Anda di halaman 1dari 7

Home

Peraturan dan Kebijakan

Kontak Kami

Menu Utama

Berita

Pengumuman
o PPGJ Tahun 2015
o UKG Tahun 2015
o NUPTK dan NRG
o Pengadaan/Lelang

Artikel / Serba Serbi

Tentang Kami

Struktur Organisasi

Tugas Pokok

Sarana dan Prasarana

Pencarian

HUBUNGAN LATIHAN OLAHRAGA DAN


HIPERTENSI
HUBUNGAN LATIHAN OLAHRAGA DAN HIPERTENSI
Oleh Yuda purwaka

A. PENDAHULUAN

Kemajuan disegala bidang kehidupan terutama teknologi menyebabkan perubahan perilaku


gerak manusia. Keadaan ini makin diperburuk oleh perilaku yang kurang sehat disertai stres
psikologi, yang secara tidak langsung akan menurunkan derajat kesehatan seseorang.
Keadaan kurangnya aktivitas menjadi pemicu hipertensi yang merupakan faktor resiko mayor
yang memicu terjadinya serangan jantung dan stroke.
Berdasarkan hasil survey kesehatan rumah tangga Depkes (1995), diperoleh data kematian
yang disebabkan jantung dan pembuluh darah (PKV) menduduki urutan pertama. Diantara
PKV yang tertinggi adalah penyakit jantung koroner, stroke, dan hipertensi yang akhirnya
dapat menyebabkan komplikasi terjadinya penyakit jantung koroner dan stroke (Kalim,
1996).
B. HIPERTENSI
Seseorang yang menderita hipertensi, secara langsung akan mengakibatkan penurunan
usia harapan hidup, hipertensi dapat meningkatkan angka kesakitan dan angka kematian.
Hipertensi berarti tekanan darah diseluruh sirkulasi arteri lebih tinggi dari normal. Hipertensi
pada dasarnya merupakan gejala dari suatu penyakit. Di Indonesia diperoleh data penderita
hipertensi yang berbeda-beda pada beberapa daerah, misalnya penduduk pinggiran jakarta,
frekuensi hipertensi 14,2 %, penduduk desa Sumatera Barat 19,4 %, dan penduduk kota
semarang 9,3 %, (Kalim,1996).
1. Faktor Resiko Hipertensi
Ada beberapa faktor yang menyebabkan seseorang beresiko untuk hipertensi, baik
yang bersifat dapat dimanipulasi maupun yang tidak dapat dimanipulasi. Faktor-faktor
tersebut antara lain : kelebihan berat badan, usia, ras, herediter, perbedaan kultur, diet, pola
makan, dan pola hidup, serta jenis kelamin (Taddei,1997 ; Dustan,1986).
2. Klasifikasi Hipertensi
Seseorang dikatakan hipertensi apabila : tekanan darah sisitolik > 140 mmHg dan
tekanan diastolik >90 mmHg, apabila tidak memakai obat anti hipertensi. Klasifikasi
hipertensi menurut WHO-ISH Guidelines (1999) yang dikutip Mawi (2000), sebagai berikut :
Klasifikasi pada orang dewasa yang berusia diatas 18 tahun adalah sebagai berikut : terkanan
darah normal, apabila sisitolik < 130 mmHg dan diastolik < 85 mmHg. Tekanan darah
dikatakan high normal, apabila sistolik antara 130-139 mmHg dan diastolik antara 90-99
mmHg, dimana borderline-nya adalah bila sistolik antara 140-149 dan diastolik antara 90-94
mmHg. Hipertensi sedang apabila sistolik antara 160-179 mmHg dan diastolik antara 100109 mmHg dan hipertensi berat, apabila sistolik >180 mmHg dan diastolik > 110 mmHg.
Dikatakan isolated systolic hypertension apabila sistolik > 140 mmHg dan diastolik < 90
mmHg dan boderline apabila sistolik antara 140-149 mmHg dan diastolik < 90 mmHg. Untuk
pasien yang lebih tua, tekanan darah tersebut normal apabila kurang dari 140/90 mmHg.
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan, yaitu : (1) Hipertensi
esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya, dan (2) hipertensi skunder.
a. Hipertensi Esensial (primer)
Hipertensi esensial meliputi hampir 99 % dari seluruh pasien hipertensi dan sisanya
disebabkan oleh hipertensi sekunder. Hipertensi esensial dipengaruhi oleh beberapa faktor

diantaranya faktor genetik, metabolisme natrium dalam ginjal dan aldosteron (Guyton,1994).
Hipertensi esensial merupakan hipertensi dengan penyakit asal tidak diketahui dan adanya
tendensi herediter yang kuat. Pada hipertensi ini selain sulit diketahui apa penyakit asalnya,
sulit juga untuk diketahui mekanisme apa yang memulainya dan bagaimana perjalanannya.
Namun demikian berdasarkan pada hasil pengamatan ahli dapat diketahui mekanismenya
apabila diketahui yang terlibat dalam proses kejadiannya.
Ciri-ciri penderita hipertensi esensial antara lain :
1. Tekanan darah arteri rata-rata meningkat 40-60 %
2. Renal blod flow (RBF) pada stadium akhir menurun mencapai setengah normal
3. Resistensi terhadap aliran darah yang melewati ginjal meningkat 2-4 kali lipat
4. Terdapat penurunan renal blod flow (RBF), tetapi glomerular filtration rate masih kurang
lebih normal. Dalam hal ini dengan tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan adekuat
lewat glomerulus ke tubulus renalis
5. Curah jantung kurang lebih normal
6. Tekanan perifer meningkat + 40-60 % sesuai dengan meningkatnya tekanan darah
7. Hampir semua penderita hipertensi esensial ginjal tidal mengekresikan air dan garam
dalam jumlah yang cukup kecuali pada tekanan darah yang tinggi (Sidabutar, 1993)
b. Hipertensi Sekunder
Mawi (2000) menjelaskan bahwa hipertensi sekunder atau hipertensi yang diketahui
penyebabnya hanya sebagian kecil saja. Penyebab terjadinya hipertensi sekunder adalah:
1. Hipertensi renal dapat disebabkan oleh penyakit parenkim ginjal, penyakit arteri renalis,
dan penyakit yang menyebabkan kompresi ginjal
2. Hipertensi endokrin disebabkan oleh kelebihan mineral kortikoid dan glukkortikoid serta
pemakaian obat kontrasepsi oral
3. Hipertensi neurogenik seperti kondisi ansietas, gangguan pusat vasomotor, penyakit
modulla spinalis, dan saraf tepi
4. Penyakit kelainan pembuluh darah seperti cortatio aortae
5. Hipertensi pada toxeemia gravidarum seperti pada preeklampsia dan ekslampsia
6. Kelainan lain seperti polisitemia dan hiperkalsemia
C. PENANGANAN HIPERTENSI
Menurut Kusmana (1997), Kalim (2000) menjelaskan bahwa dalam penanganan
hipertensi selain pengobatan harus diupayakan tindakan non farmakologi (tanpa obat-obatan

yang menetap). Pengobatan farmakologi dapat diberiakan seminimal mungkin dalam kasuskasus yang sudah mendekati serius. Terdapat tiga jenis obat anti hipertensi yaitu : obat
diuretik, simpatolitik dan vasodilatator. Pada tindakan non farmakologi yang harus dilakukan
adalah (1) olahraga yang teratur, (2) penurunan berat badan, (3) membatasi makan garam, (4)
berhenti merokok, (5) berhenti minum kopi, (6) mengubah gaya hidup, serta (7) menghindari
obat-obat yang yang dapat meningkatkan tekanan darah, misalnya : obat rematik atau anti
inflamasi nonsteroid, prednison atau kortikosteroid lainnya dan anti depresan. Penanganan
hipertensi yang tidak tepat dan berkelanjutan akan mengakibatkan komplikasi terhadap fungsi
jantung, terjadinya stroke (otak) dan ginjal (Lumbantobing, 1998)
D. HIPERTENSI DAN LATIHAN OLAHRAGA
Pengobatan pada hipertensi semestinya dilakukan secara nonfarmakologi. Upaya non
farmakologi yang lebih memasyarakat adalah olahraga aerobik, karena pelaksanaanya mudah
,murah, meriah, manfaat dan aman. Banyak bentuk olahraga aerobik yang dapat ditempuh
oleh para pasien hipertensi, mulai dari jalan cepat, jogging, senam aerobik, dan lainnya yang
dilakukan secara sukarela dan sesuai dengan peminatnya terhadap macam olahraga aerobik.
1. Olahraga Untuk Penderita Hipertensi
Penderita hipertensi atau mereka yang mengidap penyakit tekanan darah tinggi dapat
mengikuti program olahraga atau latihan yang sesuai dengan kondisi penyakitnya. Seseorang
mungkin saja hanya mengidap hipertensi tanpa mengidap penyakit laiannya, salah satunya
ialah penyakit jantung koroner (PJK).
Untuk penderita hipertensi faktor yang harus diperhatikan adalah tingginya tekanan
darah. Semakin tinggi tekanan darah semakin keras kerja jantung, sebab untuk mengalirkan
drah saat jantung memompa berarti jantung harus mengeluarkan tenaga sesuai dengan
tingginya tekanan itu. Bila jantung tidak mampu memompa dengan tekanan setinggi itu,
berarti jantung akan gagal memompa darah.
Masuk akal bagi penderita hipertensi faktor tekanan darah memegang peranan penting
dalam menentukan boleh tidaknya berolahraga, takaran dan jenis olahraga yang akan
dilakukan. Jika dalam keadaan istirahat atau diam seseorang yang tekanan darahnya sudah
mencapai 200/120 mmHg, dapat dibayangkan bila bergerak atau melakukan aktivitas fisik
tekanan darahnya akan semakin naik pula.
Oleh karena itu beberapa hal yang dapat dijadikan acuan yang harus dipenuhi sebelum
memutuskan untuk berolahraga diantaranya adalah :
1. Penderita hipertensi sebaiknya dikontrol atau dikendalikan tanpa dengan obat terlebih
dahulu tekanan darahnya, sehingga tekanan darah sistolik tidak melebihi
160 mmHg dan tekanan diastolik tidak melebihi 100 mmHg. Artinya seseorang yang
menderita hipertensi jika ingin berolahraga harus mengontrol tekanan
darahnya, kalau mungkin sampai taraf relatif normal yaitu tekanan darah sistolik 140
mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg.

2. Hal yang sangat bijak jika sebelum berolahraga anda mendapatkan informasi mengenai
penyebab hipertensi yang sedang diderita, sekaligus kalau mungkin
juga informasi mengenai kondisi organ tubuh lainnya yang akan terpengaruh oleh
penyakit tersebut. Antara lain bagaimana keadaan jantung, ginjal, serta
pemeriksaan laboraturium darah maupun urin. Kondisi organ tersebut akan
mempengaruhi keberhasilan dalam memperoleh pengaruh positif olahraga yang
anda lakukan.
3. Sebelum melakukan latihan sebaiknya telah dilakukan uji latih jantung dengan beban
(treadmill/ergometer) agar dapat dinilai reaksi tekanan darah serta
perubahan aktivitas listrik jantung (EKG), sekaligus menilai tingkat kapasitas fisik.
Berdasarkan hasil uji latih ini dosis latihan dapat diberikan secara akurat.
4. Pada saat uji latih sebaiknya obat yang sedang diminum tetap diteruskan sehingga dapat
diketahui efektifitas obat terhadap kenaikan beban. Apakah obat sudah
tepat, artinya tekanan darah berada dalam lingkup ukuran normal atau masih menunjukan
reaksi hipertensi saat anda diberi tes pembebanan.
5. Latihan yang diberikan ditujukan untuk meningkatkan daya tahan (endurance) dan tidak
boleh menambah peningkatan tekanan sehingga bentuk latihan yang
paling tepat adalah jalan kaki, bersepeda, senam dan berenang (olahraga aerobik).
6. Olahraga yang bersifat kompetisi tidak diperbolehkan. Olahraga yang bersifat kompetisi
dikhawatirkan akan memacu emosi sehingga akan mempercepat
peningkatan tekanan darah.
7. Olahraga peningkatan kekuatan tidak diperbolehkan. Seperti angkat beban dan
sejenisnya . Olahraga ini akan menyebabkan peningkatan tekanan darah secara
mendadak dan melonjak.
8. Secara teratur memeriksa tekanan darah sebelum dan sesudah latihan. Olahraga pada
penderita tidak hanya ditentukan oleh denyut jantung tetapi juga berdasarkan
reaksi tekanan darahnya.
9. Salah satu hasil dari olahraga pada penderita hipertensi adalah terjadi penurunan tekanan
darah, sehingga olahraga dapat menjadi salah satu obat hipertensi. Bagi
penderita hipertensi ringan (tensi 160/95 mmHg tanpa obat), maka olahraga disertai
pengaturan makan (mengurangi konsumsi garam) dan penurunan berat

badan (bagi yang berlebih) dapat menurunkan tekanan darah sampai tingkat normal
(140/80 mmHg).
10.Umumnya penderita hipertensi mempunyai kecenderungan adanya kaitan dengan beban
emosi (stres). Oleh karena itu disamping olahraga yang bersifat fisik
dilakukan pengendalian emosi. Upaya yang mungkin dilakukan adalah mendekatkan diri
dengan Tuhan.
11. Jika hasil latihan menunjukan penurunan tekanan darah, maka dosis obat yang sedang
digunakan sebaiknya dilakukan penyesuaian. Untuk itu tanyakan pada
dokter ahli yang menangani hal tersebut.
2. Mekanisme Menurunya Tekanan Darah
Untuk mengetahui mekanisme menurunya tekanan darah, sebaiknya kita simak
dahulu fenomena alam. Kalau kita perhatikan arus sungai, arus menjadi deras jika sungainya
kecil, sebaliknya jika arusnya lambat maka sungainya lebar. Arus sungai diidentikkan dengan
aliran darah didalam pembuluh darah, jika pembuluhnya mengecil tekanannya akan
meningkat, sebaliknya jika pembuluh melebar tekanan akan turun. Salah satu hasil latihan
fisik yang teratur adalah pelebaran pembuluh darah sehingga tekanan darah yang tinggi akan
menurun. Pengaturan lain yang akan mempengaruhi turunnya tekanan darah adalah
terkendalinya pusat pengaturan darah di dalam tubuh. Hal lain adalah hormonal yang biasa
memacu tekanan darah semakin sedikit dikeluarkan atau dipakai. Semua faktor diatas
memberi kontribusi atas turunnya tekanan darah.
3. Manfaat Latihan Olahraga Bagi Jantung dan Tubuh
Manfaat olahraga bagi jantung dan tubuh antara lain :
a. Kerja jantung efisien
b. Keluhan nyeri dada ketika melakukan aktifitas akan berkurang atau menghilang
c. Kadar lemak didalam darah akan semakin menurun
d. Pembuluh darah jantung atau arteri koroneria akan lebih besar dan lebar dibanding dengan
orang yang tidak terlatih. Disamping itu kolateral atau pembuluh darah baru bila sudah terjadi
penyempitan atau penyumbatan.
e. Pembuluh darah setelah operasi atau setelah pelebaran dengan balon tetap terbuka.
f. Mencegah timbulnya penggumpalan darah.
g. Enzim bekerja lebih efisien.
h. Kemampuan tubuh atau kesegaran jasmani akan meningkat.
E. PENUTUP

Latihan olahraga bisa dijadikan sebagai upaya prepentif sekaligus terapi dalam
mengatasi hipertensi hingga tekanan darah yang tinggi dapat diturunkan. Dan untuk
pengembangan lebih lanjut perlu kiranya penelitian-penelitian yang mengarah pada metode,
bentuk latihan olahraga yang dihubungkan kepada tekanan darah seseorang.
F. DAFTAR PUSTAKA
Dustan HP. 1980.Hypertension In : Heart Book. USA : American Heart Association
Kalim H, Santoso K, dan Sunarya S. 1996. Pedoman Tatalaksana Dislipidemia dalam
Penanggulangan Penyakit Jantung Koroner. Jakarta : Persatuan Dokter Spesialis
Kardiovaskuler Indonesia.
Kalim H. 2000. Aspect of Hypertension on Left Ventrcle Hyperthtopy and Cardiovascular
Disease. Di dalam : Simposium Hypertension therapy bt the Year. Jakarta.
Kusmana, Dede. 1997. Olahraga Bagi Kesehatan Jantung. Jakarta : FK UI.
Lumbantobing, SM. 1998. Stroke. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia.
Mawi M. 2000. Hipertensi : Patogenesis, Patofisiologi, dan Komplikasi. Jakarta : Majalah
Widya . No. 177 tahun XVII
Roesma J. 2000. Renal Aspect of Essential Hypertension. Di dalam : Simposium
Hypertension Therapy bt the Year. Jakarta.
Serba Serbi Sebelumnya
Home | Berita | Sarana dan Prasarana | Kontak Kami | Buku Tamu
copyright 2011 LPMP NTB
Kontak : lpmpntb@lpmpntb.org

Anda mungkin juga menyukai