Anda di halaman 1dari 26

BAB I

Pendahuluan

1.1 LATAR BELAKANG


Di antara penyakit degeneratif, diabetes adalah salah satu diantara penyakit tidak menular
yang akan meningkat di masa datang. Diabetes sudah merupakan suatu ancamanutama bagi
kesehatan umat manusia pada abad ke 21. Perserikatan Bangsa-Bangsa (WHO)membuat
perkiraan bahwa pada tahun 2000 jumlah pengidab diabetes diatas usia 20 tahun berjumlah 150
juta orang dan dalam kurun waktu 25 tahun kemudian, pada tahun 2025, jumlah itu akan
membengkak menjadi 300 juta orang ( Sudoyo, Aru W,2006)
.Diabetes adalah salah satu penyakit yang paling sering diderita dan penyakit kronik yang
serius di Indonesia saat ini. Setengah dari jumlah kasus Diabetes Mellitus (DM) tidak
terdiagnosa karena pada umumnya diabetes tidak disertai gejala sampai terjadinyakomplikasi.
Prevalensi penyakit diabetes meningkat karena terjadi perubahan gaya hidup,kenaikan jumlah
kalori yang dimakan, kurangnya aktifitas fisik dan meningkatnya jumlah populasi manusia usia
lanjut (Hiswani,2009)
Dengan makin majunya keadaan sosio ekonomi masyarakat Indonesia serta
pelayanankesehatan yang makin baik dan merata, diperkirakan tingkat kejadian penyakit
diabetesmellitus (DM) akan makin meningkat. Penyakit ini dapat menyerang segala lapisan umur
dansosio ekonomi. Dari berbagai penelitian epidemiologis di Indonesia di dapatkan
prevalensisebesar 1,5-2,3 % pada penduduk usia lebih besar dari 15 tahun. Pada suatu penelitian
diManado didapatkan prevalensi 6,1 %. Penelitian di Jakarta pada tahun 1993 menunjukkan
prevalensi 5,7% (Hiswani,2009)
Melihat pola pertambahan penduduk saat ini diperkirakan pada tahun 2020 nanti akanada
sejumlah 178 juta penduduk berusia di atas 20 tahun dan dengan asumsi prevalensiDiabetes
Mellitus sebesar 2 %, akan didapatkan 3,56 juta pasien Diabetes Mellitus, suatu jumlah yang
besar untuk dapat ditanggani sendiri oleh para ahli DM (Hiswani,2009).Melihat tendensi
kenaikan kekerapan diabetes secara global yang tadi dibicarakanterutama disebabkan karena
1

peningkatan kemakmuran suatu populasi, maka dengan demikiandapat dimengerti bila suatu saat
atau lebih tepat lagi dalam kurun waktu 1 atau 2 dekade yangakan datang kekerapan diabetes di
Indonesia akan meningkat drastis (Sudoyo, Aru W,2006)
Ini sesuai dengan perkiraan yang dikemukakan WHO bahwa indonesia akan menempati
peringkat nomor 5 sedunia dengan pengidap diabetes sebanyak 12,4 juta orang pada tahun 2025,
naik 2 tingkat dibanding tahun 1995(Sudoyo, Aru W,2006).
Melihat kemungkinan tersebut dan besarnya kemungkinan peningkatan jumlah pengidap
diabetes di dunia dan khususnya di Indonesia, maka langkah-langkah dalam mengantisipasi
ledakan kenaikan jumlah tersebut harus dilakukan sedini mungkin.

BAB II
PENATALAKSANAAN DIABETES MELITUS DAN
KOMPLIKASINYA
2.1 DEFINISI
Menurut WHO 1980 dikatakan bahwa diabetes melitus merupakan sesuatu yangtidak
dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tapi secara umumdapat dikatakan
sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yangmerupakan akibat dari sejumlah
faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut ataurelatif dan gangguan fungsi insulin
(PERKENI 2006).
Diabetes Melitus (DM) sering juga dikenal dengan nama kencing manis atau penyakit
gula. DM memang tidak dapat didefinisikan secara tepat, DM lebihmerupakan kumpulan gejala
yang timbul pada diri seseorang yang disebabkan olehadanya peningkatan glukosa darah akibat
kekurangan insulin baik absolut maupunrelatif (Suyono, 2005).
Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengankarakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulinatau keduaduanya(Sudoyo,Aru W,2006).
Diabetes Melitus adalah suatu penyakit kronik yang ditandai dengan peningkatankadar
glukosa didalam darah. Penyakit ini dapat menyerang segala lapisan umur dansosial
ekonomi(Shahab,Alwi, 2006).
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes mellitus merupakan suatu
kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (PERKENI, 2006)

2.2 KLASIFIKASI
Diabetes melitus diklasifikasikan menurut etiologinya seperti yang tertera pada tabel 2.
Tabel 2. Klasifikasi diabetes menurut etiologi
PENATAnya. Sumber : PERKENI, 2006

Klasifikasi lainnya membagi diabetes melitus atas empat kelompok yaitu diabetesmelitus
tipe-1, diabetes melitus tipe-2, diabetes melitus bentuk khusus, dan diabetesmelitus gestasional
(Adam, John MF, 2000).
American Diabetes Association (ADA) dalam standards of Medical Care inDiabetes
(2009) memberikan klasifikasi diabetes melitus menjadi 4 tipe yangdisajikan dalam (Dewi,
Debhryta Ayu, 2009):
1. Diabetes melitus tipe 1, yaitu diabetes melitus yang dikarenakan oleh adanyadestruksi sel
pankreas yang secara absolut menyebabkan defisiensi insulin.
2. Diabetes melitus tipe 2, yaitu diabetes yang dikarenakan oleh adanya kelainansekresi insulin
yang progresif dan adanya resistensi insulin.

