Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang

Penyakit TBC merupakan masalah utama kesehatan masyarakat di Indonesia. Menurut hasil
Survey Kesehatan Rumah Tangga ( SKRT 1995 ) penyakit TBC merupakan penyebab kematian
nomor tiga setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua
kelompok umur. Pada tahun 1999, WHO memperkirakan setiap tahun terjadi 583.000 kasus baru
TBC dengan kematian sekitar 140.000. Secara kasar diperkirakan setiap 100.000 penduduk
Indonesia terdapat 130 penderita baru TBC paru dengan BTA positif.
Dengan meningkatnya kejadian TBC pada orang dewasa, maka jumlah anak yang terinfeksi TBC
akan meningkat dan jumlah anak dengan penyakit TBC juga meningkat. Seorang anak dapat
terkena infeksi TBC tanpa menjadi sakit TBC dimana terdapat uji tuberkulin positif tanpa ada
kelainan klinis, radiologis dan laboratoris. Tuberkulosis primer pada anak kurang membahayakan
masyarakat karena kebanyakan tidak menular, tetapi bagi anak itu sendiri cukup berbahaya oleh
karena dapat timbul TBC ekstra thorakal yang sering kali menjadi sebab kematian atau
menimbulkan cacat, Misal pada TBC Meningitis.
Diagnosis yang paling tepat untuk TBC adalah bila ditemukan basil TBC dari bahan bahan
seperti sputum, bilasan lambung, biopsy dan lain lain, tetapi hal ini pada anak sulit didapat.
Oleh karena itu, sebagian besar diagnosis TBC anak didasarkan atas gambaran klinik, gambaran
radiologis dan uji tuberkulosis.

BAB II
PEMBAHASAN
A.

Pengertian

Tubercolusis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tubercolusis.
Kuman ini biasanya menyerang paru-paru, tetapi dapat juga menyerang bagian lain dari tubuh
seperti ginjal, tulang, dan otak. Jika tidak ditangani dengan baik akan mengakibatkan kematian.
Tuberkulosis (TB atau TBC) pada anak memang berbeda dengan TB pada orang dewasa. TB pada

anak menginfeksi primer di parenkim paru yang tidak menyebabkan refleks batuk, sehingga
jarang ditemukan gejala khas TB seperti batuk berdahak.Pada parenkim paru ini juga kuman
cenderung lebih sedikit, maka TB tidak menular antara sesama anak. TB sangat mudah menular
dari orangtua ke anak, tapi TB tidak menular dari anak ke anak.
TBC adalah penyakit serius yang gampang menular secara langsung melalui udara. Anak-anak
dengan kekebalan tubuh buruk paling rentan tertular TB dari orang dewasa yang positif TB. Tapi
TB tidak menular antara sesama anak.
Tuberkulosis adalah penyakit akibat infeksi kuman Mikobakterium tuberkulosis yang bersifat
sistemik sehingga dapat mengenai hampir semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak di paru
yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer. Pada tahun 1992 WHO telah mencanangkan
tuberkulosis sebagai Global Emergency. Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat
8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman
tuberkulosis dan menurut regional WHO jumlah terbesar kasus ini terjadi di Asia Tenggara yaitu
33% dari seluruh kasus di dunia.

B.

Etiologi

Kuman penyebab TBC yakni Mycobacterium tuberkulosis ditularkan melalui percikan dahak. Jika
terkena kuman terus-menerus dari orang-orang dewasa di dekatnya, terutama orangtua, maka anak
tetap terkena. Di antara sesama anak kecil sendiri sangat kecil kemungkinan menularkan."Padahal,
interaksi orangtua sangat dekat dan intens dengan anak, apalagi yang masih bayi. Terkadang
sambil menimang-nimang dinyanyikan dan anak mendapat percikan dahak dari orangtua yang
sakit TBC. sehingga anak tertular Oleh karena itu, angka anak penderita TBC sangat terpengaruh
jumlah orang dewasa yang dapat menularkan TBC.
C.

Manifestasi Klinik

Gejala klinis TB tergantung faktor pejamu (usia, status imun, kerentanan) dan faktor agen (jumlah,
virulensi). Gejala TB pada anak yang umum terjadi adalah demam yang tidak tinggi (subfebris),
berkisar 38 derajad Celcius, biasanya timbul sore hari, 2-3 kali seminggu dan belangsung 1-2
minggu dengan atau tanpa batuk dan pilek. Gejala lain adalah penurunan nafsu makan, dan
gangguan tumbuh kembang. Batuk kronik yang merupakan gejala tersering pada TB paru dewasa,
tidak terlalu mencolok pada anak. Mengapa? Sebab lesi primer TB paru pada anak umumnya
terdapat di daerah parenkim yang tidak mempunyai reseptor batuk. Kalaupun terjadi, berarti
limfadenitis regional sudah menekan bronkus dimana terdapat reseptor batuk. Batuk kronik pada
anak lebih sering dikarenakan oleh asma. Gejala-gejala yang tersebut di atas dikategorikan sebagai
gejala nonspesifik. Perlu dicatat bahwa gejala nonspesifik dapat juga ditemukan pada kasus
infeksi lain. Selanjutnya, gejala spesifik tergantung dari organ yang terkena seperti kulit
(skrofuloderma), tulang, otak, mata, usus, dan organ lain.
Atau secara singkat tanda dan gejala umum/nonspesifik tuberkulosis pada anak dapat disebutkan

sebagai berikut :

gizi

Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau tidak naik dalam 1 bulan dengan penanganan

Anoreksia dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak naik secara adekuat (failure to thrive)

Demam lama dan berulang tanpa sebab yang jelas (bukan tifus, malaria, atau infeksi saluran
napas akut), dapat disertai keringat malam

Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit dan biasanya multipel

Batuk lama lebih dari 30 hari

Diare persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan diare

Gejala spesifik sesuai organ terkena : TB kulit/skrofuloderma; TB tulang dan sendi (gibbus,
pincang); TB otak dan saraf/meningitis dengan gejala iritabel, kuduk kaku, muntah, dan kesadaran
menurun; TB mata (konjungtivitis fliktenularis, tuberkel koroid), dll.
D.

Klasifikasi

Tuberkulosis menurut klasifikasinya dibagi dalam 3 stadium, yaitu :


1.

stadium pertama

Stadium pertama yang merupakan kompleks primer dengan penyebaran limfogen.


2.

Stadium ke dua yaitu Pada waktu terjadi penyebaran hematogen dan

3.

Stadium ketiga yaitu Tuberkulosis paru menahun (crhonic pulmonary tuberculosis)

E.

Patofisiologi

Penyebab penyakit ini adalah bakteri kompleks Mycobacterium tuberculosis. Mycobacteria


termasuk dalam famili Mycobacteriaceae dan termasuk dalam ordo Actinomycetales. kompleks
Mycobacterium tuberculosis meliputi M.tuberculosis, M. bovis, M. africanum, M. microti, dan M.
canettii. Dari beberapa kompleks tersebut, M. tuberculosis merupakan jenis yang terpenting dan
paling sering dijumpai.
M.tuberculosis berbentuk batang, berukuran panjang 5 dan lebar 3, tidak membentuk spora, dan
termasuk bakteri aerob. Mycobacteria dapat diberi pewarnaan seperti bakteri lainnya, misalnya
dengan Pewarnaan Gram. Namun, sekali mycobacteria diberi warna oleh pewarnaan gram, maka
warna tersebut tidak dapat dihilangkan dengan asam. Oleh karena itu, maka mycobacteria disebut

