PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Thalassemia adalah kelainan bawaan dari sintesis hemoglobin. Presentasi klinisnya
bervariasi dari asimtomatik sampai berat hingga mengancam jiwa. Dahulu dinamakan sebagai
Mediterannian anemia, diusulkan oleh Whipple, namun kurang tepat karena sebenarnya kondisi
ini dapat ditemukan di mana saja di seluruh dunia..
Thalassemia juga merupakan sindroma kelainan dara herediter yang paling sering terjadi
didunia, sangat umum dijumpai pada daerah endemis malaria. Heterogenitas molecular penyakit
tersebut baik carrier thalassemia-a maupun carrier thalassemia sangat bervariasi dan berkaitan
erat dengan pengelompokan populasi sehingga dapat dijadikan petanda genetic populasi tertentu.
Penyebab anemia yang terdapat pada penderita thalassemia bersifat primer dan sekunder.
Penyakit thalassemia ini tersebar luas didaerah Mediterania, Timur Tengah, India sampai
Asia Tenggara termasuk Indonesia, daerah ini dikenal sebagai kawasan thalassemia dikarenakan
letak geografis dan iklim yang tropis. Secara umum thalassemia terdiri dari thalassemia mayor,
minor, intermedia. Gejala yang ditimbulkan pada thalassemia bervariasi terutama infeksi dan
gagal jantung merupakan penyumbang kematian paling besar bagi penderita thalassemia,
sehingga membutuhkan penaganan dan diagnosa yang tepat salah satunya dengan dilakukan
skrining premarital dengan menggunakan pedigree. Atau bisa juga dilakukan pemeriksaan
terhadap setiap wanita hamil berdasar ras, melalui ukuran eritrosit, kadar Hb A2 (meningkat pada
thalassemia-). Bila kadarnya normal, pasien dikirim ke pusat yang bisa menganalisis rantai .
BAB II
PEMBAHASAN
1. DEFINISI
Thalassemia adalah sekelompok heterogen anemia hipokromik herediter dengan berbagai
derajat keparahan. Defek genetik yang mendasari meliputi delesi total atau parsial gen globin dan
1
substitusi, delesi, atau insersi nukleotida. Akibat dari berbagai perubahan ini adalah penurunan
atau tidak adanya mRNA bagi satu atau lebih rantai globin atau pembentukan mRNA yang cacat
secara fungsional. Akibatnya adalah penurunan dan supresi total sintesis rantai polipeptida Hb.
Kira-kira 100 mutasi yang berbeda telah ditemukan mengakibatkan fenotip thalassemia; banyak
di antara mutasi ini adalah unik untuk daerah geografi setempat. Pada umumnya, rantai globin
yang disintesis dalam eritrosit thalassemia secara struktural adalah normal. Pada bentuk
thalassemia- yang berat, terbentuk hemoglobin hemotetramer abnormal ( 4 atau 4) tetapi
komponen polipeptida globin mempunyai struktur normal. Sebaliknya, sejumlah Hb abnormal
juga menyebabkan perubahan hemotologi mirip thalassemia.
2. EPIDEMIOLOGI
Di seluruh dunia, 15 juta orang memiliki presentasi klinis dari thalassemia. Fakta ini
mendukung thalassemia sebagai salah satu penyakit turunan yang terbanyak; menyerang hampir
semua golongan etnik dan terdapat pada hampir seluruh negara di dunia. (2) Beberapa tipe
thalassemia lebih umum terdapat pada area tertentu di dunia. Talasemia o ditemukan terutama di
Asia Tenggara dan kepulauan Mediterania, talasemia + tersebar di Afrika, Mediterania, Timor
Tengah, India dan Asia Tenggara. Angka kariernya mencapai 40-80%. Thalassemia memiliki
distribusi sama dengan thalassemia Dengan kekecualian di beberapa negara, frekuensinya
rendah di Afrika, tinggi di mediterania dan bervariasi di Timor Tengah, India dan Asia Tenggara.
HbE yang merupakan varian thalassemia sangat banyak dijumpai di India, Birma dan beberapa
negara Asia Tenggara. Adanya interaksi HbE dan thalassemia menyebabkan thalassemia HbE
sangat tinggi di wilayah ini.
