Ter 222222221
Ter 222222221
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang
alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul Terapi Bermain Bongkar pasang
pada Anak Usia Preschool di Rumah Sakit Makalah ini berisikan tentang preplaining
terapi bermain yang akan diberikan oleh kelompok kepada anak usia perschool di rumah
sakit.
Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang
bagaimana cara melakukan terapi bermain, salah satunya terapi bermain mewarnai. Kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran
dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT
senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Aktivitas bermain merupakan salah satu stimulasi bagi perkembangan anak secara
optimal. Dalam kondisi sakit atau anak dirawat di rumah sakit, aktivitas bermain ini tetap
dilaksanakan, namun harus disesuaikan dengan kondisi anak. Pada saat dirawat di rumah
sakit, anak akan mengalami berbagai perasaan yang sangat tidak menyenangkan, seperti
marah, takut, cemas, sedih, dan nyeri. Perasaan tersebut merupakan dampak dari
hospitalisasi yang dialami anak karena menghadapi beberapa stressor yang ada
dilingkungan rumah sakit. Untuk itu, dengan melakukan permainan anak akan terlepas
dari ketegangan dan stress yang dialaminya karena dengan melakukan permainan anak
akan dapat mengalihkan rasa sakitnya pada permainannya (distraksi) dan relaksasi
melalui kesenangannya melakukan permainan. Tujuan bermain di rumah sakit pada
prinsipnya adalah agar dapat melanjutkan fase pertumbuhan dan perkembangan secara
optimal, mengembangkan kreatifitas anak, dan dapat beradaptasi lebih efektif terhadap
stress. Bermain sangat penting bagi mental, emosional, dan kesejahteraan anak seperti
kebutuhan perkembangan dan kebutuhan bermain tidak juga terhenti pada saat anak sakit
atau anak di rumah sakit (Wong, 2009).
Puzzle game merupakan permainan yang tidak hanya berfungsi sebagai hiburan,
tetapi juga dapat melatih kemampuan otak. Berdasarkan penelitian seorang ahli saraf
bernamaIan Robertson, puzzel dapat meningkatkan kemampuan mental. Selain itu,
permainan ini juga dapat mencegah penyakit Alzheimer dan hilang ingatan(Baras, 2010)
Berdasarkan pengamatan kami dirumah sakit M. Djamil Padang diruangan anak
kronis dan akut didapatkan jumlah anak usia toddler (3-5 tahun) sebanyak 15 orang
anak. Anak-anak pada dapat memainkan sesuatu dengan tangannya yaitu dengan bongkar
pasang yang bisa melatih kecerdasan otak anak dan berpikir secara logis untuk
menyelesaikan gambar yang bisa menjadi sesuatu yang menarik seperi binatang atau
orang
Bermain ini menggunakan objek yang dapat melatih kemampuan keterampilan anak
yang diharapkan mampu untuk berkreatif dan terampil dalam sebagai hal. Sifat
permainan ini adalah sifat aktif dimana anak selalu ingin mencoba kemampuan dalam
keterampilan tertentu seperti bermain dalam puzzel gambar, disni anak selalu dipacu
untuk selalu terampil dalam meletakkan gambar yang telahdi bongkar.
B.
1.
Tujuan
Tujuan Umum
Anak diharapkan dapat melanjutkan tumbuh kembangnya, mengembangkan aktifitas
dan kreatifitas melalui pengalaman bermain dan beradaptasi efektif terhadap stress karena
penyakit dan dirawat.
2.
Tujuan Khusus
a)
b)
c)
d)
e)
f)
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A.
adalah
suatu
kegiatan
yang
dilakukan
dengan
atau
tanpa
brmain
pada
anak
yaitu
memberikan
kesenangan
maupun
mengembangkan imajinsi anak. Sebagai suatu aktifitas yang memberikan stimulus dalam
kemampuan keterampilan, kognitif, dan afektif sehingga anak akan selau mengenal
dunia, maupun mengembangkan kematangan fisik, emosional, dan mental sehingga akan
membuat anak tumbuh menjadi anak yang kreatif, cerdas dan penuh inovatif.
C.
perkembangan
intelektual,
perkembangan
social,
perkembangan
kreativitas,
2.
Perkembangan Intelektual
Pada saat bermain, anak melakukan eksplorasi dan manipulasi terhadap segala
sesuatu yang ada di lingkungan sekitarnya, terutama mengenal warna, bentuk, ukuran,
tekstur dan membedakan objek. Pada saat bermain pula anak akan melatih diri untuk
memecahkan masalah. Pada saat anak bermain mobil-mobilan, kemudian bannya terlepas
dan anak dapat memperbaikinya maka ia telah belajar memecahkan masalahnya melalui
eksplorasi alat mainannya dan untuk mencapai kemampuan ini, anak menggunakan daya
pikir dan imajinasinya semaksimal mungkin. Semakin sering anak melakukan eksplorasi
seperti ini akan semakin terlatih kemampuan intelektualnya.
3.