sebagai Basil Tahan Asam atau BTA. Beberapa mikroorganisme lain yang juga memiliki sifat
tahan asam, yaitu spesies Nocardia, Rhodococcus, Legionella micdadei, dan protozoa Isospora
dan Cryptosporidium. Pada dinding sel mycobacteria, lemak berhubungan dengan arabinogalaktan
dan peptidoglikan di bawahnya. Struktur ini menurunkan permeabilitas dinding sel, sehingga
mengurangi efektivitas dari antibiotik. Lipoarabinomannan, suatu molekul lain dalam dinding sel
mycobacteria, berperan dalam interaksi antara inang dan patogen, menjadikan M. tuberculosis
dapat bertahan hidup di dalam makrofaga.
Penularan TBC terjadi karena menghirup udara yang mengandung Mikobakterium tuberkulosis
(M.Tb), di alveolus M.Tb akan difagositosis oleh makrofag alveolus dan dibunuh. Tetapi bila
M.Tb yang dihirup virulen dan makrofag alveolus lemah maka M.Tb akan berkembang biak dan
menghancurkan makrofag. Monosit dan makrofag dari darah akan ditarik secara kemotaksis ke
arah M.Tb berada, kemudian memfagositosis M.Tb tetapi tidak dapat membunuhnya. Makrofag
dan M.Tb membentuk tuberkel yang mengandung sel-sel epiteloid, makrofag yang menyatu (sel
raksasa Langhans) dan limfosit. Tuberkel akan menjadi tuberkuloma dengan nekrosis dan fibrosis
di dalamnya dan mungkin juga terjadi kalsifikasi. Lesi pertama di alveolus (fokus primer)
menjalar ke kelenjar limfe hilus dan terjadi infeksi kelenjar limfe, yang bersama-sama dengan
limfangitis akan membentuk kompleks primer. Dari kelenjar limfe M.Tb dapat langsung
menyebabkan penyakit di organ-organ tersebut atau hidup dorman dalam makrofag jaringan dan
dapat aktif kembali bertahun-tahun kemudian. Tuberkel dapat hilang dengan resolusi atau terjadi
kalsifikasi atau terjadi nekrosis dengan masa keju yang dibentuk oleh makrofag. Masa keju dapat
mencair dan M.Tb dapat berkembang biak ekstra selular sehingga dapat meluas di jaringan paru
dan terjadi pneumonia, lesi endobronkial, pleuritis atau Tb milier. Juga dapat menyebar secara
bertahap menyebabkan lesi di organ-organ lainnya .
F.

Penularan

Penularan penyakit ini karena kontak dengan dahak atau menghirup titik-titik air dari bersin atau
batuk dari orang yang terinfeksi kuman tuberkulosis, anak anak sering mendapatkan penularan
dari orang dewasa di sekitar rumah maupun saat berada di fasilitas umum seperti kendaraan
umum, rumah sakit dan dari lingkungan sekitar rumah. Oleh sebab ini masyarakat di Indonesia
perlu sadar bila dirinya terdiagnosis tuberkulosis maka hati hati saat berinteraksi dengan orang
lain agar tidak batuk sembarangan , tidak membuang ludah sembarangan dan sangat dianjurkan
untuk bersedia memakai masker atau setidaknya sapu tangan atau tissue.
G.

Komplikasi

Komplikasi Yang dapat terjadi pada TBC adalah sebagai berikut :


1.

Meningitis

2.

Spondilitis

3.

Pleuritis

4.

Bronkopneumoni

5.

Atelektasis

Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian
karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas. Kolaps dari lobus akibat retraksi
bronkial. Bronkiectasis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat
pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru. Pneumotorak (adanya udara didalam rongga
pleura) spontan: kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru. Penyebaran infeksi ke organ lain
seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan sebagainya. Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio
Pulmonary Insufficiency).

H.

Pengobatan TBC

Pengobatan TBC Kriteria I (Tidak pernah terinfeksi, ada riwayat kontak, tidak menderita TBC)
dan II (Terinfeksi TBC/test tuberkulin (+), tetapi tidak menderita TBC (gejala TBC tidak ada,
radiologi tidak mendukung dan bakteriologi negatif) memerlukan pencegahan dengan pemberian
INH 510 mg/kgbb/hari.
Pencegahan (profilaksis) primer
Anak yang kontak erat dengan penderita TBC BTA (+).
INH minimal 3 bulan walaupun uji tuberkulin (-).
Terapi profilaksis dihentikan bila hasil uji tuberkulin ulang menjadi (-) atau sumber penularan TB
aktif sudah tidak ada.
Pencegahan (profilaksis) sekunder
Anak dengan infeksi TBC yaitu uji tuberkulin (+) tetapi tidak ada gejala sakit TBC. Profilaksis
diberikan selama 6-9 bulan.
Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok yaitu :
Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin, Pirazinamid.
Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir, sebagian
besar penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat ini.Obat sekunder : Exionamid,
Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin, Kapreomisin dan Kanamisin.

Dosis obat antituberkulosis (OAT)

Obat
Dosis harian
(mg/kgbb/hari)
Dosis 2x/minggu
(mg/kgbb/hari)
Dosis 3x/minggu
(mg/kgbb/hari)
INH
5-15 (maks 300 mg)
15-40 (maks. 900 mg)
15-40 (maks. 900 mg)
Rifampisin
10-20 (maks. 600 mg)
10-20 (maks. 600 mg)
15-20 (maks. 600 mg)
Pirazinamid
15-40 (maks. 2 g)
50-70 (maks. 4 g)
15-30 (maks. 3 g)
Etambutol
15-25 (maks. 2,5 g)
50 (maks. 2,5 g)
15-25 (maks. 2,5 g)

Streptomisin
15-40 (maks. 1 g)
25-40 (maks. 1,5 g)
25-40 (maks. 1,5 g)
Akibat kurang baiknya penanganan pengobatan penderita TBC dan lemahnya implementasi
strategi DOTS. Penderita yang mengidap BTA yang resisten terhadap OAT akan menyebarkan
infeksi TBC dengan kuman yang bersifat MDR(Multi-drugs Resistant). Untuk kasusMDRTB dibutuhkan obat lain selain obat standard pengobatan TBC yaitu obat fluorokuinolon seperti
siprofloksasin, ofloxacin, levofloxacin (hanya sangat disayangkan bahwa obat ini tidak dianjurkan
pada anak dalam masa pertumbuhan).
Pengobatan TBC pada orang dewasa
Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3
Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap hari (tahap
intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali dalam seminggu (tahap
lanjutan). Diberikan kepada:
Penderita baru TBC paru BTA positif.Penderita TBC ekstra paru (TBC di luar paru-paru)
berat.Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3
Diberikan kepada:
Penderita kambuh.Penderita gagal terapi.Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum
obat.Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3
Diberikan kepada:
Penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif.
Pengobatan TBC pada anak
Adapun dosis untuk pengobatan TBC jangka pendek selama 6 atau 9 bulan, yaitu:
2HR/7H2R2 : INH+Rifampisin setiap hari selama 2 bulan pertama, kemudian INH +Rifampisin
setiap hari atau 2 kali seminggu selama 7 bulan (ditambahkan Etambutol bila diduga ada resistensi
terhadap INH).2HRZ/4H2R2 : INH+Rifampisin+Pirazinamid: setiap hari selama 2 bulan pertama,
kemudian INH+Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 4 bulan (ditambahkan
Etambutol bila diduga ada resistensi terhadap INH).

Pengobatan TBC pada anak-anak jika INH dan rifampisin diberikan bersamaan, dosis maksimal
perhari INH 10 mg/kgbb dan rifampisin 15 mg/kgbb.
Dosis anak INH dan rifampisin yang diberikan untuk kasus:
TB tidak berat

INH
: 5 mg/kgbb/hari

Rifampisin
: 10 mg/kgbb/hari
TB berat (milier dan meningitis TBC)

INH
: 10 mg/kgbb/hari

Rifampisin
: 15 mg/kgbb/hari

Dosis prednison
: 1-2 mg/kgbb/hari (maks. 60 mg)

I.

Konsep Asuhan Keperawatan

o Pengkajian
Identitas Data Umum (selain identitas klien, juga identitas orangtua; asal kota dan daerah,
jumlah keluarga)
Keluhan Utama (penyebab klien sampai dibawa ke rumah sakit)

Riwayat kehamilan dan kelahiran


Prenatal : (kurang asupan nutrisi , terserang penyakit infeksi selama hamil)
Intranatal : Bayi terlalu lama di jalan lahir , terjepit jalan lahir, bayi menderita caput
sesadonium, bayi menderita cepal hematom
Post Natal : kurang asupan nutrisi , bayi menderita penyakit infeksi , asfiksia ikterus
Riwayat Masa Lampau
Penyakit yang pernah diderita (tanyakan, apakah klien pernah sakit batuk yang lama dan
benjolan bisul pada leher serta tempat kelenjar yang lainnya dan sudah diberi pengobatan
antibiotik tidak sembuh-sembuh? Tanyakan, apakah pernah berobat tapi tidak sembuh? Apakah
pernah berobat tapi tidak teratur?)
Pernah dirawat dirumah sakit
Obat-obat yang digunakan/riwayat Pengobatan
Riwayat kontak dengan penderita TBC
Alergi
Daya tahan yang menurun.
Imunisasi/Vaksinasi : BCG
Riwayat Penyakit Sekarang (Tanda dan gejala klinis TB serta terdapat benjolan/bisul pada
tempat-tempat kelenjar seperti: leher, inguinal, axilla dan sub mandibula)
Riwayat Keluarga (adakah yang menderita TB atau Penyakit Infeksi lainnya, Biasanya keluarga
ada yang mempunyai penyakit yang sama)
Riwayat Kesehatan Lingkungan dan sosial ekonomi
Lingkungan tempat tinggal (Lingkungan kurang sehat (polusi, limbah), pemukiman yang padat,
ventilasi rumah yang kurang, jumlah anggota keluarga yang banyak), pola sosialisasi anak
Kondisi rumah
Merasa dikucilkan

Aspek psikososial (Tidak dapat berkomunikasi dengan bebas, menarik diri)


Biasanya pada keluarga yang kurang mampu
Masalah berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu waktu yang lama dan
biaya yang banyak
Tidak bersemangat dan putus harapan.
Riwayat psikososial spiritual (Yang mengasuh,Hubungan dengan anggota keluarga, Hubungan
dengan teman sebayanya,Pembawaan secara umum, Pelaksanaan spiritual)
Pola fungsi kesehatan.
Pola persepsi sehat dan penatalaksanaan kesehatan. Keadaan umum: alergi, kebiasaan,
imunisasi. Pola nutrisi metabolik. Anoreksia, mual, tidak enak diperut, BB turun, turgor kulit
jelek, kulit kering dan kehilangan lemak sub kutan, sulit dan sakit menelan, turgor kulit jelek. Pola
eliminasi. Perubahan karakteristik feses dan urine, nyeri tekan pada kuadran kanan atas dan
hepatomegali, nyeri tekan pada kuadran kiri atas dan splenomegali. Pola aktifitas-latihan Sesak
nafas, fatique, tachicardia, aktifitas berat timbul sesak nafas (nafas pendek). Pola tidur dan
istirahat Iritable, sulit tidur, berkeringat pada malam hari. Pola kognitif perseptual. Kadang
terdapat nyeri tekan pada nodul limfa, nyeri tulang umum, takut, masalah finansial, umumnya dari
keluarga tidak mampu. Pola persepsi diri. Anak tidak percaya diri, pasif, kadang pemarah. Pola
peran hubungan Anak menjadi ketergantungan terhadap orang lain (ibu/ayah)/tidak mandiri. Pola
seksualitas/reproduktif. Anak biasanya dekat dengan ibu daripada ayah. Pola koping toleransi
stres, Menarik diri, pasif.(7)
Pemeriksaan Fisik
Demam: sub fibril, fibril (40-41C) hilang timbul. Batuk: terjadi karena adanya iritasi pada
bronkus; batuk ini membuang/ mengeluarkan produksi radang, dimulai dari batuk kering sampai
batuk purulen (menghasilkan sputum). Sesak nafas: terjadi bila sudah lanjut, dimana infiltrasi
radang sampai setengah paru. Nyeri dada: ini jarang ditemukan, nyeri timbul bila infiltrasi radang
sampai ke pleura. Malaise: ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun, sakit kepala, nyeri
otot dan kering diwaktu malam hari. Pada tahap dini sulit diketahui. Ronchi basah, kasar dan
nyaring. Hipersonor/timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada auskultasi memberi suara
limforik. Atropi dan retraksi interkostal pada keadaan lanjut dan fibrosis. Bila mengenai pleura
terjadi efusi pleura (perkusi memberikan suara pekak).Pembesaran kelenjar biasanya multipel.
Benjolan/pembesaran kelenjar pada leher (servikal), axilla, inguinal dan sub mandibula. Kadang
terjadi abses.
Pemeriksaan Diagnostik Dan Pengobatan
Uji tuberkulin = uji tuberkulin (+).hipersensitifitas tipe lambat imunitas selulerInfeksi TB

Foto rontgent Rutin : foto pada rongga paru. Atas indikasi: tulang, sendi, abdomen. Rontgent
paru tidak selalu khas.
Pemeriksaan mikrobiologis (Bakteriologis Memastikan TB. Hasil normal: tidak menyingkirkan
diagnosa TB. Hasil (+) : 10-62% dengan cara lama. Cara : cara lama radio metrik (Bactec); PCK.
Pemeriksaan darah tepi (Tidak khas. LED dapat meninggi)
Pemeriksaan patologik anatomik. Kelenjar, hepar, pleura; atas indikasi. Sumber infeksiAdanya
kontak dengan penderita TB menambah kriteria diagnosa.
Lain-lain (Uji faal paru, Bronkoskopi, Bronkografi, Serologim dll)
Pengkajian TUMBANG menggunakan KMS,KKA, dan DDST

Pertumbuhan

Kaji BBL,BB saat kunjungan


BB normal
BB normal, mis : ( 6-12 tahun ) umur
kaji berat badan lahir dan berat badan saat kunjungan TB = 64 x 77R = usia dalam tahun
LL dan luka saat lahir dan saat kunjungan

Perkembangan

lahir kurang 3 bulan = belajar mengangkat kepala, mengikuti objek dengan mata, mengoceh,
usia 3-6 bulan mengangkat kepala 90 derajat, belajar meraih benda, tertawa, dan mengais
meringis
usia 6-9 bulan = duduk tanpa di Bantu, tengkuarap, berbalik sendiri, merangkak, meraih benda,
memindahkan benda dari tangan satu ke tangan yang lain dan mengeluarkan kata-kata tanpa arti.
usia 9-12 bulan = dapat berdiri sendiri menurunkan sesuatu mengeluarkan kat-kata, mengerti
ajakan sederhana, dan larangan berpartisipasi dalam permainan.
usia 12-18 bulan = mengeksplorasi rumah dan sekelilingnya menyusun 2-3 kata dapat
mengatakan 3-10 kata , rasa cemburu, bersaing

usia 18-24 bulan = naikturun tangga, menyusun 6 kata menunjuk kata dan hidung, belajar
makan sendiri, menggambar garis, memperlihatkan minat pada anak lain dan bermain dengan
mereka.
usia 2-3 tahun = belajar melompat, memanjat buat jembatan dengan 3 kotak, menyusun kalimat
dan lain-lain.
usia 3-4 tahun = belajar sendiri berpakaian, menggambar berbicara dengan baik, menyebut
warna, dan menyayangi saudara.
usia 4-5 tahun = melompat, menari, menggambar orang, dan menghitung.
o Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang dapat muncul yaitu :
1.

Gangguan Pertukaran gas berhubungan dengan proses infeksi

2.

Defisit pengetahuan tentang proses infeksi

3.
Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan : Daya tahan tubuh menurun, malnutrisi,
proses inflamasi, Kurang pengetahuan tentang infeksi kuman.
4.

Ketidakpatuhan berhubungan dengan pengobatan dalam jangka waktu yang lama.

5.
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan : Batuk yang sering, adanya
produksi sputum, Anoreksia.
6.
Risiko gangguan dalam menjalankan peran sebagai orang tua berhubungan dengan isolasi
pasien
3.

Rencana Tindakan Keperawatan

Dx.1
KH : Anak akan mengalami pengurangan batuk dan dipsnue
Rencana tindakan :
a.

Berikan oksigen humidifier bagi anak dengan dispnue

R : dispnea masih dapat terjadi, hingga pemberian obat kemoterapi dimulai untuk mendapatkan
efeknya, O2 humidifier mengurangi dipsnue dan meningkatkan oksigenasi.

b.

Tinggikan bagian kepala tempat tidur

R : Peninggian kepala menyebabkan otot diafragma mengembang


c.

Berikan obat batuk ekspektoran sesuai kebutuhan

R : ekspektoran membantu mengeluarkan mukus


Dx.2
KH : Keluarga akan mengekspresikan pemahamannya tentang proses penyakit dan pengobatan
Rencana tindakan :
a.

Ajarkan Orang Tua dan anak (jika tepat) tentang penularan dan pengobatan TB

R : pemahaman bagaimana penularan TB dan penangannya membantu mengurangi kecemasan


dan peningkatan kepatuhan terhadap pengobatan, prosedur isolasi, dan pengobatan yang
diberikan.
b. Ajarkan Orang Tua dan anak (jika tepat) tentang bagaimana memberikan pengobatan, berapa
lama terapi pengobatan harus dijalani, dan apa yang terjadi bila anak tidak menjalani tuntas
pengobatannya.
R : pemahaman bagaimana memberikan pengobatan dan risiko bila pengobatan diberhentikan di
awal akan menigkatkan kepatuhan.
Dx.3
KH : Tidak terjadi penyebaran infeksi
Rencana tindakan :
a.
Review patologi penyakit fase aktif/tidak aktif, menyebarnya infeksi melalui bronkhus pada
jaringan sekitarnya atau melalui aliran darah atau sistem limfe dan potensial infeksi melalui batuk,
bersin, tertawa, ciuman atau menyanyi.
R : Membantu klien agar klien mau mengerti dan menerima terhadap terapi yang diberikan untuk
mencegah komplikasi.
b.
Mengidentifikasi orang-orang yang beresiko untuk terjadinya infeksi seperti anggota
keluarga, teman, orang dalam satu perkumpulan.
Memberitahukan kepada mereka untuk mempersiapkan diri untuk mendapatkan terapi
pencegahan.

R : Pengetahuan dan terapi dapat meminimalkan kerentanan terjadinya penyebaran


c.

Anjurkan klien menampung dahaknya jika batuk

R : Kebiasaan ini untuk mencegah terjadinya penularan infeksi.


d.

Gunakan masker setiap melakukan tindakan

R : Masker dapat mengurangi resiko penyebaran infeksi


e.

Monitor temperatur

R : untuk mengetahui adanya indikasi terjadinya infeksi. Febris merupakan indikasi terjadinya
infeksi.
f.

Kolaborasi Pemberian terapi untuk anak

R : Kerja sama akan mempercepat proses penyembuhan


g.
Monitor sputum BTA. Klien dengan 3 kali pemeriksaan BTA negatif, terapi diteruskan
sampai batas waktu yang ditentukan.
R : Pemantauan untuk terapi yang akan dilaksanakan selanjutnya
Dx.4
KH : Orang tua dan anak akan mengikuti pedoman terapi
Rencana tindakan :
a.
Kaji seberapa banyak pengetahuan dan yang dimiliki orang tua dan anak tentang TB dan hal
ketidakpahaman yang dimiliki
R : pengkajian membantu menentukan apa yang orang tua dan anak butuhkan untuk belajar agar
dapat membantu mereka memenuhi pengobatan jangka panjang.
b.
Ajarkan orang tua dan anak (jika tepat) tentang program pengobatan dan alasan menjalani
pengobatan dengan tuntas, dan yakinkan tentang pendidikan yang diperlukan.
R : Pendidikan dan penguatan diberikan pada orang tua dan anak dengan informasi perlunya
mengikuti program pengobatan dengan tuntas dan menurunkan risiko kegagalan akibat defisit
pengetahuan.

c.
Identifikasi alternatif pemberi layanan yang dapat memberikan pengobatan anak jika
diperlukan
R : hak ini akan menurunkan risiko pengabaiyan dosis yang dilakukan anak selama pengobatan
Dx.5
Tujuan : Klien akan menunjukkan peningkatan status gizi dan BB meningkat.
KH : Keluarga klien dapat menjelaskan penyebab gangguan nutrisi yang dialami klien, pemulihan
kebutuhan nutrisi, susunan menu dan pengolahan makanan sehat seimbang. Dengan bantuan
perawat, keluarga klien dapat mendemonstrasikan pemberian diet (per sonde/per oral) sesuai
program dietetik.
Rencana Tindakan:
a.

Mengukur dan mencatat BB pasein

R : BB menggambarkan status gizi pasien


b.

Menyajikan makanan dalam porsi kecil tapi sering

R : Sebagai masukan makanan sedikit-sedikit dan mencegah muntah


c.

Menyajikan makanan yang dapat menimbulkan selera makan

R : Sebagai alternatif meningkatkan nafsu makan pasien


d.

Memberikan makanan tinggi TKTP

R : Protein mempengaruhi tekanan osmotik pembuluh darah


e.

Memberi motivasi kepada pasien agar mau makan.

R : Alternatif lain meningkatkan motivasi pasein untuk makan


f.

Lakukan perawatan oral sebelum dan sesudah terapi respirasi

R : Mengurangi rasa yang tidak enak dari sputum atau obat-obat yang digunakan untuk
pengobatan yang dapat merangsang vomiting.
g.
Jelaskan kepada keluarga tentang penyebab malnutrisi, kebutuhan nutrisi pemulihan,
susunan menu dan pengolahan makanan sehat seimbang, tunjukkan contoh jenis sumber makanan
ekonomis sesuai status sosial ekonomi klien.

R : Meningkatkan pemahaman keluarga tentang penyebab dan kebutuhan nutrisi untuk pemulihan
klien sehingga dapat meneruskan upaya terapi dietetik yang telah diberikan selama hospitalisasi.
h.
Tunjukkan cara pemberian makanan per sonde, beri kesempatan keluarga untuk
melakukannya sendiri.
R : Meningkatkan partisipasi keluarga dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi klien, mempertegas
peran keluarga dalam upaya pemulihan status nutrisi klien.
k.

Memberi makan lewat parenteral ( D 5% )

R : Mengganti zat-zat makanan secara cepat melalui parenteral


Dx.6
KH : Orang tua tetap dapat menjalankan perannya
Rencana tindakan :
a.

Ajarkan orang tua tentang tekhnik isolasi yang benar

R : pemahaman dan mengikuti teknis isolasi dengan benar membantu mencegah penularan TB
yang memungkinkan orang tua bersama selama mungkin dengan anaknya, akan mengurangi
perpisahan
b.

Motivasi orang tua dan anggota keluarga lainnya untuk mengunjungi anak secara teratur.

R : seringnya keluarga kontak akan mengurangi kecemasan terhadap perpisahan.


4.

Implementasi

Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan dapat bersifat mandiri dan kolaboratif. Selama
melaksanakan kegiatan perlu diawasi dan dimonitor kemajuan kesehatan klien.
5.

Evaluasi

Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan data subyektif dan obyektif
yang akan menunjukkan apakah tujuan pelayanan keperawatan sudah dicapai atau belum. Bila
perlu langkah evaluasi ini merupakan langkah awal dari identifikasi dan analisa masalah
selanjutnya.

BAB III
PENUTUP

A.

Kesimpulan

Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan sebagai berikut :


Penyakit Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit infeksi kronis menular yang masih tetap merupakan
masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia..
Gambaran klinis TBC pada anak: badan turun, Nafsu makan turun, demam tidak tinggi dapat
disertai keringat malam, pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit, batuk lama lebih
dari 30 hari.
Uji tuberkulin positif bila indurasi > 10 mm (pada gizi baik), atau > 5 mm pada gizi buruk. Uji
tuberkulin positif menunjukkan TBC.
Tatalaksana TBC pada anak merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan antara
pemberian medikamentosa, penataaan gizi dan lingkungan sekitarnya.
Usaha preventif dilakukan dengan vaksin BCG dan kemoprofilaksis. Keterlambatan motorik
kasar menunjukkan adanya kerusakan pada susunan
saraf pusat seperti serebral palsi (gangguan motorik yang di sebabkan oleh kerusakan bagian otok
yang mengatur otot-otot tubuh)

B.

Saran-Saran

Bagi perawat diharapkan dapat melaksanakan asuhan keperawatan sesuai dengan prosedur yang
ada.
Bagi para orang tua diharapkan memantau pertumbuhan dan perkembangan anak sejak dini untuk
dapat mengetahui adakah gejala-gejala penyakit pada anak teruma pengetahuan tentang penyakit
TBC

DAFTAR PUSTAKA

Diposting oleh Admin. Minggu : 19 Agustus 2007. Tuberkulosis Pada Anak.


ArtikelKedokteran,Pediatrik.http://medlinux.blogspot.com/2007/08/tuberkulosis-pada anak.html
Mansjoer Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius
Posted By : Asti di 08.10. Jumat, 26 Maret 2010. Halaman: 14 (9304 hits.Sindrome
Down. http://astiw.blogspot.com/2010/03/sindroma-down.html
Speer, morgan, kathleen. 2008.Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik Dengan Clinical
Pathaway. Edisi ke-3. Jakarta : EGC
Suriadi, Yulliani, rita. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Anak.Edisi ke-2. Jakarta : PT. Percetakan
Penebar Swadaya
Tim Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 2007. Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 2: Cetakan Ke-11.
Jakarta : Percetakan Infomedika
Wong, L.donna, dkk. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Vol : 2. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai