Anda di halaman 1dari 21

PRESENTASI KASUS

CONGESTIVE HEART FAILURE

Diajukan kepada Yth:


dr. Yunanto Dwi Nugroho, Sp. PD

Disusun oleh :
Tresna Wahyuningsih G1A212094
Nahiyah Isnanda

G4A013101

Rhani Shabrina

G4A014025

SMF ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO
2014
LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS
CONGESTIVE HEART FAILURE

Disusun oleh :
Tresna Wahyuningsih G1A212094
Nahiyah Isnanda

G4A013101

Rhani Shabrina

G4A014025

Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik di bagian


Ilmu Penyakit Dalam RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo

Telah disetujui dan dipresentasikan


Pada tanggal :

2014

Dokter Pembimbing :

dr. Yunanto Dwi Nugroho, Sp. PD

BAB 1
PENDAHULUAN

Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung mengalami
kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel tubuh akan nutrient
dan oksigen secara adekuat (Udjianti, 2011). Gagal jantung merupakan salah satu
penyebab morbiditas & mortalitas. Akhir- akhir ini insiden gagal jantung mengalami
peningkatan. Gagal jantung merupakan tahap akhir dari seluruh penyakit jantung dan
merupakan masalah kesehatan dunia. Di Asia, terjadi perkembangan ekonomi secara
cepat, kemajuan industri, urbanisasi dan perubahan gaya hidup, peningkatan konsumsi
kalori, lemak dan garam, peningkatan konsumsi rokok, dan penurunan aktivitas.
Akibatnya terjadi peningkatan insiden obesitas, hipertensi, diabetes mellitus, dan
penyakit vaskular yang berujung pada peningkatan insiden gagal jantung (Muttaqin Arif,
2012).
Diperkirakan hampir lima persen dari pasien yang dirawat di rumah sakit, 4,7%
wanita dan 5,1% laki-laki. Insiden gagal jantung dalam setahun diperkirakan 2,3 3,7
perseribu penderita pertahun. Kejadian gagal jantung akan semakin meningkat di masa
depan karena semakin bertambahnya usia harapan hidup dan berkembangnya terapi
penanganan infark miokard mengakibatkan perbaikan harapan hidup penderita dengan
penurunan fungsi jantung. Gagal jantung susah dikenali secara klinis, karena beragamnya
keadaan klinis serta tidak spesifik serta hanya sedikit tanda tanda klinis pada tahap awal
penyakit. Perkembangan terkini memungkinkan untuk mengenali gagal jantung secara
dini serta perkembangan pengobatan yang memeperbaiki gejala klinis, kualitas hidup,
penurunan angka perawatan, memperlambat progresifitas penyakit dan meningkatkan
kelangsungan hidup.

BAB II
STATUS PENDERITA

A. IDENTITAS PASIEN
Nama
Umur
Jenis kelamin
Alamat
Agama
Status
Pekerjaan
Tanggal masuk
Tanggal pemeriksaan
No CM
B. ANAMNESIS

:
:
:
:
:
:
:
:
:
:

Ny. R
67 tahun
Perempuan
Banjaraharja Rt 03 Rw 12, Karangpucung
Islam
Menikah
Ibu Rumah Tangga
12 September 2014
12 September 2014
00902740

Keluhan Utama : sesak napas


Keluhan Tambahan
Mual, muntah tiap kali makan, batuk berdahak.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD Rumah Sakit Margono Soekarjo pada tanggal 12
September 2014 dengan keluhan sesak napas. Sesak napas tersebut sudah dirasakan
kurang lebih 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, dan dirasakan semakin
memberat. Sesak napas bersifat hilang timbul dan biasanya dirasakan dan keluhan
semakin memberat pada saat pasien beraktivitas sehari-hari. Sesak napas tersebut
agak berkurang apabila pasien beristirahat dan tidur dengan posisi setengah duduk
dengan menggunakan lebih dari 2 bantal.
Selain sesak napas, pasien mengeluhkan mudah lelah jika beraktivitas agak
berat dari biasanya. Pasien juga mengeluhkan adanya batuk berdahak hilang timbul.
Selain itu, pasien juga merasa mual dan muntah tiap kali makan.
Riwayat Penyakit Dahulu
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Riwayat keluhan yang sama


Riwayat hipertensi
Riwayat DM
Riwayat penyakit jantung
Riwayat alergi
Riwayat mondok

: diakui
: diakui
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


1.
2.
3.
4.
5.
6.

