PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Penyakit TBC merupakan masalah utama kesehatan masyarakat di Indonesia. Menurut hasil
Survey Kesehatan Rumah Tangga ( SKRT 1995 ) penyakit TBC merupakan penyebab kematian
nomor tiga setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua
kelompok umur. Pada tahun 1999, WHO memperkirakan setiap tahun terjadi 583.000 kasus baru
TBC dengan kematian sekitar 140.000. Secara kasar diperkirakan setiap 100.000 penduduk
Indonesia terdapat 130 penderita baru TBC paru dengan BTA positif.
Dengan meningkatnya kejadian TBC pada orang dewasa, maka jumlah anak yang terinfeksi TBC
akan meningkat dan jumlah anak dengan penyakit TBC juga meningkat. Seorang anak dapat
terkena infeksi TBC tanpa menjadi sakit TBC dimana terdapat uji tuberkulin positif tanpa ada
kelainan klinis, radiologis dan laboratoris. Tuberkulosis primer pada anak kurang membahayakan
masyarakat karena kebanyakan tidak menular, tetapi bagi anak itu sendiri cukup berbahaya oleh
karena dapat timbul TBC ekstra thorakal yang sering kali menjadi sebab kematian atau
menimbulkan cacat, Misal pada TBC Meningitis.
Diagnosis yang paling tepat untuk TBC adalah bila ditemukan basil TBC dari bahan bahan
seperti sputum, bilasan lambung, biopsy dan lain lain, tetapi hal ini pada anak sulit didapat.
Oleh karena itu, sebagian besar diagnosis TBC anak didasarkan atas gambaran klinik, gambaran
radiologis dan uji tuberkulosis.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Tubercolusis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tubercolusis.
Kuman ini biasanya menyerang paru-paru, tetapi dapat juga menyerang bagian lain dari tubuh
seperti ginjal, tulang, dan otak. Jika tidak ditangani dengan baik akan mengakibatkan kematian.
Tuberkulosis (TB atau TBC) pada anak memang berbeda dengan TB pada orang dewasa. TB pada
anak menginfeksi primer di parenkim paru yang tidak menyebabkan refleks batuk, sehingga
jarang ditemukan gejala khas TB seperti batuk berdahak.Pada parenkim paru ini juga kuman
cenderung lebih sedikit, maka TB tidak menular antara sesama anak. TB sangat mudah menular
dari orangtua ke anak, tapi TB tidak menular dari anak ke anak.
TBC adalah penyakit serius yang gampang menular secara langsung melalui udara. Anak-anak
dengan kekebalan tubuh buruk paling rentan tertular TB dari orang dewasa yang positif TB. Tapi
TB tidak menular antara sesama anak.
Tuberkulosis adalah penyakit akibat infeksi kuman Mikobakterium tuberkulosis yang bersifat
sistemik sehingga dapat mengenai hampir semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak di paru
yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer. Pada tahun 1992 WHO telah mencanangkan
tuberkulosis sebagai Global Emergency. Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat
8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman
tuberkulosis dan menurut regional WHO jumlah terbesar kasus ini terjadi di Asia Tenggara yaitu
33% dari seluruh kasus di dunia.
B.
Etiologi
Kuman penyebab TBC yakni Mycobacterium tuberkulosis ditularkan melalui percikan dahak. Jika
terkena kuman terus-menerus dari orang-orang dewasa di dekatnya, terutama orangtua, maka anak
tetap terkena. Di antara sesama anak kecil sendiri sangat kecil kemungkinan menularkan."Padahal,
interaksi orangtua sangat dekat dan intens dengan anak, apalagi yang masih bayi. Terkadang
sambil menimang-nimang dinyanyikan dan anak mendapat percikan dahak dari orangtua yang
sakit TBC. sehingga anak tertular Oleh karena itu, angka anak penderita TBC sangat terpengaruh
jumlah orang dewasa yang dapat menularkan TBC.
C.
Manifestasi Klinik
Gejala klinis TB tergantung faktor pejamu (usia, status imun, kerentanan) dan faktor agen (jumlah,
virulensi). Gejala TB pada anak yang umum terjadi adalah demam yang tidak tinggi (subfebris),
berkisar 38 derajad Celcius, biasanya timbul sore hari, 2-3 kali seminggu dan belangsung 1-2
minggu dengan atau tanpa batuk dan pilek. Gejala lain adalah penurunan nafsu makan, dan
gangguan tumbuh kembang. Batuk kronik yang merupakan gejala tersering pada TB paru dewasa,
tidak terlalu mencolok pada anak. Mengapa? Sebab lesi primer TB paru pada anak umumnya
terdapat di daerah parenkim yang tidak mempunyai reseptor batuk. Kalaupun terjadi, berarti
limfadenitis regional sudah menekan bronkus dimana terdapat reseptor batuk. Batuk kronik pada
anak lebih sering dikarenakan oleh asma. Gejala-gejala yang tersebut di atas dikategorikan sebagai
gejala nonspesifik. Perlu dicatat bahwa gejala nonspesifik dapat juga ditemukan pada kasus
infeksi lain. Selanjutnya, gejala spesifik tergantung dari organ yang terkena seperti kulit
(skrofuloderma), tulang, otak, mata, usus, dan organ lain.
Atau secara singkat tanda dan gejala umum/nonspesifik tuberkulosis pada anak dapat disebutkan
sebagai berikut :
gizi
Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau tidak naik dalam 1 bulan dengan penanganan
Anoreksia dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak naik secara adekuat (failure to thrive)
Demam lama dan berulang tanpa sebab yang jelas (bukan tifus, malaria, atau infeksi saluran
napas akut), dapat disertai keringat malam
Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit dan biasanya multipel
Gejala spesifik sesuai organ terkena : TB kulit/skrofuloderma; TB tulang dan sendi (gibbus,
pincang); TB otak dan saraf/meningitis dengan gejala iritabel, kuduk kaku, muntah, dan kesadaran
menurun; TB mata (konjungtivitis fliktenularis, tuberkel koroid), dll.
D.
Klasifikasi
stadium pertama
3.
E.
Patofisiologi
sebagai Basil Tahan Asam atau BTA. Beberapa mikroorganisme lain yang juga memiliki sifat
tahan asam, yaitu spesies Nocardia, Rhodococcus, Legionella micdadei, dan protozoa Isospora
dan Cryptosporidium. Pada dinding sel mycobacteria, lemak berhubungan dengan arabinogalaktan
dan peptidoglikan di bawahnya. Struktur ini menurunkan permeabilitas dinding sel, sehingga
mengurangi efektivitas dari antibiotik. Lipoarabinomannan, suatu molekul lain dalam dinding sel
mycobacteria, berperan dalam interaksi antara inang dan patogen, menjadikan M. tuberculosis
dapat bertahan hidup di dalam makrofaga.
Penularan TBC terjadi karena menghirup udara yang mengandung Mikobakterium tuberkulosis
(M.Tb), di alveolus M.Tb akan difagositosis oleh makrofag alveolus dan dibunuh. Tetapi bila
M.Tb yang dihirup virulen dan makrofag alveolus lemah maka M.Tb akan berkembang biak dan
menghancurkan makrofag. Monosit dan makrofag dari darah akan ditarik secara kemotaksis ke
arah M.Tb berada, kemudian memfagositosis M.Tb tetapi tidak dapat membunuhnya. Makrofag
dan M.Tb membentuk tuberkel yang mengandung sel-sel epiteloid, makrofag yang menyatu (sel
raksasa Langhans) dan limfosit. Tuberkel akan menjadi tuberkuloma dengan nekrosis dan fibrosis
di dalamnya dan mungkin juga terjadi kalsifikasi. Lesi pertama di alveolus (fokus primer)
menjalar ke kelenjar limfe hilus dan terjadi infeksi kelenjar limfe, yang bersama-sama dengan
limfangitis akan membentuk kompleks primer. Dari kelenjar limfe M.Tb dapat langsung
menyebabkan penyakit di organ-organ tersebut atau hidup dorman dalam makrofag jaringan dan
dapat aktif kembali bertahun-tahun kemudian. Tuberkel dapat hilang dengan resolusi atau terjadi
kalsifikasi atau terjadi nekrosis dengan masa keju yang dibentuk oleh makrofag. Masa keju dapat
mencair dan M.Tb dapat berkembang biak ekstra selular sehingga dapat meluas di jaringan paru
dan terjadi pneumonia, lesi endobronkial, pleuritis atau Tb milier. Juga dapat menyebar secara
bertahap menyebabkan lesi di organ-organ lainnya .
F.
Penularan
Penularan penyakit ini karena kontak dengan dahak atau menghirup titik-titik air dari bersin atau
batuk dari orang yang terinfeksi kuman tuberkulosis, anak anak sering mendapatkan penularan
dari orang dewasa di sekitar rumah maupun saat berada di fasilitas umum seperti kendaraan
umum, rumah sakit dan dari lingkungan sekitar rumah. Oleh sebab ini masyarakat di Indonesia
perlu sadar bila dirinya terdiagnosis tuberkulosis maka hati hati saat berinteraksi dengan orang
lain agar tidak batuk sembarangan , tidak membuang ludah sembarangan dan sangat dianjurkan
untuk bersedia memakai masker atau setidaknya sapu tangan atau tissue.
G.
Komplikasi
Meningitis
2.
Spondilitis
3.
Pleuritis
4.
Bronkopneumoni
5.
Atelektasis
Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian
karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas. Kolaps dari lobus akibat retraksi
bronkial. Bronkiectasis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat
pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru. Pneumotorak (adanya udara didalam rongga
pleura) spontan: kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru. Penyebaran infeksi ke organ lain
seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan sebagainya. Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio
Pulmonary Insufficiency).
H.
Pengobatan TBC
Pengobatan TBC Kriteria I (Tidak pernah terinfeksi, ada riwayat kontak, tidak menderita TBC)
dan II (Terinfeksi TBC/test tuberkulin (+), tetapi tidak menderita TBC (gejala TBC tidak ada,
radiologi tidak mendukung dan bakteriologi negatif) memerlukan pencegahan dengan pemberian
INH 510 mg/kgbb/hari.
Pencegahan (profilaksis) primer
Anak yang kontak erat dengan penderita TBC BTA (+).
INH minimal 3 bulan walaupun uji tuberkulin (-).
Terapi profilaksis dihentikan bila hasil uji tuberkulin ulang menjadi (-) atau sumber penularan TB
aktif sudah tidak ada.
Pencegahan (profilaksis) sekunder
Anak dengan infeksi TBC yaitu uji tuberkulin (+) tetapi tidak ada gejala sakit TBC. Profilaksis
diberikan selama 6-9 bulan.
Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok yaitu :
Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin, Pirazinamid.
Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir, sebagian
besar penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat ini.Obat sekunder : Exionamid,
Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin, Kapreomisin dan Kanamisin.
Obat
Dosis harian
(mg/kgbb/hari)
Dosis 2x/minggu
(mg/kgbb/hari)
Dosis 3x/minggu
(mg/kgbb/hari)
INH
5-15 (maks 300 mg)
15-40 (maks. 900 mg)
15-40 (maks. 900 mg)
Rifampisin
10-20 (maks. 600 mg)
10-20 (maks. 600 mg)
15-20 (maks. 600 mg)
Pirazinamid
15-40 (maks. 2 g)
50-70 (maks. 4 g)
15-30 (maks. 3 g)
Etambutol
15-25 (maks. 2,5 g)
50 (maks. 2,5 g)
15-25 (maks. 2,5 g)
Streptomisin
15-40 (maks. 1 g)
25-40 (maks. 1,5 g)
25-40 (maks. 1,5 g)
Akibat kurang baiknya penanganan pengobatan penderita TBC dan lemahnya implementasi
strategi DOTS. Penderita yang mengidap BTA yang resisten terhadap OAT akan menyebarkan
infeksi TBC dengan kuman yang bersifat MDR(Multi-drugs Resistant). Untuk kasusMDRTB dibutuhkan obat lain selain obat standard pengobatan TBC yaitu obat fluorokuinolon seperti
siprofloksasin, ofloxacin, levofloxacin (hanya sangat disayangkan bahwa obat ini tidak dianjurkan
pada anak dalam masa pertumbuhan).
Pengobatan TBC pada orang dewasa
Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3
Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap hari (tahap
intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali dalam seminggu (tahap
lanjutan). Diberikan kepada:
Penderita baru TBC paru BTA positif.Penderita TBC ekstra paru (TBC di luar paru-paru)
berat.Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3
Diberikan kepada:
Penderita kambuh.Penderita gagal terapi.Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum
obat.Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3
Diberikan kepada:
Penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif.
Pengobatan TBC pada anak
Adapun dosis untuk pengobatan TBC jangka pendek selama 6 atau 9 bulan, yaitu:
2HR/7H2R2 : INH+Rifampisin setiap hari selama 2 bulan pertama, kemudian INH +Rifampisin
setiap hari atau 2 kali seminggu selama 7 bulan (ditambahkan Etambutol bila diduga ada resistensi
terhadap INH).2HRZ/4H2R2 : INH+Rifampisin+Pirazinamid: setiap hari selama 2 bulan pertama,
kemudian INH+Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 4 bulan (ditambahkan
Etambutol bila diduga ada resistensi terhadap INH).
Pengobatan TBC pada anak-anak jika INH dan rifampisin diberikan bersamaan, dosis maksimal
perhari INH 10 mg/kgbb dan rifampisin 15 mg/kgbb.
Dosis anak INH dan rifampisin yang diberikan untuk kasus:
TB tidak berat
INH
: 5 mg/kgbb/hari
Rifampisin
: 10 mg/kgbb/hari
TB berat (milier dan meningitis TBC)
INH
: 10 mg/kgbb/hari
Rifampisin
: 15 mg/kgbb/hari
Dosis prednison
: 1-2 mg/kgbb/hari (maks. 60 mg)
I.
o Pengkajian
Identitas Data Umum (selain identitas klien, juga identitas orangtua; asal kota dan daerah,
jumlah keluarga)
Keluhan Utama (penyebab klien sampai dibawa ke rumah sakit)
Foto rontgent Rutin : foto pada rongga paru. Atas indikasi: tulang, sendi, abdomen. Rontgent
paru tidak selalu khas.
Pemeriksaan mikrobiologis (Bakteriologis Memastikan TB. Hasil normal: tidak menyingkirkan
diagnosa TB. Hasil (+) : 10-62% dengan cara lama. Cara : cara lama radio metrik (Bactec); PCK.
Pemeriksaan darah tepi (Tidak khas. LED dapat meninggi)
Pemeriksaan patologik anatomik. Kelenjar, hepar, pleura; atas indikasi. Sumber infeksiAdanya
kontak dengan penderita TB menambah kriteria diagnosa.
Lain-lain (Uji faal paru, Bronkoskopi, Bronkografi, Serologim dll)
Pengkajian TUMBANG menggunakan KMS,KKA, dan DDST
Pertumbuhan
Perkembangan
lahir kurang 3 bulan = belajar mengangkat kepala, mengikuti objek dengan mata, mengoceh,
usia 3-6 bulan mengangkat kepala 90 derajat, belajar meraih benda, tertawa, dan mengais
meringis
usia 6-9 bulan = duduk tanpa di Bantu, tengkuarap, berbalik sendiri, merangkak, meraih benda,
memindahkan benda dari tangan satu ke tangan yang lain dan mengeluarkan kata-kata tanpa arti.
usia 9-12 bulan = dapat berdiri sendiri menurunkan sesuatu mengeluarkan kat-kata, mengerti
ajakan sederhana, dan larangan berpartisipasi dalam permainan.
usia 12-18 bulan = mengeksplorasi rumah dan sekelilingnya menyusun 2-3 kata dapat
mengatakan 3-10 kata , rasa cemburu, bersaing
usia 18-24 bulan = naikturun tangga, menyusun 6 kata menunjuk kata dan hidung, belajar
makan sendiri, menggambar garis, memperlihatkan minat pada anak lain dan bermain dengan
mereka.
usia 2-3 tahun = belajar melompat, memanjat buat jembatan dengan 3 kotak, menyusun kalimat
dan lain-lain.
usia 3-4 tahun = belajar sendiri berpakaian, menggambar berbicara dengan baik, menyebut
warna, dan menyayangi saudara.
usia 4-5 tahun = melompat, menari, menggambar orang, dan menghitung.
o Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang dapat muncul yaitu :
1.
2.
3.
Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan : Daya tahan tubuh menurun, malnutrisi,
proses inflamasi, Kurang pengetahuan tentang infeksi kuman.
4.
5.
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan : Batuk yang sering, adanya
produksi sputum, Anoreksia.
6.
Risiko gangguan dalam menjalankan peran sebagai orang tua berhubungan dengan isolasi
pasien
3.
Dx.1
KH : Anak akan mengalami pengurangan batuk dan dipsnue
Rencana tindakan :
a.
R : dispnea masih dapat terjadi, hingga pemberian obat kemoterapi dimulai untuk mendapatkan
efeknya, O2 humidifier mengurangi dipsnue dan meningkatkan oksigenasi.
b.
Ajarkan Orang Tua dan anak (jika tepat) tentang penularan dan pengobatan TB
Monitor temperatur
R : untuk mengetahui adanya indikasi terjadinya infeksi. Febris merupakan indikasi terjadinya
infeksi.
f.
c.
Identifikasi alternatif pemberi layanan yang dapat memberikan pengobatan anak jika
diperlukan
R : hak ini akan menurunkan risiko pengabaiyan dosis yang dilakukan anak selama pengobatan
Dx.5
Tujuan : Klien akan menunjukkan peningkatan status gizi dan BB meningkat.
KH : Keluarga klien dapat menjelaskan penyebab gangguan nutrisi yang dialami klien, pemulihan
kebutuhan nutrisi, susunan menu dan pengolahan makanan sehat seimbang. Dengan bantuan
perawat, keluarga klien dapat mendemonstrasikan pemberian diet (per sonde/per oral) sesuai
program dietetik.
Rencana Tindakan:
a.
R : Mengurangi rasa yang tidak enak dari sputum atau obat-obat yang digunakan untuk
pengobatan yang dapat merangsang vomiting.
g.
Jelaskan kepada keluarga tentang penyebab malnutrisi, kebutuhan nutrisi pemulihan,
susunan menu dan pengolahan makanan sehat seimbang, tunjukkan contoh jenis sumber makanan
ekonomis sesuai status sosial ekonomi klien.
R : Meningkatkan pemahaman keluarga tentang penyebab dan kebutuhan nutrisi untuk pemulihan
klien sehingga dapat meneruskan upaya terapi dietetik yang telah diberikan selama hospitalisasi.
h.
Tunjukkan cara pemberian makanan per sonde, beri kesempatan keluarga untuk
melakukannya sendiri.
R : Meningkatkan partisipasi keluarga dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi klien, mempertegas
peran keluarga dalam upaya pemulihan status nutrisi klien.
k.
R : pemahaman dan mengikuti teknis isolasi dengan benar membantu mencegah penularan TB
yang memungkinkan orang tua bersama selama mungkin dengan anaknya, akan mengurangi
perpisahan
b.
Motivasi orang tua dan anggota keluarga lainnya untuk mengunjungi anak secara teratur.
Implementasi
Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan dapat bersifat mandiri dan kolaboratif. Selama
melaksanakan kegiatan perlu diawasi dan dimonitor kemajuan kesehatan klien.
5.
Evaluasi
Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan data subyektif dan obyektif
yang akan menunjukkan apakah tujuan pelayanan keperawatan sudah dicapai atau belum. Bila
perlu langkah evaluasi ini merupakan langkah awal dari identifikasi dan analisa masalah
selanjutnya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
B.
Saran-Saran
Bagi perawat diharapkan dapat melaksanakan asuhan keperawatan sesuai dengan prosedur yang
ada.
Bagi para orang tua diharapkan memantau pertumbuhan dan perkembangan anak sejak dini untuk
dapat mengetahui adakah gejala-gejala penyakit pada anak teruma pengetahuan tentang penyakit
TBC
DAFTAR PUSTAKA