Anda di halaman 1dari 18

4.

Analisa Kualitas Batubara


Berikut adalah analisa-analisa yang dilakukan untuk mengetahui kualitas batubara :
4.1 Proximate Analysis
Proximate analysis adalah rangkaian analisis yang terdiri dari inherent moisture, total moisture, ash,
volatile matter dan fixed carbon.
4.1.1 Inherent Moisture
Inherent moisture disebut juga bed moisture atau in-situ moisture adalahmoisture yang terkandung
dalam batubara (dalam molekul batubara) di lapisan bawah tanah.
Untuk mensimulasi kondisi bawah tanah, yang mempunyai kelembaban relatif 100%, sulit untuk
dilakukan, sehingga untuk mengetahui kandunganinherent moisture yang tepat sulit dilakukan.
Sebagai pendekatan dibuatlah suatu tes dengan kondisi simulasi yang dapat dilakukan di
laboratorium. Kondisi tersebut yaitu kelembaban relatif 96-97% dan suhu 30 oC.
Oleh karena adanya perbedaan kondisi tersebut, maka perbedaan antara hasil analisis
dengan inherent moisture yang sebenarnya selalu ada, terutama pada lower rank coal (batubara
derajat rendah) yang kandunganmoisturenya tinggi.
Moisture holding capacity (ISO, BS dan AS) atau equilibrium moisture(ASTM) adalah analisis untuk
menentukan kandungan moisture tersebut. Hasil pemeriksaan analisis ini, dari laboratorium ke
laboratorium diharapkan konstan, karena contoh sebelum dianalisis dikondisikan terhadap kondisi
standar
(suhu 30oC;kelembaban 96-97%). Kondisi contoh yang dianalisis sangat
menentukan hasil analisis, oleh karena itu contoh harus sesegar mungkin (tidak boleh teroksidasi).
Antara metode standar ASTM dengan metode standar lainnya (ISO, BS, dan AS) ada perbedaan
pada ukuran partikel contoh yang dipergunakan untuk analisis. ASTM menggunakan partikel
berukuran 1.18mm, sedangkan metode standar lainnya menggunakan partikel berukuran -0.212mm.
4.1.2 Total Moisture
Total moisture (TM) adalah moisture yang terkandung dalam contoh batubara yang diterima di
laboratorium, yang mana menggambarkan kandungan moisture sumber batubara yang diambil
contohnya tersebut.
Salah satu penetapannya adalah dengan metode two-stage determination. Dalam metode ini
penetapan dilakukan dengan dua analisis yang berkaitan. Pertama dilakukan dengan analisis free
moisture kemudian dilanjutkan dengan analisis residual moisture.
Dalam ISO, BS, dan AS : Free moisture adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan persen
jumlah air yang menguap dari contoh batubara yang dikeringkan pada kondisi ruangan (suhu dan
kelembaban ruangan) yang kadang-kadang dibantu dengan hembusan kipas angin. Pengeringan
dilakukan sampai mendapat berat konstan.
Air dry loss adalah istilah yang dipergunakan oleh ASTM untuk menyebutkan istilah free moisture ini,
sedangkan istilah free moisturedalam ASTM mempunyai pengertian yang berbeda sama sekali.
Dalam ASTM : Free moisture adalah istilah yang dipergunakan untuk menggambarkan moisture yang
terdapat pada permukaan partikel batubara pada kondisi tertentu yang dalam ISO, BS dan AS
dipergunakan istilahsurface moisture.
Residual moisture adalah jumlah persen moisture yang terkandung pada contoh batubara yang
sebelumnya telah dikeringkan
(air dried), baik itu contoh yang telah dihaluskan sampai ukuran
partikel 212/250 micron (untuk general analysis), maupun contoh yang telah digiling sampai ukuran
yang lebih kasar, seperti 0.250, 0.850, 2.36, dan 3.00mm.

Hasil analisis free moisture dan residual moisture kemudian dihitung untuk mendapatkan total
moisturenya dengan rumus
TM = FM + RM*(1-FM/100).
4.1.3 Ash
Batubara tidak mengandung ash, tetapi mengandung zat anorganik berupa mineral.
Ash (A) adalah residu anorganik hasil pembakaran batubara, terdiri dari oksida logam seperti Fe 2O3,
MgO, Na2O, K2O, dsb, dan oksida non-logam seperti SiO2, P2O5, dsb.
Penetapan ash merupakan bagian dari analisis proximate. Prinsip dari penetapan ini ialah sejumlah
contoh batubara yang sudah dihaluskan (+1 gram) dibakar pada suhu dengan rambat pemanasan
tertentu sampai didapat residu (abu). Residu yang didapat ditimbang dan dihitung jumlahnya dalam
persen.
Nilai kandungan ash suatu batubara selalu lebih kecil daripada nilai kandungan mineralnya. Hal ini
terjadi karena selama pembakaran telah terjadi perubahan kimiawi pada batubara tersebut, seperti
menguapnya air kristal, karbondioksida dan oksida sulfur.
4.1.4 Volatile Matter
Apabila 1 gram contoh contoh batubara dipanaskan pada kondisi standar tertentu (suhu 900oC,
selama 7 menit dalam furnace khusus) maka akan ada bagian yang terbakar dan menguap. Bagian
yang terbakar dan menguap tersebut ialah volatile matter (VM) dan moisture.
Untuk mendapatkan nilai %VM, persen bagian yang terbakar dan menguap tersebut dikurangi
%moisture. Analisis ini merupakan bagian dari penetapanproximate.

4.1.5 Fixed Carbon


Fixed carbon adalah nilai total kandungan unsur carbon dalam suatu contoh batubara. Fixed
carbon (FC) merupakan bagian dari analisis proximate. NilaiFC tidak didapat melalui analisis tetapi
melalui perhitungan (FC = 100 M A VM).
4.2 Sulphur
Di dalam batubara, sulfur bisa berupa bagian dari material carbonaceous atau bisa berupa bagian
mineral seperti sulfat dan sulfida.
Gas sulfur dioksida yang terbentuk selama pembakaran merupakan polutan yang serius. Kebanyakan
negara memiliki peraturan mengenai emisi gas tersebut ke atmosfir. Satu persen adalah limit
kandungan sulfur dalam batubara yang banyak dipakai oleh negara-negara pengguna batubara.
Kandungan yang tinggi dalamcoking coal tidak diinginkan karena akan berakumulasi di dalam cairan
logam panas sehingga memerlukan proses desulfurisasi.

Gambar V.4 Bagan alat untuk mengukur total sulfur

4.3 Calorivic Value


Calorivic value adalah jumlah panas yang dihasilkan oleh pembakaran contoh batubara di
laboratorium. Pembakaran dilakukan pada kondisi standar, yaitu pada volume tetap dan dalam
ruangan yang berisi gas oksigen dengan tekanan 25 atm.
Selama proses pembakaran yang sebenarnya pada ketel, nilai calorivic value ini tidak pernah
tercapai karena beberapa komponen batubara, terutama air, menguap dan menghilang bersama-

sama dengan panas penguapannya. Maksimum kalori yang dapat dicapai selama proses ini adalah
nilai net calorivic value. Calorivic value dikenal juga dengan specific energy dan satuannya
adalah kcal/kg ataucal/g, MJ/kg,Btu/lb.

Gambar V.5 Adiabatic bomb calorimeter


(untuk menghitung nilai kalori)

4.4 Relative Density


Relative density adalah perbandingan berat contoh batubara (+ 2 gram) yang telah dihaluskan (-212
micron), dengan berat air yang dipindahkan oleh contoh batubara tersebut dari pycnometer yang
dipergunakan untuk pengujian pada suhu 30+0.1oC.
Relative density suatu batubara tergantung dari rank dan kandungan mineralnya.Relative
density dengan kandungan ash suatu batubara, dari rank dan jenis yang sama, mempunyai korelasi
yang baik sehingga dapat dipergunakan sebagai alat untuk memperkirakan kandungan ash suatu
batubara dari relative densitynya.

Gambar V.6 Grafik hubungan antara nilai ash dan relatif density

4.5 Ultimate Analysis


Ultimate analysis adalah analisis yang memeriksa unsur-unsur zat organik dalam batubara, seperti
karbon, hidrogen, nitrogen, sulfur dan oksigen. Unsur-unsur selain oksigen dapat dianalisis di
laboratorium, sedangkan untuk oksigen sendiri bisa didapat dari perhitungan.

4.6 Forms of Sulphur


Sulfur dalam batubara terdapat dalam tiga bentuk, yaitu pyritic sulphur, sulphate sulphur dan organic
sulphur. Analisis forms of sulphur dilakukan untuk mengetahui komposisi penyusun sulfur.
Organic sulphur terdapat pada seluruh material carbonaceous dalam batubara dan jumlahnya tidak
dapat dikurangi dengan teknik pencucian
Sulfur dalam bentuk pyritic dan sulphate merupakan bagian dari mineral-matteryang terdapat dalam
batubara yang jumlahnya kemungkinan masih dapat dikurangi dengan teknik pencucian. Persen
pyritic dan sulphate sulphur didapat melalui analisis di laboratorium, sedangkan organic sulphur
didapat dengan cara mengurangi % total sulphur dengan pyritic dan sulphate sulphur ( S(o) = TS-S(p)S(s)).
Terdapatnya sulphate sulphur dalam suatu batubara sering dipergunakan sebagai penunjuk bahwa
batubara tersebut telah teroksidasi, sedangkan pyritic sulphurdianggap sebagai salah satu penyebab
timbulnya spontaneous
combustion.Spontaneous combusition adalah
proses
terjadinya
kebakaran stockpile batubara secara spontan.
Sebelum dilakukan proses pencucian batubara sebaiknya dilakukan analisis forms of sulphur terlebih
dahulu, untuk mengetahui %organic sulphur-nya. Apabilaorganic sulphur-nya > 1.00%, kita harus
menyadari bahwa sebaik apapun proses pencucian batubara tersebut, produknya tetap akan
mengandung total sulphur > 1.00% sehingga kita dapat menentukan apakah proses pencucian
batubara efektif untuk dilakukan atau tidak.
4.7 Carbonate Carbondioxide
Penetapan carbonate carbondioxide dilakukan untuk mendapatkan angka yang dapat dipergunakan
sebagai pengoreksi hasil penetapan karbon, sehingga karbon yang dilaporkan hanyalah karbon
organik (organic carbon). Penetapan carbonate carbondioxide tidak perlu dilakukan pada contoh
batubara derajat rendah (brown coal dan lignite), karena batubara derajat rendah atau lower rank
coal bersifat asam sehingga carbonate carbon-nya akan kosong.
4.8 Chlorine
Chlorine adalah salah satu elemen batubara yang dapat menimbulkan korosi (pengkaratan) dan
masalah fouling/slagging (pengkerakkan) pada ketel uap. Kadarchlorine lebih kecil dari 0.2%
dianggap rendah, sedangkan kadar chlorine lebih besar dari 0.5% dianggap tinggi. Adanya
elemen chlorine selalu bersama-sama dengan adanya elemen natrium.
4.9 Phosporus
Adanya phosphorus (posfor) di dalam coking coal sangat tidak diinginkan karena dalam peleburan
baja, phosphorus akan berakumulasi dan tinggal dalam baja yang dihasilkan. Baja yang
mengandung phosphorus tinggi akan cepat rapuh.Phosphorus juga dapat menimbulkan masalah
pada pembakaran batubara di ketel karena phosphorus dapat membentuk deposit posfat yang keras
di dalam ketel.
Untuk coking coal akan dibahas pada Coking Analysis properties.
4.10 Ash Analysis
Salah satu faktor penting pada pemakaian batubara dan kokas dalam industri adalah sifat mineralnya
pada proses pembakaran. Dengan mengetahui sifat-sifat tersebut, proses pemakaian batubara dapat
dirancang sedemikian rupa sehingga masalah yang mungkin timbul dapat diantisipasi dengan baik,
misalnya masalah penanganan dan pembuangan ash (abu), fly ash (partikel abu halus yang ikut
terbang bersama-sama asap dan sisa pembakaran lainnya), clinker, dan slag(cairan kerak). Selain

itu faktor ini sering juga sering dipergunakan sebagai arahan dalam memilih bahan bakar batubara
yang cocok untuk suatu industri.
Penggambaran sifat ini, secara kuantitatif dilakukan dengan cara menghitung rasio kelompok unsur
tertentu yang terkandung dalam batubara, yang mana kemudian dikenal dengan
istilah slagging dan fouling factor.
Slagging adalah masalah yang timbul pada proses pembakaran batubara dimana abunya meleleh
dan membentuk kerak yang menempel pada dinding dalam ruang pembakaran dan pada pipapipa superheater yang berjarak renggang, yang sulit untuk dibersihkan sehingga mengakibatkan
berkurangnya penyaluran panas.
Fouling adalah masalah yang timbul pada proses pembakaran dimana abu halus yang mengandung
sodium menguap bersama-sama sulphur dan berakibat sama seperti slagging.
Slagging/fouling factor adalah sebuah indeks yang dihitung baik dari data ash analysis maupun dari
data ash fusion temperature yang dapat memberikan indikasi seberapa jauh kecenderungan batubara
tersebut menimbulkan masalahslagging/fouling selama proses pembakaran.
Ash sebagian besar terdiri dari oksida silikon, aluminium, besi, kalsium, magnesium, titan, mangan,
dan logam alkali. Sebagian di antaranya terikat sebagai silikat, sulfat, dan posfat.
Komposisi ash batubara tidak sama dengan komposisi mineralnya tetapi dapat menggambarkan
komposisi mineralnya.
Total hasil analisis ini harus 100+2%. Hasil analisis seharusnya dilaporkan dalam basis Ignited at
800oC, tetapi banyak orang yang melaporkan hasil analisis ini tanpa mencantumkan basisnya.
Di pabrik semen, yang menggunakan batubara sebagai bahan bakar, data komposisi abu batubara
sangat berguna untuk menghitung kontribusi unsur-unsur yang terdapat dalam abu batubara tersebut
terhadap produk semen yang dihasilkan. Data komposisi abu batubara juga berguna sebagai
penunjuk kemungkinan dipergunakannya abu tersebut sebagai bahan baku produk sampingan,
misalnya batako.
Komposisi ash suatu batubara erat hubungannya dengan ash fusion temperature-nya. Ash yang
mengandung oksida besi, kalsium, magnesium, natrium, dan kalium yang tinggi umumnya
mempunyai ash fusion temperature yang rendah, sedangkan ash yang mengandung silika,
aluminium, dan titan yang tinggi umumnya mempunyai ash fusion temperature yang tinggi. Namun
apabila kandungan silika tinggi sekali, ash fusion temperature-nya justru rendah.
Contoh
abu
batubara
yang
diperlukan
untuk ash
analysis dengan
metode Atomic
Absorption sebanyak 0.400+0.0010 gram (duplo). Untuk mengantisipasi kemungkinan adanya
pengulangan analisis, penyediaan 1.0 gram abu sangatlah bijaksana. Contoh abu dibuat di
laboratorium dengan hati-hati agar abu yang terbentuk benar-benar telah terabukan dengan baik.
Untuk analisis dengan metodeX-Ray Spectometry diperlukan contoh yang lebih banyak.
Tabel V.1
Komposisi Karakteristik
Abu Batubara dan Kokas Inggris

Elemen
Silica
Alumina
Ferric oxide
Calcium oxide
Magnesium oxide
Sodium oxide
Potassium oxide

Rumus Kimia
SiO2
Al2O3
Fe2O3
CaO
MgO
Na2O
K2O

Rentang (%)
15 55
10 40
1 40
1 25
0.5 5
08
05

Titanium oxide
Manganese oxide
Sulphate
Phospate

a.
b.
c.
d.

TiO2
Mn3O4
SO3
P2O5

03
01
0 12
03

4.11 Ash Fusion Temperature


Ash fusion temperature (AFT) adalah analisis yang dapat menggambarkan sifat pelelehan abu
batubara yang diukur dengan mengamati perubahan bentuk contoh abu yang telah dicetak berupa
kerucut, selama pemanasan bertahap.
Analisis biasanya dilakukan dengan dua kondisi pemanasan, yaitu kondisi oksidasi dan kondisi agak
reduksi. Pada kondisi reduksi, pemanasan dilakukan dalam tabung pembakaran yang dialiri oleh
campuran 50% gas hidrogen dan 50% gas karbondioksida, sedangkan pada kondisi oksidasi
pemanasan dilakukan dalam tabung pembakaran yang dialiri oleh 100% gas karbondioksida.
Pengamatan sifat pelelehan ini umumnya dilakukan pada suhu 900 oC sampai dengan 1600oC.
Pengamatan dicatat dan dilaporkan pada saat contoh abu meleleh dan berubah menyerupai profil
standar yang telah tersedia.
Analisis yang dilakukan pada kondisi oksidasi umumnya mendapatkan hasil yang lebih tinggi
daripada yang dilakukan pada kondisi reduksi. Hal ini tergantung dari kandungan komponen tertentu
dalam abu tersebut, sebagai contoh, komponen besi oksida yang mempunyai efek pelelehan yang
berbeda pada kondisi oksidasi dengan pada kondisi reduksi.
Apakah itu AFT oksida atau reduksi yang dapat dipakai untuk memprediksi permasalahan yang
mungkin timbul pada suatu instalasi, tergantung dari bentuk operasi itu sendiri. Sebagai contoh,
dalam kasus pabrik penghasil gas, dimana kondisi reduksi terjadi di ruang pembakaran
maka AFT reduksilah yang cocok untuk dilakukan, sebaliknya pada dasar fixed furnace, dimana
udara pembakaran mengalir dari bawah ke atas, kondisinya ialah oksidasi, sehingga AFT oksidasilah
yang cocok. Dalam kasus pembakaran pulverized fuel, keadaannya berbeda dan tidak menentu.
Pada nyala pembakaran, sebagian besar kondisinya reduksi, sedangkan di luar nyala pembakaran
kondisinya agak oksidasi tergantung dari banyaknya kelebihan udara yang dialirkan.
AFT sangat dipengaruhi oleh komposisi abu (ash analysis) :
Apabila komposisi abu semakin mendekati Al2O3.2SiO2 (rasio Al2O3/SiO2 = 1 : 1.18) semakin
sulitlah untuk meleleh. Artinya flow temperature-nya tinggi dan rentang suhu lelehnya tinggi.
CaO, MgO, dan Fe2O3 bersifat agak melelehkan sehingga akan menurunkanAFT terutama apabila
mengandung kelebihan SiO2.
FeO, Na2O, dan K2O mempunyai kemampuan menurunkan AFT yang sangat kuat.
Kandungan sulfur yang tinggi menurunkan suhu initial deformation dan memperlebar rentang suhu
lelehnya (flow-initial deformation).

Batubara yang abunya memiliki AFT yang tinggi (initial deformation > 1350oC), sangat cocok
dipergunakan pada operasi dengan sistem penanganan/pembuangan abu berupa padatan kering,
sedangkan batubara yang abunya memiliki AFT rendah (flow<1350oC) sangat cocok dipergunakan
pada operasi dengan sistem penanganan/pembuangan abu berupa lelehan.

4.12 Hardgrove Grindability Index


Hardgrove grindbility index (HGI) adalah indeks yang menggambarkan tingkat kemudahgerusan
batubara oleh alat penggerus (pulverizer) di lapangan, yang proses pembakaran batubaranya
menggunakan partikel batubara halus (75 micron) yang biasa disebut dengan pulverized fuel (pf).
Harga HGI diperoleh dengan menggunakan rumus :
HGI = 13.6 + 6.93 W
W adalah berat dalam gram dari batubara lembut berukuran 200 mesh. Semakin tinggi
nilai HGI suatu batubara semakin mudah batubara tersebut digerus. Semakin tinggi rank batubara,
semakin tinggi juga nilai HGI-nya, kecualianthracite.

HGI tidak bersifat aditif, artinya apabila kita mempunyai dua jenis batubara yang nilai HGI-nya
berbeda, kemudian dicampurkan dengan komposisi tertentu, nilai batubara tidak bisa dihitung
berdasarkan komposisi pencampuran tersebut. NilaiHGI campuran cenderung ke arah nilai yang lebih
kecil.
4.13 Abrasion Index
Abrasion index adalah indeks yang menunjukkan daya abrasi (kikis) batubara terhadap bagian dari
alat yang dipergunakan untuk menggerus batubara tersebut (pulverizer) sebelum dipergunakan
sebagai bahan bakar. Semakin tinggi nilaiabrasive index suatu batubara semakin tinggi pula biaya
pemeliharaan alat penggerus batubara tersebut.
Suatu
batubara
disebut abrasive apabila abrasive
index-nya
400-600,
dan
disebut
tidak abrasive apabila abrasive
index-nya <10. Coke mempunyai abrasive
index2500
sedangkan sandstone mempunyai abrasive index 1200.
Batubara yang diinginkan pembeli harus mempunyai abrasive index <200. Apabilaabrasive index-nya
> 200, harga batubara tersebut bisa lebih murah atau bahkan sama sekali ditolak.
4.14 Trace Element
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui komposisi unsur dalam batubara yang dianggap berbahaya
terhadap lingkungan. Jumlahnya kecil, misalnya merkuri, arsen, selenium, fluorine, cadmium dsb.

4.15 Crucible Swelling Number


Crucible swelling number (CSN) adalah salah satu tes untuk mengamati caking properties batubara,
yang paling sederhana dan mudah dilakukan. Caking adalah sifat yang menggambarkan kemampuan
batubara membentuk gumpalan yang mengembang selama proses pemanasan.

Gambar V.7 Bagan alat untuk mengukur


Crusible Swelling Number

4.16 Gray King Coke


Gray-King coke type adalah analisis untuk mengamati coking coal. Coking adalah sifat yang
berhubungan dengan perilaku batubara selama proses carbonisation(proses pembuatan coke secara
komersial) serta sifat coke yang dihasilkannya. Tes ini dilakukan pada tingkat pemanasan yang
lambat yang lebih mirip dengan tingkat pemanasan pada coke oven.
4.17 Roga Index
Roga index adalah indeks yang didapat dari salah satu tes caking yang disebutroga test. Tes ini untuk
mengukur caking power. Indeks ini dipergunakan dalam klasifikasi batubara internasional sebagai
alternatif dari crusible swelling number. Indeks ini dapat diperbandingkan dengan perkiraan di bawah
ini.
Tabel V.2
Perbandingan Index
Crucible Swelling Number dan Roga Index

Crucible swelling number


0
12
2 -4
>4

Roga index
05
5 20
20 45
> 45

4.18 Audibert Arnu Dilatometry


Pada proses karbonisasi, batubara pada awalnya umumnya mengkerut, kemudian mengembang
ketika volatile matter mulai menguap, dan akhirnya terbentuklah gumpalan kokas.
Perubahan volume yang terjadi pada proses ini sangat penting untuk diketahui, agar penentuan
jumlah batubara konsumsi coke oven dapat dilakukan dengan tepat sehingga prosesnya menjadi
aman. Informasi ini pun penting diketahui dalam proses pencampuran beberapa batubara untuk
operasi pembuatan kokas komersial. Audibert-Arnu dilatometry adalah alat untuk mengukur
perubahan volume yang terjadi pada proses karbonisasi tersebut.

4.19 Caking and Coking Analysis Properties


Caking dan coking properties adalah sifat atau perilaku batubara pada saat dipanaskan serta
sifat coke yang terbentuk dari pemanasan tersebut.
Caking adalah sifat yang menggambarkan kemampuan batubara membentuk gumpalan yang
mengembang selama proses pemanasan. Tes ini dilakukan pada tingkat pemanasan yang cepat. Tes
untuk mengukur sifat caking ini adalahcrucible swelling number (disebut juga dengan free swelling
index (ASTM), dancoke button index) dan caking power yang diukur dengan roga test.
Coking adalah sifat yang berhubungan dengan perilaku batubara selama prosescarbonisation (proses
pembuatan coke secara komersial) serta sifat coke yang dihasilkannya. Tes ini dilakukan pada tingkat

pemanasan yang lambat yang lebih mirip dengan tingkat pemanasan pada coke oven. Tes untuk
mengukur
sifatcoking ini
adalah Gray-king
coke
type, dilatometry (AudibertArnu), plastometry(Gieseler).
Selain untuk memperkirakan potensi batubara dalam pembuatan coke, kedua sifat ini juga penting
dalam pengklasifikasian batubara.

Gambar V.8 Bagan alat coke oven untuk coke properties

5. Kualitas Batubara dan Aspek Pemanfaatan


Demikian di atas telah diuraikan secara garis besar parameter kualitas batubara. Berbicara tentang
aspek pemanfaatan, setiap konsumen memiliki standar kualitas yang berbeda-beda tergantung pada
kebutuhannya.
Jadi sekarang berkembang sudut pandang, kualitas tidak selalu mutlak berbicara tentang nilai saja
tetapi juga kejelian memanfaatkan nilai yang sudah ada dan menentukan sasaran pasar yang tepat
sehingga batubara kita tetap punya nilai jual.
Pada halaman selanjutnya akan diperlihatkan beberapa tabel (tabel V.3; V.4; V.5) yang mewakili
beberapa konsumen mengenai parameter-parameter kualitas yang diinginkan. Kebutuhan akan
kualitas batubara antara pabrik semen, pabrik kokas, pembangkit tenaga listrik dan sebagainya
berbeda satu sama lain.
Demikian wawasan setiap kita dari setiap sudut pandang dan perhitungan harus luas dan mendalam
sehingga tepat pada sasaran.

Tabel V.3
Kualitas Batubara yang Dibutuhkan
Oleh Pabrik Semen

Parameter
Total moisture
(%-ar)
Free moisture
(%-ar)
Ash
(%-ad)

Yang
Limit Tipikal
Diinginkan
48
rendah
< 15

max 12
(max 15)
max 10 12
max 20
(max 40 50)

Keterangan
Nilai kalori net berkurang.
Akan menimbulkan masalah
pada penggilingan dan
penanganan. Limit untuk low
rank coal lebih tinggi.
Pengaruh abu kecil tetapi
kadarnya harus tetap (+2%).
Komposisi abu harus
konsisten karena diperlukan
dalam pengaturan

Catatan

Volatile matter
(%-dmmf)

Beragam

(max 24)

Gross Calorivic Value


(MJ/kg-ad)

Beragam

(min 21.0)

Total Sulphur
(%-ad)

< 2%

max 2 5

Chlorine
(%-ad)

Rendah

(max 0.1)

P2O5
Ash analysis (%)
Hardgrove grindability
index

< 2%

(max 6 8)

Tinggi

Min 50 55
(min 40)

Max particle size (mm)

25 30

35 40

Fines content
(<0.5mm)
(%)

15 20

25 30

penambahan bahan baku.


Tergantung sistem
pembakaran tetapi biasanya
fleksibel.
Basis yang diinginkan
konsumen bermacam-macam
(gross/net, ad/ar).
Tergantung dari kandungan
sulfur bahan baku.
Kadar sulfur clinker < 1.3%
Dalam proses kering,
kandungan chlorine dalam
clinker < 0.03%. Tergantung
dari kandungan chlorine
bahan baku, maksimum
dalam batubara beragam
sampai 0.01%.
Kandungan P2O5 dalam
clinker < 1%
Tergantung dari kapasitas
penggerusan serta jumlah
produksi yang diinginkan.
Tergantung limit ukuran
partikel yang dapat diterima
oleh alat penggerus.
Terlalu banyak yang halus
akan menimbulkan masalah
pada waktu penanganannya
terutama kalau basah,
bahkan total
moisture akan
lebih besar apabila terlalu
banyak yang halus.

: Limit tipikal adalah limit yang pada umumnya diinginkan para


konsumen, angka dalam kurung adalah angka yang menunjukkan
limit pada kasus tertentu.
Tabel V.4
Kualitas Batubara yang Dibutuhkan
Oleh Pabrik Kokas

Parameter

Yang
Limit Tipikal
Diinginkan

Total moisture
(%-ar)

5 10

max 12
(max 15)

Ash
(%-ad)

Rendah

max 6 8
(max 10 12)

Volatile matter
(%-dmmf)

Beragam

Total sulphur
(%-ad)

Rendah

16 21
21 26
26 31
max 0.6 0.8
(max 1.0)

Keterangan
Akan menimbulkan masalah
pada penggilingan dan
penanganan.
Kandungan abu kokas
hendaknya rendah untuk
mengurangi kerak pada blast
furnace.
low volatile coal
medium volatile coal
high volatile coal
Kandungan sulfur kokas
hendaknya rendah agar
penyerapan sulfur oleh pig
iron dalam blast furnace

Phosphorus
(%-ad)
Free swelling index
Roga test
Gray-King coke type

Rendah

max 0.1

79
60 90
G6 G14

min 6
min 50
min G4 G5

Audibert-Arnu
dilatometry
max dilatation (%)

25 70
80 140
150 350

min 20
min 60
min 100

dikurangi.
Phosphorus dalam baja akan
membuat baja cepat rapuh.

low volatile coal


medium volatile coal
high volatile coal

Gieseler plastometry
above 80
min 70
low volatile coal
Fluidity range
above 100
min 80
medium volatile coal
(oC)
above 130
min 100
high volatile coal
Data caking/coking di atas hanya sebagai penunjuk potensi batubara untuk dibuat kokas.
Prediksi kinerja batubara dalam coke oven yang lebih dapat dipercaya memerlukan tes
yang lebih ekstensif. Prime coking coal adalah batubara yang memenuhi deretan kualitas
yang paling atas. Blend coking coal tidak harus mengikuti deretan kualitas di atas, karena
juga tergantung dari batubara yang dipakai untuk pencampurnya.
Catatan

: Limit tipikal adalah limit yang pada umumnya diinginkan para


konsumen, angka dalam kurung adalah angka yang menunjukkan
limit pada kasus tertentu.

Tabel V.5
Kualitas Batubara yang Dibutuhkan Oleh Pembangkit Tenaga Listrik

Parameter

Yang
Diinginkan

Limit
Tipikal

Keterangan

Total moisture
(%-ar)
Free moisture
(%-ar)

4 8 [][]
rendah

max 12
(max 15)
max 10 12

Ash
(%-ad)

Rendah

max 15 20
(max 30)

Volatile matter
(%-dmmf)

25 30

min 25

Nilai kalori net berkurang.


Akan menimbulkan masalah
pada penggilingan dan
penanganan. Limit untuk low
rank coal lebih tinggi.
Nilai kalori berkurang.
Limit tergantung pada
kemampuan alat dalam
penangananan dan
pembuangan abu.
Side-fired p.f furnace

15 25
Tinggi

max 25
min 24 25

Rendah

max 0.5 1.0


(max 2.0)

Rendah

max 0.1 0.3


(max 0.5)

Gross Calorivic Value


(MJ/kg-ad)
Total Sulphur
(%-ad)
Chlorine
(%-ad)

Down fired p.f furnace


Basis yang diinginkan
konsumen bermacam-macam
(gross/net, ad/ar).
Limit maksimum tergantung
peraturan daerah tentang
polusi. Inggris 2%,
Jerman 1%, Jepang 0.5%.
Sebagai penunjuk kandungan
alkali. Harus rendah untuk
mengurangi kecenderungan
terjadinya fouling.

Ash Fusion temp.


(oxidizing/reducing)
(oC)

Tinggi ISO A

min 1200
(min 1050)

Dry bottom furnace.


Tergantung fleksibilitas dan
prosedur operasi alat.

Rendah ISO C

max 1350
(max 1430)

Wet bottom furnace.


Tergantung suhu operasi.
Kondisi tanur yang
menentukan oxidicing dan
reducing yang diperlukan ash
fusion.
Yang diinginkan rendah untuk
mengurangi
pembentukan
Nox.
Tergantung dari kapasitas
penggerusan serta jumlah
produksi yang diinginkan.
Tergantung limit ukuran
partikel yang dapat diterima
oleh alat penggerus.
Terlalu banyak yang halus
akan menimbulkan masalah
pada waktu penanganannya
terutama kalau basah,
bahkan total
moisture akan
lebih besar apabila terlalu
banyak yang halus.

Nitrogen (%dmmf)

Rendah
(0.8 1.1)

Hardgrove grindability
index

Tinggi

min 50 55
(min 45)

Particle size max (mm)

25 30

35 40

Fines content
(less than 0.5 mm)
(%)

15 20

25 30

Diposkan oleh adi negoro di 23.30


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke Twit

Parameter-parameter dalam analisa batubara


September 12, 2008 pada 9:54 am (Uncategorized)
1.Analisis proksimat batubara (coal proximate analysis)
Analisis proksimat batubara bertujuan untuk menentukan kadar Moisture (air dalam batubara)
kadar moisture ini mengcakup pula nilai free moisture serta total moisture, ash (debu), volatile
matters (zat terbang), dan fixed carbon (karbon tertambat). Moisture ialah kandungan air yang
terdapat dalam batubara sedangkan abu (ash) merupakan kandungan residu non-combustible
yang umumnya terdiri dari senyawa-senyawa silika oksida (SiO2), kalsium oksida (CaO), karbonat,
dan mineral-mineral lainnya,Volatile matters adalah kandungan batubara yang terbebaskan pada
temperatur tinggi tanpa keberadaan oksigen (misalnya CxHy, H2, SOx, dan sebagainya),
Fixed carbon ialah kadar karbon tetap yang terdapat dalam batubara setelah volatile matters
dipisahkan dari batubara. Kadar fixed carbon ini berbeda dengan kadar karbon (C) hasil analisis
ultimat karena sebagian karbon berikatan membentuk senyawa hidrokarbon volatile.
2.Nilai kalor batubara (coal calorific value)
Salah satu parameter penentu kualitas batubara ialah nilai kalornya, yaitu seberapa banyak energi

yang dihasilkan per satuan massanya. Nilai kalor batubara diukur menggunakan alat yang disebut
bomb kalorimeter.
Kalorimater bom terdiri dari 2 unit yang digabungkan menjadi satu alat. Unit pertama ialah unit
pembakaran di mana batubara dimasukkan ke dalam bomb lalu diinjeksikan oksigen lalu bomb
tersebut dimasukkan kedalam bejana disini batubara dibakar dengan adanya pasokan
udara/oksigen sebagai pembakar. Unit kedua ialah unit pendingin/kondensor (water handling)

3.Kadar sulfur
Salah satu cara untuk menentukan kadar sulfur yaitu melalui pembakaran pada suhu tinggi.
Batubara dioksidasi dalam tube furnace dengan suhu mencapai 1350C. Sulfur oksida (SOx)
yang terbentuk sebagai hasil pembakaran kemudian ditangkap oleh oleh detektor infra merah
kalau menggunakan metode infrared sedangkan kalau menggunakan metode HTM akan
ditangkap oleh larutan peroksida lalu dititrasi dengan natrium borat dan kemudian dianalisis.
4.Analisis ultimat batubara (coal ultimate analysis)
Analisis ultimat dilakukan untuk menentukan kadar karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O),
nitrogen, (N), dan sulfur (S) dalam batubara. Seiring dengan perkembangan teknologi,
analisis ultimat batubara sekarang sudah dapat dilakukan dengan cepat dan mudah. Analisa
ultimat ini sepenuhnya dilakukan oleh alat yang sudah terhubung dengan komputer. Prosedur
analisis ultimat ini cukup ringkas; cukup dengan memasukkan sampel batubara ke dalam alat
dan hasil analisis akan muncul kemudian pada layar komputer.
5.Analisa Size Analisis
Data analisis dari suatu hasil tambang ialah satu data dari data-data yang diperlukan dalam
perancangan coal preparation plant, pada crushing plant dan screening plant pemeriksaan size
diperlukan untuk melihat apakah hasil dari proses masih sesuai dengan spesifikasi atau tidak,
pada proses loading dilakukan untuk mengantisifasi masalah yang timbul karena kalau terlalu
banyak yang fine coal nilai total moisturenya cenderung meningkat dan akan berdebu pada
saat kering.

Anda mungkin juga menyukai