Riwayat keluhan yang sama


Riwayat sakit kuning
Riwayat hipertensi
Riwayat DM
Riwayat penyakit jantung
Riwayat penyakit ginjal

: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal

C. PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan di bangsal Dahlia kamar 7 RSMS, 13 September 2014
1. Keadaan umum : Baik
2. Kesadaran
3. Vital sign
Tekanan Darah
Nadi
Respiration Rate
Suhu

: Compos Mentis
: 120/80 mmHg
: 86 x/menit
: 18 x/menit
: 36,5 0C

4. Status generalis
a. Pemeriksaan kepala
1) Bentuk kepala
Mesocephal, simetris, venektasi temporalis (+/+)
2) Rambut
Warna rambut hitam, tidak mudah dicabut dan terdistribusi merata
3) Mata
Simetris, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
4) Telinga
Discharge (-), deformitas (-)
5) Hidung
Discharge (-), deformitas (-) dan napas cuping hidung (-)
6) Mulut
Bibir sianosis (+), lidah sianosis (+)
b. Pemeriksaan leher
Deviasi trakea (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)
Palpasi : JVP 5+3 cm
c. Pemeriksaan thoraks
Paru
Inspeksi
: Dinding dada tampak simetris, tidak tampak
Ketinggalan gerak (-)
Palpasi
: Vokal fremitus lobus superior kanan = kiri
Vokal fremitus lobus inferior kanan = kiri
Perkusi
: Sonor
Batas paru-hepar SIC V LMCD

Auskultasi

Jantung
Inspeksi
Palpasi

: Suara dasar vesikuler +/+


Ronki basah halus -/Ronki basah kasar -/Wheezing -/: Ictus Cordis tampak di SIC VI 2 jari lateral LMCS
Pul epigastrium (+), pul parasternal (+).
: Ictus Cordis teraba pada SIC VI 2 jari lateral LMCS dan

kuat angkat (+)


Perkusi
: Batas atas kanan
: SIC II LPSD
Batas atas kiri
: SIC II LPSS
Batas bawah kanan : SIC IV LPSD
Batas bawah kiri
: SIC VI 2 jari lateral LMCS
Auskultasi
: S1>S2 reguler; Gallop (-), Murmur (-)
d. Pemeriksaan abdomen
Inspeksi
: datar, supel
Auskultasi
: Bising usus (+) normal
Perkusi
: Timpani, pekak alih (-), pekak sisi (-)
Palpasi
: Nyeri tekan (-), undulasi (-)
Hepar
: Tidak teraba
Lien
: Tidak teraba
e. Pemeriksaan ekstremitas
Pemeriksaan

Ekstremitas
superior
Dextra Sinistra
+
+
-

Edema
Sianosis
Akral dingin
Reflek fisiologis
Reflek patologis

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium darah tanggal 17 Juni 2014
Darah lengkap :
Hemoglobin

: 13,9 g/dl

Leukosit

: 8850 /Ul

Hematokrit

: 40%

Eritrosit

: 5,9 10e6/uL

Trombosit

: 264000 /Ul

Ekstremitas inferior
Dextra
+
+
-

Sinistra
+
+
-

SGOT

: 27 U/L

SGPT

: 15 U/L

Ureum

: 30 mg/dl

Kreatinin

: 0,70 mg/dl

Glukosa sewaktu

: 98 mg/dL

Natrium

: 131 mmol/L

Kalium

: 3,1 mmol/L

Klorida

: 90 mmol/L

E. RESUME
1. Anamnesis
a. Paroxysmal Nocturnal Dyspnea
b. Dyspnea deffort
c. Orthopnea
d. Mudah lelah
e. Batuk berdahak
f. Mual dan muntah
2. Pemeriksaan fisik
a. KU/Kes
b. Tekanan darah
RR
c. Kepala
d. Leher
e. Paru
Perkusi
Auskultasi
f. Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi

g. Abdomen
h. Ekstremitas

: sedang/CM
: 120/80 mmHg
: 18 x/menit
: venektasi temporal +/+
: JVP 5+3 cm
: sonor
: sd vesikuler +/+
: Ictus Cordis tampak di SIC VI 2 jari lateral LMCS
Pul epigastrium (+) Pul parasternal (+)
: Ictus Cordis teraba pada SIC VI 2 jari lateral LMCS
dan kuat angkat (+)
: Batas atas kanan
: SIC II LPSD
Batas atas kiri
: SIC II LPSS
Batas bawah kanan : SIC IV LPSD
Batas bawah kiri
: SIC VI 2 jari lateral LMCS
: datar, BU (+) normal, timpani, NT (-)
: edema inferior +/+

