Pada kurun waktu sama, potensi batu bara cair sebagai sumber energi juga dilakukan
penelitian, bekerjasama dengan Jepang. Pencairan batu bara punya prospek sangat
bagus apalagi saat ini harga minyak sedang naik. Batubara kualitas rendah kan tidak
bisa dijual, tapi dengan proses kimia bisa dicairkan. Kalau sudah dicairkan bisa
menjadi sama dengan bahan bakar biasa seperti solar, bensin atau minyak, ujarnya.
Sedangkan, untuk kelistrikan, BBPT mengembangkan penelitian panas bumi.
Pembangkit Listrik Panas Bumi skala kecil atau Binary Cycle dikembangkan di
Lahendong, sejak 1995. Banyak lapangan panas bumi di Indonesia yang suhunya
tidak terlalu tinggi, jadi tidak bisa menggerakkan turbin langsung. Tapi dengan binary
cycle ini, panasnya ditransfer ke suatu fluida untuk menggerakkan turbin. Ini cocok
dikembangkan di daerah-daerah di Indonesia. Kita sudah identifikasi kira-kira ada
2000 genset punya PLN yang skalanya kecil yang bisa digantikan oleh panas bumi
ini, ujar Arya.
Masalah pencarian sumber panas bumi, diupayakan mengembangkan alat yang
disebut Fraktor Detektor, selain bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Mineral dan
Panas Bumi DESDM. Tercatat, potensi geothermal Indonesia mencapai 40% dari
potensi dunia atau sekitar 27000 gyga, namun baru 1 gyga yang dimanfaatkan untuk
pembangkit listrik.
Panas bumi selain dimanfaatkan untuk menggerakkan turbin listrik, panasnya juga
bisa dimanfaatkan untuk pengering budidaya jamur, ulat sutra, pengering kopra,
ujarnya.
Kendati demikian, kata Bambang, KNRT beserta LPND terkait terbatas pada
pengembangan prototipe. Kita uji coba sudah bagus. Tinggal ke instansi teknis yang
menerapkan dan membangunnya, ujarnya.
Dari sisi masyarakat, kata Bambang juga harus diupayakan pelatihan agar mampu
mengelola unit pembangkit listrik tersebut secara berkelanjutan. Harus diakui, ada
pergeseran dimana peran masyarakat di dalam mengelola unit pembangkit listrik
mengalami penurunan dengan berbagai alasan, ujarnya.
Dalam hal ini, lanjut dia, masyarakat tidak menyadari prototipe pembangkit listrik
tidak didesain untuk kapasitas besar atau hanya dibangun untuk periode transisi saja
sebelum PT PLN mendistribusikan hingga ke wilayah tersebut. Jadi pengembangan
pilot project diberikan masyarakat secara kolektif sebagai intermediate sebelum
pemerintah melalui PLN menyediakannya sampai ke lokasi tersebut. Atau,
diproyeksikan selama 5 tahun, ujarnya.
Tahun ini, Kata Bambang, KNRT mendanai beberapa kegiatan pengembangan
prototipe pembangkit listrik Hybrid (fotovoltaic, tenaga angin dan diesel) beberapa
wilayah, bekerjasama dengan LPND terkait dan swasta. Beberapa waktu lalu
diresmikan di Rotendao, NTT. Akhir tahun ini PLTH juga akan dibangun di Timor
Tengah Utara, ujarnya.
Untuk pengelolaannya, KNRT menjalin kerjasama dengan PT PLN. Karena
pengelolaan oleh koperasi berakhir kurang baik, maka kita serahkan pada
pengoperasiannya pada pihak punya pengalaman yaitu PLN. Penyerahannya KNRT
pada Pemda setempat, kemudian PLN, ujarnya. (Lea)