Yayasan Thalassemia Indonesia menyebutkan bahwa setidaknya 100.000 anak lahir di
dunia dengan Thalassemia mayor. Di Indonesia sendiri, tidak kurang dari 1.000 anak kecil
menderita penyakit ini. Sedang mereka yang tergolong thalassemia trait jumlahnya mencapai
sekitar 200.000 orang. Di RSCM sampai dengan akhir tahun 2003 terdapat 1060 pasien
thalassemia mayor yang berobat jalan di Pusat Thalassemia Departemen Anak FKUI-RSCM
yang terdiri dari 52,5 % pasien thalassemia homozigot, 46,2 % pasien thalassemia HbE, serta
thalassemia 1,3%. Sekitar 70-80 pasien baru, datang tiap tahunnya. (4)
Meskipun thalassemia ditemukan pada semua ras dan etnik grup, ada beberapa tipe
thalassemia yang sering ditemukan pada grup tertentu dibanding dengan yang lain. thalassemia
biasa ditemukan di Eropa Selatan, Timur Tengah, India, dan Africa. thalassemia biasa
ditemukan di Asia Tenggara; meskipun juga ditemukan di bagian dunia yang lain. Mutasi
spesifik pada thalassemia sudah dapat discrenning dan didiagnostik kelainannya. thalassemia
trait di Afrika is biasanya bukan dari cis-delesi dari kromosom 16, berbeda dengan di Asia
Tenggara, dimana terjadi komplit absence dari gene pada salah satu chromosome. Pada kedua
orang tua yang memiliki cis-delesi, bayinya bias saja mengalami hydrps fetalis. Karena alasan
ini, hydops fetalis tidak beresiko tinggi oada rang Afrika tetapi beresiko tinggi pada Asia
Tenggara.
Sex (2)
Baik pria maupun wanita,keduanya memiliki kemungkinan yang sama
Usia (2)
Meskipun thalassemia merupakan penyakit turunan (genetik), usia saat timbulnya gejala
bervariasi secara signifikan. Dalam talasemia, kelainan klinis pada pasien dengan kasus-kasus
yang parah dan temuan hematologik pada pembawa (carrier) tampak jelas pada saat lahir.
Ditemukannya hipokromia dan mikrositosis yang tidak jelas penyebabnya pada neonatus,
digambarkan di bawah ini, sangat mendukung diagnosis.
Bentuk thalassemia ringan sering ditemukan secara kebetulan pada berbagai usia. Banyak
pasien dengan kondisi thalassemia- homozigot yang jelas (yaitu, hipokromasia, mikrositosis,
elektroforesis negatif untuk Hb A, bukti bahwa kedua orang tua terpengaruh) mungkin tidak
menunjukkan gejala atau anemia yang signifikan selama beberapa tahun. Hampir semua pasien
dengan kondisi tersebut dikategorikan sebagai thalassemia- intermedia. Situasi ini biasanya
terjadi jika pasien mengalami mutasi yang lebih ringan, yaitu gabungan heterozygote for B+ dan
B -0 thalssemia, atau gabungan dengan heterozygote yang lain.
3. FISIOLOGI HEMATOPOESIS
Maximow (1924) mengemukakan suatu dalil bahwa sel darah berasal dari satu sel induk. Hal
ini kemudian dikembangkan oleh Downey (1938) yang membuat hipotesa dengan konsep hirarki
dari sel pluripoten dan selanjutnya Till dan Mc Culloch (1961) menyimpulkan bahwa satu sel
induk merupakan koloni yang memperlihatkan diferensiasi multilineage atau pluripoten menjadi
eritroid, mieloid serta megakariosit. Dari penelitian-penelitian tersebut ditetapkan bahwa sel stem
ada pada hematopoisis. Sistem hematopoitik mempunyai karakteristik berupa pergantian sel yang
konstan untuk mempertahankan populasi leukosit, trombosit dan eritrosit.(3)
Sistem hematopoitik dibagi menjadi 3, yaitu:
1. Sel Stem (progenitor awal) yang menyokong hematopoiesis.
2. Colony forming unit (CFU) sebagai pelopor yang selanjutnya berkembang dan
berdiferensiasi dalam memproduksi sel.
3. Faktor regulator yang mengatur agar Sistem berlangsung beraturan.
Sel Stem merupakan satu sel induk (klonal) yang mempunyai kemampuan berdiferensiasi
menjadi beberapa turunan, membelah diri dan memperbaharui populasi sel stem sendiri di
bawah pengaruh faktor pertumbuhan hematopoitik.Hematopoitik membutuhkan perangsang
untuk pertumbuhan koloni granulosit dan makrofag yang disebut "Colony Stimulating Factor" (CSF) yang merupakan glikoprotein.