F. DIAGNOSIS KERJA
-

CHF

G. TERAPI
Farmakologis:
- O2 4 lpm (NK)
- IVFD RL 16 tpm
- Inj. Ceftriaxon 2x1 gr
- Inj. Ranitidin 2x1 ampul
- Inj. Furosemid 3x1 ampul
- Inj. Ondansentron (k/p)
- PO Amlodipin 1x10 mg
- PO digoxin 1x tab
- PO valsartam 1x160 mg
- PO ISDN 3x5 mg
b. Non farmakologis:
- Tirah baring
- Posisi tidur setengah duduk
- Diet rendah garam
- Diet rendah serat

H. PROGNOSIS
Ad vitam

: dubia ad malam

Ad sanationam

: dubia ad malam

Ad functionam

: dubia ad malam

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A Congestif Heart Failure (CHF)


1 Definisi
Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa
kelainan fungsi jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan atau hanya mampu jika disertai
peninggian volume diastolik secara abnormal. Penamaan gagal jantung kongestif
yang sering digunakan kalau terjadi gagal jantung kiri dan kanan (Joewono,
2002).
Gagal jantung adalah ketidak mampuan jantung untuk mempertahankan
curah jantung (Caridiac Output = CO) dalam memenuhi kebutuhan metabolisme

tubuh. Apabila tekanan pengisian ini meningkat sehingga mengakibatkan edema


paru dan bendungan di system vena, maka keadaan ini disebut gagal jantung
2

kongestif (Doenges, 2002).


Etiologi
Mekanisme yang mendasari terjadinya gagal jantung kongestif meliputi
gangguan kemampuan kontraktilitas jantung yang menyebabkan curah jantung
lebih rendah dari curah jantung normal. Tetapi pada gagal jantung dengan
masalah yang utama terjadi adalah kerusakan serabut otot jantung, volume
sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih dapat dipertahankan.
Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi
tergantung pada tiga faktor: yaitu preload, kontraktilitas, afterload (Joewono,
2002).
a Preload adalah jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung
dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut otot
b

jantung.
Kontraktilitas mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi
pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut

jantung dan kadar kalsium.


Afterload mengacu pada besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan
untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh
tekanan arteriol.

Pada gagal jantung, jika salah satu atau lebih faktor ini terganggu, maka curah
jantung berkurang (Smeltzer, 2002).
Mekanisme fisiologi yang menyebabkan gagal jantung mencakup
keadaan-keadaan yang :
1. Meningkatkan preload : regurgitasi aorta, cacat septum ventrikel.
2. Meningkatkan afterload : stenosis aorta, hipertensi sistemik.
3. Menurunkan kontraktilitas ventrikel : IMA, kardiomiopati.
4. Gangguan pengisian ventrikel : stenosis katup atrioventrikuler, perikarditif
konstriktif, tamponade jantung.
5. Gangguan sirkulasi : aritmia melalui perubahan rangsangan listrik yang
memulai respon mekanis.

6. Infeksi sistemik/ infeksi paru : respon tubuh terhadap infeksi akan memaksa
jantung untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan metabolisme yang meningkat.
7. Emboli paru, yang secara mendadak akan meningkatkan resistensi terhadap
ejeksi ventrikel kanan.
a

Gagal Jantung Kiri


Kongesti terjadi pada ventrikel kiri, karena ventrikel kiri tidak mampu
memompa darah yang datang dari paru. Peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru
menyebabkan cairan terdorong ke jaringan paru. Manifestasi klinis yang dapat
terjadi meliputi dispneu, batuk, mudah lelah, denyut jantung cepat (takikardi)

dengan bunyi S3, kecemasan dan kegelisahan.


Gagal Jantung Kanan
Bila ventrikel kanan gagal memompakan darah, maka yang menonjol
adalah kongestif visera dan jaringan perifer. Hal ini terjadi karena sisi kanan
jantung tidak mampu mengosongkan volume darah dengan adekuat sehingga
tidak dapat mengakomodasi semua darah yang secara normal kembali dari
sirkulasi vena. Manifestasi klinis yang tampak meliputi edema ekstremitas bawah
(edema dependen), yang biasanya merupakan pitting edema, pertambahan berat
badan, hepatomegali (pembesaran hepar), distensi vena jugularis (vena leher),
asites (penimbunan cairan di dalam rongga peritoneal), anoreksia dan mual,
nokturia dan lemah.

1)
2)
3)
4)

5)
6)
7)
8)

Manifestasi Klinis Gagal Jantung Kiri dan Kanan


Gagal Jantung Kiri
Gagal Jantung Kanan
Volume dan tekanan ventrikel 1) Volume
vena
sistemik
kiri serta atrium kiri meningkat
meningkat
Volume pulmonal meningkat
2) Volume dalam organ / sel
Edema paru
meningkat
Curah
jantung
menurun 3) Hati membesar
sehingga
perfusi
jaringan 4) Limpa membesar
5) Dependen edema
menurun
Darah ke ginjal dan kelenjar 6) Hormon retensi air dan
Na+meningkat
sehingga
menurun
reabsorbsi meningkat
Letagri dan diaphoresis
7) Volume
cairan
ekstrasel
Dispnea / orthopnea / PND
Palpitasi (berdebar-debar)
meningkat

9) Pernafasan Cheyne-Stokes
10) Batuk (hemoptoe)
11) Ronkhi basah bagian basal paru
12) Terdengar BJ3 dan BJ4 / irama
Gallops
13) Oliguria atau anuria
14) Pulsus Alternans

8) Volume darah total meningkat


9) Edema tungkai / tumit
10) Central Venous Pressure (CVP)
meningkat
11) Pulsasi vena jugularis
12) Bendungan vena jugularis /
JVP meningkat
13) Distensi abdomen, mual dan
tidak nafsu makan
14) Asites
15) Berat badan meningkat
16) Hepatomegali (lunak dan nyeri
tekan)
17) Splenomegali
18) Insomnia

Gagal jantung biasanya digolongkan menurut derajat atau beratnya seperti


klasifikasi gagal jantung kongestif menurut New York Heart Association (NYHA).
Klasifikasi Gagal Jantung Menurut NYHA
KELAS
DEFINISI
ISTILAH
I
Klien dengan kelainan jantung Disfungsi ventrikel kiri
tetapi tanpa pembatasan aktivitas yang asimtomatik.
fisik.
II
Klien dengan kelainan jantung Gagal jantung ringan.
yang
menyebabkan
sedikit
pembatasan aktivitas fisik.
III
Klien dengan kelainan jantung Gagal jantung sedang.
yang menyebabkan banyak
pembatasan ativita fisik.
IV
Klien dengan gagal jantung yang Gagal jantung berat.
segala bentuk aktivitas fisiknya
akan menyebabkan keluhan.
3

Penegakan Diagnosis
a Manifestasi klinis (Joewono, 2002)
1 Paroksismal nokturnal dispnea
- Serangan sesak napas berat dan batuk pada malam hari, biasanya
-

membangunkan pasien
Batuk dan mengi sering bertahan bahkan dengan duduk tegak.
Asma kardiale, dispnea nokturnal, mengi, dan batuk karena
bronkospasme

Respirasi Cheyne-Stokes
- Respirasi respirasi periodik atau siklik
- Umum di gagal jantung maju dan biasanya berhubungan dengan

output jantung yang rendah


- Pada tahap apneic, P arteri O 2 jatuh, dan P arteri CO 2 meningkat.
3 Kelelahan dan kelemahan
4 Gejala Gastrointestinal
5 Gejala Cerebral
- Kebingungan
- Disorientasi
- Kesulitan berkonsentrasi
- Gangguan memori
- Sakit kepala
- Insomnia
- Kegelisahan
- Mood swing
b Pemeriksaan fisik
- Tekanan darah sistolik normal atau tinggi pada gagal jantung awal
- Tekanan nadi dapat berkurang
- Sinus tachycardia
- Akral dingin
- Sianosis pada bibir dan kuku
- Distensi vena jugularis
- Peningkatan tekanan atrium kanan
- Positif hepatojugular refluks
- Pemeriksaan Paru
Paru crackles (rales atau crepitations) dengan atau tanpa mengi
Efusi pleura
- Pemeriksaan jantung
Titik impuls maksimum (PMI) dapat dipindahkan dan berkelanjutan
(seperti pada hipertensi) atau lemah, seperti dalam kardiomiopati
membesar idiopatik.
Ketiga dan suara jantung keempat: sering ada tapi tidak spesifik
Murmur regurgitasi mitral dan trikuspid yang sering hadir pada pasien
-