3. Diabetes melitus tipe lain, yaitu diabetes yang disebabkan oleh beberapa faktor lain seperti
kelainan genetik pada fungsi sel pankreas, kelainan genetik padaaktivitas insulin, penyakit
eksokrin pankreas (cystic fibrosis), dan akibat penggunaan obat atau bahan kimia lainnya (terapi
pada penderita AIDS danterapi setelah transplantasi organ).
4.Diabetes melitus gestasional, yaitu tipe diabetes yang terdiagnosa atau dialamiselama masa
kehamilan.
2.3 DIAGNOSIS
Diagnosis diabetes melitus harus berdasarkan atas pemeriksaan kadar glukosadarah.
Dalam menentukan diagnosis diabetes melitus harus diperhatikan asal bahandarah yang diambil
dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis, pemeriksaanyang dianjurkan adalah
pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahandarah plasma vena. Untuk memastikan
diagnosis diabetes melitus, pemeriksaanglukosa darah sebaiknya dilakukan di laboratorium
klinik yang terpercaya. Walaupundemikian sesuai dengan kondisi setempat dapat juga dipakai
bahan darah utuh, venamaupun kapiler dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik
yang

berbedasesuai

pembakuan

WHO.

Untuk

pemantauan

hasil

pengobatan

dapat

diperiksaglukosa darah kapiler (Sudoyo,Aru W, 2006).


Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanyaDM
perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti tersebut di bawah ini(PERKENI,
2006) :
1.Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang
tidak dapat dijelaskan sebabnya.
2.Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dandisfungsi ereksi
pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.
Jika keluhan khas khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu 200 mg/dl sudahcukup
untuk menegakkan diagnosis diabetes melitus. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa
126 mg/dl juga digunakan untuk acuan diagnosis diabetesmelitus. Untuk kelompok tanpa
keluhan khas diabetes melitus, hasil pemeriksaanglukosa darah yang baru satu kali saja
abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis diabetes melitus. Diperlukan
5

pemastian lebih lanjut denganmendapat sekali lagi angka abnormal, baik kadar glukosa darah
puasa 126 mg/dl,kadar glukosa sewaktu 200 mg/dl pada hari yang lain, atau dari hasil tes
toleransi glukosa oral (TTGO) didapatkan kadar glukosa darah pasca pembebanan 200
mg/dl(Sudoyo,Aru W, 2006).
Tabel 3 Kriteria diagnosis diabetes
melitus. Sumber : PERKENI, 2006

Ada perbedaan antara uji


diagnostik diabetes melitus dengan
pemeriksaan

penyaring.

Uji

diagnostik diabetes melitus dilakukan pada mereka yang menunjukkangejala atau tanda diabetes
melitus, sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasikan mereka yang
tidak bergejala, yang mempunyai resiko diabetesmelitus. Serangkaian uji diagnostik akan
dilakukan kemudian pada mereka yang hasil pemeriksaan penyaringnya positif, untuk
memastikan diagnosis definitif (Sudoyo,AruW, 2006).
Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk menemukan pasien dengan Dibetesmelitus,
toleransi glukosa terganggu (TGT) maupun glukosa darah puasa terganggu(GDPT), sehingga
dapat ditangani lebih dini secara tepat. Pasien dengan TGT danGDPT juga disebut sebagai
intoleransi glukosa, merupakan tahapan sementaramenuju diabetes melitus. Kedua keadaan
tersebut merupakan faktor risiko untuk terjadinya diabetes melitus dan penyakit kardiovaskular
di kemudian hari (PERKENI,2006).
Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosadarah
sewaktu atau kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan testoleransi glukosa oral
(TTGO) standar (Sudoyo,Ari W, 2006).

Tabel 4 Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai standar penyaring dandiagnosis diabetes
melitus. Sumber : PERKENI, 2006
6

langkah-langkah penegakan diagnosisDM


.Diperlukan anamnesis yang cermat serta pemeriksaan yang baik untuk menentukan diagnosis
diabetes melitus, toleransi glukosa terganggu dan glukosadarah puasa tergagnggu. diatas adalah
langkah-langkah penegakkan diagnosis diabetes melitus, TGT, dan GDPT

2.4 PENATALAKSANAAN
Kasus diabetes yang terbanyak dijumpai adalah diabetes melitus tipe 2, yangumumnya
mempunyai latar belakang kelainan yang diawali dengan terjadinyaresistensi insulin. Awalnya
resistensi insulin masih belum menyebabkan diabetessecara klinis. Pada saat tersebut sel beta
pankreas masih dapat mengkompensasikeadaan ini dan terjadi suatu hiperinsulinemia dan
glukosa darah masih normal atau baru sedikit meningkat. Kemudian setelah terjadi
ketidaksanggupan sel beta pankreas, baru akan terjadi diabetes melitus secara klinis, yang
ditandai dengan terjadinya peningkatan kadar glukosa darah yang memenuhi kriteria diagnosis
diabetes melitus(Sudoyo, Aru W, 2006).
Tujuan penatalaksanaan diabetes melitus secara umum adalah meningkatnya kualitas
hidup penyandang diabetes (PERKENI, 2006).
Tujuan penatalaksanaan diabetes melitus dibagi menjadi dua yaitu (PERKENI, 2006):

1.Jangka pendek, hilangnya keluhan dan tanda diabetes melitus, mempertahankanrasa nyaman
dan tercapainya target pengendalian glukosa darah.
2.Jangka

panjang,

tercegah

dan

terhambatnya

progresifitas

penyulit

mikroangiopati,makroangiopati, dan neyropati.


Tujuan akhir pengelolaan diabetes melitus adalah turunnya morbiditas danmortalitas
diabetes melitus. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah,
tekanan darah, berat badan dan profil lipid, melalu pengelolaan pasien secara holistik dengan
mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan tingkah laku (PERKENI, 2006).
Langkah pertama dalam mengelola diabetes melitus selalu dimulai dengan pendekatan
non farmakologis, yaitu berupa perencanaan makan atau terapi nutrisimedik, kegiatan jasmani
dan penurunan berat badan bila didapat berat badan lebihatau obesitas. Bila dengan langkahlangkah tesebut sasaran pengendalian belumtercapai, maka dilanjutkan dengan penggunaan obat
atau intervensi farmakologis.Dalam melakukan pemilihan obat perlu diperhatikan titikkerja obat
sesuai denganmacam-macam penyebab terjadinya hiperglikemia seperti yang tertera pada
gambar 2.

Gambar 2. Sarana farmakologis dan titik kerja obat untuk pengendalian kadar glukosa darah.
Sumber Sudoyo, Aru W,2006

Untuk penatalaksanaan diabetes mellitus, di Indonesia, pendekatan yang digunakan


adalah berdasarkan dari pilar pentalaksanaan diabetes mellitus yang sesuai dengan consensus
penatalaksanaan diabetes mellitus menurut PERKENI tahun 2006. Adapun pilar penatalaksanaan
diabetes mellitus sebagai berikut :
A. EDUKASI
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentk
dengan mapan. Pemberrdayaan peyandang diabetes memerlukan pertisipasi aktif pasien,
keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku.
Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan
upaya peningkatan motivasi.
Tujuan dari perubahan perilaku adalah agar penyandang diabetes dapat menjalani pola
hidup sehat. Perilaku yang diharapkan adalah ( PERKENI, 2006) :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Mengikuti pola makan sehat


Meningkatkan kesehatan jasmani
Menggunakan obd secara aman dan teratur
Melakukan pemantauan Glukosa darah mandiri dan memanfaatkan data yang ada
Melakukan perawatan kaki secara berkala
Memiliki kemampuan untuk mengenal dan menghadapi sakit akut dengan tepat
Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada

B. TERAPI GIZI MEDIK


Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetessecara total. Kunci
keberhasilan TGM adalah keterlibatan secara menyeluruh darianggota tim (dokter, ahli gizi,
petugas kesehatan yang lain dan pasien itu sendiri).Setiap penyandang diabetes sebaiknya
mendapat TGM sesuai dengan kebutuhannyaguna mencapai sasaran terapi. Prinsip pengaturan
makan pada penyandang diabeteshampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum
yaitu makanan yangseimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing
individu.Pada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal
jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakanobat
penurun glukosa darah atau insulin (PERKENI, 2006)

Beberapa manfaat yang telah terbukti dari terapi gizi medis ini antara lain (Sudoyo, Aru
w, 2006):
1.Menurunkan berat badan
2.Menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik
3.Menurunkan kadar glukosa darah
4.Memperbaiki profil lipid
5.Meningkatkan sensitifitas reseptor insulin
6.Memperbaiki sistem koagulasi darah
Adapun tujuan dari terapi medis ini adalah untuk mencapai danmempertahankan
(Sudoyo, Aru w, 2006) :
1.Kadar glukosa darah mendekati normal
Glukosa puasa berkisar 90-130 mg/dl
Glukosa darah 2jam setelah makan <180 mg/dl
Kadar A1c < 7%
2.Tekanan darah < 130/80 mmhg
3.Profil lipid yang berkisar normal
Kolesterol LDL < 100 mg/dl
Kolesterol HDL > 40 mg/dl
Trigliserida < 150 mg/dl
4.Berat badan senormal mungkin

10

Komposisi bahan makanan terdiri dari makronutrien yang meliputi kerbohidrat, protein
dan lemak, serta mikronutrien yang meliputi vitamin dan mineral, harus diatur sedemikian rupa
sehingga dapat memenuhi kebutuhan diabetisi secara tepat (Sudoyo,Aru w, 2006).
Adapun komposisi bahan makanan yang direkomendasikan untuk diabetisimenurut
konsensus penatalaksanaan diebetes melitus di Indonesia menurut PERKENItahun 2006 adalah
sebagai berikut :
1.

Karbohidrat, sebagai sumber energi, diberikan pada diabetisi tidak boleh lebihdari 55-

65% dari total kebutuhan energi dalam sehari, atau tidak boleh lebih dari70%jika dikombinasi
dengan pemberian asam lemak tidak jenuh rantai tunggal (MUFA =monounsaturated fatty acids).
Pada setiap gram karbohidrat terdapatkandungan energi sebesar 4 kilokalori.
Rekomendasi pemberian karbohidrat (Sudoyo, Aru w, 2006) :
1.Kandungan total kalori pada makanan yang mengandung karbohidrat, lebihditentukan oleh
jumlahnya dibandingkan dengan jenis karbohidrat itu sendiri.
2.Dari total kebutuhan kalori per hari, 60-70% diantaranya bersumber darikarbohidrat
3.Jika ditambah MUFA sebagai sumber energi, maka jumlah karbohidratmaksimal 70% dari total
kalori perhari
4.Jumlah serat 25-50 gram per hari
5.Jumlah sukrose sebagai sumber energi tidak perlu dibatasi, namun jangansampai lebih dari
total kebutuhan kalori per hari
6.Sebagai pemanis dapat digunakan pemanis non kalori seperti aspartame,acesulfam dan
sucralosa
7.Penggunaan alkohol harus dibatasi tidak boleh lebih dari 10 gram per hari
8.Fruktosa tidakk boleh lebih dari 60 gram per hari
2.

Protein, jumlah kebutuhan protein yang direkomendasikan sekitar 10-15% daritotal kalori

per hari. Pada penderita dengan kelainan ginjal dimana diperlukan pembatasan asupan protein
11

sampai 40 gram perhari, maka perlu ditambahkansuplementasi asam amino esensial. Protein
mengandung energi sebesar 4kilokalori/gram (Sudoyo, Aru w, 2006).
Rekomendasi pemberian protein sebagai berikut (Sudoyo, Aru w, 2006):
1.Kebutuhan protein 15-25 % dari total kebutuhan energi per har
i2.Pada keadaan kadar glukosa darah yang terkontrol, asupan protein tidak akanmempengaruhi
kadar gula darah
3.Pada keadaan kadar gula darah tidak terkontrol, pemberian protein sekitar 0,8-1 mg/kgbb/hari
4.Pada gangguan fungsi ginjal, jumlah asupan protein diturunkan sampai 0,85gram/kgbb/hari
dan tidak kurang dari 40 gram
5.Jika terdapat komplikasi kardiovaskular, maka sumber protein nabati lebihdianjurkan daripada
hewani.
3.

Lemak, mempunyai kandungan energi sebesar 9 kilokalori per gramnya. Bahanmakanan

ini sangat penting untuk membawa vitamin yang larut dalam lemak seperti vitamin A, D, E, dan
K. Berdasarkan ikatan rantai karbonnya, lemak dibedakan menjadi lemak jenuh dan lemak tidak
jenuh. Pembatasan asupan lemak jenuh dan kolesterol disarankan bagi diabetisi karena terbukti
dapat memperbaiki profil lipid tidak normal yang sering tidak normal dijumpai pada diabetes.
Asamlemak tidak jenuh rantai tunggal (monounsaturated fatty acid = MUFA), merupakan salah
satu asam lemak yang dapat memperbaiki kadar glukosa darahdan profil lipid. Pemberian MUFA
pada diet diabetisi dapat menurunkantrigliserida, kolesterol total, kolesterol VLDL dan
meningkatkan

kolesterol

HDL.Sedangkan

asam

lemak

tidak

jenuh

rantai

panjang

( polyunsaturated fatty acid =PUFA) dapat melindungi jantung, menurunkan kadar trigliserida,
memperbaikiagregasi

trombosit.

PUFA

mengandung

asam

lemak

omega

yang

dapatmenurunkan sintesis VLDL di dalam hati dan meningkatkan aktifitas enzimlipoprotein


lipase yang dapat menurunkan kadar VLDL di jaringan perifer,sehingga dapat menurunkan kadar
kolesterol LDL (Sudoyo, Aru w, 2006)

12

Rekomendasi pemberian lemak adalah sebagai berikut (Sudoyo, Aru w, 2006) :


1.Batasi konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh, jumlah maksimal10 % dari total
kebutuhan kalori per hari
2.Jika kadar kolesterol LDL 100 mg/dl, asupan asam lemak jenuh diturunkansampai maksimal
7% dari total kebutuhan kalori per hari
3.Konsumsi kolesterol maksimal 300 mg/hari, jika kadar kolesterol LDL 100mg/dl, maka
maksimal kolesterol yang dapat dikonsumsi 200 mg/hari
4.Batasi asupan asam lemak bentuk trans
5.Konsumsi ikan seminggu 2-3 kali untuk mencukupi kebutuhan asam lemak tidak jenuh rantai
panjang.
6.Asupan asam lemak tidak jenuh rantai panjang maksimal 10% dari asupankalori per hari.
4.

Serat, seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes dianjurkanmengonsumsi

cukup serat dari kacang-kacangan, buah dan sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi serat,
karena mengandung vitamin, mineral, serat dan bahan lain yang baik untuk kesehatan. Anjuran
konsumsi serat adalah 25g/1000 kkal/hari (PERKENI, 2006).
5.

Kebutuhan kalori, Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan

penyandang diabetes. Di antaranya adalah dengan memperhitungkankebutuhan kalori basal yang


besarnya 25-30 kalori / kg BB ideal, ditambah ataudikurangi bergantung pada beberapa faktor
yaitu jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dll (PERKENI, 2006)
Perhitungan berat badan Ideal (BBI) dengan rumus Brocca yang dimodifikasiadalah sbb
(PERKENI, 2006) :
1. Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
2. Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanitadi bawah 150 cm,rumus
dimodifikasi menjadi :
1.Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
13

2.BB Normal : BB ideal 10 %


3.Kurus : < BBI - 10 %
4.Gemuk : > BBI + 10 %

Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh. Indeks massatubuh dapat
dihitung dengan rumus: IMT = BB(kg)/TB(m2)
Klasifikasi IMT adalah sebagai berikut menurut WHO WPR/IASO/IOTF dalam The Asia
Pacific Perspective Redefning Obesity and its Treatment
.
1. BB Kurang <18,5
2.BB Normal 18,5-22,9
3.BB Lebih >23,0
a)Dengan risiko 23,0-24,9
b)Obes I 25,0-29,9
c)Obes II 30
C.Latihan jasmani.
Pengelolaan diabetes yang meliputi empat pilar, aktivitas fisik merpakan salahsatu dari
keempat pilar tersebut. Aktivitas minimal otot skeletal lebih dari sekedar yang diperlukan untuk
ventilasi basal paru, dibutuhkan untuk semua orangtermasuk diabetisi sebagai kegiatan seharihari (Sudoyo, Aru w, 2006)
.Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan
dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendaliglukosa darah. Latihan
jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang

bersifat aerobik seperti: jalan kaki,

bersepeda santai, jogging, dan berenang.Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur
14

dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas latihan jasmani
bisaditingkatkan, sementara yang sudah mendapat komplikasi DM dapat dikurangi.Hindarkan
kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalasmalasan (PERKENI,2006).
D.Intervensi Farmakologis
Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belumtercapai dengan
pengaturan makan dan latihan jasmani (PERKENI, 2006).
Dalam melakukan pemilihan intervensi farmakologis perlu diperhatikan titik kerja obat
sesuai dengan macam-macam penyebab terjadinya hiperglikemia(Sudoyo, Aru W, 2006).
Obat hipoglikemik oral (OHO)
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan (PERKENI, 2006) :
1. pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan glinid
Sulfonilurea, obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresiinsulin oleh sel
beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasiendengan berat badan normal dan kurang,
namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih. Untuk menghindari
hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaaan seperti orang tua, gangguan faalginjal dan
hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja
panjang.
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan penekanan pada
meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Golongan initerdiri dari 2 macam obat yaitu:
Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi
dengan cepatsetelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati.

2. penambah sensitivitas terhadap insulin: metformin, tiazolidindion


Tiazolidindion (rosiglitazon dan pioglitazon) berikatan pada Peroxisome Proliferator Activated
Receptor Gamma (PPAR-), suatu reseptor inti di selotot dan sel lemak. Golongan ini
mempunyai efek menurunkan resistensiinsulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut
15

glukosa, sehinggameningkatkan ambilan glukosa di perifer.Tiazolidindion dikontraindikasikan


pada pasien dengan gagal jantung klas I-IV karena dapat memperberatedema/retensi cairan dan
juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yangmenggunakan tiazolidindion perlu dilakukan
pemantauan faal hati secara berkala.
3. penghambat glukoneogenesis: metformin
Metformin,obat

ini

mempunyai

efek

utama

mengurangi

produksi

glukosahati

(glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer.Terutama dipakai pada


penyandang diabetes gemuk. Metformindikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan
fungsi ginjal (serumkreatinin > 1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien-pasien dengan
kecenderunganhipoksemia (misalnya penyakit serebro- vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung).
Metformin dapat memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat
diberikan pada saat atau sesudah makan.
4. penghambat glukosidase alfa (acarbose)
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehinggamempunyai efek
menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose tidak menimbulkan efek samping
hipoglikemia. Efek samping yang palingsering ditemukan ialah kembung dan flatulens.
Cara Pemberian OHO, terdiri dari (PERKENI, 2006) :
1. OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahapsesuai respons kadar
glukosa darah, dapat diberikan sampai dosishampir maksimal
2.Sulfonilurea generasi I & II : 15 30 menit sebelum makan
3.Glimepirid : sebelum/sesaat sebelum makan
4.Repaglinid, Nateglinid : sesaat/ sebelum makan
5.Metformin : sebelum /pada saat / sesudah makan
6.Penghambat glukosidase (Acarbose) : bersama makansuapan pertama
7.Tiazolidindion : tidak bergantung pada jadwal makan.
16

5. Insulin
Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino, dihasilkanoleh sel beta
pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan pada sel beta,insulin disintesis dan
kemudian disekresikan kedalam darah sesuai kebutuhantubuh untik keperluan regulasi glukosa
darah (Sudoyo, Aru W, 2006).
Insulin diperlukan pada keadaan (PERKENI, 2006) :
1.Penurunan berat badan yang cepat
2.Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
3.Ketoasidosis diabetik
4.Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
5.Hiperglikemia dengan asidosis laktat
6.Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal
7.Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
8.Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional
9.yang tidak terkendali dengan perencanaan makan
10.Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
11.Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni (PERKENI,2006) :
1.insulin kerja cepat (rapid acting insulin)
2.insulin kerja pendek (short acting insulin)
3.insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)
17

4.insulin kerja panjang (long acting insulin)


5.insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed insulin)

2.5 Penilaian hasil terapi


Dalam praktek sehari-hari, hasil pengobatan DM tipe 2 harus dipantau secara terencanadengan
melakukan anamnesis, pemeriksaan jasmani dan pemeriksaan penunjang.Pemeriksaan yang
dapat dilakukan adalah (PERKENI, 2006) :
2.5.1 Pemeriksaan kadar glukosa darah
Tujuan pemeriksaan glukosa darah:
a) Untuk mengetahui apakah sasaran terapi telah tercapai
b) Untuk melakukan penyesuaian dosis obat, bila belum tercapai sasaran terapi.Untuk mencapai
tujuan tersebut perlu dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan glukosa 2 jam
posprandial secara berkala sesuai dengan kebutuhan.Kalau karena salah satu hal terpaksa hanya
dapat diperiksa 1 kali dianjurkan pemeriksaan 2 jam posprandial.
2.5.2 Pemeriksaan A1C
Tes hemoglobin terglikosilasi, yang disebut juga sebagai glikohemoglobin, atauhemoglobin
glikosilasi disingkat sebagai A1C, merupakan cara yang digunakanuntuk menilai efek perubahan
terapi 8-12 minggu sebelumnya. Tes ini tidak dapatdigunakan untuk menilai hasil pengobatan
jangka pendek. Pemeriksaan A1Cdianjurkan dilakukan minimal 2 kali dalam setahun.
2.5.3 Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM)
Untuk memantau kadar glukosa darah dapat dipakai darah kapiler. Saat ini banyak
dipasarkan alat pengukur kadar glukosa darah cara reagen kering yangumumnya sederhana dan
mudah dipakai. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darahmemakai alat-alat tersebut dapatdipercaya
sejauh kalibrasi dilakukan dengan baik dan cara pemeriksaan dilakukansesuai dengan cara
standar yang dianjurkan. Secara berkala, hasil pemantauan dengan cara reagen kering perlu
18

dibandingkan dengan cara konvensional.PGDM dianjurkan bagi pasien dengan pengobatan


insulin atau pemicu sekresi insulin.
Waktu pemeriksaan PGDM bervariasi, tergantung pada terapi. Waktu yangdianjurkan
adalah, pada saat sebelum makan, 2 jam setelah makan (menilaiekskursi maksimal glukosa),
menjelang waktu tidur (untuk menilai risikohipoglikemia), dan di antara siklus tidur (untuk
menilai adanya hipoglikemianokturnal yang kadang tanpa gejala), atau ketika mengalami gejala
seperti hypoglycemic spells.
2.5.4 Kriteria pengendalian DM
Untuk dapat mencegah terjadinya komplikasi kronik, diperlukan pengendalianDM yang
baik yang merupakan sasaran terapi. Diabetes terkendali baik, apabila kadar glukosa darah
mencapai kadar yang diharapkan serta kadar lipid dan A1C jugamencapai kadar yang
diharapkan. Demikian pula status gizi dan tekanan darah.

2.6Komplikasi
2.6.1Komplikasi akut
Ketoasidosis diabetik
Ketoasidosis diabetik adalah keadaan dekompensasi-kekacauan metabolik yang ditandai dengan
trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama disebabkanoleh defisiensi insulin absolut atau
relatif. KAD dan hipoglikemia merupakankomplikasi akut diabetes melitus yang serius dan
membutuhkan pengelolaan gawatdarurat. Akibat diuresis osmotik, KAD biasanya mengalami
dehidrasi berat bahkansampai menyebabkan syok (Sudoyo, Aru W, 2006).
KAD adalah suatu keadaan dimana terdapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan
peningkatan hormon kontra regulator (glukagon, katekolamin, dan hormon pertumbuhan),
keadaan tersebut menyebabkan produksi glukosa hati meningkat danutilisasi glukosa oleh sel
19

tubuh menurun, dengan hasil akhir hiperglikemia. Keadaanhiperglikemia sangat bervariasi dan
tidak menentukan berat ringannya KAD. Adapungejala dan tanda klinis KAD dapat
dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu (Sudoyo,Aru W, 2006) :
1.Akibat hiperglikemia
2.Akibat ketosis

Gambar 3. Patofisiologi KAD. Sumber : sudoyo, aru w, 2006


KAD ditegakkan dengan kriteria diagnosis sebagai berikut (Sudoyo, Aru W,2006) :
1.Kadar glukosa > 250 mg%
2.pH < 7,35
3.HCO rendah
4.Anion gap yang tinggi
5.Keton serum positif
20

Begitu masalah KAD ditegakkan, segera pengelolaan dimulai. Pengelolaan KADtentunya


berdasarkan patofisiologi dan patogenesis penyakit, merupakan terapititerasi, sehingga sebaiknya
dirawat diruang perawatan intensif. Prinsip-prinsip pengelolaan KAD adalah (Sudoyo, Aru W,
2006):
1.Penggantian cairan dan garam yang hilang
2.Menekan lipolisis sel lemak dan glukoneogenesis sel hati dengan insulin
3.Mengatasi stres sebagi pencetus KAD
4.Mengembalikan keadaan fisiologi normal dan menyadari pentingnya pemantauanserta
penyesuaian pengobatan.
Koma hiperosmolar hiperglikemik non ketotik
Sindrom
olehhiperglikemia,

koma

hiperosmolar

hiperosmolar

tanpa

hiperglikemik

non

disertai adanya

ketotik

(HHNK)

ditandai

ketosis. Gejala klinis

utama

adalahdehidrasi berat, hiperglikemia berat dan seringkali disertai gangguanneurologisdengan


atau tanpa adanya ketosis (Sudoyo, Aru W, 2006)
.Perjalanan klinis HHNK biasanya berlangsung dalam jangka waktu tertentu
(beberapahari sampai beberapa minggu), dengan gejala khas meningkatnya rasa haus disertai
poliuri, polidipsi, dan penurunan berat badan. Koma hanya ditemukan kurang dari10% kasus
(Sudoyo, Aru W, 2006).
HHNK biasanya terjadi pada orang tua dengan DM, yang mempunyai penyakit penyerta
yang mengakibatkan menurunnya asupan makanan. Faktor pencetus dapat dibagi menjadi enam
kategori : infeksi, pengobatan, noncompliance,DM tak terdiagnosis, penyalahgunaan obat, dan
penyakit penyerta. Infeksi merupakan penyebab tersering (57,1%). Compliance yang buruk
terhadap pengobatan DM jugasering menyebabkan HHNK (21%) (Sudoyo, Aru W, 2006).
Faktor yang memulai timbulnya HHNK adalah diuresis glukosuria.Glukosuria
mengakibatkan kegagalan pada kemampuan ginjal dalammengkonsentrasikan urin, yang
semakin memperberat derajat kehilangan air. Padakeadaan normal, ginjal berfungsi
mengeliminasi glukosa di atas ambang batastertentu. Namun demikian, penurunan volume
21

intravaskular atau penyakit ginjal yangtelah ada sebelumnya akan menurunkan laju filtrasi
glomerular, menyebabkan kadar glukosa meningkat. Hilangnya air yang lebih banyak dibanding
natrium menyebabkankadar hiperosmolar. Insulin yang ada tidak cukup untuk menurunkan kadar
glukosadarah, terutama jika terdapat resistensi insulin (Sudoyo, Aru W, 2006).Penatalaksanaan
HHNK, meliputi lima pendekatan (Sudoyo, Aru W, 2006):
1.Rehidrasi intravena agresif cairan hipotonis.
2.Penggantian elektrolit
3.Pemberian insulin intravena
4.Diagnosis dan manajemen faktor pencetus dan penyakit penyerta
5.Pencegahan.
Hipoglikemia
Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah <60 mg/dL.Bila terdapat
penurunan kesadaran pada penyandang diabetes harus selalu dipikirkankemungkinan terjadinya
hipoglikemia. Hipoglikemia paling sering disebabkan oleh penggunaan sulfonilurea dan insulin.
Hipoglikemia akibat sulfonilurea dapat berlangsung lama, sehingga harus diawasi sampai
seluruh obat diekskresi dan waktukerja obat telah habis. Terkadang diperlukan waktu yang cukup
lama untuk
ginjalkronik).

pengawasannya (24-72 jam atau lebih, terutama pada pasien dengan gagal
Hipoglikemia

pada

usia

lanjut

merupakan

suatu

hal

yang

harus

dihindari,mengingat dampaknya yang fatal atau terjadinya kemunduran mental bermakna pada
pasien. Perbaikan kesadaran pada DM usia lanjut sering lebih lamban danmemerlukan
pengawasan yang lebih lama (PERKENI, 2006).
Gejala hipoglikemia terdiri dari gejala adrenergik (berdebar, banyak keringat,gemetar,
rasa lapar) dan gejala neuro-glikopenik (pusing, gelisah, kesadaran menurunsampai koma)
(PERKENI, 2006).
Hipoglikemia harus segera mendapatkan pengelolaan yang memadai.Diberikan makanan
yang mengandung karbohidrat atau minuman yang mengandunggula berkalori atau glukosa 1520 g melalui intra vena. Perlu dilakukan pemeriksaanulang glukosa darah 15 menit setelah
22

pemberian glukosa. Glukagon diberikan pada pasien dengan hipoglikemia berat (PERKENI,
2006).
Untuk penyandang diabetes yang tidak sadar, sementara dapat diberikanglukosa 40%
intravena terlebih dahulu sebagai tindakan darurat, sebelum dapatdipastikan penyebab
menurunnya kesadaran (PERKENI, 2006).
2.6.2 Komplikasi kronik

Seperti telah diungkapkan, hiperglikemia merupakan peran sentran terjadikomplikasi


pada DM. Pada keadaan hiperglikemia, akan terjadi peningkatan jalur polyol, peningkatan
pembentukan Protein Glikasi non enzimakti serta peningkatan proses glikosilasi itu sendiri, yang
menyebabkan peningkatan stress oksidatif dan pada akhirnya menyebabkan komplikasi baik
vaskulopati, retinopati, neuropatiataupun nefropati diabetika (Permana,Hikmat, 2007).
Komplikasi kronis ini berkaitan dengan gangguan vaskular, yaitu(Permana,Hikmat,
2007):
Komplikasi mikrovaskular Komplikasi makrovaskular Komplikasi neurologis
1. Komplikasi Mikrovaskular
Timbul akibat penyumbatan pada pembuluh darah kecil khususnya kapiler.Komplikasi ini
spesifik untuk diabetes melitus.
Retinopati diabetika
Kecurigaan akan diagnosis DM terkadang berawal dan gejala berkurangnyaketajaman
penglihatan atau gangguan lain pada mata yang dapat mengarah padakebutaan. Retinopati
diabetes dibagi dalam 2 kelompok, yaitu Retinopati non proliferatif dan Proliferatif. Retinopati
non proliferatif merupkan stadium awal denganditandai adanya mikroaneurisma, sedangkan
retinoproliferatif, ditandai denganadanya pertumbuhan pembuluh darah kapiler, jaringan ikat dan
adanya hipoksiaretina. Pada stadium awal retinopati dapat diperbaiki dengan kontrol gula darah
yang baik, sedangkan pada kelainan sudah lanjut hampir tidak dapat diperbaiki hanya dengan
kontrol gula darah, malahan akan menjadi lebih buruk apabila dilakukan penurunan kadar gula
darah yang terlalu singkat.
23

Nefropati diabetika
Diabetes mellitus tipe 2, merupaka penyebab nefropati paling banyak, sebagai penyebab
terjadinya gagal ginjal terminal. Kerusakan ginjal yang spesifik pada DMmengaikibatkan
perubahan fungsi penyaring, sehingga molekul-molekul besar seperti protein dapat lolos ke
dalam kemih (mis. Albuminuria). Akibat nefropati diabetikadapat timbul kegagalan ginjal yang
progresif. Nefropati diabetic ditandai denganadanya proteinuri persisten ( > 0.5 gr/24 jam),
terdapat retinopati dan hipertensi.Dengan demikian upaya preventif pada nefropati adalah
kontrol metabolisme dankontrol tekanan darah.
2. Komplikasi Makrovaskular
Timbul akibat aterosklerosis dan pembuluh-pembuluh darah besar, khususnyaarteri akibat
timbunan plak ateroma. Makroangioati tidak spesifik pada diabetes,namun pada DM timbul lebih
cepat, lebih seing terjadi dan lebih serius. Berbagaistudi epidemiologis menunjukkan bahwa
angka kematian akibat penyakit,kardiovaskular dan penderita diabetes meningkat 4-5 kali
dibandingkan orangnormal.
Komplikasi makroangiopati umumnya tidak ada hubungannya dengan kontrolkadar gula
darah yang balk. Tetapi telah terbukti secara epidemiologi bahwahiperinsulinemia merupakan
suatu faktor resiko mortalitas kardiovaskular, dimana peninggian kadar insulin menyebabkan
risiko kardiovaskular semakin tinggi pula.kadar insulin puasa > 15 mU/mL akan meningkatkan
risiko mortalitas koroner sebesar 5 kali lipat. Hiperinsulinemia kini dikenal sebagai faktor
aterogenik dan diduga berperan penting dalam timbulnya komplikasi makrovaskular.
Penyakit Jantung Koroner
Berdasarkan studi epidemiologis, maka diabetes merupakan suatu faktor risikokoroner.
Ateroskierosis koroner ditemukan pada 50-70% penderita diabetes. Akibatgangguan pada
koroner timbul insufisiensi koroner atau angina pektoris (nyeri dada paroksismal serti tertindih
benda berat dirasakan didaerah rahang bawah, bahu, lenganhingga pergelangan tangan) yang
timbul saat beraktifitas atau emosi dan akan meredasetelah beristirahat atau mendapat nitrat
sublingual.

24

Akibat yang paling serius adalah infark miokardium, di mana nyeri menetapdan lebih
hebat dan tidak mereda dengan pembenian nitrat. Namun gejala-gejala inidapat tidak timbul pada
pendenita diabetes sehigga perlu perhatian yang lebih teliti.
Stroke
Aterosklerosis serebri merupakan penyebab mortalitas kedua tersering pada penderita
diabetes. Kira-kira sepertiga penderita stroke juga menderita diabetes.Stroke lebih sering timbul
dan dengan prognosis yang lebih serius untuk penderitadiabetes. Akibat berkurangnya aliran
atrteri karotis interna dan arteri vertebralistimbul gangguan neurologis akibat iskemia, berupa:Pusing, sinkop- Hemiplegia: parsial atau total- Afasia sensorik dan motorik - Keadaan pseudodementia
Penyakit pembuluh darah
Proses awal terjadinya kelainan vaskuler adalah adanya aterosklerosis, yangdapat terjadi
pada seluruh pembuluh darah. Apabila terjadi pada pembuluh darahkoronaria, maka akan
meningkatkan risiko terjadi infark miokar, dan pada akhirnyaterjadi payah jantung. Kematian
dapat terjadi 2-5 kali lebih besar pada diabetesdisbanding pada orang normal. Risiko ini akan
meningkat lagi apabila terdapatkeadaan keadaan seperti dislipidemia, obes, hipertensi atau
merokok.
Penyakit pembuluh darah pada diabetes lebih sering dan lebih awal terjadi pada penderita
diabetes dan biasanya mengenai arteri distal (di bawah lutut). Padadiabetes, penyakit pembuluh
darah perifer biasanya terlambat didiagnosis yaitu bilasudah mencapai fase IV. Faktor factor
neuropati, makroangiopati dan mikroangiopatiyang disertai infeksi merupakan factor utama
terjadinya proses gangrene diabetik.Pada penderita dengan gangrene dapat mengalami amputasi,
sepsis, atau sebagaifactor pencetus koma, ataupun kematian.
3. Neuropati
Umumnya berupa polineuropati diabetika, kompikasi yang sering terjadi pada penderita
DM, lebih 50 % diderita oleh penderita DM. MAnifestasi klinis dapat berupa gangguan sensoris,
motorik, dan otonom. Proses kejadian neuropati biasanya progresif di mana terjadi degenerasi

25

serabut-serabut saraf dengan gejala-gejala nyeriatau bahkan baal. Yang terserang biasanya adalah
serabut saraf tungkai atau lengan.
Neuropati disebabkan adanya kerusakan dan disfungsi pada struktur syaraf akibat adanya
peningkatan jalur polyol, penurunan pembentukan myonositol, penurunan Na/K ATP ase,
sehingga menimbulkan kerusakan struktur syaraf,demyelinisasi segmental, atau atrofi axonal.

26

Anda mungkin juga menyukai