Anda di halaman 1dari 19

Pemberian obat-obatan dalam Sistem Perkemihan

1; Diuretik
a; Pengertian Diuretik
Diuretik adalah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin. Istilah
diuresis mempunyai dua pengertian, pertama menunjukkan adanya penambahan
volume urine yang di produksi dan yang kedua menunjukkan jumlah pengeluaran
(kehilangan) zat-zat terlarut dan air. Fungsi utama diuretik adalah untuk memobilisasi
cairan udem, yang berarti mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga
volume cairan ekstrasel kembali menjadi normal.
Pengaruh diuretik terhadap ekskresi zat terlarut penting artinya untuk menentukan
tempat kerja diuretik dan sekaligus untuk meramalkan akibat penggunaan suatu
diuretik. Secara umum diuretik dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu :
1;
Diuretik osmotik
2;
Penghambat mekanisme transport elektrolit di dalam tubuli ginjal
Obat yang dapat menghambat transport elektrolit di tubuli ginjal adalah :
1;
Penghambat karbonik anhidrase
2;
Benzotiadiazid
3;
Diuretik hemat kalium
4;
Diuretik kuat
b; Indikasi Diuretik
Indikasi penggunaan diuretic
1; Edema yang disebabkan oleh gagal jantung, penyakit hati, dan gangguan ginjal.
2; Non Edema seperti hipertensi, glukoma, mountain sickness, Forced diuresis pada
keracunan, gangguan asam basa, dan nefrolitiasis rekuren
c; Efek Samping
Efek-efek samping yang utama yang dapat di akibatkan diuretik adalah:
1; Hipokalemia
Kekurangan kalium dalam darah. Semua diuretic dengan ttitik kerja dibagian
muka tubuli distal memperbesar ekskresi ion K dan H karena ditukarkan dengan
ion Na. akibatnya adalah kandungan kalium plasma darah menurun dibawah 3,5
mmol/liter. Keadaan ini terutama dapat terjadi pada penanganan gagal jantung
dengan dosis tinggi furosemida, mungkin bersama thiazida. Gejala kekurangan
kalium ini bergejala kelemahan otot, kejang-kejang, obstipasi, anoreksia, kadangkadang juga aritmia jantung tetapi gejala ini tidak selalu menjadi nyata. Thiazida
yang digunakan pada hipertensi dengan dosis rendah (HCT dan klortalidon 12,5
mg perhari), hanya sedikit menurunkan kadar kalium. Oleh karena itu tidak perlu
disuplesi kalium (Slow-K 600 mg), yang dahulu agak sering dilakukan
kombinasinya dengan suatu zat yang hemat kalium suadah mencukupi. Pasien
jantung dengan gangguan ritme atau yang di obati dengan digitalis harus
dimonitor dengan seksama, karena kekurangan kalium dapat memperhebat
keluhan dan meningkatkan toksisitas digoksin. Pada mereka juga d khawatirkan
terjadi peningkatan resiko kematian mendadak (sudden heart death).
2; Hiperurikemia
Akibat retensi asam urat (uric acid) dapat terjadi pada semua diuretika, kecuali
amilorida. Menurut perkiraan, hal ini diebabkan oleh adanya persaingan antara
diuretikum dengan asam urat mengenai transpornya di tubuli. Terutama
klortalidon memberikan resiko lebih tibggi untuk retensi asam urat dan serangan
encok pada pasien yang peka.

3; Hiperglikemia
Dapat terjadi pada pasien diabetes, terutama pada dosis tinggi, akibat
dikuranginya metabolisme glukosa berhubung sekresi insulin ditekan. Terutama
thiazida terkenal menyebabkan efek ini, efek antidiabetika oral diperlemah
olehnya.
4; Hiperlipidemia
Hiperlipidemia ringan dapat terjadi dengan peningkatan kadar koleterol total (juga
LDL dan VLDL) dan trigliserida. Kadar kolesterol HDL yang dianggap sebagai
factor pelindung untuk PJP justru diturunkan terutama oleh klortalidon.
Pengecualian adalah indaparmida yang praktis tidak meningkatkan kadar lipid
tersebut. Arti klinis dari efek samping ini pada penggunaan jangka panjang blum
jelas.
5; Hiponatriemia
Akibat dieresis yang terlalu pesat dan kuat oleh diuretikaa lengkungan, kadar Na
plasma dapat menurun drastic dengan akibat hiponatriemia. Geejalanya berupa
gelisah, kejang otot, haus, letargi (selalu mengantuk), juga kolaps. Terutama lansia
peka untuk dehidrasi, maka sebaiknya diberikan dosis permulaan rendah yang
berangsur-angsur dinaikkan, atau obat diberikan secara berkala, misalnya 3-4 kali
seminggu. Terutama pada furosemida dan etakrinat dapat terjadi alkalosis
(berlebihan alkali dalam darah).
6; Lain-lain
Gangguan lambung usus (mual, muntah, diare), rasa letih, nyeri kepala, pusing
dan jarang reaksi alergis kulit. Ototoksisitas dapat terjadi pada penggunaan
furosemida/bumetamida dalam dosis tinggi.
2; Loop Diuretik
a; Pengertian
Diuretik loop bekerja dengan mencegah reabsorpsi natrium, klorida, dan
kalium pada segmen tebal ujung asenden ansa Henle (nefron) melalui inhibisi
pembawa klorida. Obat ini termasuk asam etakrinat, furosemid da bumetanid, dan
digunakan untuk pengobatan hipertensi, edema, serta oliguria yang disebabkan oleh
gagal ginjal. Pengobatan bersamaan dengan kalium
diperlukan selama menggunakan obat ini.
Mekanisme kerja :
Secara umum dapat dikatakan bahwa diureti kuat mempunyai mula kerja dan lama
kerja yang lebih pendek dari tiazid. Diuretik kuat terutama bekerja pada Ansa Henle
bagian asenden pada bagian dengan epitel tebal dengan cara menghambat kotranspor
Na+/K+/Cl- dari membran lumen pada pars ascenden ansa henle, karena itu
reabsorpsi Na+/K+/Cl- menurun
Farmakokinetik
Ketiga obat mudah diserap melalui saluran cerna, dengan derajat yang agak berbedabeda. Bioavaibilitas furosemid 65 % sedangkan bumetanid hamper 100%. Diuretic
kuat t erikat pada protein plasma secara ekstensif, sehingga tidak difiltrasi di
glomerulus tetapi cepat sekali disekresi melalui system transport asam organic di
tubuli proksimal. Kira-kira 2/3 dari asam etakrinat yang diberikan secara IV
diekskresi melalui ginjal dalam bentuk utuh dan dalam konjugasi dengan senyawa
sulfhidril terutama sistein dan N-asetil sistein. Sebagian lagi diekskresi melalui
hati.sebagian besar furosemid diekskresi dengan cara yang sama, hanya sebagian kecil
dalam bentuk glukuronid. Kira-kira 50% bumetanid
diekskresi dalam bentuk asal, selebihnya sebagai metabolit.