Dalam proses selanjutnya diketahui regulasi hematopoisis sangat kompleks dan factor
pertumbuhan yang berfungsi tumpang tindih serta banyak tempat untuk memproduksi factorfaktor tersebut, termasuk organ hematopoitik. (3)
5
Sel Stimulasi
CS1 (M-CSF)
Monosit
Sumber
Lokasi
Produksi
Kromosom
Sel
endotel, 5q33-1
monosit,
fibroblast
GM-CSF
Granulosit,
megakariosit Sel
eritrosit,sel
stem,
sel
5q23-31
blas endotel,
leukemik
G-CSF
T,
fibroblast
endotel, 17q11-22
monosit
Granulosit,
sel
progenitor,
eritroid Sel T
5q23-31
multipoten,
blas leukemia
IL-4
Sel B, T
Sel T
5q31
IL-5
Sel B, CFU-Eo
Sel T
5q31
IL-6
7p15
sel
epitel
IL-7
Sel B
Leukosit
8q-12-13
IL-8
Sel T, neutrofil
Leukosit
IL-9
BFU-E, CFU-GEMM
Limfosit
5q31
IL=11
Sel B, T,
Makrofag
7q11-22
CFU-GEMM,
Makrofag
Eritropoietin
CFU-E, BFU-E
Ginjal, hepar
7q11-22
c-kit
Progenitor primitif
NI
NI
figand
"stem
cell
factor"
GM-CSF = granulocyte macrophage colony stimulating factor, G-CSF= granulocyte colony
stimulating factor, IL=interleukin, BFU-E=burst forming unit erithrocyte, CFU -E= colony
forming unit erythrocyte, CFU-GEMM= colony forming unit granulocyte, erythrocyte,
macrophage monocyte, CFU-GM= colony forming unit netrophil-macrophage(3)
Migrasi pluripoten stem cell dari yolk sac ke hati, diikuti dengan sintesis hemoglobin
fetal dan awal sintesis rantai . Setelah masa gestasi 8 minggu Hb-F paling dominan dan setelah
janin berusai 6 bulan merupakan 90% dari keseluruhan hemoglobin, kemudian berkurang
bertahap dan pada saat lahir ditemukan kira-kira 70% Hb-F. sintesis Hb-F menuurun secara cepat
setelah bayi lahir dan setelah usia 6-12 bulan hanya sedikit ditemukan.
Hemoglobin dewasa(4)
Pada masa embrio telah dapat dideteksi HbA (22) karena telah terjadi perubahan
sintesis rantai menjadi dan selanjutnya globin meningkat pada ,masa gestasi 6 bulan
ditemukan 5-10% HbA, pada waktu lahir mencapai 30% dan pada usia 6-12 bulan sudah
memperlihatkan gambaran hemoglobin dewasa.
Hemoglobin dewasa minor (HbA2) ditemukan kira-kira 1% pada saat lahir dan pada usia
12 bulan mencapai 2-3,4%, dengan rasio normal antara HbA dan HbA2 adalah 30:1.Perubahan
hemoglobin janin ke dewasa merupakan proses biologi berupa diferensiasi sel induk eritroid, sel
stem pluripoten, gen dan reseptor yang mempengaruhi eritroid dan dikontrol oleh factor humoral.
Gambar 6.
Sintesis rantai globin primitive
dan definitive selama periode
embrional, fetal dan pascanatal
dalam hubungannya dengan
perubahan tempat eritropoisis.
4. PATOFISIOLOGI
Hemoglobin (Hb) tersusun atas heme yang merupakan cincin porfirin dalam ikatan
dengan Fe dan globulin yang merupakan protein pendukung. Satu molekul hemoglobin
mengandung 4 sub-unit. Masing-masing sub-unit tersusun atas satu molekul globin dan satu
molekul heme.
Globulin terdiri atas 2 pasang rantai polipeptida, yaitu sepasang rantai dan sepasang
rantai non alpha (,,). Kombinasi rantai polipeptida tersebut akan menentukan jenis
11
hemoglobin. Hb A (22) merupakan lebih dari 96 % Hb total, Hb F (22) kurang dari 2% dan
Hb A2 (22) kurang dari 3%. Pada janin trisemester III kehamilan hampir 100% Hb adalah Hb
F.
Setelah
lahir,
sintesis
globin
makin
menurun
digantikan
oleh
globin
Rantai polipeptida tersusun atas 141 asam amino, sedangkan rantai non tersusun atas
146 asam amino. Sintesis rantai disandi oleh gen 1 dan gen 2 di kromosom 16, sedangkan
gen yang mensintesis rantai , rantai dan rantai terletak di kromosom 11. Pada orang normal
sintesis rantai sama dengan rantai non alpha. Thalassemia akan terjadi bila sintesis salah satu
rantai polipeptida menurun.
Genotip
/
/
/
Polipetida yang terbentuk
Hb yang terbentuk
22
22
22
Sebagian besar kelainan hemoglobin dan jenis thalassemia merupakan hasil kelaianan mutasi
pada gamet yang terjadi pada replikasi DNA. Pada replikasi DNA dapat terjadi pergantian urutan
asam basa dalam DNA, dan perubahan kode genetic akan diteruskan pada penurunan genetic
berikutnya. Mutasi ini dapat memperpendek rantai asam amino maupun memperpanjangnya.