Perkembangan Social
Perkembangan
social
ditandai
dengan
kemampuan
berinteraksi
dengan
lingkungannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar memberi dan menerima.
Bermain dengan orang lain akan membantu anak untuk mengembangkan hubungan social
dan belajar memecahkan masalah dari hubungan tersebut. Pada saat melakukan aktivitas
bermain, anak belajar berinteraksi dengan teman, memahami bahasa lawan bicara, dan
belajar tentang nilai social yang ada pada kelompoknya. Hal ini terjadi terutama pada
anak usia sekolah dan remaja. Meskipun demikian, anak usia toddler dan prasekolah
adalah tahapan awal bagi anak untuk meluaskan aktivitas sosialnya dilingkungan
keluarga.
4.
Perkembangan Kreativitas
Berkreasi adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu dan mewujudkannya
kedalam bentuk objek dan/atau kegiatan yang dilakukannya. Melalui kegiatan bermain,
anak akan belajar dan mencoba untuk merealisasikan ide-idenya. Misalnya, dengan
membongkar dan memasang satu alat permainan akan merangsang kreativitasnya untuk
semakin berkembang.
5.
6.
Perkembangan Moral
Anak mempelajari nilai benar dan salah dari lingkungannya, terutama dari orang
tua dan guru. Dengan melakukan aktivitas bermain, anak akan mendapatkan kesempatan
untuk menerapkan nilai-nilai tersebut sehingga dapat diterima di lingkungannya dan
dapat menyesuaikan diri dengan aturan-aturan kelompok yang ada dalam lingkungannya.
Melalui kegiatan bermain anak juga akan belajar nilai moral dan etika, belajar
membedakan mana yang benar dan mana yang salah, serta belajar bertanggung-jawab
atas segala tindakan yang telah dilakukannya. Misalnya, merebut mainan teman
merupakan perbuatan yang tidak baik dan membereskan alat permainan sesudah bermain
adalah membelajarkan anak untuk bertanggung-jawab terhadap tindakan serta barang
yang dimilikinya. Sesuai dengan kemampuan kognitifnya, bagi anak usia toddler dan
prasekolah, permainan adalah media yang efektif untuk mengembangkan nilai moral
dibandingkan dengan memberikan nasihat. Oleh karena itu, penting peran orang tua
untuk mengawasi anak saat anak melakukan aktivitas bermain dan mengajarkan nilai
moral, seperti baik/buruk atau benar/salah.
D.
Katagori Bermain
Bermain harus seimbang, artinya harus ada keseimbangan antara bermain aktif
dan
yang pasif yang biasanya disebut hiburan. Dalam bermain aktif kesenangan
diperoleh dari apa yang diperbuat oleh mereka sendiri, sedangkan bermain pasif
kesenangan didapatkan dari orang lain.
a)
Bermain aktif
Perhatikan pertama anak pada alat bermain adalah memeriksa alat permainan
tersebut. Anak memperhatikan alat permainan, mengocok-ngocok apakah ada
bunyi mencuim, meraba, menekan, dan kadang-kadang berusaha membongkar.
Pada anak umur 3 tahun, misalnya dengan menyusun balok-balok menjadi rumahrumahan. Dll.
Misalnya main sandiwara boneka, main rumah-rumahan dengan saudarasaudaranya atau dengan teman-temanny
b)
Bermain pasif
Dalam hal ini anak berperan pasif, antara lain dengan melihat dan mendengar.
Bermain pasif ini adalah ideal, apabila anak sudah lelah bermain aktif dan
membutuhkan sesuatu untuk mengatasi kebosanan dan keletihannya.
Contohnya:
a)
Menonton televisi
d) Dll
e)
tertentu. Biasanya dilakukan oleh anak usia sekolah Adolesen.
E.
1)
2)
3)
Ulangi suatu cara bermain sehingga anak terampil, sebelum meningkat pada
keterampilan yang lebih majemuk.
4)
Jangan memaksa anak bermain, bila anak sedang tidak ingin bermain. Jangan
memberikan alat permainan terlalu banyak atau sedikit.
F.
a.
Tujuannya adalah :
b.
Usia 13 24 bulan
Tujuannya adalah :
Melatih imajinasinya.
Melatih anak melakukan kegiatan sehari-hari semuanya dalam bentuk kegiatan yang
menarik
Alat permainan yang dianjurkan:
Alat permainan yang terdiri dari: alat rumah tangga(misal: cangkir yang tidak mudah
pecah, sendok botol plastik, ember, waskom, air), balok-balok besar, kardus-kardus besar,
buku bergambar, kertas untuk dicoret-coret, krayon/pensil berwarna.
c.
Usia 25 36 bulan
Tujuannya adalah ;
Bola.
d.
Usia 32 72 bulan
Tujuannya adalah :
Menumbuhkan sportivitas.
Mengembangkan kreativitas.
Mengembangkan sosialisasi atau bergaul dengan anak dan orang diluar rumahnya.
Berbagai benda dari sekitar rumah, buku bergambar, majalah anak-anak, alat gambar &
tulis, kertas untuk belajar melipat, gunting, air, dll.
Teman-teman bermain : anak sebaya, orang tua, orang lain diluar rumah.
G.
c. Jenis kelamin
d. Lingkungan lokasi, negara, kultur
e. Alat permainan senang dapat menggunakan
f.
H.
a.
Tahap eksplorasi
Merupakan tahapan menggali dengan melihat cara bermain
b.
Tahap permainan
Setelah tahu cara bermain, anak mulai masuk dalam tahap permainan
c.
d.
Tahap melamun
e.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
a.
b.
c.
Adanya jadwal kegiatan pemeriksaan terhadap pasien pada waktu yang bersamaan.
K.
Antisipasi hambatan
1.
2.
3.
4.
5.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Kerjakan sampai selesai sesuai dengan gambar seperti semula sebelm kertas
puzzel di bongkar
BAB III
SAP TERAPI BERMAIN
Tanggal / Jam
: Hari / Tanggal
Jam / Durasi
Tempat Bermain
Peserta
Pasien kooperatif
Anak usia pra sekolah dan sekolah sebanyak 4 orang didampingi keluarga
Target : 4 orang
Sarana dan Media
Sarana:
-
: Dhira Andriani
Leader
: Elsa Nowesti
Observer
: Ivanny Leoni
Fasilitator
: Hayatunnupus Haqiqi
Dwi fuji Setia Ningsih
Dini Nasrilla
Sarah Nikita Nepu
Refi Iqbal
Desi Oktavia Rini
Pembagian Tugas
7.
Peran Leader
Katalisator, yaitu mempermudah komunikasi dan interaksi dengan jalan menciptakan
Auxilery Ego, sebagai penopang bagi anggota yang terlalu lemah atau mendominasi
Koordinator, yaitu mengarahkan proses kegiatan kearah pencapaian tujuan dengan cara
memberi motivasi kepada anggota untuk terlibat dalam kegiatan
8.
Peran Co Leader
Mencatat modifikasi strategi untuk kelompok pada sesion atau kelompok yang akan
dating
Peran Fasilitator
Mencegah gangguan atau hambatan terhadap kelompok baik dari luar maupun dari
dalam kelompok
10.
Peran Observer
= Peserta
= Observer
= orang tua
= Fasilitator
= Co Leader
= Leader
Susunan Kegiatan
No Waktu
Terapy
Pembukaan :
5 menit
1.
Anak
Co-Leader
mengucapkan salam
Mendengarkan
Ket
2.
3.
4.
Mendengarkan
berkenalan
dan
anak
saling Mendengarkan
20 menit
6.
Mempersilahkan Leader
Kegiatan bermain :
1.
Leader
menjelaskan
cara Mendengarkan
permainan
2.
Menjawabpertanyaan
3.
Menerima permainan
Menbagikan permainan
4.
Leader
Bermain
,co-leader,
dan Bermain
5 menit
Mengungkapkan perasaan
6.
Menanyakan perasaan anak
Penutup :
1.
Leader
permainan
2.
Mengungkapkan perasaan
3.
Menyampaikan
hasil Senang
permainan
4.
Senang
cepat
Mendengarkan
Mendengarkan
6.
7.
8.
Mengucapkan salam
Evaluasi
1.
2.
Semua anggota kelompok dapat bekerja sama dan bekerja sesuai tugasnya
3.
Anak dapat mengembangkan motorik halus dengan menghasilkan satu gambar yang
diwarnai, kemudian digantung
Kesimpulan
Bermain merupakan aspek penting dalam kehidupan anak yang mencerminkan
kemampuan fisik, intelektual, emosional, dan social anak tersebut, Salah satunya adalah
puzzrl. Menurut Patmonodewo (Misbach, Muzamil, 2010) kata puzzle berasal dari bahasa
Inggris yang berarti teka-teki atau bongkar pasang, media puzzle merupakan media
sederhana yang dimainkan dengan bongkar pasang.
Orang tua
Sebaiknya orang tua lebih selektif dalam memilih permainan bagi anak agar anak
dapat tumbuh dengan optimal. Pemilihan permainan yang tepat dapat menjadi poin
penting dari stimulus yang akan didapat dari permainan tersebut. Faktor keamanan dari
permainan yang dipilih juga harus tetap diperhatikan.
2.
Rumah Sakit
Sebagai tempat pelayanan kesehatan, sebaiknya rumah sakit dapat meminimalkan
trauma yang akan anak dapatkan dari hospitalisasi dengan menyediakan ruangan khusus
untuk melakukan tindakan.
3.
Mahasiswa
Mahasiswa diharapkan dapat tetap membantu anak untuk mengurangi dampak
hospitalisasi dengan terapi bermain yang sesuai dengan tahap tumbuh kembang anak.
Karena dengan terapi bermain yang tepat, maka anak dapat terus melanjutkan tumbuh
kembang anak walaupun dirumah sakit.