b; Obat yang bekerja di Loop


Termasuk dalam kelompok ini adalah asam etakrinat, furosemid dan
bumetanid. Asam etakrinat termasuk diuretik yang dapat diberikan secara oral
maupun parenteral dengan hasil yang memuaskan. Furosemid atau asam 4-kloro-Nfurfuril-5-sulfomail antranilat masih tergolong derivat sulfonamid.
Ketiga obat mudah diserap melalui saluran cerna, dengan derajat yang agak
berbeda-beda. Bioavaibilitas furosemid 65 % sedangkan bumetanid hamper 100%.
Diuretic kuat terikat pada protein plasma secara ekstensif, sehingga tidak difiltrasi di
glomerulus tetapi cepat sekali disekresi melalui system transport asam organic di
tubuli proksimal. Kira-kira 2/3 dari asam etakrinat yang diberikan secara IV
diekskresi melalui ginjal dalam bentuk utuh dan dalam konjugasi dengan senyawa
sulfhidril terutama sistein dan N-asetil sistein. Sebagian lagi diekskresi melalui
hati.sebagian besar furosemid diekskresi dengan cara yang sama, hanya sebagian kecil
dalam bentuk glukuronid. Kira-kira 50% bumetanid diekskresi dalam bentuk asal,
selebihnya sebagai metabolit.
c; Indikasi
Furosemid lebih banyak digunakan daripada asam etakrinat, karena ganguan saluran
cerna yang lebih ringan. Diuretik kuat merupakan obat efektif untuk pengobatan udem
akibat gangguan jantung, hati atau ginjal.
Sediaan
Asam etakrinat. Tablet 25 dan 50 mg digunakan dengan dosis 50-200 mg per hari.
Sediaan IV berupa Na-etakrinat, dosisnya 50 mg, atau 0,5-1 mg/kgBB.
Furosemid. Obat ini tersedia dalam bentuk tablet 20,40,80 mg dan preparat suntikan.
Umunya pasien membutuhkan kurang dari 600 mg/hari. Dosis anak 2mg/kgBB, bila
perlu dapat ditingkatkan menjadi 6 mg/kgBB.
Bumetanid. Tablet 0.5mg dan 1 mg digunakan dengan dosis dewasa 0.5-2mg sehari.
Dosis maksimal per hari 10 mg. Obat ini tersedia juga dalam bentuk bubuk injeksi
dengan dosis IV atau IM dosis awal antara 0,5-1 mg, dosis diulang 2-3 jam
maksimum 10mg/kg.
d; Efek Samping
Efek samping asam etakrinat dan furosemid dapat dibedakan atas :
a; Reaksi toksik berupa gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit yang sering
terjadi
b; Efek samping yang tidak berhubungan dengan kerja utamanya jarang terjadi.
Gangguan saluran cerna lebih sering terjadi dengan asam etakrinat daripada
furosemid.
Tidak dianjurkan pada wanita hamil kecuali bila mutlak diperlukan.
Asam etakrinat dapat menyebabkan ketulian sementara maupun menetap. Ketulian
sementara dapat terjadi pada furosemid dan lebih jarang pada bumetanid. Ketulian
ini mungkin sekali disebabkan oleh perubahan komposisi eletrolit cairan
endolimfe. Ototoksisitas merupakan suatu efek samping unik kelompok obat ini
N
3; Tiazid
a; Pengertian
Senyawa tiazid menunjukkan kurva dosis yang sejajar dan daya klouretik maksimal
yang seb anding.
Merupakan Obat diuretik yang paling banyak digunakan. Diuretik tiazid, seperti
bendroflumetiazid, bekerja pada bagian awal tubulus distal (nefron). Obat ini
menurunkan reabsorpsi natrium dan klorida, yang meningkatkan ekskresi air, natrium,

dan klorida. Selain itu, kalium hilang dan kalsium ditahan. Obat ini digunakan dalam
pengobatan hipertensi, gagal jantung ringan, edema, dan pada diabetes insipidus
nefrogenik. Obat-obat diuretik yang termsuk golongan ini adalah ; klorotiazid,
hidroklorotiazid, hidroflumetiazid, bendroflumetiazid, politiazid, benztiazid,
siklotiazid, metiklotiazid, klortalidon, kuinetazon, dan indapamid.
Farmakodinamika
Efek farmakodinamika tiazid yang utama ialah meningkatkan ekskresi natrium,
klorida dan sejumlah air. Efek natriuresis dan kloruresis ini disebabkan oleh
penghambatan reabsorbsi elektrolit pada hulu tubuli distal. Pada penderita hipertensi,
tiazid menurunkan tekanan darah bukan saja karena efek diuretiknya, tetapi juga
karena efek langsung terhadap arteriol sehingga terjadi vasodilatasi.
Mekanisme kerja :
bekerja pada tubulus distal untuk menurunkan reabsorpsi Na+ dengan menghambat
kotransporter Na+/Cl- pada membran lumen.
Farmakokinetik :
Absorbsi tiazid melalui saluran cerna baik sekali. Umumnya efek obat tampak setelah
1 jam. Didistribusikan ke seluruh ruang ekstrasel dan dapat melewati sawar uri.
Dengan proses aktif, tiazid diekskresi oleh sel tubuli proksimal ke dalam cairan tubuli.
Biasanya dalam 3-6 jam sudah diekskresi dari badan.
b; Golongan Tiazid
Sediaan dan dosis golongan tiazid dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
SEDIAN DAN DOSIS TIAZID DAN SENYAWA SEJENIS
Obat
Klorotiazid
Hidroklortiazid
Hidroflumetiazid
Bendroflumetiazid
Politiazid
Benztiazid
Siklotiazid
Metiklotiazid
Klortalidon
Kuinetazon
Indapamid

Sediaan
Tablet 250 dan 500 mg
Tablet 25 dan 50 mg
Tablet 50 mg
Tablet 2.5, 5 dan 10 mg
Tablet 1, 2 dan 4 mg
Tablet 50 mg
Tablet 2 mg
Tablet 2.5 dan 5 mg
Tablet 25, 50 dan 100mg
Tablet 50 mg
Tablet 2.5 mg

Dosis (mg/hari)
500-2000
25-100
25-200
5-20
1-4
50-200
1-2
2.5-10
25-100
50-200
2.5-5

Lama kerja
(jam)
6-12
6-12
6-12
6-12
24-48
6-12
18-24
24
24-72
18-24
24-36

c; Indikasi
a; Tiazid merupakan diuretik terpilih untuk pengobatan udem akibat payah jantung
ringan sampai sedang. Ada baiknya bila dikombinasi dengan diuretik hemat
kalium pada penderita yang juga mendapat pengobatan digitalis unruk mencegah
timbulnya hipokalemia yang memudahkan terjadinya intoksikasi digitalis.
b; Merupakan salah satu obat penting pada pengobatan hipertensi, baik sebagai obat
tunggal atau dalam kombinasi dengan obat hipertensi lain.
c; Pengobatan diabetes insipidus terutama yang bersifat nefrogen dan hiperkalsiuria
pada penderita dengan batu kalsium pada saluran kemih.
d; Efek samping
1; Reaksi alergi berupa kelainan kulit, purpura, dermatitis disertai fotosensitivitas
dan k elainan darah.

2; Pada penggunaan lama dapat timbul hiperglikemia, terutama pada penderita


diabetes yang laten. Ada 3 faktor yang menyebabkan antara lain : berkurangnya
sekresi insulin terhadap peninggian kadar glukosa plasma, meningkatnya
glikogenolisis dan berkurangnya glikogenesis.
3; Menyebabkan peningkatan kadar kolesterol dan trigliserid plasma dengan
mekanisme yang tidak diketahui.
4; Gejala infusiensi ginjal dapat diperberat oleh tiazid, mungkin karena tiazid
langsung megurangi aliran darah ginjal.
4; Diuretik Hemat Kalium
a; Pengertian
Diuretik yang mempertahankan kalium menyebabkan diuresis tanpa kehilangan
kalium dalam urine
Yang termasuk dalam klompok ini antara lain aldosteron, traimteren dan amilorid.
1; Antagonis Aldosteron
Aldosteron adalah mineralokortikoid endogen yang paling kuat. Peranan utama
aldosteron ialah memperbesar reabsorbsi natrium dan klorida di tubuli serta
memperbesar ekskresi kalium. Yang merupakan antagonis aldosteron adalah
spironolakton dan bersaing dengan reseptor tubularnya yang terletak di nefron
sehingga mengakibatkan retensi kalium dan peningkatan ekskresi air serta natrium.
Obat ini juga meningkatkan kerja tiazid dan diuretik loop. Diuretik yang
mempertahankan kalium lainnya termasuk amilorida, yang bekerja pada duktus
pengumpul untuk menurunkan reabsorpsi natrium dan ekskresi kalium dengan
memblok saluran natrium, tempat aldosteron bekerja. Diuretik ini digunakan
bersamaan dengan diuretik yang menyebabkan kehilangan kalium serta untuk
pengobatan edema pada sirosis hepatis. Efek diuretiknya tidak sekuat golongan
diuretik kuat.
Mekanisme kerja
Penghambatan kompetitif terhadap aldosteron. Bekerja di tubulus renalis rektus untuk
menghambat reabsorpsi Na+, sekresi K+ dan sekresi H+
Farmakokinetik
70% spironolakton oral diserap di saluran cerna, mengalami sirkulasi enterohepatik
dan metabolisme lintas pertama. Metabolit utamanya kankrenon. Kankrenon
mengalami
Interkonver
si enzimatik menjadi kakreonat yang tidak aktif.
a; Indikasi
Antagonis aldosteron digunakan secara luas untuk pengobatan hipertensi dan udem
yang refrakter. Biasanya obat ini dipakai bersama diuretik lain dengan maksud
mengurangi ekskresi kalium, disamping memperbesar diuresis.
Sediaan dan dosis
Spironolakton terdapat dalam bentuk tablet 25, 50 dan 100 mg. Dosis dewasa berkisar
antara 25-200mg, tetapi dosis efektif sehari rata-rata 100mg dalam dosis tunggal atau
terbagi. Terdapat pula sediaan kombinasi tetap antara spironolakton 25 mg dan
hidraoklortiazid 25mg, serta antara spironolakton 25 mg dan tiabutazid 2,5 mg.
b; Efek samping
Efek toksik yang paling utama dari spironolakton adalah hiperkalemia yang sering
terjadi bila obat ini diberikan bersama-sama dengan asupan kalium yang berlebihan.
Tetapi efek toksik ini dapat pula terjadi bila dosis yang biasa diberikan bersama

dengan tiazid pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal yang berat. Efek samping
yang lebih ringan dan reversibel diantranya ginekomastia, dan gejala saluran cerna
2; Triamteren dan Amilorid
Kedua obat ini terutama memperbesar ekskresi natrium dan klorida, sedangkan eksresi
kalium berkurang dan ekskresi bikarbonat tidak mengalami perubahan. Triamteren
menurunkan ekskresi K+ dengan menghambat sekresi kalium di sel tubuli distal.
Dibandingkan dengan triamteren, amilorid jauh lebih mudah larut dalam air sehingga
lebih mudah larut dalam air sehingga lebih banyak diteliti. Absorpsi triamteren melalui
saluran cerna baik sekali, obat ini hanya diberikan oral. Efek diuresisnya biasanya
mulai tampak setelah 1 jam. Amilorid dan triameteren per oral diserap kira-kira 50%
dan efek diuresisnya terlihat dalam 6 jam dan berkahir sesudah 24 jam.
a; Indkasi
Bermanfaat untuk pengobatan beberapa pasien udem. Tetapi obat ini akan
bermanfaat bila diberikan bersama dengan diuretik golongan lain, misalnya dari
golongan tiazid.
Sediaan
Triamteren tersedia sebagai kapsul dari 100mg. Dosisnya 100-300mg sehari.
Untuk tiap penderita harus ditetapkan dosis penunjang tersendiri. Amilorid terdapat
dalam bentuk tablet 5 mg. Dosis sehari sebesar 5-10mg. Sediaan kombinasi tetap
antara amilorid 5 mg dan hidroklortiazid 50 mg terdapat dalam bentuk tablet
dengan dosis sehari antara 1-2 tablet.
b; Efek samping
Efek toksik yang paling berbahaya dari kedua obat ini adalah hiperkalemia.
Triamteren juga dapat menimbulkan efek samping yang berupa mual, muntah,
kejang kaki, dan pusing. Efek samping amilorid yang paling sering selain
hiperkalemia yaitu mual, muntah, diare dan sakit kepala.
5; Inhibitor Karbonik anhidrase
a; Pengertian
adalah enzim yang mengkatalis reaksi CO2+H2O =H2CO3 Enzim ini terdapat antara
lain dalam sel korteks renalis, pankreas, mukosa lambung, mata,eritrosit dan SSP,
tetapi tidak terdapat dalam plasma.Inhibitor karbonik anhidrase adalah obat yang
digunakan untuk menurunkan tekananintraokular pada glaukoma dengan membatasi
produksi humor aqueus, bukan sebagaidiuretik (misalnya, asetazolamid). Obat ini
bekerja pada tubulus proksimal (nefron) denganmencegah reabsorpsi bikarbonat
(hidrogen karbonat), natrium, kalium, dan air semua zat inimeningkatkan produksi
urine.Yang termasuk golongan diuretik ini adalah asetazolamid, diklorofenamid dan
meatzolamid.
Farmakodinamika
Efek farmakodinamika yang utama dari asetazolamid adalah penghambatan
karbonikanhidrase secara nonkompetitif. Akibatnya terjadi perubahan sistemik dan
pearubahanterbatas pada organ tempat enzim tersebut berada.Asetazolamid
memperbesar ekskresi K+ , tetapi efek ini hanya nyata pada permulaan terapisaja,
sehingga pengaruhnya terhadap keseimbangan kalium tidak sebesar pengaruh tiazid.
Farmakokinetik
Asetazolamid diberikan per oral.Asetozalamid mudah diserap melalui saluran cerna,
kadarmaksimal dalam darah dicapai dalam 2 jam dan ekskresi melalui ginjal sudah
sempurnadalam 24 jam. Obat ini mengalami proses sekresi aktif oleh tubuli dan
sebagian direabsorpsi secara pasif. Asetazolamid terikat kuat pada karbonik anhidrase,
sehingga terakumulasidalam sel yang banyak mengandung enzim ini, terutama sel

eritrosit dan korteks ginjal.Distribusi penghambat karbonik anhidrase dalam tubuh


ditentukan oleh ada tidaknya enzimkarbonik anhidrase dalam sel yang bersangkutan
dan dapat tidaknya obat itu masuk ke dalamsel. Asetazolamid tidak dimetabolisme
dan diekskresi dalam bentuk utuh melalui urin.
b; Indikasi
Penggunaan utama adalah menurunkan tekanan intraokuler pada penyakit
glaukoma.Asetazolamid juga efektif untuk mengurangi gejala acute mountain
sickness.Asetazolamid jarang digunakan sebagai diuretik, tetapi dapat bermanfaat
untuk alkalinisasiurin sehingga mempermudah ekskresi zat organik yang bersifat
asam lemah.
Sediaan dan posologi
Asetazolamid tersedia dalam bentuk tablet 125 mg dan 250 mg untuk pemberian oral.
c; Efek Samping dan kontraindikasi
Pada dosis tinggi dapat timbul parestesia dan kantuk yang terus-menerus.
Asetazolamidmempermudah pembentukan batu ginjal karena berkurangnya sekskresi
sitrat, kadar kalsiumdalam urin tidak berubah atau meningkat.Asetazolamid
dikontraindikasikan pada sirosis hepatis karena menyebabkan disorientasimental pada
penderita sirosis hepatis.Reaksi alergi yang jarang terjadi berupa demam, reaksi kulit,
depresi sumsum tulang dan lesirenal mirip reaksi sulfonamid.
Asetazolamid sebaiknya tidak diberikan selam kehamilan karena pada hewan percoba
an obat ini dapat menimbulkan efek teratogenik.
6; Antibiotik spesifik pada sistem urologi
a; Pengertian
Dalam bidang urologi, penggunaan antibiotik bertujuan untuk dua hal yaitu sebagai
tindakan profilaksis dan sebagai tindakan terapi definitif. Karena urologi sebagai
cabang ilmu kedokteran yang melakukan terapi medis maupun terapi yang berupa
tindakan bedah, maka tidak jarang pemakaian antibiotik digunakan sebagai profilaksis
pa da tindakan bedah. Selain itu, banyak tindakan dibidang urologi yang dapat
menimbulkan resiko infeksi dikarenakan selalu berhubungan dengan saluran kemih
yang diketahui berhubungan langsung dengan dunia luar, sehingga resiko infeksi yang
terjadi oleh karena infeksi bakteri sangat tinggi, oleh sebab itu tidak jarang digunakan
antibiotik pada tindakan urologi. Diantara tindakan urologi yang paling sering
menggunakan antibiotik salah satunya adalah pada pemakaian selang kateter jangka
lama (Ranan, 2009).
beberapa antibiotik yang sering digunakan di bidang urologi baik sebagai terapi
profilaksis maupun terapi definitf. Antibiotik yang akan dibahas meliputi antibiotik
golongan Quinolon (Ciprofloxacin, Levofloxacin), Cephalosporin (Cefotaxim,
Ceftazidim, Ceftriaxon), Nitromidazole (metronidazole), Penicillin (Ampicillin
Sulbactam), Carbapenems (meropenem), Aminoglikoside (gentamicyn), Sulfonamide
(Trimethoprim Sulfamethoxazole) (Ranan, 2009).
1; Ciprofloxacin
Ciprofloxacin

(1-cyclopropyl-6-fluoro-1,4-dihydro-4-oxo-7-(-1-piperazinyl-3-

quinolone carboxylic acid) merupakan salah satu obat sintetik derivat quinolone
(Sulistya, 2008).

b; Indikasi
Untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh kuman patogen yang peka terhadap
ciprofloxacin, antara lain pada :
1; Saluran kemih termasuk prostatitis.
2; Uretritis dan serpisitis gonore.
3; Saluran cerna, termasuk demam thyfoid dan parathyfoid.
4; Saluran nafas, kecuali pneumonia dan streptococus.
5; Kulit dan jaringan lunak.
6; Tulang dan sendi (Katzung, 2007).
c; Kontra Indikasi
1; Penderita yang hipersensitivitas terhadap siprofloksasin dan derivat quinolone
lainnya
2; tidak dianjurkan pada wanita hamil atau menyusui,anak-anak pada masa
pertumbuhan,karena pemberian dalam waktu yang lama dapat menghambat
pertumbuhan tulang rawan.
3; Hati-hati bila digunakan pada penderita usia lanjut
4; Pada penderita epilepsi dan penderita yang pernah mendapat gangguan SSP hanya
digunakan bila manfaatnya lebih besar dibandingkan denag risiko efek
sampingnya (Katzung, 2007).
d; Efek samping
Efek samping siprofloksasin biasanya ringan dan jarang timbul antara lain:
1; Gangguan saluran cerna : Mual,muntah,diare dan sakit perut
2; Gangguan susunan saraf pusat : Sakit kepala,pusing,gelisah,insomnia dan
euphoria
3; Reaksi hipersensitivitas : Pruritus dan urtikaria
4; Peningkatan sementara nilai enzim hati,terutama pada pasien yang pernah
mengalami kerusakan hati.
5; Bila

terjadi

efek

samping

konsultasi

ke

Dokter

(Katzung,

2007

2; Levofloxacin
a; pengertian
Levofloksasin merupakan generasi ketiga dan memiliki aktivitas terhadap
bakteri gram positif dan patogen atipik. Lebih khusus lagi, levofloksasin
efektif digunakan terhadap infeksi Streptococcus pneumoniae, spesies
Enterococcus, Mycoplasma, dan Chlamydia (Katzung, 2007).
b; Indikasi obat
1; Infeksi Saluran Kemih dengan komplikasi.
2; Pielonefritis akutBronkitis kronis dengan eksasrebasi akut.
3; Sinusitis maksilaris akut.
4; Infeksi kulit dan struktur kulit.
5; Community Acquired Pneumonia (Katzung, 2007).
c; Kontraindikasi obat
Pasien yang hipersensitif terhadap levofloxacin, obat golongan Quinolon, dan
beberapa komponen obat. Dikontraindikasikan bagi wanita hamil trimester
pertama dan anak-anak (Katzung, 2007)
d; Efek samping
a; Diare, mual, vaginitis, kembung, pruritus, kemerahan kulit, nyeri
abdomen, moniliasis genital.
b; Dizziness, dispepsia, insomnia, gangguan pengecapan, muntah, anoreksia,
cemas.
c; Konstipasi, edema, lelah, sakit kepala, banyak berkeringat, leukorrhea,
malaise,

gugup,

gangguan

tidur,

tremor,

urtikaria.

Indeks keamanan kehamilan : C: Penelitian pada hewan menunjukkan efek


samping pada janin ( teratogenik atau embriosidal atau lainnya) dan belum
ada penelitian yang terkendali pada wanita atau penelitian pada wanita dan
hewan belum tersedia. Obat seharusnya diberikan bila hanya keuntungan
potensial memberikan alasan terhadap bahaya potensial pada janin
(Katzung, 2007).

Levofloksasin dapat menimbulkan efek samping terhadap sistem saraf pusat,


yaitu sakit kepala, pusing, gangguan tidur, dan yang jarang adalah kejang. Hal
tersebut berhubungan dengan ikatan pada reseptor GABA yang akan
menstimulasi sistem saraf pusat. Insiden efek samping tersebut sebesar 0,21,1%, lebih rendah bila dibandingkan dengan insidennya pada fluorokuinolon
jenis lain (0,2-5,4%). Selain memberikan efek terhadap sistem saraf pusat,
penggunaan fluorokuinolon dapat menyebabkan pemanjangan interval QT.
Namun, kejadian tersebut lebih rendah pada levofloksasin dibandingkan
dengan fluorokuinolon jenis lain. Sebagai contoh, moxifloxacin dapat
menyebabkan pemanjangan interval QT sampai 0,0178 detik bila diberikan
dengan dosis 800 mg. Sedangkan levofloksasin dosis tinggi (1000 mg) hanya
sedikit menyebabkan pemanjangan interval QT, yaitu 0,0015 0,0039 detik
(Sulistyana, 2008).

Selain efek samping terhadap sistem saraf pusat dan kardiovaskular,


pemakaian fluorokuinolon perlu sangat berhati-hati pada usia lanjut. Beberapa
fluorokuinolon (lomefloxacin, enoxacin, dan gatifloxacin) berhubungan
dengan kejadian hipoglikemia pada pasien usia lanjut, terutama saat diberikan
bersamaan dengan obat antidiabetik oral seperti gliburid. Akan tetapi, efek
tersebut tidak terlalu besar pada penggunaan levofloksasin atau ciprofloxacin.
Pada studi Yamada, dkk., disebutkan bahwa efek gatifloxacin, levofloxacin,
dan ciprofloxacin dalam menurunkan transport glukosa berturut-turut sebesar
41%, 28%, dan 21%.

Levofloksasin juga dapat melewati sawar plasenta dan masuk ke air susu ibu.
Konsentrasi dalam air susu ibu sama dengan konsetrasi dalam plasma.

Pemakaian levofloksasin pada kehamilan dapat meningkatkan risiko abortus


spontan dan menimbulkan kelainan kongenital pada janin. Levofloksasin juga
tidak bisa diberikan untuk anak-anak karena dapat menimbulkan gangguan
muskuloskeletal seperti athralgia, arthritis, tendonopati, dan gangguan berjalan
(Sulistyana, 2008).

3; Cefixim
Indikasi di bidang urologi
Untuk mengobati Infeksi saluran kemih tanpa komplikasi yang disebabkan oleh
Escherichia coli dan Proteus mirabilis (Ranan, 2009).
Kontra Indikasi
Penderita yang hipersensitivitas terhadap gol Cefixim (Katzung, 2008)
Efek samping
Efek samping Cefixime biasanya timbul antara lain:
A; Gangguan saluran cerna : diare,nyeri perut, dispepsia,mual,muntah
B; Gangguan susunan saraf pusat : Sakit kepala,pusing,gelisah
C; Reaksi hipersensitivitas : Pruritus dan urtikaria
D; lain-lain : kandidiasis,eosinophilia,peningkatan kadar BUN/SK ,Stevens-Johnson
syndrome (Sulistyana, 2008)

4; Ceftriaxon
Ceftriaxon bersifat bakterisid dan berspektrum luas terhadap mikroorganisme
gram positif dan gram negatif.Ceftriaxon mempunyai aktivitas yang poten
terhadap mikroorganisme gram negative. Walaupun aktivitasnya lemah terhadap
mikroorganisme gram positif tapi sangat efektif melawan mikroorganisme yang
sudah

resisten.

sangat

stabil

terhadap

-laktamase

(penicillinase

dan

cephalosporinase) yangdihasilkan oleh mikroorganisme gram positif dan gram


negative.(Tjandra.2007)

Indikasi obatdi bidang urologi


1; Infeksi Saluran Kemih dengan komplikasi.
2; Pencegahan terhadap STD ( Gonorrhea) (Ranand, 2009).
Kontraindikasi obat
Pasien yang hipersensitif terhadap Ceftriaxon. Dikontraindikasikan bagi neonatus
hiperbilirubinemia dan bayi prematur (Sulistyana, 2008).
Efek samping
Efek samping yang dapat ditimbulkan akibat penggunaan ceftriaxon adalah
indurasi ditempat suntikan,eosinophilia, trombositosis,diare, peningkatan enzim
transaminase di hati, leukopenia, peningkatan kadar BUN (Sulistyana, 2008).
5; Ceftazidime
carboxylate merupakan salah satu obat sintetik derivat sefalosporin ( Katzung,
2007).
6; Indikasi
Infeksi-infeksi yang disebabkan oleh kuman yang susceptible antara lain:
A; Infeksi saluran kemih
B; .Infeksi saluran pernafasan bagian bawah
C; Infeksi umum: septikemia, bakterimia, peritonitis, meningitis, penderita ICU
dengan problem spesifik, misalnya luka bakar yang terinfeksi
D; Infeksi jaringan lunak dan kulit
E; Infeksi tulang dan sendi
F; Infeksi abdominal dan giler
G; Dialisi: infeksi-infeksi yang dikaitkan dengan hemodialisis dan dialisis
peritoneal dan CAPD (Continous Ambulatory Peritoneal Dailysis) (Medscape,
2004)
Kontra Indikasi
Penderita

yang

(Medscape,2004).
Efek samping

hipersensitf

terhadap

antibiotika

sefalosporin

Peningkatan

transien

dari

transaminase,

eosinofilia,

diare,

reaksi

hipersensitivitas, phlebitis, rash, trombositosis, dan depresi sumsum tulang


(Sulistyana, 2008).
6; Metronidazole
Metronidazole2-(2-methyl-5-nitro-1H-imidazol-1-yl)ethanol merupakan salah satu obat
sintetik derivat nitroimidazole (Katzung, 2007)
Indikasi
-

Urethritis dan vaginitis yang disebabkan oleh Trichomonas vaginalis.

Amoebiasis (amoebiasis hepatik dan intestinal).

Mencegah terjadinya infeksi anaerob setelah operasi.

Giardiasis yang disebabkan oleh Giardia lamblia

Menjadi pilihan obat utama pada penderita ekstra intestinal ( abses hepar )

Infeksi intestinal ringan sampai berat ( colitis non disentri )

infeksi intestinal berat ( disentri ) (Sulistyana, 2008)


Kontra Indikasi
a; Alergi, kehamilan trimester I ( tratogenik pada binatang )
b; Hipersensitif terhadap Metronidazole dan komponen obat lainnya (Medscape,

2009).
Efek samping

Efek samping yang lebih serius adalah neuropati perifer, bangkitan konvulsif.

Urticaria, gatal-gatal pada kulit pernah dilaporkan.

Rasa tidak enak di mulut, furred tongue, mual, muntah atau gangguan saluran cerna
sering dilaporkan.

Mengantuk, pusing, sakit kepala, ataksia dan urin berwarna gelap (karena metabolit
Metronidazole) pernah dilaporkan meskipun jarang.

Leukopenia ringan yang reversibel pernah dilaporkan pada beberapa pasien


(Medscape, 2004).

7; AMPISILIN SULBAKTAM
Ampisilin sulbaktam adalah antibiotik golongan penisilin dengan kelebihan berupa tahan dari
enzim penisilinase. Penisilin diperoleh dari jamur Penicilium chrysogeneum dari bermacammacam jemis yang dihasilkan (hanya berbeda mengenai gugusan samping R ) benzilpenisilin
ternyata paling aktif. Sefalosforin diperoleh dari jamur cephalorium acremonium, berasl dari
sicilia (1943) penisilin bersifat bakterisid dan bekerja dengan cara menghambat sintesi
dinding sel (Katzung, 2007)

Indikasi
1; Infeksi ginekologi
1.5g (1g ampisilin sulbaktam + 0.5g) sampai dengan 3g ( 2g ampisilin + 1g
sulbaktam ) IV / IM per 6 jam
2. Infeksi intra - abdomen
1.5g (1g ampisilin sulbaktam + 0.5g ) sampai 3g ( 2g ampisilin + 1g sulbaktam ) IV /
IM per 6 jam
3. Kulit & Kulit Infeksi Struktur
1.5g ( 1g ampisilin sulbaktam + 0.5g ) sampai 3g ( 2g ampisilin + 1g sulbaktam ) IV /
IM per 6 jam (Medscape, 2004)

Indikasi & Penggunaan Lain


Beta - laktamase - memproduksi: S. aureus , E. coli , Klebsiella spp , P. mirabilis ,
Bacteroides fragilis , Enterobacter spp , Acinetobacter calcoaceticus
Dosis berdasarkan total kandungan obat ( ampisilin + sulbactam ) (Medscape, 2004)

Kontraindikasi

Alergi terhadap penisilin

Mononucleosis infeksiosa

Perhatian terhadap alergi terhadap sefalosporin , carbapenems

Sesuaikan dosis pada gagal ginjal , ruam mengevaluasi dan membedakan dari reaksi
hipersensitivitas

Laktasi : diekskresikan dalam ASI , hati-hati dalam penggunaan (Medscape, 2004)

Efek Samping

IM tempat suntikan nyeri ( 16 % )

Diare ( 3 % )

Nyeri tempat suntikan IV ( 3 % )

Tromboflebitis ( 3 % )

Ruam ( < 2 % )

Distensi abdomen, candidiasis, nyeri dada, disuria, busung, epistaksis, eritema,


kelelahan, perut kembung,glositis, sakit kepala, gatal, rasa tidak enak, pendarahan
mukosa, mual, kolitis pseudomembran, trombositopenia, retensi urin, muntah (< 1% )
(Medscape, 2004)

8; MEROPENEM
Indikasi
1; Infeksi Saluran Kemih
500 mg IV per 8 jam.
2; Infeksi Kulit Struktur rumit / Kulit
500 mg IV per 8hr , tidak melebihi 2 g IV per 8 jam
3; Infeksi intra - abdominal
1 g IV q8hr , tidak melebihi 2 g IV per 8 jam

4; Kommunity - Acquired Pneumonia


500 mg IV per 8hr selama 5 hari dikombinasinasikan dengan fluoroquinolone
5; Dosis untuk penururunan fungsi Ginjal
CrCl > 50 mL / menit : 0,5-1 g IV per 8hr
CrCl 26-50 mL / menit : 0,5-1 g IV per 12hr
CrCl 10-25 mL / menit : 0.25-0.5 g IV per 12hr
CrCl < 10 mL / menit : 0.25-0.5 g IV per 24hr (Medscape,2004)
6; Kontraindikasi
Hipersensitivitas terhadap komponen beta - laktam , atau obat lain di golongan
tersebut (Sulistyana,2008)

Efek Samping
1. Sembelit ( 1-7 % )
2; Diare ( 4-5 % )
3; Mual atau muntah ( 1-4 % )
4; Ruam ( 2-3 % , terutama pada pasien pediatrik )
5; Sakit kepala ( 2 % )
6; Peradangan pada tempat suntikan ( 2 % )
7; Sepsis ( 2 % )
8; Moniliasis Oral ( 2 % pada pasien anak-anak )
9; Perdarahan ( 1,2 % )
10; Apnea, Sembelit, Glositis,Reaksi pada tempat Injeksi, Flebitis atau
tromboflebitis, Pruritus,Syok septik (1% )
11; Agranulositosis, angioedema, eritema multiforme, reaksi hipersensitivitas,
hipokalemia
leukopenia, neutropenia, efusi pleura, Sindrom Stevens-Johnson, Nekrolisis
epidermal Toksik (NET) (Medscape, 2007) (Sulistyana, 2008).
9; GENTAMICIN
Merupakan golongan aminoglycoside dengan rumus1-(methylamino)ethyl]oxan-2-yl]oxy}-2hydroxycyclohexyl]oxy}-5-methyl-4-(methylamino)oxane-3,5-diol (Katzung, 2007)

9.1;

Indikasi
Gram negatif (Pseudomonas, Proteus, Serratia) dan Gram positif (Staphylococcus),

infeksi tulang, infeksi saluran nafas, infeksi kulit dan jaringan lunak, infeksi saluran urin,
abdomen, endokarditis dan septikemia , penggunaan topical, dan profilaksis untuk bakteri
endokarditis dan tindakan bedah (Sulistyana, 2008)
9.2;

KONTRAINDIKASI
Hipersensitif terhadap Gentamisin dan Aminoglikosida lain (Katzung, 2007)

9.3;
;

EFEK SAMPING
> 10% Susunan syaraf pusat : Neurotosisitas (vertigo, ataxia), Neuromuskuler dan
skeletal : Gait instability, Otic : Ototoksisitas (auditory), Ototoksisitas (vestibular),
Ginjal : Nefrotoksik ( meningkatkan klirens kreatinin)

1% - 10% Cardiovaskuler : Edeme, Kulit : rash, gatal, kemerahan

< 10% Agranulositosis, Reaksi alergi, Dyspnea, Granulocytopenia,

Fotosensitif,

Pseudomotor Cerebral, Trombositopeni (Medscape, 2004)

10; Farmakodinamik
Cotrimoxazole adalah antibiotik yang merupakan kombinasi Sulfamethoxazole dan
Trimethoprim dengan perbandingan 5 : 1. Kombinasi tersebut mempunyai aktivitas
bakterisid yang besar karena menghambat pada dua tahap sintesis asam nukleat dan
protein yang sangat esensial untuk mikroorganisme (Katzung, 2007)
Indikasi
Infeksi saluran kemih dan kelamin yang disebabkan oleh E. coli. Klebsiella sp,
Enterobacter sp, Morganella morganii, Proteus mirabilis, Proteus vulgaris (Sulistyana,
2008).
Kontraindikasi

Penderita dengan gangguan fungsi hati yang parah, insufisiensi ginjal, wanita hamil,
wanita menyusui, bayi prematur atau bayi berusia dibawah 2 bulan.

Penderita anemia megaloblastik yang terjadi karena kekurangan folat.

Penderita yang hipersensitif/alergi terhadap trimetoprim dan obat-obat golongan


sulfonamida (Medscape, 2004).

Efek Samping
;

Efek samping jarang terjadi pada umumnya ringan, seperti reaksi hipersensitif/alergi,
ruam kulit, sakit kepala dan gangguan pencernaan misalnya mual, muntah dan diare.

Leukopenia, trombositopenia, agranulositosis, anemia aplastik, diskrasia darah.

Walaupun sifatnya jarang dapat terjadi reaksi hipersensitivitas yang fatal pada kulit
atau darah seperti sindrom Steven Johnson, toxic epidermal, necrosis fulminant,
hepatic necrosis dan diskrasia darah lainnya (Medscape, 2004).

Anda mungkin juga menyukai