Kelainan mutasi dapat pula terjadi pada keselahan berpasangan kromosom pada proses meiosis
yang mengakibatkan perubahan susunan material genetic. Bila terjadi crossing over pada
kesalahan berpasangan itu, sebagai hasil akhir peristiwa tadi akan terjjadi apa yang disebut
duplikasi,delesi, translokasi dan iversi. Kerusakan pada salah satu kromosom homolog
menimbulkan terjadinya keadaan heterozigot, sedangkan kerusakan pada kedua kromosom
homolog menimbulkan keadaan homozigot.
Pada thalassemia homozigot sintesis rantai menurun atau tidak ada sintesis sama sekali.
Ketidakseimbangan sintesis rantai alpha atau rantai non alpha, khususnya kekurangan sintesis
rantai akan menyebabkan kurangnya pembentukan Hb.
Ketidakseimbangan dalam rantai protein globin alfa dan beta, yang diperlukan dalam
pembentukan hemoglobin, disebabkan oleh sebuah gen cacat yang diturunkan. Untuk menderita
penyakit ini, seseorang harus memiliki 2 gen dari kedua orang tuanya. Jika hanya 1 gen yang
diturunkan, maka orang tersebut hanya menjadi pembawa tetapi tidak menunjukkan gejala-gejala
dari penyakit ini. (2)
Secara biokimia kelainan yang paling mendasar adalah menurunnya biosintesis dari unit
globin pada Hb A. pada thalasemia heterozigot, sintesis globin kurang lebih separuh dari
nilai normalnya. Pada thalasemia homozigot, sintesis globin dapat mencapai nol.
Karena adanya defisiensi yang berat pada rantai , sintesis Hb A total menurun dengan
sangat jelas atau bahkan tidak ada, sehingga pasien dengan thalasemia homozigot mengalami
anemia berat. Sebagai respon kompensasi, maka sintesis rantai menjadi teraktifasi sehingga
hemoglobin pasien mengandung proporsi Hb F yang meningkat. Namun sintesis rantai ini tidak
efektif dan secara kuantitas tidak mencukupi. (7)
Pada thalasemia homozigot, sintesis rantai tidak mengalami perubahan. Ketidakseimbangan sintesis dari rantai polipeptida ini mengakibatkan kelebihan adanya rantai bebas di
dalam sel darah merah yang berinti dan retikulosit. Rantai bebas ini mudah teroksidasi. Mereka
14
dapat beragregasi menjadi suatu inklusi protein (haeinz bodys), menyebabkan kerusakan
membran pada sel darah merah dan destruksi dari sel darah merah imatur dalam sumsum tulang
sehingga jumlah sel darah merah matur yang diproduksi menjadi berkurang. Sel darah merah
yang beredar kecil, terdistorsi, dipenuhi oleh inklusi globin, dan mengandung komplemen
hemoglobin yang menurun. Hal yang telah disebutkan diatas adalah gambaran dari Anemia
Cooley: hipokromik, mikrosisitk dan poikilositik.
Sel darah merah yang sudah rusak tersebut akan dihancurkan oleh limpa, hepar, dan
sumsum tulang, menggambarkan komponen hemolitik dari penyakit ini. Sel darah merah yang
mengandung jumlah Hb F yang lebih tinggi mempunyai umur yang lebih panjang.
Anemia yang berat terjadi akibat adanya penurunan oksigen carrying capacity dari setiap
eritrosit dan tendensi dari sel darah merah matur (yang jumlahnya sedikit) mengalami hemolisa
secara prematur.
Eritropoetin meningkat sebagai respon adanya anemia, sehingga sumsum-sumsum tulang
dipacu untuk memproduksi eritroid prekusor yang lebih banyak. Namun mekanisme kompensasi
ini tidak efektif karena adanya kematian yang prematur dari eritroblas. Hasilnya adalah suatu
ekspansi sumsum tulang yang masif yang memproduksi sel darah merah baru.
Sumsum tulang mengalami ekspansi secara masif, menginvasi bagian kortikal dari
tulang, menghabiskan sumber kalori yang sangat besar pada umur-umur yang kritis pada
pertumbuhan dan perkembangan, mengalihkan sumber-sumber biokimia yang vital dari tempattempat yang membutuhkannya dan menempatkan suatu stress yang sangat besar pada jantung.
Secara klinis terlihat sebagai kegalan dari pertumbuhan dan perkembangan, kegagalan jantung
high output, kerentanan terhadap infeksi, deformitas dari tulang, fraktur patologis, dan kematian
di usia muda tanpa adanya terapi transfusi. (8)
Dengan pemberian transfusi darah, eritropoesis yang inefektif dapat diperbaiki, dan
terjadi peningkatan jumlah hormon hepcidin; sehingga penyerapan besi akan berkurang dan
makrofag akan mempertahankan kadar besi.
Pada pasien dengan iron overload (misalnya hemokromatosis), absorpsi besi menurun
akibat meningkatnya jumlah hepsidin. Namun, hal ini tidak terjadi pada penderita thalassemia-
berat karena diduga faktor plasma menggantikan mekanisme tersebut dan mencegah terjadinya
15
produksi hepsidin sehingga absorpsi besi terus berlangsung meskipun penderita dalam keadaan
iron overload.
Efek hepsidin terhadap siklus besi dilakukan melalui kerja hormon lain bernama
ferroportin, yang mentransportasikan besi dari enterosit dan makrofag menuju plasma dan
menghantarkan besi dari plasenta menuju fetus. Ferroportin diregulasi oleh jumlah penyimpanan
besi dan jumlah hepsidin. Hubungan ini juga menjelaskan mengapa penderita dengan
thalassemia- yang memiliki jumlah besi yang sama memiliki jumlah ferritin yang berbeda
sesuai dengan apakah mereka mendapat transfusi darah teratur atau tidak. Sebagai contoh,
penderita thalassemia- intermedia yang tidak mendapatkan transfusi darah memiliki jumlah
ferritin yang lebih rendah dibandngkan dengan penderita yang mendapatkan transfusi darah
secara teratur, meskipun keduanya memiliki jumlah besi yang sama.
Kebanyakan besi non-heme pada individu yang sehat berikatan kuat dengan protein
pembawanya, transferrin. Pada keadaan iron overload, seperti pada thalassemia berat, transferrin
tersaturasi, dan besi bebas ditemukan di plasma. Besi ini cukup berbahaya karena memiliki
material untuk memproduksi hidroksil radikal dan akhirnya akan terakumulasi pada organ-organ,
seperti jantung, kelenjar endokrin, dan hati, mengakibatkan terjadinya kerusakan pada organorgan tersebut (organ damage). (2)
5. KLASIFIKASI
Talasemia adalah grup kelainan sintesis hemoglobin yang heterogen akibat
pengurangan
produksi
satu
atau
lebih
rantai
globin.
Hal
ini
menyebabkan
Sindroma klinik
Thalassemia
Penghapusan 4 gen- hydrops fetalis
Kematian in utero
Anemia hemolitik
16
Thalassemia
Homozigot thalassemia mayor
Thalassemia intermediate
Sindroma klinik yang disebabkan oleh Anemia hipokrom mikrositik, hepatosejenis lesi genetik
Thalassemia-(7)
Anemia mikrositik yang disebabkan oleh defisiensi sintesis globin- banyak ditemukan
di Afrika, negara di daerah Mediterania, dan sebagian besar Asia. Delesi gen globin-
menyebabkan sebagian besar kelainan ini. Terdapat empat gen globin- pada individu normal,
dan empat bentuk thalassemia- yang berbeda telah diketahui sesuai dengan delesi satu, dua,
tiga, dan semua empat gen ini.
Tabel 1. Thalassemia-
Genotip
Jumlah gen
-/
3
--/ atau 2
Silent carrier
Trait thal-
0-3 % Hb Barts
2-10% Hb Barts
/-
--/-
1
Penyakit Hb H
15-30% Hb Bart
--/-0
Hydrops fetalis
>75% Hb Bart
Ket : N = hasil normal, Hb = hemoglobin, Hb Barts = 4, HbH = 4
N
N
Hb H
-
jumlah eritrosit (sel darah merah) yang rendah dalam beberapa pemeriksaan.
Pada tipe ini, diagnosis tidak dapat dipastikan dengan pemeriksaan elektroforesis Hb,
sehingga harus dilakukan tes lain yang lebih canggih. Bisa juga dicari akan adanya
kelainan hematologi pada anggota keluarga (misalnya orangtua) untuk mendukung
diagnosis. Pemeriksaan darah lengkap pada salah satu orangtua yang menunjukkan
adanya hipokromia dan mikrositosis tanpa penyebab yang jelas merupakan bukti yang
cukup kuat menuju diagnosis thalasemia. (7)
b. Trait thalassemia-
- Trait ini dikarakterisasi dengan anemia ringan dan jumlah sel darah merah yang rendah.
Kondisi ini disebabkan oleh hilangnya 2 gen pada satu kromosom 16 atau satu gen
pada masing-masing kromosom. Kelainan ini sering ditemukan di Asia Tenggara,
-
18
c. Penyakit Hb H
Kelainan disebabkan oleh hilangnya 3 gen globin , merepresentasikan thalassemia-
intermedia, dengan anemia sedang sampai berat, splenomegali, ikterus, dan jumlah sel
darah merah yang abnormal. Pada sediaan apus darah tepi yang diwarnai dengan
pewarnaan supravital akan tampak sel-sel darah merah yang diinklusi oleh rantai tetramer
(Hb H) yang tidak stabil dan terpresipitasi di dalam eritrosit, sehingga menampilkan
gambaran golf ball. Badan inklusi ini dinamakan sebagai Heinz bodies. (7)
Gambar 8. Pewarnaan supravital pada sapuan apus darah tepi Penyakit Hb H yang menunjukkan
Heinz-Bodies
d. Thalassemia- mayor
19
Bentuk thalassemia yang paling berat, disebabkan oleh delesi semua gen globin-,
disertai dengan tidak ada sintesis rantai sama sekali.
Kebanyakan dari bayi-bayi ini lahir mati, dan kebanyakan dari bayi yang lahir hidup
meninggal dalam waktu beberapa jam. Bayi ini sangat hidropik, dengan gagal jantung
kongestif dan edema anasarka berat. Yang dapat hidup dengan manajemen neonatus
agresif juga nantinya akan sangat bergantung dengan transfusi. (7)
Thalassemia- (8)
Sama dengan thalassemia-, dikenal beberapa bentuk klinis dari thalassemia-; antara
lain :
a. Trait thalassemia-+ heterozigot (Thalassemia minor)
-
20
21
Gambar 11. Deformitas tulang pada thalassemia beta mayor (Facies Cooley)
-
Pucat, hemosiderosis, dan ikterus sama-sama memberi kesan coklat kekuningan. Limpa
dan hati membesar karena hematopoesis ekstrameduler dan hemosiderosis. Pada
penderita yang lebih tua, limpa mungkin sedemikian besarnya sehingga menimbulkan
ketidaknyamanan mekanis dan hipersplenisme sekunder.
Pertumbuhan terganggu pada anak yang lebih tua; pubertas terlambat atau tidak terjadi
karena kelainan endokrin sekunder. Diabetes mellitus yang disebabkan oleh siderosis
pankreas mungkin terjadi. Komplikasi jantung, termasuk aritmia dan gagal jantung
kongestif kronis yang disebabkan oleh siderosis miokardium sering merupakan kejadian
terminal.
22
7. DIAGNOSIS BANDING
Thalassemia sering kali didiagnosis salah sebagai anemia defisiensi Fe, hal ini
disebabkan oleh karena kemiripan gejala yang ditimbulkan, dan gambaran eritrosit mikrositik
hipokrom. Namun kedua penyakit ini dapat dibedakan, karena pada anemia defisiensi Fe
didapatkan : (8)
-
SI rendah
IBC meningkat
jenis thalassemia atau thalassemia . Pada thalassemia dengan HbH ditemukan jaundice dan
splenomegali. (9)
8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium yang perlu untuk menegakkan diagnosis thalassemia ialah:
1. Darah (2)
Pemeriksaan darah yang dilakukan pada pasien yang dicurigai menderita thalasemia
adalah :
-
Darah rutin
Kadar hemoglobin menurun. Dapat ditemukan penurunan jumlah eritrosit, peningkatan jumlah
lekosit, ditemukan pula peningkatan dari sel PMN. Bila terjadi hipersplenisme akan terjadi
penurunan dari jumlah trombosit.
-
Hitung retikulosit
Anemia pada thalassemia mayor mempunyai sifat mikrositik hipokrom. Pada gambaran sediaan
darah tepi akan ditemukan retikulosit, poikilositosis, tear drops sel dan target sel.
Kedua pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan anemia terjadi karena
defisiensi besi. Pada anemia defisiensi besi SI akan menurun, sedangkan TIBC akan meningkat.
Kadar unconjugated bilirubin akan meningkat sampai 2-4 mg%. bila angka tersebut sudah
terlampaui maka harus dipikir adanya kemungkinan hepatitis, obstruksi batu empedu dan
cholangitis. Serum SGOT dan SGPT akan meningkat dan menandakan adanya kerusakan hepar.
Akibat dari kerusakan ini akan berakibat juga terjadi kelainan dalam faktor pembekuan darah.
2. Elektroforesis Hb (2)
Diagnosis
definitif
ditegakkan
dengan
pemeriksaan
eleltroforesis
hemoglobin.
Pemeriksaan ini tidak hanya ditujukan pada penderita thalassemia saja, namun juga pada orang
tua, dan saudara sekandung jika ada. Pemeriksaan ini untuk melihat jenis hemoglobin dan kadar
HbA2. Petunjuk adanya thalassemia adalah ditemukannya Hb Barts dan Hb H. Pada
thalassemia kadar Hb F bervariasi antara 10-90%, sedangkan dalam keadaan normal kadarnya
tidak melebihi 1%.
3. Pemeriksaan sumsum tulang (2)
Pada sumsum tulang akan tampak suatu proses eritropoesis yang sangat aktif sekali.
Ratio rata-rata antara myeloid dan eritroid adalah 0,8. pada keadaan normal biasanya nilai
perbandingannya 10 : 3.
Gambar 15. Gmabar rontgen kepala Hair on end dan tulang panjang yang terjadi penipisan
korteks.
5. EKG dan echocardiography untuk mengetahui dan memonitor keadaan jantungnya. Kadang
ditemukan jantung yang kardiomegali akibat anemianya.
6. HLA typing untuk pasien yang akan di transplantasi sumsum tulang.
7. Pemeriksaan mata, pendengaran, fungsi ginjal dan test darah rutin untuk memonitor efek
terapi deferoxamine (DFO) dan shelating agent. (9)
9. KOMPLIKASI
-
Splenomegali karena penimbunan besi dan eritrosit abnormal, leukosit dan trombosit.
27
Anak dengan thalassemia mayor dengan transfuse yang tidak adekuat dapat menyebabkan
pertumbuhan kurang dan mudah terinfeksi, hepatosplenomegali, penipisan cortex tulang dan
mudah fraktur.
Hemosdierosis akibat pemberian transfuse, sehingga kadar serum besi yang berlebihan.
Kerusakan hepar yang disebabkan oleh besi yang berhubungan dengan komplikasi sekunder
dari transfuse dan infeksi hepatitis C merupakan penyebab tersering hepatitis pada anak
dengan thalassemia.
Congestive heart failure dan cardiac aritmia pada transfusi tanpa chelating agent.
10. TERAPI
Penderita trait thalassemia tidak memerlukan terapi ataupun perawatan lanjut setelah
diagnosis awal dibuat. Terapi preparat besi sebaiknya tidak diberikan kecuali memang dipastikan
terdapat defisiensi besi dan harus segera dihentikan apabila nilai Hb yang potensial pada
penderita tersebut telah tercapai. Diperlukan konseling pada semua penderita dengan kelainan
genetik, khususnya mereka yang memiliki anggota keluarga yang berisiko untuk terkena
penyakit thalassemia berat.
Penderita thalassemia berat membutuhkan terapi medis, dan regimen transfusi darah
merupakan terapi awal untuk memperpanjang masa hidup. Transfusi darah harus dimulai pada
usia dini ketika anak mulai mengalami gejala dan setelah periode pengamatan awal untuk
menilai apakah anak dapat mempertahankan nilai Hb dalam batas normal tanpa transfusi.
a. Transfusi Darah (4)
-
Transfusi darah bertujuan untuk mempertahankan nilai Hb tetap pada level 9-9.5 gr/dL
sepanjang waktu.
28
Pada pasien yang membutuhkan transfusi darah reguler, maka dibutuhkan suatu studi
lengkap untuk keperluan pretransfusi. Pemeriksaan tersebut meliputi fenotip sel darah merah,
ataupun terjadinya iron overload. Penderita thalassemia mayor biasanya lebih mudah untuk
terkena infeksi dibanding anak normal, bahkan tanpa diberikan transfusi. Beberapa tahun lalu,
25% pasien yang menerima transfusi terekspose virus hepatitis B. Saat ini, dengan adanya
imunisasi, insidens tersebut sudah jauh berkurang. Virus Hepatitis C (HCV) merupakan
penyebab utama hepatitis pada remaja usia di atas 15 tahun dengan thalassemia. Infeksi oleh
organisme opurtunistik dapat menyebabkan demam dan enteriris pada penderita dengan iron
overload, khususnya mereka yang mendapat terapi khelasi dengan Deferoksamin (DFO).
Demam yang tidak jelas penyebabnya, sebaiknya diterapi dengan Gentamisin dan TrimetoprimSulfametoksazol.
b. Terapi Khelasi (Pengikat Besi) (4)
-
Apabila diberikan sebagai kombinasi dengan transfusi, terapi khelasi dapat menunda onset
dari kelainan jantung dan, pada beberapa pasien, bahkan dapat mencegah kelainan jantung
tersebut.
Chelating agent yang biasa dipakai adalah DFO yang merupakan kompleks hidroksilamin
dengan afinitas tinggi terhadap besi. Rute pemberiannya sangat penting untuk mencapai
tujuan terapi, yaitu untuk mencapai keseimbangan besi negatif (lebih banyak diekskresi
dibanding yang diserap). Karena DFO tidak diserap di usus, maka rute pemberiannya harus
30
setiap keluhan demam sambil menunggu hasil kultur. Dosis rendah Aspirin setiap hari juga
bermanfaat jika platelet meningkat menjadi lebih dari 600.000 / L pasca splenektomi.
e. Transplantasi sumsum tulang(4)
Transplantasi sumsum tulang untuk talasemia pertama kali dilakukan tahun 1982.
Transplantasi sumsum tulang merupakan satu-satunya terapi definitive untuk talasemia. Jarang
dilakukan karena mahal dan sulit.
f. Diet talasemia (11)
Pasien dianjurkan menjalani diet normal, dengan suplemen sebagai berikut :
o Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi.
o Asam Folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.
o Vitamin E 200-400 IU setiap hari.
Sebaiknya zat besi tidak diberikan, dan makanan yang kaya akan zat besi juga dihindari.
Kopi dan teh diketahui dapat membantu mengurangi penyerapan zat besi di usus.
11. SKRINNING
Ada 2 pendekatan untuk menghinadari thalassemia:
i. Karena karier thalassemia bias diketahui dengan mudah, skrinning populasi dan koseling
tentang pasangan bisa dilakukan. Bila heterozigot menikah, 1 dari 4 anak mereka bisa menjadi
homozigot atau gabungan heterozigot.
ii. Bila ibu heterozigot sudah diketahui sebelum lahir, pasangannya bisa diperiksa dan bila termasuk
karier, pasangan tersebut ditawari diagnosis prenatal dan terminasi kehamilan pada fetus dengan
thalassemia berat.
Bila populasi tersebut menghendaki pemilihan pasangan, dilakukan skrinning premarital
yang bisa dilakukan di sekolah anak. Penting menyediakan program konseling verbal maupun
tertulis mengenai skrinning.
Alternatif lain bisa juga dilakukan pemeriksaan terhadap setiap wanita hamil berdasar ras,
melalui ukuran eritrosit, kadar Hb A2 (meningkat pada thalassemia-). Bila kadarnya normal,
pasien dikirim ke pusat yang bisa menganalisis rantai . (4)
12. PROGNOSIS
31
Prognosis bergantung pada tipe dan tingkat keparahan dari thalassemia. Seperti dijelaskan
sebelumnya, kondisi klinis penderita thalassemia sangat bervariasi dari ringan bahkan
asimtomatik hingga berat dan mengancam jiwa, tergantung pula pada terapi dan komplikasi yang
terjadi. Bayi dengan thalassemia mayor kebanyakn lahir mati atau lahir hidup dan meninggal
dalam beberapa jam. Anak dengan thalassemia dengan transfuse darah biasanya hanya bertahan
sampai usia 20 tahun, biasanya meninggal karena penimbunan besi. (9)
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Behrman Richard E., Kliegman Robert, Arvin Ann M., et al. Kelainan Hemoglobin: Sindrom
Thalassemia. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Volume 2. Edisi ke-15. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2001. Hal 1708-1712.
2. Sri Rejeki D.W. Blood Need Prediction Model for Mayor Thalassemia Patients. Fakultas
Kedokteran dan Ilmu-ilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman, Jakarta 2010
3. Yaish
Hassan
M.
Thalassemia.
April
30,
2010.
Available
at
http://emedicine.medscape.com/article/958850-overview.
4. Permono, Bambang H., Sutaryo, Ugrasena, IDG. Hemoglobin Abnormal: Talasemia. Buku Ajar
Hematologi- Onkologi Anak.. Cetakan ketiga. Ikatan Dokter Indonesia. Jakarta : 2010. Hal 6484.
5. U.S
Department
of
Health
&
Human
Services.
Thalassemias.
Available
at:
http://www.nhlbi.nih.gov/health/dci/Diseases/Thalassemia/Thalassemia_Causes.html.
6. Bleibel,
SA.
Thalassemia
Alpha.
August
26,
2009.
Available
at
http://emedicine.medscape.com/article/206397-overview
7. Takeshita,
K.
Thalassemia
Beta.
September
at
27,
2010.
Available
http://emedicine.medscape.com/article/206490-overview
8. Yaish Hassan M. Thalassemia: Differential diagnoses & Workup. April 30, 2010. Available at :
http://emedicine.medscape.com/article/958850-diagnosis
9. Eliezer A. Rachmilewitz1 and Patricia J. Giardina. How I treat thalassemia. Department of
Hematology,
Wolfson
Medical
Center,
Holon,
Israel;
and
Division
33
of
Pediatric
10. Rachmat B, R. M., Ryadi Fadil, Azhali M. S. Hubungan jumlah darah transfusi, pemberian
deferoksamin dan status gizi dengan kadar seng plasma pada , Bagian Ilmu Kesehatan Anak,
Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung. 2010.
34