran cerna, yang kebanyakan dangkal (erosi, perdarahan, dll).
Dalam studi prevalensi, sekitar satu dari empat kronis ASA / pengguna NSAID memiliki ulkus
(borok lambung = 15%, ulkus duodenum = 10%). Berdasarkan informasi dari beberapa sumber,
bagaimanapun, tampaknya hanya 2% dari pengguna jangka panjang NSAID dirawat di rumah
sakit

untuk

komplikasi

ulkus

(seperti

perdarahan,

perforasi,

atau

obstruksi).

Kerusakan akibat NSAID terjadi terutama karena penghambatan sintesis prostaglandin.


Prostaglandin merupakan mediator penting dari mekanisme pertahanan yang melindungi mukosa
lambung dari asam dan agen luminal berpotensi merusak. Prostaglandin merangsang sekresi
lendir dan bikarbonat dan meningkatkan hidrofobisitas permukaan membuat mukosa tahan
terhadap penetrasi asam. Prostaglandin dan produk siklooksigenase lainnya juga meningkatkan
aliran darah mukosa dan memegang peranan penting dalam penyembuhan, misalnya, promosi
angiogenesis. Pengakuan dua isoform siklooksigenase telah menghasilkan pengembangan obat
antiinflamasi baru, cox-2 inhibitor yang spesifik, yang tampaknya menyebabkan kerusakan
signifikan lebih sedikit saluran (GI) pencernaan bagian atas. Agen-agen ini tidak secara
signifikan mempengaruhi tingkat prostaglandin GI atas, yang berasal terutama dari isoform-1
cox. The cox-2 inhibitor selektif (misalnya, rofecoxib, celecoxib, meloxicam) yang efektif dalam
mengurangi rasa sakit dan peradangan (dimediasi oleh prostaglandin diproduksi oleh cox-2),
tetapi menyebabkan kerusakan kecil pada saluran pencernaan bagian atas karena produksi
prostaglandin mukosa, dimediasi oleh cox -1, adalah terhindar.
Beberapa faktor meningkatkan risiko komplikasi ulkus pada pasien yang memakai
NSAID antara lain : usia, riwayat penyakit maag, dosis NSAID, penggunaan antikoagulan, dan
penggunaan kortikosteroid. Beberapa pertanyaan mengenai patogenesis kerusakan NSAID tetap
belum terjawab: (1) Mengapa lesi mukosa begitu sedikit menjadi bisul gejala?
(2) Berapa proporsi borok di ASA / pengguna NSAID sebenarnya disebabkan
oleh obat-obatan dibandingkan faktor lain (misalnya, H pylori)
(3) Berapa persentase komplikasi ulkus muncul dari ulkus peptikum penyakit
sebelumnya yang diperburuk oleh ASA / NSAID ?
5 | Page

2.3 Penatalaksanaan Awal pada pasien di Skenario


a. Terapi Non Farmakologis
Hal-hal yang perlu dilakukan dalam memodifikasi gaya hidup adalah sebagai berikut :
Meninggikan posisi kepala pada saat tidur serta menghindari makanan sebelum
tidur dengan tujuan untuk meningkatkan bersihan asam dan mencegah refluks

asam dari lambung ke esophagus


Berhenti merokok dan mengkonsumsi alcohol karena keduanya dapat

menurunkan tonus LES


Menurunkan konsumsi lemak dan makanan yang memicu peningkatan asam

lambung
b. Terapi Farmakologis
Terapi Simptomatis
Terapi simptomatis yang bisa diberikan adalah melalui pemberian antasida (obat
kunyah).Untuk menghilangkan nyeri pada pasien, dengan menetralisir asam
lambung.
2.4 Pembahasan DD:
a. Ulkus Gaster

Definisi
Ulkus adalah suatu diskontinuitas atau perlukaan pada dinding saluran cerna yang
menembus hingga melebihi muskularis mukosa dan mengenai submukosa dan
struktur dibawahnya. Peptikum adalah istilah yang kurang tepat untuk digunakan.
Istilah

ini merujuk

pada mekanisme

terjadinya ulkus yang

dulu diketahui

diakibatkan karena otodigestive oleh pepsin, tapi belakangan diketahui zat-zat


agresif lain (asam lambung, alkohol, obat NSAID dll) juga dapat berperan dalam
kerusakan dinding lambung. Adapun ulkus menurut lokasinya umunya ditemukan
pada dinding gaster (ulkus gaster) dan dinding duodenum (ulkus duodenum).

Epidemiologi
Tersebar di seluruh dunia, dengan prevalensi tergantung pada sosial ekonomi,
demografi. Sering dijumpai pada pria, dan usia lanjut dan kelompok sosial ekonomi
rendah dengan puncak pada dekade ke-6. Insiden dan kekambuhan menurun sejak
ditemukan kuman H. pylori sebagai penyebab dan dilakukannya eradikasi. Di
6 | Page

Britania Raya sekitar 6-20% penduduk menderita tukak pada usia 55 tahun. Autopsi
biasanya dilakukan pada usia lanjut, dimana pemakaian obat OAINS meningkat,
sehingga kejadian tukak gaster juga meningkat.

Etiologi
Beberapa penyebab ulkus peptikum
1.
OAINS
4. ulcerogenik
(obat 5 FU,
Obat
Osteoporosis,
sigaret
2.
emosional,
HP
gempa bumi,
perang, COPD,
sirosis, GGK)

Agresif
(HCl +
pepsin)
Tukak
peptik
Defensif

Sel parietal : genetic


MAO, BAO
3.
Stress

Inflama
si

Pada dasarnya, penyebab ulkus adalah ketidakseimbangan antara faktor


offense (agresif) yang bekerja merusak dinding saluran cerna dan faktor deffense
yang bekerja melindungi dinding saluran cerna dari bahan-bahan iritan.
Adapun faktor-faktor yang termasuk faktor offense dan deffense akan disebutkan
pada tabel berikut:
Offense
Faktor eksogen
Obat-obatan (NSAID, digitalis,
aspirin dll)
Makanan yang merangsang/iritatif

Deffense
Lapisan pre-epitelial
Mukus yang tahan/kedap air
Bikarbonat yang terperangkap dalam
mucus (mempertahankan pH 6-7

Alkohol

pada lapisan mucus)


Protein permukaan yang

7 | Page

mempertahankan masuknya bahanFaktor endogen


Asam lambung

bahan tertentu.
Lapisan epitel
Reisitensi epithelial: dikarenakan
thight junction antar sel epitel dan
membrane lipid bilayer
Mekanisme proliferasi jaringan yang

Pepsin
Asam empedu

cepat
Lapisan pasca-epitel
Mikrosirkulasi memastikan
penyediaan energi adekuat
Leukosit yang adekuat untuk
pertahanan terhadap infeksi ataupun
inflamasi.

meningkat

menurun

Patogenesis dan Patofisiologi


Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi factor offense dan/atau actor defense
antara lain adalah bakteri H. pylori dan NSAID. Keduanya merupakan penyebab
tersering dari dyspepsia (baik karena ulkus maupun gastritis). Selain itu, factor
lainnya seperti makanan yang merangsang (pedas, asam dan tinggi lemak), alcohol,
stresss/factor psikologis, dan obat lain (digitalis, aspirin) juga dapat menyebabkan
ulkus.
Ulkus terjadi karena otodigestive dari dinding gaster ataupun duodenum
oleh asam lambung, pepsin dan asam empedu juga didukung oleh iritan eksogen
seperti alcohol, NSAID, H.pylori dll.
Pathogenesis Ulkus oleh H.pylori
Walaupun genome dari bakteri H. pylori ini sudah banyak disekuesterasikan, namun
bagaimana mekanisme pastinya dalam menyebabkan ulcer, khususnya pada
duodenum masih belum dipahami. Bakteri ini ditemukan hidup di lapisan mucous
gel coat (antara lapisan mukosa dan gastric epithelium). H.pylori umumnya
berbentuk S, akan tetapi dapat bertransformasi menjadi cocus yang kemudian
bersifat dorman pada host. Pada awal masuknya, H.pylori ini akan terkumpul
8 | Page

didalam antrum lambung, kemudian seiring dengan waktu akan bermigrasi naik ke
bagian proksimal dari lambung.
Beberapa

faktor

yang

mempengaruhi

pathogenesis

H.pylori

di

mukosa

gastroduodenal:
-

Membrane protein (Hop protein)


Urease
Vacuolating cytoxin
Faktor produksi lain (Cag-PAI, Cag A, catalase, lipase, adhesion, platelet
activation factor, Pic. B)

Hal yang perlu diperhatikan juga terkait infeksi H.pylori ini, yaitu sifatnya yang motil
dan kemampuannya memproduksi urease seperti sudah disebutkan sebelumnya.
Jadi karena adanya urease ini, maka bakteri umumnya dapat bertahan pada kondisi
lambung yang sangat asam.

Bagan Pathogenesis
Beberapa tipe H. pylori
Mengkode sekresi tipe IV
Translokasi Cag A ke host

fasi rangkaian produksi selular (cell growth dan cytokine)

Inflamasi
Mekanisme H.pylori

menyebabkan

timbulnya

gejala

setelah

terjadi

infeksi

disebabkan karena efek langsung dari bakteri itu sendiri dan efek inflamasi dari
host.
Bacterial factor
Hal ini terkait dengan produksi bakteri, antara lain:

9 | Page

Sekresi sitokin, yaitu vacuolating cytoxin (vac A gen) yang berperan dalam

memvakuolisasi sel epitel dinding saluran cerna.


Enzim (urease, protease dan fosfolipase). Masing-masing enzim yang
disekresikan bakteri ini memiliki peran yang berbeda. Urease bekerja
memecah urea menjadi hasil akhir ammonia yang bersifat basa, karena
kondisi basa inilah nantinya bakteri H.pylori akan tahan terhadap suasana
asam pada lambung. Selain pengaruhnya dalam pertahanan terhadap asam,
enzim urease ini juga dapat menghasilkan produk NH3 yang merupakan
agen perusak sel epithel. Sedang enzim protease dan fosfolipase A2 bekerja
menekan produksi mucus yang melemahkan pertahanan dinding saluran
cerna dan memudahkan difusi balik asam lambung dan pepsin menuju sel

epitel mukosa.
Antrum predominant gastritis (APG) adalah senyawa yang bekerja merusak
D cell penghasil somatostatin. Hal ini menyebabkan menurunnya produksi
somatostatin. Somatostatin bekerja menghambat sekresi gastrin dan
efeknya baik pada sel parietal maupun pada ECL. Menurunnya somatostatin
akan menyebabkan peningkatan produksi gastrin dan efeknya dalam
meningkatkan produksi asam lambung.

Host factor
Factor host

terkait

dengan

produksi

agen

inflamatorik

yang

meskipun

merupakan mekanisme pertahanan tubuh terhadap agen asing, tetapi uga


berperan dalam kerusakan jaringan. Adapun mediator inflamasi yang bekerja
pada infeksi H. pylori antara lain adalah IL-8, TNF- dan IFN-. Mediator
inflamasi ini akan menghambat fungsi D-cell dan meningkatkan kerja G cell
yang pada akhirnya akan menyebabkan peningkatan sekresi asam lambung.
Pathogenesis Ulkus oleh Rangsang Psikologis
Keadaan stresss, axiaty dan depresi dapat menyebabkan hiperaktifitas simpatis
yang memberi rangsang ke nervus vagus, menyebabkan meningkatnya sekresi
asam lambung.
Pathogenesis Ulkus oleh NSAID
NSAID menyebabkan ulkus melalui dua mekanisme penting, yaitu secara langsung
menyebabkan

kerusakan

epitel

dan

secara

tidak

langsung

menyebabkan
10 | P a g e

hipersekresi asam lambung. NSAID bersama zat-zat agresif eksogen lain (alcohol,
aspirin dan zat iritatif lainnya) menyebabkan kerusakan pada sawar epitel mucus.
Lesi pada sawar mucus menyebabkan aliran balik asam lambung yang diikuti oleh
pepsin dan asam empedu yang bersifat korosif akan mengikis dan mencerna
dinding

epitel

dan

sel-sel

dibawahnya.

Kerusakan

dinding

saluran

cerna

menyebabkan munculnya respon inflamasi yang akan menyebabkan peningkatan


histamine dan selanjutnya berefek pada peningkatan sekresi asam lambung. Selain
itu, difusi balik asam lambung menyebabkan kadar asam di lumen berkurang
sehingga terjadi peningkatan sekresi gastrin untuk memicu peningkatan sekresi
asam lambung. Hal ini dapat memperparah kerusakan mukosa dan dapat
berkembang menjadi ulkus.
Selain itu, efek tidak langsung NSAID adalah kerja sistemiknya dalam
menghambat enzim COX1 (siklooksigenase 1) yang berperan dalam mensintesis
prostaglandin. Hambatan kerja COX 1 akan menyebabkan menurunnya produksi
PGE2 (prostaglandin E), PGI1 (prostasiklin) dan TXA2 (tromboksan A). Senyawa ini
berfungsi dalam mempertahankan integritas mukosa GI. Selain itu, PG juga bekerja
menghambat efek histamine pada sel ECL dan menyebabkan penurunan produksi
asam lambung.

11 | P a g e

Pathogenesis Ulkus oleh Ischemic Mukosa


Mukosa ischemic dapat disebabkan berbagai hal seperti menurunnnya aliran darah
dan mikrosirkulasi GI tract disebabkan syok hipovolemik, atau statis aliran darah
karena obstruksi vena (misalnya pada peradangan hepar yang menyebabkan
obstruksi vena porta), alcohol yang menyebabkan menurunnya mikrosirkulasi dll.
Keadaan ischemic ini akan menyebabkan meningkatnya permeabilitas mukosa
didukung dengan efek zat-zat agressif, nantinya menyebabkan semakin mudahnya
difusi balik asam dan pepsin yang merusak epitel.

Manifestasi Klinis
Secara umum mengeluh

dispepsia. Gambaran klinis utama, adalah nyeri

epigastrium intermitten kronis yang secara khas akan mereda setelah makan atau
menelan antasid. Nyeri biasanya timbul 2-3 jam setelah makan atau pada malam
hari sewaktu lambung kosong. Rasa sakit timbul setelah makan, yang dirasakan di
sebelah kiri garis tengah perut. Nyeri ulkus peptikum digambarkan sebagai nyeri
teriris, terbakar, atau rasa tidak enak. Sekitar seperempat dari penderita ulkus
mengalami perdarahan. Dapat terjadi muntah, dengan warna muntahan merah atau
seperti kopi, anoreksia dan penurunan berat badan.
Ulkus peptikum jarang bergejala sebagai nyeri perut bagian atas yang
menetap; namun ciri khas ulkus peptikum adalah eksaserbasi dan remisi. Pola
nyeri yang hilang setelah makan dapat saja tidak khas pada ulkus peptikum.
Bahkan pada beberapa penderita ulkus peptikum, makanan dapat memperberat
nyeri.

Diagnosis
Anamnesis
-

Menggali manifestasi klinis dari ulkus peptikum

Mencari adanya riwayat ulkus dalam keluarga

Menggali faktor predisposisi seperti pemakaian NSAID, perokok, dan alkohol.

Terdapat riwayat penyakit kronik seperti COPD, sirosis hati

Pemeriksaan Fisik

12 | P a g e

tanda khas pada saat pemeriksaan fisik adalah adanya nyeri tekan pada
bagian epigastrium, antara lain nyeri tekan pada left upper quadrant yang
mengindikasikan ulkus gaster, serta nyeri tekan pada right upper quadrant
yang mengindikasikan ulkus duodenum

tukak tanpa komplikasi (jarang menunjukkan kelainan fisik) : rasa sakit atau
nyeri ulu hati, di kiri garis perut, terjadi penurunan berat badan

goncangan perut atau succusion splashing dijumpai 4-5 jam setelah makan
disertai muntah-muntah adanya retensi cairan lambung dari komplikasi
tukak/gastric outlet obstruction atau stenosis pilorus

takikardi, syok hipovolemik, tanda dari perdarahan

Pemeriksaan Penunjang
-

Pemeriksaan radiologi dengan barium meal kontras ganda

Gambaran radiologi: berupa crater/kawah dengan batas jelas disertai lipatan


mukosa yang teratur keluar dari pinggiran tukak dan niche dan gambaran
suatu proses keganasan lambung biasanya dijumpai suatu filling defect

Untuk

memastikan

keganasan

tukak

gaster,

dilakukan

pemeriksaan

histopatologi, sitologi brushing dengan biopsi melalui endoskopi


-

Gambaran endoskopi suatu tukak jinak berupa luka terbuka dengan


pinggiran teratur, mukosa licin, dan normal disertai lipatan yang teratur
keluar dari pinggiran tukak. Biopsi mukosa gaster harus didapatkan untuk
pemeriksaan rapid urea test dan pemeriksaan histologi. Spesimen untuk
pemeriksaan histologi tidak diperlukan bila tes ureanya positif.

Pemeriksaan H. pylori, dapat dilakukan dengan fecal antigen assay atau


urea breath test.

1. Pemeriksaan laboratorium:
a. Sekresi asam lambung
b. Konsentrasi gastrin serum puasa
c. Hematokrit dan Hemoglobin yang rendah
d. Tes untuk H. pylori
i. Endoscopy: Histologis, Kultur, Biopsi
ii. Non-Endoscopy: Antibodi dari serum ataupun whole blood,
Carbon-13 Urea Breath Test, Stool Antigen
2. Esofagogastroduodenoscopy (endoscopy):
13 | P a g e

a. Inspeksi
b. Biopsi
c. Visualisasi: erosi, ulkus dan perdarahan.
3. Barium meal, kontras tunggal ataupun ganda.

Tatalaksana
Tujuan

terapi

adalah:

menghilangkan

keluhan/simptom,

menyembuhkan/memperbaiki kesembuhan tukak, mencegah kekambuhan/rekurensi


tukak, mencegah komplikasi
Non medikamentosa
1.

Istirahat

2.

Diet: makanan lunak, karena makanan halus dapat merangsang pengeluaran


asam lambung. Cabai, makanan merangsang, makanan mengandung asam
dapat menimbulkan rasa sakit pada beberapa pasien, tetapi belum bisa
dibuktikan keterkaitannya.

3.

Obat-obatan: menghindari NSAID. Bila diperlukan dosis NSAID diturunkan


atau dikombinasikan dengan ARH2/PPI/misoprostrol.

Medikamentosa
1.

Koloid Bismuth.

2.

Sukralfat

3.

Prostaglandin

4.

ARH2

5.

PPI

Tindakan Operasi
1.

Elektip (tukak refrakter/gagal pengobatan)

2.

Darurat (komplikasi : perdarahan, perforasi, stenosis pilorik)

3.

Tukak gaster dengan sangkaan keganasan (corpus dan fundus, 70%


keganasan).

Prosedur operasi yang dilakukan pada penyakit tukak gaster ditentukan adanya
penyertaan tukak duodenum:
14 | P a g e

1.

tukak

antrum

dilakukan

anterektomi

dan

Bilroth

anastomosis/gastroduodenostomi, bila disertai TD dilakukan vagotomi.


2.

tukak

gaster

dekat

EG

junction

tindakan

operasi

dilakukan

lebih

radikal/sub total gastrektomi dengan Roux-en-Y/esofagogastro jejunostomi. Bila


keadaan pasien kurang baik lokasi tukak proksimal dilakukan prosedur Kelling
Madlener termasuk anterektomi, biopsi tukak intra operatif dan vagotomi,
rekurensi tukak 30%.
Tipe Obat

Contoh

Dosis

Menekan sekresi asam


Antasid

Mylanta,

Maalox,

Tums,

Gaviscon

100-140 mEq/L, 1 dan 3 jam


setelah makan dan sebelum
tidur

Antahonis

reseptor

Cimetidine
Ranitidine
Famotidine
Nizatidine

400 mg 2xsehari
300 mg sebelum tidur
40 mg sebelum tidur
300 mg sebelum tidur

Omeprazole

20 mg/hari

Lansoprazole

30 mg/hari

Rabeprazole

20 mg/hari

Pantoprazole

40 mg/ hari

Esomeprazole

20 mg/ hari

Sucralfate

Sucralfate

1 g 4x sehari

Analog

Misoprostol

200 g 4x sehari

Bismuth subsalicylate

2 tablet 4x sehari

H2

Proton

Pump

Inhibitors

Melindungi mukosa

prostaglandin
Bismuth

(BSS)

Komplikasi

15 | P a g e

1. Perdarahan.
2. Perforasi/penetrasi.
3. Obstruksi/stenosis
4. Intractability

b. Gastritis
Definisi
Gastritis adalah suatu istilah kedokteran untuk suatu keadaan inflamasi jaringan mukosa
(jaringan lunak) lambung. Gastritis atau yang lebih dikenal dengan magh berasal dari bahasa
Yunani yaitu gastro, yang berarti perut/lambung dan itis yang berarti inflamasi atau peradangan.
Gastritis bukan merupakan penyakit tunggal, tetapi terbentuk dari beberapa kondisi yang
kesemuanya itu mengakibatkan peradangan pada lambung.
Salah satu bentuk gastritis akut yang sering dijumpai di klinik ialah gastritis akut erosif.
Gastritis akut erosif adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang akut dengan
kerusakan-kerusakan erosi. Disebut erosif apabila kerusakan yang terjadi tidak lebih dalam
daripada mukosa muskularis. Penyakit ini dijumpai di klinik, sebagai akibat samping pemakaian
obat, sebagai penyulit penyakit-penyakit lain atau karena sebab yang tidak diketahui.
Perjalanan penyakitnya biasanya ringan, walaupun demikian kadang-kadang dapat
menyebabkan kedaruratan medis, yakni perdarahan saluran cerna atas. Penderita gastritis akut
erosif yang tidak mengalami perdarahan sering diagnosisnya tidak tercapai. Untuk menegakkan
diagnosis tersebut diperlukan pemeriksaan khusus yang sering dirasakan tidak sesuai dengan
keluhan penderita yang ringan saja.
Jenis gastritis yang lainnya yaitu gastritis kronik. Gastritis kronik adalah suatu peradangan
bagian permukaan mukosa lambung yang menahun. Gastritis kronik sering dihubungkan dengan
ulkus peptik dan karsinoma lambung, tetapi hubungan sebab akibat antara keduanya belum
pernah dapat dibuktikan.
Etiologi
Penyebab gastritis akan dijabarkan menurut jenis gastritis (Akut-Kronis).
1.

Etiologi Gastritis Akut :


Penyebabnya, antara lain :
16 | P a g e

Obat-obatan : aspirin, terutama salycylat, indomethacin, sulfonamide, obat anti inflamasi


nonsteroid (AINS) dan steroid. Aspirin dalam dosis rendah sudah dapat menyebabkan erosi
mukosa lambung.

Alkohol, gangguan mikrosirkulasi mukosa lambung : trauma, luka bakar, sepsis.

Refluk empedu

Terapi radiasi

Mencerna asam atau alkali kuat, dll.


Secara makroskopik terdapat lesi erosi mukosa dengan lokasi berbeda.

Jika karena stresss, erosi ditemukan pada korpus dan fundus.


Jika karena AINS, erosi terutama ditemukan di daerah antrum, namun dapat juga menyeluruh.
Secara mikroskopik, terdapat erosi dengan regenerasi epitel, dan ditemukan reaksi sel inflamasi
neutrofil yang minimal.
2.

Etiologi Gastritis Kronik


Inflamasi lambung yang dapat disebabkan oleh ulkus benigna atau maligna dari lambung atau
oleh Heliobacter pylory (H. pylory).

Epidemiologi
Adanya kasus gastritis di masyarakat :
1.

Berdasarkan data yang diperoleh dari medical record Rumah Sakit Hospital pada tahun 2010
ditemukan jumlah pasien yang dirawat dengan penyakit infeksi pada saluran pencernaan adalah
55% dengan diare, 34.5% dengan gastritis, 4% dengan infeksi usus, 3.5% dengan peritonitis, dan
3% dengan penyakit infeksi lainnya.

2.

Rendahnya kesadaran masyarakat Indonesia menjaga kesehatan lambungnya, menyebabkan


jumlah penderita gastritis mengalami grafik kenaikan. Di penjuru dunia saat ini penderita
gastritis mencapai 1.7 miliar. Hasil penelitian riset Brain & Co dengan PT. Kalbe Farma tahun
2010, terhadap 1.645 responden di Medan, Jakarta, Surabaya dan Denpasar mengungkapkan
60% dari jumlah responden menderita gastritis.

3.

Menurut Dr.Ari Fahrial Syam SpPD-KGEH MMB dari Divisi Gastroenterologi- Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FKUI/ RSUPN Cipto Mangunkusumo, dari hasil penelitian yang dilakukan
RSCM pada sekitar 100 pasien dengan keluhan dispepsia, didapatkan 20% penderita yang
mengalami kelainan organik. Kelainan ini ditemukan setelah dilakukan pemeriksaan lebih lanjut
17 | P a g e

dengan menggunakan endoskopi. Suatu penelitian lain dengan junlah pasien yang cukup besar
dan melibatkan pusat endoskopi pada beberapa kota di Indonesia juga menunjukkan tingginya
penderita gastritis kronis. Dari 7.092 kasus dispepsia yang dilakukan endoskopi, ditemukan
86.41% pemderita mengalami dispepsia fungsional. Data-data penelitian dari luar negeri juga
menunjukkan angka yang tidak terlalu berbeda.
Patogenesis
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan kerusakan mukosa lambung, yaitu :
1. Kerusakan mukosa barrier sehingga difusi balik ion H meninggi.
2. Perfusi mukosa lambung yang terganggu.
3. Jumlah asam lambung.
Faktor-faktor tersebut biasanya tidak berdiri sendiri. Misalnya stress fisik akan
menyebabkan perfusi mukosa lambung terganggu, sehingga timbul daerah-daerah infark kecil.
Di samping itu, sekresi asam lambung juga terpacu. Mukosal barrier pada penderita stress fisis
biasanya tidak terganggu. Hal inilah yang membedakannya dengan gastritis erosif karena bahan
kimia atau obat. Pada gastritis refluks, gastritis karena bahan kimia, obat, mukosal barrier rusak
sehingga difusi balik ion H meninggi. Suasana asam yang terdapat pada lumen lambung akan
mempercepat kerusakan mukosal barrier oleh cairan usus.
Pada umumnya patogenesis gastritis kronik belum diketahui. Gastritits kronik sering
dijumpai bersama-sama dengan penyakit lain, misalnya anemia, penyakit Addison dan Gondok,
anemia kekurangan besi idiopatik. Gastritis kronik antrum-pilorus hampir selalu terdapat
bersamaan dengan ulkus lambung kronik. Beberapa peneliti menghubungkan gastritis kronik
fundus dengan proses imunologi. Hal ini didasarkan pada kenyataan kira-kira 60% serum
penderita gastritis kronik fundus mempunyai antibodi terhadap sel parietalnya. Gastritis kronik
antrum-pilorus biasanya dihubungkan dengan refluks usus-lambung.
Patofisiologi
Terdapat gangguan keseimbangan antara faktor agresif dan faktor defensif, antara lain :
-

Gastritis akut
Adanya zat iritasi yang masuk ke dalam lambung akan mengiritasi mukosa lambung. Jika
mukosa lambung teriritasi ada 2 hal yang mungkin terjadi :
18 | P a g e

1.

Karena terjadi iritasi mukosa lambung sebagai kompensasinya lambung akan meningkatkan
sekresi mukosa yang berupa HCO3, di lambung HCO3 akan berikatan dengan NaCl sehingga
menghasilkan HCl dan NaCO3. Hasil dari persenyawaan tersebut akan meningkatkan asam
lambung. Jika asam lambung meningkat maka akan menimbulkan rasa mual muntah yang
berakibat pada gangguan nutrisi cairan dan elektrolit.

2. Iritasi mukosa lambung akan menyebabkan mukosa inflamasi, jika mukus yang dihasilkan dapat
melindungi mukosa lambung dari kerusakan HCl maka akan terjadi hemostatis dan akhirnya
akan terjadi penyembuhan tetapi jika mukus gagal melindung mukosa lambung, maka yang akan
terjadi adalah erosi pada mukosa lambung. Jika erosi ini terjadi dan sampai pada lapisan
pembuluh darah maka akan terjadi perdarahan yang akan menyebabkan nyeri dan hypovolemik.
-

Gastritis kronik
Gastritis kronik dapat diklasifikasikan sebagai Tipe A atau Tipe B. Tipe A (sering disebut
sebagai gastritis autoimun) diakibatkan dari perubahan sel parietal, yang menimbulkan atrofi dan
infiltrasi seluler. Hal ini dihubungkan dengan penyakit autoimun seperti anemia permisiosa dan
terjadi pada fundus atau korpus dari lambung. Tipe B (kadang disebut dengan gastritis H. pylory
mempengaruhi antrum dan pilorus. Gastritis kronik dihubungkan dengan bakteri H. pylory ,
faktor diet seperti minum panas atau pedas, penggunaan alkohol dan obat-obatan, merokok atau
refluks isi usus kedalam lambung.

Manifestasi Klinis

Perih atau sakit seperti terbakar pada perut bagian atas yang dapat menjadi lebih baik atau

lebih buru ketika makan


Mual
Muntah
Kehilangan selera makan
Kembung
Terasa penuh pada perut bagian atas setelah makan
Kehilangan berat badan
Gastritis yang terjadi tiba-tiba (akut) biasanya mempunyai gejala mual dan sakit pada

perut bagian atas, sedangkan gastritis kronik yang berkembang secara bertahap biasanya
19 | P a g e

mempunyai gejala seperti sakit yang ringan pada perut bagian atas dan terasa penuh atau
kehilangan selera. Gastritis dapat menyebabkan pendarahan pada lambung, tapi hal ini jarang
menjadi parah kecuali bila pada saat yang sama juga terjadi borok/luka pada lambung.
Pendarahan pada lambung dapat menyebabkan muntah darah atau terdapat darah pada feces dan
memerlukan perawatan segera.
Sebagian besar penderita gastritis kronik tidak memiliki keluhan. Sebagian kecil saja
yang mempunyai keluhan biasanya berupa : nyeri ulu hati, anoreksia, nausea, nyeri seperti ulkus
peptik dan keluhan-keluhan anemia. Pada pemeriksaan fisis sering tidak dapat dijumpai kelainan.
Kadang-kadang dapat dijumpai nyeri tekan midepigastrium yang ringan saja. Pemeriksaan
laboratorium juga tidak banyak membantu. Kadang-kadang dapat dijumpai anemia makrositik.
Uji coba ciling tidak normal. Analisis cairan lambung kadang-kadang terganggu. Dapat terjadi
aklorhidria. Kadar gastrin serum meninggi pada penderita gastritis kronik fundus yang berat.
Antibodi terhadap sel parietal dapat dijumpai pada sebagian penderita gastritis kronik fundus.
Diagnosa
Bila seseorang didiagnosa terkena gastritis, biasanya dilanjutkan dengan pemeriksaan
tambahan untuk mengetahui secara jelas penyebabanya. Pemeriksaan tersebut meliputi :

Pemeriksaan darah
Tes ini digunakan untuk memeriksa adanya antibakteri H.pylori dalam darah. Hasil tes
yang positif menunjukkan bahwa pasien pernah kontak dengan bakteri pada suatu waktu dalam
hidupnya, tapi itu tidak menunjukkan bahwa pasien tersebut terkena infeksi. Tes darah dapat juga
dilakukan untuk memeriksa anemia, yang terjadi akibat pendarahan lambung akibat gastritis.

Pemeriksaan feces
Tes ini memeriksa apakah terdapat H.pylori dalam feces atau tidak. Hasil yang positif
dapat mengindikasikan terjadinya infeksi. Pemeriksaan juga dilakukan terhadap adanya darah
dalam feces. Hal ini menunjukkan adanya perdarahan pada lambung.

Endoskopi saluran cerna bagian atas


Dengan tes ini dapat terlihat adanya ketidaknormalan pada saluran cerna bagian atas yang
mungkin tidak terlihat dari sinar-X. tes ini dilakukan dengan cara memasukkan sebuah selang
kecil yang fleksibel (endoskop) melalui mulut dan masuk ke dalam esophagus, lambung dan
20 | P a g e

bagian atas usus kecil. Tenggorokan akan terlebih dahulu dimatirasakan (anestesi) sebelum
endoskop dimasukkan untuk memastikan pasien merasa nyaman menjalani tes ini. Jika ada
jaringan dalam saluran cerna yang terlihat mencurigakan, dokter akan mengambil sedikit sampel
(biopsy) dari jaringan tersebut. Sampel itu kemudian akan dibawa ke laboratorium untuk
diperiksa. Tes ini memakan waktu lebih kurang 20 sampai 30 menit. Pasien biasanya tidak
langsung disuruh pulang ketika tes ini selesai, tetapi harus menunggu sampai efek dari anestesi
menghilang, lebih kurang satu atau dua jam. Hampir tidak ada resiko akibat tes ini. Komplikasi
yang sering terjadi adalah rasa tidak nyaman pada tenggorokan akibat menelan ondoskop.

Rontgen saluran cerna bagian atas


Tes ini akan melihat adanya tanda-tanda gastritis atau penyakit pencernaan lainnya.
Biasanya akan diminta menelan cairan barium terlebih dahulu sebelum dilakukan ronsen. Cairan
ini akan melapisi saluran cerna dan akan terlihat lebih jelas ketika dironsen.

Implikasi Terhadap Gizi


Penderita gastritis dianjurkan untuk menghindari atau tidak mengonsumsi makanan dan
minuman tertentu yang dapat merusak lapisan mukosa lambung (sawi, kedondong, pisang, keju,
nangka, dll) sehingga secara tidak langsung penderita akan kekurangan beberapa zat gizi tertentu
seperti kalsium, vitamin A. untuk mengatasinya, penderita dianjurkan untuk mengonsumsi
multivitamin (vitamin B, A, E, C).
Panderita gastritis sebaiknya tidak mengonsumsi makanan yang terlalu banyak serat,
padahal seperti serat baik untuk pencernaan. Sehingga penderita gastritis secara tidak langsung
akan terkena konstipasi atau sembelit.
Terapi
Gizi
Menghindari makanan dan minuman yang dapat memperparah kerusakan pada mukosa lambung,
seperti :
a.Makanan dan minuman yang banyak mengandung gas dan terlalu banyak serat, antara lain
sayuran tertentu (sawi, kol), buah-buahan tertentu (nangka, pisang ambon)

21 | P a g e

b.Makanan yang sulit dicerna yang dapat memperlambat pengosongan lambung. Karena hal ini
dapat meningkatkan asam lambung, seperti makanan berlemak, kue tart, coklat dan keju.
Menghindari minuman yang mengandung kafein karena kafein adalah stimulan sistem saraf
pusat yang meningkatkan aktivitaas lambung dan sekrisi pepsin. Penggunaan alkohol juga
dihindari demikian pula dengan rokok, karena nikotin akan mengurangi sekresi bikarbonat
pankreas dan karenanya menghambat netralisasi asam lambung dalam duodenum. Selain itu
nikotin juga meningkatkan stimulasi parasimpatis, yang menigkatkan aktivitas otot dalam usus
dan dapat menyebabkan mual dan muntah.

Medikamentosa
-

Bila diakibatkan oleh mencerna makanan yang sangat asam atau alkali, pengobatan terdiri dari
pengenceran dan penetralisasian agen penyebab. Untuk menetralisasi asam, digunakan antasida
umum (misalnya aluminium hidroksida); untuk menetralisasi alkali, digunakan jus lemon encer
atau cuka encer. Bila korosi luas atau berat, anetik dan lafase dihindari karena bahaya perforasi.
Pemberian obat-obat H2 bloking, antasid atau obat-obat ulkus lambung yang lain.

Terapi yang lain mencakup intubas, analgesik dan sedatif, anatasida serta cairan intravena.
Endoskopi fiberoptik dapat digunakan apabila diperlukan.

c. GERD

Definisi

GERD merupakan gejala kronis atau kerusakan mukosa yang bersifat abnormal yang
disebabkan oleh refluks konten gaster sehingga konten tersebut kembali ke esofagus. Pasien
dengan gejala GERD yang menjalani endoskopi dan ditemukan adanya kerusakan mukosa
esofageal dinyatakan mengalami refluks esofagitis.
GERD adalah salah satu dari kelainan gastrointestinal yang paling sering terjadi. Pada
studi population-based, sebanyak hampir 15 % individu memiliki heartburn (sensasi terbakar
pada orificium kardiak) dan/atau regurgitasi setidaknya sekali seminggu dan 7 % di antaranya
22 | P a g e

memilki gejala yang terjadi setiap hari. Gejala tersebut diakibatkan adanya backflow dari asam
lambung dan komponen gaster yang bersifat asam lainnya ke dalam esofagus akibat barrier yang
inkompeten pada gastroesophageal junction.

Etiologi
Faktor kritis adalah inkompetensi sfingter esofagus bagian bawah : reflux selama
relaksasi transien sfingter esofagus bagian bawah akibat gagal menelan (menelan tidak diikuti
oleh gelombang peristaltik esofagus normal) dan distensi lambung (kebanyakan setelah makan).
Etiologi GERD masih belum dipahami betul. Dikatakan etiologi GERD adalah
multifaktorial atau dengan kata lain ada beberapa keadaan yang memudahkan terjadinya refluks
patologis. Penyebabnya antara lain adalah inkompetensi sfingter esofagus bawah, relaksasi
sfingter sepintas dan terkomprominya mekanisme anti-refluks yang lain (misalnya karena
adanya kompresi ekstrinsik sfingter esofagus bawah oleh diafragma krural, lokasi sfingter,
integritas ligamentum frenoesofageal, bersihan asam di esofagus).

Faktor resiko GERD antara lain berbagai zat yang menurunkan kompetensi sfingter
esofagus bawah termasuk coklat, alkohol, lemak, tembakau, dan mungkin kafein dapat
memperberat GERD.

23 | P a g e

Patofisiologi
GERD terjadi ketika barrier esofagogastrik (LES) mengalamai penurunan fungsi, baik
yang bersifat transien maupun permanen. Esofagitis terjadi ketika mekanisme defensif esofageal
gagal melindungi mukosa esofagus akibat konten gaster yang bersifat offensive, sehingga asam
lambung yang mengalami refluks tadi mengiritasi mukosa esofagus.
Gangguan Lower Esophageal Sphincter
Secara normal, terdapat mekanisme anti refluks pada gastroesophageal junction, yaitu dengan
adanya kontraksi dari LES (Lower Esophageal Sphincter) atau sfingter esofageal. Refluks
tersebut dapat terjadi akibat adanya penurunan tonus LES, baik yang terjadi terus menerus
(sustained) atau yang bersifat jarang (transient). Penyebab sustained-hypotension pada GERD :

Primer : kelemahan otot LES tanpa adanya penyakit patologis yang mendasari, misalnya

pada IBS.
Sekunder : miopati terkait pseudo-obstruksi intestinal kronik, kehamilan, merokok, obatobatan antikolinergik, relaksan otot polos (agen -adrenergik, aminophylline, nitrat,
Calcium channel blocker), kerusakan LES akibat pembedahan, dan esofagitis.

Manifestasi Klinis

Gejala utama (typical) berupa heartburn (sensasi terbakar retrosternal ascenden) dan
regurgitasi asam (kembalinya konten gaster yang pahit ke mulut). Lebih sering terjadi
setelah makan (peningkatan produksi asam) dan pada posisi supinasi (hilangnya efek

gravitasi).
Gejala lain, meliputi gejala dispepsia (reflux-like dyspepsia) dan bersendawa akibat
refluks udara. Selain itu juga terdapat gejala-gejala yang tidak spesifik, yaitu nyeri dada
(cardinal pain) akibat spasme LES dan cedera mukosa, disfagia akibat spasme sekunder,
dan odinofagia akibat adanya esofagitis erosive.

24 | P a g e

Reflux asam dapat berhubungan dengan manifestasi ekstra-esofagus dan telah dikaitkan
dengan asma, batuk kronis, tersedak suara serak malam hari. Dokter gigi dapat
mengevaluasi keparahan rusaknya enamel sebagai akibat refluks asam kronis.

25 | P a g e

Diagnosis
Digunakan endoskopi atau barium meal untuk mengetahuian tampakan anatomis
lambung. Tes perfusi asam atau monitoring pH esophagus selama 24 jam lebih representative
untuk GERD. Pada pasien muda dengan simtom tipikal yang lama (perasaan terbakar atau
regurgitasi asam faringeal setelah makan atau karena perubahan posisi) tidak dibutuhkan
penelusuran diagnosis yang lebih jauh. Simtom atipikal, disfagia, atau presentasi dengan simtom
durasi pendek pada pasien diatas 55 tahun biasanya membutuhkan investigasi.
Untuk diagnosa, sayangnya tidak ada pemeriksaan tunggal yang dapat dijadikan gold
standard untuk diagnosis. Pemeriksaan-pemeriksaan yang dapat dilakukan:
a. Barium meal
Dapat dipakai sebagai screening test untuk membedakan dengan ulkus peptikum
dan mengetahui kemungkinan komplikasi dari refluks.
b. Tes perfusi asam (Bernstein)
Tes ini menunjukkan sensitivitas dari distal esofagus terhadap asam.
c. Endoskopi dengan biopsi
Terdapatnya erosi, ulkus, atau striktur memberikan diagnosis yang lain akibat
perlukaan karena refluks.
d. Manometri esofagus
Pemeriksaan ini harus dipikirkan pada pasien dengan perkiraan diagnosis lain

26 | P a g e

(gangguan motilitas) atau operasi anti-refluks.


e. Pengukuran pH 24 jam
Pemeriksaan ini bisa sangat membantu pada pasien dengan gejala yang atypical
atau pemeriksaan-pemeriksaan lain negatif.

Pengobatan GERD
Tindakan khusus

Sebagian besar pasien GERD dengan keluhan rasa panas di ulu hati dan regurgitasi asam

tanpa adanya kerusakan mukosa biasanya membaik dengan mengubah gaya hidup.
Antasida bisa dijadikan pengobatan yang efektif, antagonis reseptor H 2, seperti ranitidine,
dan proton pump inhibitors, seperti omeprazole, akan memblok secara ireversibel
produksi asam lambung oleh sel parietal, sehingga efikasinya lebih tinggi.

d. Pankreatitis

Definisi dan Klasifikasi


Pankreatitis adalah suatu penyakit inflamasi pankreas yang identik menyebabkan nyeri
perut dan terkait dengan fungsinya sebagai kelenjar eksokrin, (meskipun pada akhirnya fungsi
sebagai kelenjar endokrin juga terganggu akibat kerusakan organ pankreas).
Pankreatitis Akut
Pankreatitis akut adalah pankreatitis yang dikarakterisasi oleh nyeri berat di perut bagian
atas dan meningkatnya level enzim pankreas di dalam darah. Pankreatitis akut bisa ringan
ataupun berat tergantung manifestasi klinis, tes laboratorium, dan diagnosa. Perjalanan penyakit
dari ringan self limited sampai berat yang disertai renjatan gangguan ginjal dan paru-paru yang
bisa berakibat fatal.
Pankreatitis yang berat

27 | P a g e

Enzim-enzim pankreas, bahan-bahan vasoaktif dan bahan-bahan toksik lainnya keluar


dari saluran- saluran pankreas dan masuk ke dalam ruang pararenal anterior dan ruang-ruang lain
seperti ruang-ruang pararenal posterior, lesser sac dan rongga peritoneum. Bahan ini
mengakibatkan iritasi kimiawi yang luas. Bahan-bahan tersebut memasuki sirkulasi umum
melalui saluran getah bening retroperitoneal dan jalur vena dan mengakibatkan berbagai penyulit
sistemik seperti gagal pernapasan, gagal ginjal dan kolaps kardio-vaskuler.

Etiologi
Penyebab pankreatitis akut ditunjukkan pada dibawah. Batu empedu menjadi penyebab terbesar
dari semua kasus pankreatitis yang ada, menyusul berikutnya penggunaan alkohol. Namun pada
beberapa pasien tidak diketahui penyebabnya (idiophatic). Pankreatitis akut juga dapat terjadi
setelah pasien menjalani endoscopic retrograde cholangiography (ERCP)ataupun setelah
mengkonsumsi obat-obatan tertentu yang ditunjukkan pada halaman selanjutnya.

28 | P a g e

Dari tabel diatas terlihat banyak obat yang memiliki implikasi terhadap pankreatitis akut, namun
hubungannya sebagai penyebab masih sulit dijelaskan. Oleh karena itu dibagi atas tiga golongan;
definite menunjukkan hubungan yang sifatnya temporal antara pemberian obat dengan nyeri
perut dan hiperamylasemia, adanya bukti yang mendukung dinyatakan sebagai probable,
sedangkan yang tidak memiliki bukti yang kuat atau malah kontradiksi sebab mungkin
dibutuhkan pada simptom awal pankreatitis dinyatakan sebagai possible.
Patofosiologi
Pankreatitis akut dimulai sebagai suatu proses autodigesti di dalam kelenjar akibat
aktivasi prematur zimogen (prekursor dari enzim digestif) dalam sel-sel sekretor pankreas
(asinar), sistem saluran atau ruang interstisial. Gangguan sel asini pankreas dapat terjadi karena
beberapa sebab:

29 | P a g e

1. Obstruksi duktus pankreatikus. Penyebab tersering obstruksi adalah batu empedu kecil
(microlithiasis) yang terjebak dalam duktus. Sebab lain adalah karena plug protein (stone
protein) dan spasme sfingter Oddi pada kasus pankreatitis akibat konsumsi alkohol,
2. Stimulasi hormon cholecystokinin (CCK) sehingga akan mengaktivasi enzim pankreas.
Hormon CCK terstimulasi akibat diet tinggi protein dan lemak (hipertrigliseridemia) dapat juga
karena alkohol,
3. Iskemia sesaat dapat meningkatkan degradasi enzim pankreas. Keadaan ini dapat terjadi pada
prosedur operatif atau karena aterosklerosis pada arteri di pankreas
Gangguan di sel asini pankreas akan diikuti dengan pelepasan enzim pankreas, yang
selanjutnya akan merangsang sel-sel peradangan (makrofag, neutrofil, sel-sel endotel, dsb) untuk
mengeluarkan mediator inflamasi (bradikinin, platelet activating factor [PAF]) dan sitokin
proinflammatory (TNF-_, IL-1 beta, IL-6, IL-8 dan intercellular adhesive molecules (ICAM 1)
dan vascular adhesive molecules (VCAM) sehingga menyebabkan permeabilitas vaskular
meningkat, teraktivasinya sistem komplemen dan ketidakseimbangan sistem trombo-fibrinolitik.
Kondisi tersebut akhirnya memicu terjadinya gangguan mikrosirkulasi, stasis mikrosirkulasi,
iskemia dan nekrosis sel-sel pankreas. Kejadian di atas tidak saja terjadi lokal di pankreas tetapi
dapat pula terjadi di jaringan/organ vital lainnya sehingga dapat menyebabkan komplikasi lokal
maupun sistemik
Dengan kata lain pankreatitis akut dimulai oleh adanya keadian yang menginisiasi luka
kemudian diikuti kejadian selanjutnya memperberat luka, yang dapat digambarkan secara lebih
jelas pada skema di bawah ini

30 | P a g e

Secara ringkas progresi pankreatitis akut dapat dibagi menjadi 3 fase berurutan, yaitu:
1. inflamasi lokal pankreas,
2. peradangan sistemik (systemic inflammatory response syndrome [SIRS]),
3. disfungsi multi organ (multiorgan dysfunctions [MODS]).

Berat ringannya pankreatitis akut tergantung dari respons inflamasi sistemik yang diperantarai
oleh keseimbangan sitokin proinflammatory dan antiinflammatory, dan ada tidaknya infeksi baik
lokal maupun sistemik. Pada keadaan dimana sitokin proinflammatory lebih dominan daripada
sitokin antiinflammatory (IL-10, IL-1 receptor antagonist (IL- 1ra) dan soluble TNF receptor
(sTNFR) keadaan yang terjadi adalah pankreatitis akut berat.

Manifestasi Klinis
31 | P a g e

Manifestasi klinis bervariasi tergantung keparahan penyakit dan bagian yang mengalami
keruskan, meskipun demikian pada umumnya terdapat gejala klasik yaitu nyeri midepigastrik,
mual dan muntah.
Keluhan yang sangat menyolok adalah rasa nyeri yang timbul tiba-tiba, intens, terus
menerus dan makin lama makin bertambah; lokasinya kebanyakan di epigastrium, dapat menjalar ke punggung, kadang-kadang ke perut bagian bawah, nyeri berlanngsung beberapa hari.
Gejala lain yakni mual, muntah-muntah dan demam.
Pada pemeriksaan jasmani didapatkan nyeri tekan di perut bagian atas, tanda-tanda
peritonitis lokal, kadang-kadang bahkan peritonitis umum.
Diagnosis
Diagnosis: yang paling tepat adalah histologi pankreas, jika tidak diagnosis berdasarkan
faktor etiologi, gejala, tes laboratorium, dan imaging technology.
a. Tes Laboratorium
Amylase
1
Total serum amylase adalah tes yang paling sering digunakan. Nilainya meningkat pada
6 - 12 jam setelah onset of symptoms dan tetap tinggi selama 3 - 5 hari pd kebanyakan kasus,
kembali normal setelah 8-14 hari. Jika tetap tinggi kemungkinan terjadi nekrosis pankreas dan
komplikasi lain
2
Lipase
Serum lipase assays, spesifik untuk pankreas. Peningkatan Level serum lipase bertahan
lebih lama dibanding amilase
1
Tes Lain

32 | P a g e

Serum immunoreactive cationic trypsin, elastase, dan phospholipase A2 ,trypsin activation


peptide dan serum anionic trypsinogen

Diagnosis urin: rasio amylase dan creatinine clearance ratio (Cam/Ccr) tidak memberikan
keuntungan

Leukocytosis; lebih dari 25,000 cells/mm3 terdapat pada 80% pasien


Hypocalcemia terjadi pada lebih dari 30% pasien akibat kombinasi hypoalbuminemia dan
pengendapa kalsium di area nekrosis lemak.

Berbagai jenis pemeriksaan laboratorium tersebut memiliki sensitivitas yang beragam yang
dapat dilihat pada Gambar

b. Imaging test
Pemeriksaan foto rontgen perut standar bisa memperlihatkan pelebaran usus atau
memperlihatkan satu atau lebih batu empedu.
Pemeriksaan USG bisa menunjukkan adanya batu empedu di kandung empedu
dan kadang-kadang dalam saluran empedu, selain itu USG juga bisa menemukan
adanya pembengkakan pankreas.
CT scan bisa menunjukkan perubahan ukuran dari pankreas dan digunakan pada
kasus-kasus yang berat dan kasus-kasus dengan komplikasi (misalnya penurunan
tekanan darah yang hebat).

33 | P a g e

ERCP (tehnik sinar X yang menunjukan struktur dari saluran empedu dan saluran
pankreas) biasanya dilakukan hanya jika penyebabnya adalah batu empedu pada
saluran empedu yang besar.
Endoskopi dimasukkan melalui mulut pasien dan masuk ke dalam usus halus lalu
menuju ke sfingter Oddi. Kemudian disuntikkan zat warna radioopak ke dalam
saluran tersebut. Zat warna ini terlihat pada foto rontgen. Bila pada rontgen
tampak batu empedu, bisa dikeluarkan dengan menggunakan endoskop.
Indikator Keparahan
a. Menurut kriteria prognostik Ranson
Saat masuk RS
1. Usia >55 tahun
2. Lekosit >16000/mL
3. Gula darah >200 mg%
4. Dficit basa >4 mEq/L
5. LDH serum >350 UI/L
6. AST >250 UI/L
7. Penurunan hematokrit >10 %
8. Sekustrasi cairan >4000 mL
9. Hipokalsemia <1.9 mMol (8 mg%)
10. PO2 arteri <60 mmHg
11. BUN meningkat >1.8 mmol/L (>5 mg%) setelah pemberian cairan
12. Hipoalbuminemia <3.2 g%

b. Selama 48 jam perawatan


1. Bila terdapat 3 pada kriteria Ranson, pasien dianggap menderita pankreatitis akut
berat
2. Penggunaan skor APACHE II >12 (Acute Physiologic and Chronic Health
Evaluation)
3. Cairan peritoneal hemoragik
4. Indikator penting
i.
Hipotensi <90 mmHg atau takikardia >130/menit
ii.
PO2 <60 mmHg
iii.
Oligouria <50 mL/jam atau BUN, kreatinin meningkat
iv. metabolik/Ca serum <8 mg% atau albumin serum <3.2 g%
Terapi
34 | P a g e

Tujuan pengobatan adalah menghentikan proses peradangan dan antodigesti atau


menstabilkan sedikitnya keadaan klinis sehingga memberi kesempatan resolusi penyakit. Pasien
pankreatitis menerima terapi suportif yang teridiri dari kontrol nyeri secara efektif, penggantian
cairan, dan nutrisi pendukung. Oleh karena itu manajemen pankreatitis akut, biasanya terdiri
dari:
a.
b.
c.
d.
e.

Manajemen Cairan
Nutrisi Pendukung
Untuk mengistirahatkan saluran cerna
Diberikan nutrisi secara enteral maupun parenteral
Manajemen nyeri

Selain itu dapat juga dilakukan intervensi radiologi dan ERCP atau terapi bedah. Manajemen
terapi yang diberikan tersebut dibagi dalam terapi farmakologi dan non farmakologi.
A. Terapi Non Farmakologi
a. Nutrisi Pendukung
Pemberian nutrisi pendukung dilakukan untuk mengistirahatkan saluran cerna sehingga
mengurangi stimulasi terhadap pankreas juga karena terjadinya malnutrisi. Malnutrisi
diakibatkan metabolisme pada pasien dengan pankreatitis
akut berat menyerupai keadaan sepsis, yang ditandai dengan hiperdinamik, hipermetabolik, dan
hiperkatabolik.
Dalam beberapa tahun lalu pemberian nutrisi yang direkomendasikan adalah nutrisi
parenteral melalui vena sentral. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa pemberian nutrisi peroral akan merangsang produksi enzim pankreas sehingga justru akan memperberat penyakit.
Namun seiring dengan penelitian klinis konsep telah berubah, justru sebaiknya nutrisi diberikan
secara enteral.
Berdasarkan penelitian, pemberian nutrisi parenteral dapat mengakibatkan:
1. Atrofi jaringan limfoid usus (GALT/gut associated lymphoid tissue) yang merupakan
sumber utama imunitas mukosa,

35 | P a g e

2. Terganggunya fungsi limfosit Sel T dan sel B, menurunnya aktivitas kemotaksis leukosit
dan fungsi fagositosis sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri (bacterial
overgrowth),
3. Meningkatnya permeabilitas dinding usus yang dapat mempermudah terjadinya
translokasi bakteri, endotoksin, dan antigen masuk ke dalam sirkulasi.
Pemberian nutrisi enteral berdasarkan penelitian lebih menguntungkan karena:
1. Dapat melindungi fungsi barrier usus,
2. Menurunkan produksi mediator proinflamatori sehingga risiko translokasi bakterial dan
endotoksin menurun.
Nutrisi yang diberikan secara oral, nasogatrik maupun melalui duodenum dapat
meningkatkan produksi enzim pankreas. Namun nutrisi enteral melalui nasojejunal tube (NJT)
tidak merangsang produksi enzim. Hal ini dibuktikan oleh Zhao et al, pada pasien dengan
pankreatitis akut berat, pemberian nutrisi enteral dikombinasi dengan nutrisi parenteral vs
dengan nutrisi parenteral saja
disimpulkan: kadar TNF-_, IL-6, kadar CRP lebih rendah pada kelompok nutrisi enteral,
dan kadar enzim pankreas tidak terpacu dengan pemberian nutrisi enteral.
Nutrisi enteral diberikan segera setelah dilakukan resusitasi cairan, dapat diberikan 48
jam pertama bila kondisi sudah stabil, dan tidak ada kontraindikasi seperti: adanya syok,
perdarahan gastrointestinal masif, obstruksi intestinal, fistula jejunum atau enteroparalisis berat.
Ada tiga alternatif pemberian nutrisi enteral pada pankreatitis akut berat:
(1) nasojejunal tube,
(2) gastrostomy/jejunostomy tube,
(3) jejunostomi secara bedah.
Pemberian secara NJT lebih terpilih karena lebih aman, non-invasif dan lebih mudah dikerjakan
dengan bantuan endoskopi/fluoroskopi.
b. Intervensi radiologi dan ERCP
36 | P a g e

Mengangkat batu empedu dengan ERCP atau pembedahan biasanya dapat mengatasi
Pankreatitis akut dan mencegah kambuh kembali. Meskipun demikian pada saat ini terapi
pankreatitis akut berat telah bergeserdari tindakan pembedahan awal ke perawatan intensif
agresif. Seiring dengan berkembangnya radiologi dan endoskopi intervensi, tindakan bedah dapat
diminimalisasi.
Tindakan ERCP, drainase endoskopis dan perkutaneus baik dengan panduan USG
maupun CT scan dapat diindikasikan pada komplikasi pankreatitis berat seperti: timbunan cairan
peripankreatik, pseudocyst dan abses lambat. Pseudocyst yang didefinisikan sebagai adanya
timbunan cairan yang menetap lebih dari 4 minggu, terjadi akibat rupturnya duktus pankreatikus
dapat didrainase secara endoskopis dengan keberhasilan sekitar 83%.
Batu empedu yang bermigrasi dan terjebak di ampula merupakan penyebab tersering
pankreatitis akut (acute biliary pancreatitis). Batu empedu ditemukan pada tinja sebesar 85-95%
pada pasien yang menderita pankreatitis akut. ERCP merupakan prosedur endoskopik untuk
mengevaluasi sistem bilier dan sistem duktus pankreatikus. Beberapa studi membuktikan bahwa
ERCP yang dilakukan pada 2472 jam dari onset klinis pada pasien pankreatitis akut berat yang
terbukti dengan obstruksi bilier, kolangitis dan peningkatan bilirubin dapat menurunkan
morbiditas dan mortalitas.
Pasien yang menjalani ERCP seringkali dikombinasi dengan tindakan sfingterotomi
endoskopis tanpa memandang ada/tidaknya batu di duktus biliaris. Pada pasien dengan kolangitis
memerlukan tindakan sfingterotomi endoskopis atau drainase duktus dengan stent perlu
dilakukan untuk menghilangkan obstruksi bilier.
c. Terapi Bedah
Tindakan bedah diindikasikan pada pankreatitis akut berat:
1. Pankreatitis nekrotik akut terinfeksi,
2. Pankreatitis nekrotik steril dengan pankreatitis akut fulminan (ditandai dengan
menurunnya kondisi pasien akibat gagal organ multipel yang muncul dalam beberapa hari
sejak onset gejala),
3. Pankreatitis akut dengan perdarahan usus.
Tujuan tindakanbedah adalah untuk membersihkan jaringan nekrotik sebersih mungkin
dengan menyisakan jaringan pankreas yang masih viabel.
37 | P a g e

Tindakan debridement (necrotomy) merupakan gold standard pada pankreatitis nekrosis


akut terinfeksi dan nekrosis peripankreatik. Pankreatitis nekrotik akut steril tidak perlu tindakan
bedah, cukup konservatif kecuali terjadi pankreatitis akut fulminan. Berdasarkan penelitian, dari
172 pasien dengan nekrosis steril mortalitas terjadi sebanyak 13,1% pada kelompok yang
menjalani pembedahan dibandingkan yang konservatif hanya 6,2%. Tindakan bedah dilakukan
pada minggu ke 3-4 setelah onset gejala karena intervensi pada minggu awal meningkatkan
risiko mortalitas >65% karena komplikasi pulmonal/kardial.
Terapi Farmakologi
a. Manajemen Nyeri
Untuk mengatasi nyeri perut diberikan analgesik. Faktor penting yang perlu diperhatikan
dalam memilih analgetik adalah efikasi dan keamanan. Dahulu tritmen biasanya diawali dengan
pemberian meperidine secara parenteral (50-100 mg tiap 3-4 jam), karena tidak mengakibatkan
pankreatitis. Sekarang ini, banyak rumah sakit yang membatasi atau malah tidak
menggunakannya lagi karena tidak seefektif narkotik lainnya dan dikontraindikasikan pada
pasien gangguan ginjal. Selain kurang efekif, juga dibutuhkan dosis dan frekuensi yang lebih
tinggi. Hal yang terpenting adalah bahwa metabolit aktif meperidine berakumulasi pada pasien
gagal ginjal dan dapat menyebabkan kejang atau psikosis.
Parenteral morfin lebih direkomendasikan. Tetapi penggunaannya terkadang harus
dihindari karena dapat menyebabkan spasm sphincter of Oddi, meningkatkan serum amylase,
dan (jarang) pankreatitis. Hidromorfon lebih disukai karena memiliki waktu paruh yang lebih
panjang. Belum ada bukti bahwa obat antsekretori dapat mencegah eksaserbasi nyeri perut.
b. Pembatasan Komplikasi Sistemik Dan Pencegahan Nekrosis Pankres
1
Manajemen Cairan
Penggantian cairan dan suport sistem pernafasan, kariovaskular, hepatobiliary dapat
mengurangi komplikasi. Meskipun belum ada bukti metode untuk mencegah komplikasi,
terdapat hubungan erat antara hemokonsentrasi dengan nekrosis pankreas. Oleh karena itu
penggantian cairan sangat penting utuk mengkoreksi volume intravaskular. Selain itu prognosis
pasien sangat tergantung dengan restorasi cairan yang cepat dan adekuat, sesuai dengan jumlah
38 | P a g e

cairan yang masuk ke rongga peritoneal. Pasien pankreatitis akut mungkin terjadi penyisipan
cairan 4-12 L ke rongga peritoneal akibat inflamasi.
Vasodilatasi akibat respons inflamasi, muntah, dan nasogastrik juga menyebabkan
hypovolemia dan kehilangan cairan dan elektrolit. Pada pankreatitis berat pembuluh darah di dan
sekitar pankreas mungkin ruptur dan menyebabkan perdarahan. Pemberian koloid secara
intravena mungkin diperlukan untuk mempertahankan volume dan tekanan darah karena
kehilangan cairan kaya protein.
Obat-obatan
Sejumlah obat diteliti efikasinya dalam mencegah komplikasi pankreas diantaranya
adalah:

Antagonis H2, , proton pump inhibitor

protease inhibitor: gabexate, aprotinin


platelet-activating factor antagonist: lexipafant
Somatostatin dan Octreotide
o Inhibitor potent sekresi enzim pankreas
o Mengurangi kematian tetapi tidak mengurangi komplikasi

Komplikasi
Komplikasi yang terjadi dapat bersifat lokal maupun sistemik, komplikasi lokal meliputi
kumpulan cairan akut, nekrosis,abses, dan pseudosit (kumpulan getah pankreas dan pecahan
jaringan yang selaputi dengan dinding berserat atau jaringan berbentuk granul) yang berkembang
sekitar 4 6 minggu setelah serangan awal. Abses pankreatik biasanya merupakan infeksi
sekunder dari nekrosis jaringan atau pseudosit dan terkait dengan keparahan penyakit. Kematian
biasanya disebabkan nekrosis infeksi dan sepsis. Asites pankreatik terjadi ketika sekresi pankreas
menyebar ke rongga peritoneal.
Komplikasi sistemik meliputi gangguan kardiovaskular, renal, pulmonary, metabolik,
hemoragik, abnormalitas sistem saraf pusat. Shock adalah penyebab utama kematian. Hipotensi
terjadi akibat hipovolemia, hypoalbuminemia, da rilis kinin serta sepsis. Komplikasi renal
biasanya disebabkan hipovolemia. Komplikasi pulmonary berkembang ketika terjadi akumulasi
cairan diantara rongga pleura dan menekan paru, acute respiratory distress syndrome (ARDS) ini
39 | P a g e

akan menahan pertukaran gas, yang dapat menyebabkan hipoksemia. Pendarahan gastrointestinal
terjadi akibat ruptur pseudosit. Pankreatitis akut berat biasanya diserta kebingungan dan koma.

Analisis skenario 4
A. Identitas :
Nama

:-

Jenis kelamin

: Laki-Laki

Umur

: 45 Tahun

KU

: nyeri di ulu hati sejak 1 bulan yang lalu

RPS

: nyeri disertai rasa terbakar di dada, rasa panas di ulu hati sejak 1 tahun
yang lalu, nyeri hingga menusuk-nusuk di punggung , dirasakan sangat berat
beberapa jam setelah makan.

KP

: mual dan muntah

RPD

: sejak 3 tahun yang lalu menderita kencing manis

RPK

: tidak ada

B. Tanda dan Gejala


No
.
1.

Tanda

Gejala

Keterangan :

Nyeri ulu hati, dan terbakar di dada

-Nyeri ulu hati,


disebabkan oleh
gangguan pada sistem
pencernaan (hati,
empedu, pancreas dan
gaster, duodenum
-Rasa terbakar
disebabkan oleh
iritasi esophagus,
akibat refluks dari
cairan lambung

40 | P a g e

2.

Nyeri terasa menusuk-nusuk ke


punggung, nyeri dirasakan sangat
berat beberapa jam setelah makan

3.

Mual dan muntah

4.

Riwayat meminum obat


kunyah

-Nyeri terasa
menusuk-nusuk di
punggung merupakan
sensasi nyeri visceral
yang memiliki jaras
yang berhubungan
dengan punggung dan
pundak ( saraf
somatik)
-Nyeri menjadi
memberat karena
biasanya nyeri hilang
setelah makan
-Mual dan muntah
terjadi akibat iritasi
dari epithel lambung
dapat terjadi akibat
peningkatan sekresi
asam lambung,
maupun lamanya
waktu pengosongan
lambung
-Kemungkinan
merupakan obat
pencahar yang
diberikan untuk
menetralkan asam
lambung dan
menghilangkan rasa
nyeri
-Efek kerjanya sangat
singkat, dan tidak
dapat efektif pada
peningkatan asam
lambung pada malam
hari

41 | P a g e

5.

Riwayat merokok

6.

Riwayat kencing manis

-Nikotin yang
terkandung dalam
rokok meningkatkan
transport Na,
sehingga terjadi
peningkatan ion H +
yang meni ngkatkan
keasaman lambung
Riwayat kencing
manis / DM dapat
menyebabkan
terjadinya diabetic
nefropathy yang bisa
mengganggu fungsi
persyarafan pada
sfingter yang dapat
menurunkan gradient
tekanan antara
esophagus dan
diafragma

Riwayat pengobatan :
-

Minum obat kunyah yang dijual bebas

Riwayat sosial

: pasien merupakan perokok aktif sejak remaja


42 | P a g e

Analisis skenario

Nyeri di ulu hati karena adanya kelainan di epigastrium, bisa di lambung, pankreas, atau

hati
Nyeri sampai menjalar ke punggung kemungkinan disebabkan adanya ulkus, dimana

ulkus rasa nyerinya khas sampai menjalar ke punggung


Rasa terbakar di dada karena hipersekresi asam lambung, sehingga asam lambung naik ke

esofagus, mengiritasinya sehingga timbul rasa terbakar didaerah tersebut


Mual dan muntah dikarenakan tekanan intra lambung yang meningkat, bisa karena

obstruksi, atau refluks


Hubungan merokok dengan gejala pada pasien, rokok dapat mengiritasi mukosa lambung

dan meningkatkan asam lambung


Hubungan DM dan penyakit yang diderita pasien : DM dapat menimbulkan adanya
diabetic gastropati dimana hiperglikemi dapat mempengaruhi persarafan di saluran cerna
sehingga mempengaruhi motilitas saluran cerna.

Diferensial diagnosis
1.
2.
3.
4.

Ulkus peptikum (ulkus gaster atau ulkus duodenal)


Gastritis
GERD
Pankreatitis

Diagnosis
ANALISIS DIAGNOSIS BANDING
Berdasarkan dari diskusi tutorial yang dilakukan kelompok kami didapatkan beberapa
diagnosis banding seperti : Ulkus Gaster, Gastritis, GERD, dan Pankreatitis. Dari berbagai DD
tersebut akan diambil 1 diagnosa sebagai diagnose kerja, dimana diagnosa kerja ditegakkan
melalui anamnesis tanda dan gejala, dan riwayat-riwayat dari si pasien. Berdasarkan tanda dan
gejala di scenario seperti rasa nyeri ulu hati, dan rasa terbakar di dada semua DD memiliki gejala
tersebut, namun pancreatitis dapat dijadikan DD paling akhir karena tidak didapatkan keluha
ikterus maupun diare. Sedangkan GERD juga dapat disampingkan karena tidak terjadi refluks
43 | P a g e

yang menyebabkan nyeri saat makan maupun setelah makan. Diagnosa kerja yang kami
dapatkan adalah ulkus gaster, karena nyeri ulu hati dan keluhan nyeri yang dialami bersifat
kronis. Untuk mendukung diagnose tersebut tentunya diperlukan pemeriksaan fisik dan
penunjang yang tepat. Dari hasil diskusi kami, kelompok kami memutuskan bahwa pasien di
scenario kemungkinan besar mengalami ulkus peptikum, tetapi kami belum bisa memutuskan
pasti ulkus apa yang terjadi, tetapi kemungkinan ulkus duodenum oleh karena nyeri yang
dirasakan oleh pasien timbul berjam-jam setelah makan. Pankreatitis seharusnya tidak bisa
dimasukkan dalam DD karena keluhan pasien sudah sejak 1 bulan yang lalu, jika pankreatitis,
sejak 1 bulan yang lalu sudah sangat parah.

Pemeriksaan lanjut
Untuk menunjang diagnosis perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, tetapi harus
dilengkapi juga anamnesisnya, yang paling penting adalah menanyakan apakah ada tanda-tanda
perdarahan saluran cerna atau tidak seperti hematemesis atau melena.
Bisa juga dilakukan pemeriksaan tambahan seperti pemeriksaan pH pada esofagus untuk
menyingkirkan DD GERD, endoskopi dilakukan jika sudah terdapat ALARM symptom dan jika
pasien muntah lebih dari 2 minggu.

Planning
Planning untuk pasien di scenario adalah :

Non farmakologis : hindari rokok, alcohol, kopi, coklat, makan terlalu kenyang, makanan

berlemak atau yang dibumbui banyak rempah-rempah, dan makanan yang iritatif
Terapi farmakologis:
Pemberian PPI untuk menaikkan pH lambung
Antagonis reseptor H2 sperti cimetidine, ranitidine, dll

44 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai