Artikel Penelitian
Gangguan Pendengaran Subklinis, Durasi Tidur
Lebih Lama dan Faktor Resiko Kardiometabolik
pada Populasi Umum di Jepang
Kei Nakajima,1 Eiichiro Kanda,2 Ami Hosobuchi,1 and
Kaname Suwa3
1 Division of Clinical Nutrition, Department of Medical Dietetics, Faculty of Pharmaceutical Sciences, Josai
University,
1-1 Keyakidai, Sakado, Saitama 350-0295, Japan
2Department of Nephrology, Tokyo Kyosai Hospital, Nakameguro 2-3-8, Meguroku, Tokyo 153-8934, Japan
3 Saitama Health Promotion Corporation, 519 Kamiookubo, Saitama, Saitama 338-0824, Japan
Korespondensi bisa dikirim ke Kei Nakajima; keinaka@josai.ac.jp
Diterima 30 Mei 2014; Direvisi 6 Juli 2014; Disetujui 20 Juli 2014; Diterbitkan12 Agustus 2014
Editor Akademik: Myer III Myer
1. Pendahuluan
Penuaan secara progresif
pada masyarakat mengarah kepada
peningkatan prevalensi gangguan
pendengaran di seluruh dunia.
Meskipun gangguan pendengaran
tidak secara langsung mengancam
kehidupan,
tetapi
dapat
mengganggu fungsi sosial dan
kualitas hidup, terisolasi, frustrasi,
dan gangguan komunikasi [1-6].
Sementara itu, beberapa penelitian
telah
mengungkapkan
bahwa
gangguan tidur seperti insomnia
dan mengantuk di siang hari
berhubungan dengan gangguan
pendengaran, termasuk gangguan
pendengaran
dan
tinnitus
(berdenging) [7-10]. Oleh karena
itu, beberapa faktor yang terkait
dengan tidur mungkin berhubungan
dengan gangguan pendengaran.
Untuk saat ini, tidak ada penelitian
penelitian yang menduga adanya
hubungan
antara
gangguan
pendengaran dan durasi tidur.
Dalam konteks ini, kami
fokus pada gangguan pendengaran
subklinis secara objektif, dimana
sering
tidak
terdeteksi
dan
terlambat diobati [4,6], dan
menyelidiki gaya hidup individu
dengan gangguan pendengaran
subklinis dan etiologi gangguan
pendengaran subklinis. Karena
frekuensi 500-4000 Hz adalah
rentang yang penting bagi proses
berbicara [6], kita tentukan apakah
fungsi pendengaran pada frekuensi
tinggi (4000 Hz) dan rendah (1000
hz) dapat mewakili, dimana
biasanya dilakukan pengujian
2. Metode
2.1 Kerangka Penelitian
Penelitian ini didasarkan pada
penyusunan program penelitian
yang sedang dilakukan untuk
mengidentifikasi faktor yang
terkait dengan kardiometabolik
dan penyakit aterosklerosis.
Desain penelitian ini dijelaskan
lebih rinci di pembahasan
selanjutnya [17].
Daftar Pustaka
10
Japanese
nationwide
general
population survey, Journal of
Clinical Psychiatry, vol. 67, no. 2,
pp. 196203, 2006.
[21] E. J. Mezick, M. Hall, and K. A.
Matthews, Are sleep and depression
independent or overlapping risk
factors for cardiometabolic disease?
SleepMedicine Reviews, vol. 15, no.
1, pp.5163, 2011.
[22] J. S. Loredo, X. Soler, W. Bardwell,
S. Ancoli-Israel, J. E.Dimsdale, and
L. A. Palinkas, Sleep health in U.S.
Hispanic population, Sleep, vol. 33,
no. 7, pp. 962967, 2010.
[23] A. Kashiwagi, M. Kasuga, E. Araki et
al.,
International
clinical
harmonization
of
glycated
hemoglobin in Japan: from Japan
Diabetes
Society
toNational
Glycohemoglobin Standardization
Program values, Journal of
Diabetes Investigation, vol. 3, no. 1,
pp. 3940, 2012.
[24] C. Sabanayagam and A. Shankar,
Sleep duration and cardiovascular
disease: results from the National
Health Interview Survey, Sleep, vol.
33, no. 8, pp. 10371042, 2010.
[25] A. Shankar, S. Charumathi, and S.
Kalidindi, Sleep duration and selfrated health: the National Health
Interview Survey 2008, Sleep, vol.
34, no. 9, pp. 11731177, 2011.
[26] WHO
Expert
Consultation,
Appropriate body-mass index for
Asian
populations
and
its
implications
for
policy
and
intervention strategies, The Lancet,
vol. 363, pp. 157163, 2004.
[27] M. P. Weijenberg, E. J. M. Feskens,
and D. Kromhout, White blood cell
count and the risk of coronary heart
disease and all-causemortality in
elderlymen,Arteriosclerosis,Throm
bosis, and Vascular Biology, vol. 16,
no. 4, pp. 499503, 1996.
[28] H. J. Sun, Y. P. Jung, H. Kim, Y. L.
Tae, and J. M. Samet,White blood
cell count and risk for all-cause,
11
12
13