dengan gagal jantung lanjut


Hepatomegali
Asites (tanda akhir)
Penyakit kuning
Peripheral edema
Cardiac cachexia
Kriteria Framingham

Kriteria mayor
Paroxysmal nocturnal dyspnea

Kriteria minor
Edema malleolus bilateral

Distensi vena leher


Krepitasi
S3 gallop
Kardiomegali (rasio kardiotorak .

Dyspnea pada exersi biasa


Takikardia(.120/min)
Batuk nocturnal
Hepatomegaly

50% pada rontgen torak)


Edema pulmonal akut
Reflux hepatojugular

Efusi pleura
Penurunan dalam kapasitas vital
dalam 1/3 dari maksimal

Peningkatan tekanan vena sentral


(.16cmH2O pada atrium kanan)
Penurunan berat badan .4,5kg
dalam

hari

sebagai

respon

terhadap pengobatan
Diagnosis gagal jantung kongestif mensyaratkan minimal 2 kriteria mayor
atau satu kriteria mayor disertai 2 kriteria minor. Kriteria minor tersebut dapat
diterima jika kriteria minor tersebut tidak berhubungan dengan penyakit
seperti hipertensi pulmonal, ppok, sirosis hati atau sindroma nefrotik.Secara
klinis pada penderita gagal jantung dapat ditemukan gejala dan tanda seperti
sesak nafas saat aktivitas, edema paru, peningkatan JVP, hepatomegali, edema
tungkai (Doenges, 2002).
c. Pemeriksaan Penunjang
1.

Electrocardiography (ECG) : didapatkan gambaran perpanjangan interval


QRS karena perubahan massa otot ventrikel yang akan meningkatkan lama
aktivitas ventrikel. Meningginya gelombang R karena peningkatan massa
otot jantung yang dilalui potensial listrik. Adanya massa otot yang semakin
menebal maka kesempatan repolarisasi akan diberikan pada endocardium
terlebih dahulu. Keadaan ini akan mengakibatkan gambaran RS T
mengalami depresi dan gelombang T terbalik pada sadapan 5 dan 6. Pada
sadapan 1 dan 2 tampak adanya gambaran gelombang S yang sangat dalam
dan didapatkan R yang meninggi melebihi 20 mm.

2.

Echocardiogram dapat menunjukkan dimensi pembesaran ventrikel,


perubahan dalam fungsi/ struktur katup atau area penurunan kontraktilitan
ventrikuler.

3.

Kateterisasi jantung : tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu


membedakan gagal jantung kanan maupun kiri dan stenosis katup maupun
insufisiensi. Juga mengkaji patensi arteri koroner. Zat kontras yang
disuntikkan kedalam ventrikel menunjukkan ukuran abnormal dan ejeksi
fraksi/ perubahan kontraktilitas.

4.

X-ray Thoraks : ditemukan adanya pembesaran jantung yang disertai adanya


pembendungan cairan di paru karena hipertensi pulmonal. Tempat adanya
infiltrate precordial kedua paru dan efusi pleura.

5.

Laboratorium secara umum dapat ditemukan penurunan Hb dan hematokrit


karena adanya hemodilusi. Jumlah leukosit meningkat, bila sangat meninggi
mungkin disebabkan oleh adanya infeksi endokarditis yang akan
memperberat jantung. Keadaan asam basa tergantung pada keadaan
metabolism, masukan kalori, keadaan paru dan fungsi ginjal. Kadar natrium
darah sedikit menurun walaupun kadar natrium total bertambah. Berat jenis
urine meningkat. Enzim hepar mungkin meningkat dalam kongesti hepar.
Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis respiratorik ringan atau
hipoksia dengan peningkatan pCO2. BUN dan kreatinin menunjukkan
penurunan perfusi ginjal. Albumin/ transferin serum mungkin menurun
sebagai akibat penurunan masukan protein atau penurunan sintesis protein
dalam

hepar

yang

mengalami

kongesti.

Kecepatan

sedimentasi

menunjukkan adanya inflamasi akut.


6.

Ultrasonography (USG) : didapatkan gambaran cairan bebas dalam rongga


abdomen dan gambaran pembesaran hepar dan lien. Pembesaran hepar dan
lien kadang sulit diperiksa secara manual saat disertai asites.

Patofisiologi
Gagal jantung merupakan kelainan multisitem dimana terjadi gangguan
pada jantung, otot skelet dan fungsi ginjal, stimulasi sistem saraf simpatis serta

perubahan neurohormonal yang kompleks. Pada disfungsi sistolik terjadi


gangguan pada ventrikel kiri yang menyebabkan terjadinya penurunan cardiac
output. Hal ini menyebabkan aktivasi mekanisme kompensasi neurohormonal,
sistem Renin Angiotensin Aldosteron (sistem RAA) serta kadar vasopresin
dan natriuretic peptide yang bertujuan untuk memperbaiki lingkungan jantung
sehingga aktivitas jantung dapat terjaga. Aktivasi sistem simpatis melalui tekanan
pada baroreseptor menjaga cardiac output dengan meningkatkan denyut jantung,
meningkatkan

kontraktilitas

serta

vasokons-triksi

perifer

(peningkatan

katekolamin). Apabila hal ini timbul berkelanjutan dapat menyeababkan gangguan


pada fungsi jantung. Aktivasi simpatis yang berlebihan dapat menyebabkan
terjadinya apoptosis miosit, hipertofi dan nekrosis miokard fokal. Stimulasi sistem
RAA menyebabkan penigkatan konsentrasi renin, angiotensin II plasma dan
aldosteron. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor renal yang poten (arteriol
eferen) dan sirkulasi sistemik yang merangsang pelepasan noradrenalin dari pusat
saraf simpatis, menghambat tonus vagal dan merangsang pelepasan aldosteron.
Aldosteron akan menyebabkan retensi natrium dan air serta meningkatkan sekresi
kalium. Angiotensin II juga memiliki efek pada miosit serta berperan pada
disfungsi endotel pada gagal jantung (Doenges, 2002).
Terdapat tiga bentuk natriuretic peptide yang berstruktur hampir sama
yeng memiliki efek yang luas terhadap jantung, ginjal dan susunan saraf pusat.
Atrial Natriuretic Peptide (ANP) dihasilkan di atrium sebagai respon terhadap
peregangan menyebabkan natriuresis dan vasodilatsi. Pada manusia Brain
Natriuretic Peptide (BNO) juga dihasilkan di jantung, khususnya pada ventrikel,
kerjanya mirip dengan ANP. C-type natriuretic peptide terbatas pada endotel
pembuluh darah dan susunan saraf pusat, efek terhadap natriuresis dan
vasodilatasi minimal. Atrial dan brain natriuretic peptide meningkat sebagai
respon terhadap ekspansi volume dan kelebihan tekanan dan bekerja antagonis
terhadap angiotensin II pada tonus vaskuler, sekresi ladosteron dan reabsorbsi
natrium di tubulus renal. Karena peningkatan natriuretic peptide pada gagal
jantung, maka banyak penelitian yang menunjukkan perannya sebagai marker
diagnostik dan prognosis, bahkan telah digunakan sebagai terapi pada penderita

gagal jantung . Vasopressin merupakan hormon antidiuretik yang meningkat


kadarnya pada gagal jantung kronik yang berat. Kadar yang tinggi juga didpatkan
pada pemberian diuretik yang akan menyebabkan hiponatremia. Endotelin
disekresikan oleh sel endotel pembuluh darah dan merupakan peptide
vasokonstriktor yang poten menyebabkan efek vasokonstriksi pada pembuluh
darah ginjal, yang bertanggung jawab atas retensi natrium. Konsentrasi endotelin1 plasma akan semakin meningkat sesuai dengan derajat gagal jantung. Selain itu
juga berhubungan dengan tekanan pulmonary artery capillary wedge pressure,
perlu perawatan dan kematian. Telah dikembangkan endotelin-1 antagonis sebagai
obat kardioprotektor yang bekerja menghambat terjadinya remodelling vaskular
dan miokardial akibat endotelin . Disfungsi diastolik merupakan akibat gangguan
relaksasi miokard, dengan kekakuan dinding ventrikel dan berkurangnya
compliance ventrikel kiri menyebabkan gangguan pada pengisian ventrikel saat
diastolik. Penyebab tersering adalah penyakit jantung koroner, hipertensi dengan
hipertrofi ventrikel kiri dan kardiomiopati hipertrofik, selain penyebab lain seperti
infiltrasi pada penyakit jantung amiloid. Walaupun masih kontroversial, dikatakan
30 40 % penderita gagal jantung memiliki kontraksi ventrikel yang masih
normal. Pada penderita gagal jantung sering ditemukan disfungsi sistolik dan
diastolik yang timbul bersamaan meski dapat timbul sendiri (Joewono, 2002).
Penurunan kontraksi venterikel akan diikuti penurunan curah jantung yang
selanjutnya terjadi penurunan tekanan darah (TD), dan penurunan volume darah
arteri yang efektif. Hal ini akan merangsang mekanisme kompensasi
neurohurmoral. Vasokonteriksi dan retensi air untuk sementara waktu akan
meningkatkan tekanan darah, sedangkan peningkatan preload akan meningkatkan
kontraksi jantung melalui hukum Starling. Apabila keadaan ini tidak segera
diatasi, peninggian afterload, dan hipertensi disertai dilatasi jantung akan lebih
menambah

beban jantung sehingga

terjadi gagal jantung yang tidak

terkompensasi. Dengan demikian terapi gagal jantung adalah dengan vasodilator


untuk menurunkan afterload venodilator dan diuretik untuk menurunkan preload,
sedangkan motorik untuk meningkatkan kontraktilitas miokard.
Bila ventrikel kanan tidak mampu berkompensasi, maka akan terjadi
dilatasi venterikel dan peningkatan volume curah jantung pada akhir diastolik dan

terjadi peningkatan laju tekanan darah pada atrium kanan. Peningkatan ini
sebaliknya memantau aliran darah dari vena kava yang diketahui dengan
peningkatan vena jugularis, dengan kata lain apabila terjadi dekompensasi
venterikel kanan maka kondisi pasien dapat ditandai adanya edema tungkai kaki
dan distensi vena jugularis pada leher.
Edema merupakan terkumpulnya cairan di dalam jaringan interstisial lebih
dari jumlah yang biasa atau di dalam berbagai rongga tubuh mengakibatkan
gangguan sirkulasi pertukaran cairan elektrolit antara plasma dan jaringan
interstisial. Jika edema mengumpul di dalam rongga maka dinamakan efusi,
misalnya efusi pleura dan pericardium. Penimbunan cairan di dalam rongga
peritoneal dinamakan asites. Pada jantung terjadinya edema yang disebabkan
terjadinya dekompensasi jantung (pada kasus payah jantung), bendungan bersifat
menyeluruh. Hal ini disebabkan oleh kegagalan venterikel jantung untuk
memopakan darah dengan baik sehingga darah terkumpul di daerah vena atau
kapiler, dan jaringan akan melepaskan cairan ke intestisial.
Edema pada tungkai kaki terjadi karena kegagalan jantung kanan dalam
mengosongkan darah dengan adekuat sehingga tidak dapat mengakomodasi
semua darah yang secara normal kembali dari sirkulasi vena. Edema ini di mulai
pada kaki dan tumit (edema dependen) dan secara bertahap bertambah keatas
tungkai dan paha dan akhirnya ke genitalia eksterna dan tubuh bagian bawah.
Edema sakral jarang terjadi pada pasien yang berbaring lama, karena daerah
sakral menjadi daerah yang dependen. Bila terjadinya edema maka kita harus
melihat kedalaman edema dengan pitting edemaPitting edema adalah edema yang
akan tetap cekung bahkan setelah penekanan ringan pada ujung jari , baru jelas
terlihat setelah terjadinya retensi cairan paling tidak sebanyak 4,5 kg dari berat
badan normal selama mengalami edema.
5

Penatalaksanaan
Tujuan dasar penatalaksanaan pasien dan gagal jantung adalah (Smeltzer, 2002):
a Mengurangi beban kerja jantung.
b Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraksi jantung dengan bahanc

bahan farmakologis.
Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebihan dengan terapi
diuretic, diet dan istirahat.

Terapi Non Farmakologis


a Tirah baring
Tirah baring bertujuan untuk mengurangi beban kerja jantung sehingga
b

kemampuan dalam memompa darah lebih efisien.


Posisi tidur tegak (setengah duduk)
Hal ini bertujuan untuk melancarkan aliran venous return sehingga
meningkatkan volue paru, meningkatkan kapasitas vital paru dan

compliance paru.
Diet rendah garam, bertujuan untuk mengurangi preload dan mengurangi

retensi air dan natrium.


Diet rendah serat, bertujuan untuk mencegah terjadinya sembelit.

Terapi Farmakologis (Doenges, 2002)


a Digitalis meningkatkan kekuatan kontraksi jantung dan memperlambat
frekuensi jantung. Hasil yang diharapkan peningkatan curah jantung,
penurunan tekanan vena dan volume darah dan peningkatan dieresis akan
mengurangi edema. Pada saat pemberian ini pasien harus dipantau
terhadap hilangnya dispnea, ortopnea, berkurangnya krekel, dan edema
perifer. Apabila terjadi keracunan ditandai dengan anoreksia, mual dan
muntah namun itu gejala awal selanjutnya akan terjadi perubahan irama,
bradikardi kontrak ventrikel premature, bigemini (denyut normal dan
b

premature saling berganti ), dan takikardia atrial proksismal.


Terapi Diuretik
Diberikan untuk memacu ekresi natrium dan air melalui ginjal, obat ini
tidak diperlukan bila pasien bersedia merespon. Pembatasan aktivitas
digitalis dan diit rendah natrium, jadwal pemberian obat ditentukan oleh
berat badan, furosemid (Lasix) terutama sangat penting dalam terapi gagal
jantung karena kapasitas urea yang pada gilirannya mengurangi preload
(darah vena yang kembali ke jantung).
Terapi diuretic jangka panjang dapat menyebabkan hiponatremia yang
mengakibatkan lemah, letih, malaise, kram otot dan denyut nadi yang kecil
dan cepat.
Pemberian diuretic dalam dosis besar dan berulang juga bisa
mengakibatkan hipokalemia ditandai dengan denyut nadi lemah, suara

jantung menjauh, hipertensi, otot kendor, penurunan refleks tendon dan


c

kelemahan umum.
Terapi Vasodilator
Obat-obatan vasoaktif merupakan pengobatan utama pada penatalaksanaan
gagal jantung. Natrium nitraprosida secara intravena melalui infuse yang
dipantau tepat dosisnya harus dibatasi agar tekanan systole arteriole tetap

dalam batas yang diinginkan.


Oksigen
Pemberian oksigen terutama pada klien gagal jantung disertai dengan
edema

paru.

Pemenuhan

aksigen

akan

mengurangi

kebutuhan

miokardium dan membantu memenuhi kebutuhan oksigen tubuh.

Komplikasi dapat berupa (Joewono, 2002):


a Kerusakan atau kegagalan ginjal
Gagal jantung dapat mengurangi aliran darah ke ginjal, yang akhirnya dapat
menyebabkan gagal ginjal jika tidak di tangani. Kerusakan ginjal dari gagal
b

jantung dapat membutuhkan dialysis untuk pengobatan.


Masalah katup jantung
Gagal jantung menyebabkan penumpukan cairan sehingga dapat terjadi

kerusakan pada katup jantung.


Kerusakan hati
Gagal jantung dapat menyebabkan penumpukan cairan yang menempatkan
terlalu banyak tekanan pada hati. Cairan ini dapat menyebabkab jaringan

parut yang mengakibatkanhati tidak dapat berfungsi dengan baik.


Serangan jantung dan stroke
Karena aliran darah melalui jantung lebih lambat pada gagal jantung daripada
di jantung yang normal, maka semakin besar kemungkinan Anda akan
mengembangkan pembekuan darah, yang dapat meningkatkan risiko terkena
serangan jantung atau stroke.

DAFTAR PUSTAKA

Brooker, C. 2008. Ensklopedia Keperawatan. Jakarta: EGC.


Doenges, E. M. 2002.Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.
Joewono, B. S. 2003.. Ilmu Penyakit Jantung. Surabaya : Airlangga University Press .
Smeltzer, C. S., Bare, G.,and Brenda, 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner dan Suddarths, Volume 2, Edisi 8, Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai