Anda di halaman 1dari 13

1

Hindawi Publishing Corporation


International Journal of Otolaryngology
Volume 2014, Article ID 218218, 11 pages
http://dx.doi.org/10.1155/2014/218218

Artikel Penelitian
Gangguan Pendengaran Subklinis, Durasi Tidur
Lebih Lama dan Faktor Resiko Kardiometabolik
pada Populasi Umum di Jepang
Kei Nakajima,1 Eiichiro Kanda,2 Ami Hosobuchi,1 and
Kaname Suwa3
1 Division of Clinical Nutrition, Department of Medical Dietetics, Faculty of Pharmaceutical Sciences, Josai
University,
1-1 Keyakidai, Sakado, Saitama 350-0295, Japan
2Department of Nephrology, Tokyo Kyosai Hospital, Nakameguro 2-3-8, Meguroku, Tokyo 153-8934, Japan
3 Saitama Health Promotion Corporation, 519 Kamiookubo, Saitama, Saitama 338-0824, Japan
Korespondensi bisa dikirim ke Kei Nakajima; keinaka@josai.ac.jp
Diterima 30 Mei 2014; Direvisi 6 Juli 2014; Disetujui 20 Juli 2014; Diterbitkan12 Agustus 2014
Editor Akademik: Myer III Myer

Gangguan pendengaran menyebabkan gangguan fungsi sosial dan kualitas hidup.


Gangguan pendengaran juga berhubungan dengan gangguan tidur dan faktor resiko
kardiometabolik. Di sini, kami menentukan apakah gangguan pendengaran subklinis
berkaitan dengan durasi tidur dan faktor resiko kardiometabolik dalam penelitian crosssectional dan longitudinal pada populasi umum di Jepang yang sehat. 48.091 laki-laki dan
wanita berusia 20-79 tahun yang menjalani pemeriksaan medis dimasukkan dalam
penelitian cross-sectional, dan 6674 dimasukkan dalam sebuah penelitian longitudinal 8
tahun. Prevalensi dari pengujian audiometri gangguan pendengaran (> 25 dB) sebesar
4000 dan 1000Hz, meningkat secara bermakna dengan meningkatnya durasi tidur dalam
strata usia. Analisis regresi logistik menunjukkan bahwa dibandingkan dengan petunjuk
durasi tidur (6 jam), durasi tidur lebih lama (8 jam) secara bermakna berkaitan dengan
gangguan pendengaran, bahkan setelah disesuaikan untuk potensi faktor pembaur. Secara
bersamaan, gangguan pendengaran secara bermakna berkaitan dengan jenis kelamin pria,
diabetes, dan olahraga yang tidak teratur. Dalam penelitian longitudinal, resiko durasi
tidur lebih lama (8 jam) setelah 8 tahun secara signifikan lebih besar pada subyek
dengan gangguan pendengaran sebesar 4000Hz pada awal. Kesimpulannya, hasil saat ini
menunjukkan hubungan potensial antara gangguan pendengaran subklinis dengan durasi
tidur lebih lama dan faktor resiko kardiometabolik pada populasi umum di Jepang.

1. Pendahuluan
Penuaan secara progresif
pada masyarakat mengarah kepada
peningkatan prevalensi gangguan
pendengaran di seluruh dunia.
Meskipun gangguan pendengaran
tidak secara langsung mengancam
kehidupan,
tetapi
dapat
mengganggu fungsi sosial dan
kualitas hidup, terisolasi, frustrasi,
dan gangguan komunikasi [1-6].
Sementara itu, beberapa penelitian
telah
mengungkapkan
bahwa
gangguan tidur seperti insomnia
dan mengantuk di siang hari
berhubungan dengan gangguan
pendengaran, termasuk gangguan
pendengaran
dan
tinnitus
(berdenging) [7-10]. Oleh karena
itu, beberapa faktor yang terkait
dengan tidur mungkin berhubungan
dengan gangguan pendengaran.
Untuk saat ini, tidak ada penelitian
penelitian yang menduga adanya
hubungan
antara
gangguan
pendengaran dan durasi tidur.
Dalam konteks ini, kami
fokus pada gangguan pendengaran
subklinis secara objektif, dimana
sering
tidak
terdeteksi
dan
terlambat diobati [4,6], dan
menyelidiki gaya hidup individu
dengan gangguan pendengaran
subklinis dan etiologi gangguan
pendengaran subklinis. Karena
frekuensi 500-4000 Hz adalah
rentang yang penting bagi proses
berbicara [6], kita tentukan apakah
fungsi pendengaran pada frekuensi
tinggi (4000 Hz) dan rendah (1000
hz) dapat mewakili, dimana
biasanya dilakukan pengujian

dalam sebuah tes penyaringan


pendengaran di Jepang berkaitan
dengan
faktor
gaya
hidup,
termasuk durasi tidur tiap malam
dan faktor resiko kardiometabolik
dalam sebuah penelitian crosssectional pada populasi umum di
Jepang.
Karena
gangguan
pendengaran telah menunjukkan
adanyan kaitan dengan faktor
resiko kardiometabolik, seperti
diabetes dan merokok [11-16], kita
menggangap faktor-faktor tersebut
sebagai faktor
pembaur yang
relevan
dan
juga
meneliti
hubungan
antara
gangguan
pendengaran dan faktor-faktor
resiko kardiometabolik. Untuk
menguji efek dari gangguan
pendengaran subklinis terhadap
kejadian durasi tidur yang lebih
lama (8 jam dan 9 jam), kami
melakukan penelitian longitudinal
8 tahun retrospektif pada sebuah
kelompok independen dari subyek
dengan durasi tidur yang tergolong
normal atau pendek (7 jam) pada
awal.

2. Metode
2.1 Kerangka Penelitian
Penelitian ini didasarkan pada
penyusunan program penelitian
yang sedang dilakukan untuk
mengidentifikasi faktor yang
terkait dengan kardiometabolik
dan penyakit aterosklerosis.
Desain penelitian ini dijelaskan
lebih rinci di pembahasan
selanjutnya [17].

Penelitian retrospektif ini


terdiri dari data yang direkam
selama pemeriksaan kesehatan
tahunan pada individu tanpa gejala
yang tinggal atau bekerja di
Prefektur Saitama, pinggiran kota
Tokyo, Jepang. Studi ini dimulai
pada
2011 dan
melibatkan
kolaborasi tiga lembaga di
Saitama: Universitas Kesehatan
Jichi, Universitas Josai dan
Perusahaan
Promosi Kesehatan
Saitama.
Protokol,
yang
sesuai
dengan Deklarasi Helsinki, telah
disetujui oleh Komite Etika dari
Universitas Kesehatan Jichi dan
Universitas
Josai
dan
oleh
Komite
Perusahaan
Promosi
Kesehatan Saitama. Informed
consent tertulis diperoleh dari
semua peserta. Sejak tahun 1997,
Perusahaan Promosi Kesehatan
Saitama, perusahaan yang berkerja
di bidang pubik, telah mendukung
kesehatan
individu,
termasuk anak-anak dan remaja,
yang tinggal atau bekerja di
Prefektur
Saitama,
terutama
dengan melaksanakan berbagai
jenis dari pemeriksaan kesehatan
[18].
2.2 Subyek
2.2.1 Penelitian Cross-Sectional.
Kami mengambil data dari 83286
subyek yang tampak sehat berusia
20-79 tahun yang menjalani
pemeriksaan
kesehatan
di
Perusahaan Promosi Kesehatan
Saitama antara 1 April 2007 dan 31
Maret 2008. Subyek yang
terdiagnosis atau tidak terdiagnosis
yang dilaporkan dengan adanya
gangguan pendengaran ( = 488)
dikeluarkan dari analisis karena
penyebab dan perlakuan yang
diterima (misalnya, alat bantu
dengar dan farmakoterapi), tidak
tersedia dalam penelitian ini.

Subyek yang dilaporkan


depresi dan sindrom henti nafas
saat tidur juga dikeluarkan karena
kondisi ini dapat mempengaruhi
durasi tidur [19-22]. Kriteria
eksklusi
diterapkan
dalam
penelitian ini dan pembagian
subyek ditunjukkan pada Gambar
1. Subyek yang dilaporkan tinnitus
( = 1, 396) dimasukkan karena
tinnitus biasanya ringan dan tidak
selalu didiagnosis oleh seorang
dokter dalam penelitian ini.
Akibatnya, 48091 subyek termasuk
dalam penelitian cross-sectional.
2.2.2 Penelitian Longitudinal.
Ketika kami memilih subyek untuk
studi longitudinal dari subyek yang
termasuk dalam penelitian crosssectional, jumlah subyek yang
durasi tidurnya normal atau pendek
(7 jam) dan yang menjalani
pemeriksaan yang sama antara 1
April 1999 dan 31 Maret 2008
(selama 8 tahun) adalah <1.000.
Oleh karena itu, subyek yang
termasuk
dalam
penelitian
longitudinal diidentifikasi dari
populasi penelitian yang asli, yang
berarti subyek yang
termasuk
dalam penelitian
longitudinal
berbeda dari yang termasuk dalam
penelitian
cross
sectional.
Walaupun,
penilaian gangguan
pendengaran dan tes laboratorium
lainnya yang identik antara cross
sectional dan studi longitudinal.
Setelah mengeluarkan subyek
dengan data yang tidak lengkap
dan subyek dengan penyakit
telinga diketahui, sebesar 6774
subyek dengan durasi tidur normal
atau
pendek
pada
awal
dimasukkan
dalam
studi
longitudinal (Gambar 1). Selama

8 tahun, banyak subyek yang


meninggalkan
pemeriksaan
kesehatan yang diselenggarakan
oleh
Perusahaan
Promosi
Kesehatan
Saitama
(rata-rata
proporsi yang tidak menjalani
pemeriksaan yang sama tahun
depan adalah sekitar seperempat
sampai sepertiga selama 19992008) dan berubah menjadi
pemeriksaan lain karena pindah
rumah, pengunduran diri, atau
perubahan pekerjaan, perawatan
anak, atau alasan keluarga,
mengakibatkan penurunan jumlah
subyek pada studi longitudinal.
2.2.3Tes
Antropometri,
Laboratorium dan Audiometri. Tes
antropometri, laboratorium dan
audiometri dilakukan pada pagi
hari. Parameter serum diukur
dengan menggunakan metode
standar Hitachi autoanalyzers
(Tokyo,
Jepang) di Perusahaan Promosi
Kesehatan Saitama. Hemoglobin
(Hb)
A1c
diubah
menjadi
glycohemoglobin dengan program
standardisasi menggunakan rumus
divalidasi [23]. Sayangnya, kadar
glukosa plasma puasa tidak
tersedia dalam kedua studi. Tes
pendengaran
dilakukan
di
ruang tenang oleh staf terlatih
menggunakan Audiometer biasa.
gangguan pendengaran subklinis
(objektif) didefinisikan sebagai
suatu gangguan pendengaran ratarata> 25 dB pada frekuensi tinggi
(4000Hz) dan frekuensi rendah
(1000Hz).

2.2.4 Durasi Tidur dan Faktor


Pembaur.
Dilaporkan
sendiri
durasi tidur per malam, yang
diperoleh
sebagai
respon
untuk
pertanyaan
sederhana
tentang tidur, dibagi menjadi lima
kategori (5, 6, 7, 8, dan 9 jam)
menurut
studi
sebelumnya
[24, 25]. Lamanya siang tidur
siang
tidak
diambil
untuk
pertimbangan dalam penelitian ini.
Subyek menyelesaikan formulir
untuk mencatat sejarah penyakit
kardiovaskular (termasuk stroke),
komplikasi (hipertensi, diabetes,
atau
dislipidemia),konsumsi
alkohol (tidak ada, sesekali, 1-3
kali
/
minggu,
46 kali / minggu, atau setiap hari),
status merokok (tidak ada, masa
lalu,
atau
saat
ini),
olahraga teratur (30min per
waktu,
tidak
ada,
sesekali,
sekali / minggu, atau setidaknya
dua kali / minggu), dan durasi kerja
(6,7, 8, 9, 10, atau 11 jam).
Pengaruh berat badan adalah
dievaluasi dalam hal indeks massa
tubuh
(IMT),
yang
dibagi menjadi enam kategori
(18.9, 19,0-20,9, 21,0-22,9, 23.024,9, 25,0-26,9, dan 27.0 kg / m2).
Kami mengambil pertimbangan
bahwa WHO telah mengusulkan
bahwa
batasan
BMI
untuk
kelebihan berat badan dan obesitas
untuk populasi Asia harus lebih
rendah (23.0 kg / m2 dan 27.5
kg / m2, resp.) Dibandingkan
dengan populasi Barat [26]. Karena
proporsi subyek diklasifikasikan
sebagai underweight (yaitu, <18,5
kg / m2) atau obesitas (yaitu, 30.0
kg / m2) sangat rendah (4,8% dan

5,0%, resp.) dalam penelitian ini,


kami mengumpulkan batasan BMI
rendah dan tinggi 19 dan 27kg / m2
(7,4% dan 15,1%, resp.). Pengaruh
peradangan
sistemik
adalah
dievaluasi berdasarkan perhitungan
sel darah putih yang beredar, faktor
risiko yang diduga untuk penyakit
jantung [27-29], yang dibagi ke
dalam kuartil. Karena bahan kimia
dapat mempengaruhi durasi tidur
[30, 31], penggunaan bahan kimia
di
tempat
kerja
harus
diperhitungkan, meskipu jenisnya
tidak diketahui dan jumlah subyek
dibatasi (n= 39,691).
2.2.5 Analisis Statistik. Data
dinyatakan sebagai rata-rata (SD)
atau median (kisaran interkuartil).
Perbedaan parameter klinis dan
variabel kategori antara kelima
kategori dari durasi tidur diuji
dengan
analisis
satu
arah
2
varians (ANOVA) dan tes,
masing-masing. Prevalensi dari
gangguan pendengaran pertama
kali dievaluasi dalam empat
kelompok
umur
(2039, 40-49, 50-51, dan 60-79 tahun)
karena
usia
lanjut
adalah salah satu faktor risiko
utama
untuk
gangguan
pendengaran.
Pada
penelitian
cross-sectional, model regresi
logistik multivariat digunakan
untuk memeriksa apakah hilangnya
pendengaran subklinis berkaitan
dengan gaya hidup dan faktor
resiko
kardiometabolik
untuk
menghitung perbandingan selisih
dan interval kepercayaan 95%
(CI) dengan penyesuaian untuk
pembaur yang relevan. Setelah

tidur, durasi dari kelima kategori


durasi tidur masing-masing diberi
kode 5, 6, 7, 8, dan 9 untuk 5jam,
6 jam, 7 jam, 8 jam, dan 9jam,
hubungan antara durasi tidur
sebagai variabel kontinu dan
gangguan
pendengaran
diuji.
Hubungan antara pembaur yang
relevan dan gangguan pendengaran
juga dievaluasi.
Untuk analisis longitudinal,
regresi
logistik
multivariat
model juga digunakan untuk
menguji hubungan antara gangguan
pendengaran dasar dan resiko
durasi tidur yang lebih lama (8 jam
dan 9 jam) setelah 9 tahun untuk
menghitung resiko relatif (RR)
dan interval kepercayaan 95% (CI)
karena insidensi durasi tidur lebih
lama setelah 9 tahun adalah <10%
dan
perbandingan
selisih
dinyatakan sebagai risiko relatif
pada studi longitudinal. Dalam
analisis ini, petunjuk kategori BMI
sementara didefinisikan sebagai
BMI 21,0-22,9 kg/m2 berdasarkan
pada proposal oleh WHO tentang
klasifikasi kelebihan berat badan
dan obesitas untuk populasi Asia
[26]. Analisis statistik dilakukan
dengan menggunakan IBM-SPSS
versi 18.0 (PASW statistik 18;
Chicago, IL, USA) dan Statview
versi 5.0 (SAS Institute, Cary, NC,
USA). Nilai dari <0,05 dianggap
signifikan secara statistik.
3. Hasil
3.1. Penelitian Cross-Sectional.
Karakteristik
klinis
dari
subyek disajikan pada Tabel 1.
Subyek dengan durasi tidur lebih
lama lebih sering adalah laki-laki,

yang lebih tua, dan memiliki durasi


kerja yang lebih pendek, dengan
peningkatan jumlah faktor resiko
kardiometabolik
(terutama
penurunan kolesterol HDL). BMI,
jumlah sel darah putih, dan
frekuensi perokok aktif, olahraga
tidak teratur, atau penggunaan
bahan kimia di tempat kerja
menunjukkan hubungan berbentuk
U- atau J- dengan durasi tidur.
Prevalensi penyakit kardiovaskular,
hipertensi, dan diabetes meningkat
dengan meningkatnya durasi tidur.
Demikian
pula,
prevalensi
gangguan pendengaran meningkat
dengan meningkatnya durasi tidur,
terlepas dari telinga kiri atau
kanan, atau frekuensi. Proporsi
pekerja pabrik dan bangunan lebih
tinggi pada kelompok dengan
durasi tidur lebih lama (8 jam dan
9 jam), sedangkan sebaliknya
adalah benar untuk proporsi
pekerja administrasi, teknis, dan
medis.
Gambar 2 menunjukkan prevalensi
gangguan pendengaran menurut
untuk kelompok umur. Prevalensi
gangguan pendengaran sebesar
4000Hz
meningkat
secara
signifikan
dengan meningkatnya durasi tidur
pada setiap strata usia kecuali
untuk usia yang lebih muda
(berusia
20-39
tahun).
Demikian
juga,
prevalensi
gangguan pendengaran sebesar
1000Hz
meningkat
secara
signifikan
dengan
meningkatnya
durasi
tidur,
terutama
pada
kelompok usia yang lebih tua.
Namun, tampaknya ada sedikit

hubungan berbentuk J pada subyek


yang berusia 60-79 tahun.
Analisis regresi logistik multivariat
menunjukkan
bahwa,
dibandingkan
dengan durasi tidur dari 5 jam, kategori
lain dari durasi tidur secara signifikan
berkaitan dengan gangguan pendengaran
pada 4000 dan 1000Hz walaupun hanya
pada satu telinga (Tabel 2). Pengaturan
untuk faktor pembaur, termasuk usia dan
jenis kelamin, secara garis besar
menunjukkan hubungan, tetapi mengubah
petunjuk
kategori
durasi
tidur
dari 5 jam sampai 6 jam (Model 2b) atau
tambahan penyesuaian untuk penggunaan
bahan kimia di tempat kerja (Model
3) tidak dilakukan. Demikian juga, durasi
tidur
sebagai
variabel
kontinu
juga secara signifikan berkaitan dengan
gangguan pendengaran sebesar 4000 dan
1000Hz.
Tabel 3 menunjukkan faktor
pembaur, kecuali usia, untuk gangguan
pendengaran. Jenis kelamin laki-laki,
diabetes, olahraga tidak teratur,dan
tinnitus secara signifikan terkait dengan
gangguan pendengaran pada kedua
frekuensi, sedangkan konsumsi alkohol
secara teratur,tapi tidak setiap hari
konsumsi alkohol, berbanding terbalik
dengan gangguan pendengaran. Berat
badan rendah, kuartil tertinggi jumlah sel
darah putih (88.9 102 / uL), merokok
saat
ini,
dan konsumsi alkohol setiap hari secara
signifikan berkaitan dengan gangguan
pendengaran sebesar 4000Hz.
Durasi kerja secara signifikan
berbanding terbalik dengan gangguan
pendengaran
sebesar
1000Hz
tapi
tidak pada 4000 Hz. Dibandingkan dengan
pekerjaan administrasi dan pekerjaan lain
jenis, kecuali pekerjaan perkantoran dan
medis,
secara
signifikan
berkaitan dengan gangguan pendengaran
sebesar 4000Hz (OR 1,24-4,49) dan
1000Hz (OR 1,34-1,90), bahkan setelah
mengendalikan faktor pembaur, termasuk
durasi kerja (data tidak ditampilkan).

3.2 Studi longitudinal. Karakteristik klinis


dasar subyek dimasukkan ke dalam studi
longitudinal (Tabel 4) dan yang
mirip dengan subyek dimasukkan ke
Penelitian cross-sectional (Tabel 1). Tabel
5 menunjukkan gangguan pendengaran
pada awal untuk durasi tidur lebih lama
(8 jam) setelah 9 tahun. Resiko durasi
tidur yang panjang secara signifikan lebih
besar pada subyek dengan gangguan
pendengaran sebesar 4000 Hz pada awal
dibandingkan dengan subyek tanpa
gangguan
pendengaran
tersebut.
Peningkatan risiko ini tetap signifikan
setelah disesuaikan dengan faktor pembaur
pada awal. Meskipun subyek dengan
gangguan pendengaran sebesar 1000Hz
pada awal memiliki risiko lebih tinggi
secara signifikan untuk durasi tidur lebih
lama,
tetapi
menghilang
setelah
disesuaikan denga faktor pembaur (Model
2).
4. Pembahasan
Studi cross-sectional dan longitudinal
menghasilkan bukti kuat bahwa gangguan
pendengaran subklinis, terutama pada
frekuensi tinggi, berkaitan dengan durasi
tidur lebih lama, yang secara khusus
digambarkan dalam usia yang lebih tua,
secara independen dari faktor gaya hidup
yang
relevan,
faktor
risiko
kardiometabolik, dan penggunaan bahan
kimia di tempat kerja. Hubungan ini tidak
melemah ketika petunjuk durasi tidur
diubah menjadi 6 jam, yang menjadi
kategori durasi tidur utama dalam
penelitian
ini.
Meskipun
beberapa
studi
epidemiologi
telah
menunjukkan hubungan berbentuk U atau
J antara durasi tidur dan gangguan klinis,
seperti obesitas dan diabetes [24, 33, 34],
hubungan antara gangguan pendengaran

sebesar 4000Hz dan durasi tidur pada


penelitian ini hampir linier di semua
kategori usia. Karena banyak penelitian
telah
menunjukkan
bahwa
NIHL
merupakan
sebuah
bentuk
utama
kehilangan
pendengaran
yang
diperoleh[35], secara bertahap mulai
sekitar frekuensi 4000Hz [36, 37], saat
diamati gangguan pendengaran disebabkan
sebagian besar oleh paparan kebisingan
jangka panjang, yang tidak diukur dalam
penelitian ini.
Mengenai hubungan sebab-akibat,
mengingat hasil studi longitudinal kami,
ada kemungkinan bahwa durasi tidur lebih
lama mungkin terjadi karena atau
berhubungan
dengan
gangguan
pendengaran. Dengan kata lain, gangguan
pendengaran subklinis mungkin menjadi
penyebab dari durasi tidur yang lama, yang
mungkin
berkaitan
perkembangan
penyakit kardiometabolik [24, 33-38].
Gangguan pendengaran juga berhubungan
dengan demensia dan gangguan kognitif
[39-42], sedangkan gangguan kognitif,
termasuk penyakit Alzheimer, yang
berhubungan dengan irama siklus tidur
[43-45].
Oleh karena itu, durasi tidur yang
lama dapat mencerminkan kondisi klinis
lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini
dan bahwa saat diamati mungkin palsu dan
faktor yang tidak diketahui mungkin
menengahi dua kondisi. Frustrasi dan
kegelisahan berkaitan dengan gangguan
pendengaran atau lingkungan yang bising
siang hari mungkin mengurangi kualitas
tidur dan memicu insomnia [9, 10, 46]
dan mengakibatkan durasi tidur lebih
lama. Sebaliknya, sesekali individu dengan
gangguan pendengaran yang tertidur,
mereka bisa mempertahankan tidur yang
baik tanpa terbangun pada malam hari.
Gangguan
pendengaran
mungkin

juga melindungi tidur dengan mengurangi


kesadaran
subyek
dari
kebisingan
lingkungan saat tidur [8] dan mungkin
memperpanjang durasi tidur [46-48].
Sementara itu, banyak studi
sebelumnya telah menunjukkan bahwa
diabetes, penyakit kardiometabolik, dan
merokok berhubungan dengan gangguan
pendengaran [11-16], bisa berupa mikro
dan mikroangiopati diabetes [14, 49, 50].
Jadi, seperti komplikasi diabetes yang
khas, gangguan pendengaran dapat
menjadi salah satu komplikasi berikutnya
dari etiologi diabetes atau aterosklerosis.
Namun demikian, ada juga kemungkinan
bahwa lama waktu tidur dapat memburuk
patofisiologi diabetes dan aterosklerosis
karena diduga adanya hubungan antara
lama tidur dan diabetes [24, 33-38].
Menariknya, BMI rendah (yaitu, berat
badan rendah daripada obesitas) berkaitan
dengan gangguan pendengaran sebesar
4000 Hz. Berat badan kurang
berkaitan dengan peningkatan resiko
gangguan
pendengaran
melalui
kurangnya asupan nutrisi makanan,
khususnya vitamin B12 dan antioksidan
[51-55], atau faktor-faktor lain yang
sebelumnya dilaporkan berkaitan dengan
tingkat kematian orang dengan berat badan
rendah [56-58].
Dalam penelitian kami, gangguan
pendengaran sebesar 4000 Hz juga
berkaitan dengan merokok aktif, konsumsi
alkohol setiap hari, dan jumlah sel darah
putih yang tinggi, yang umumnya
diklasifikasikan sebagai faktor risiko
kardiovaskular [27-29, 59-62]. Baru-baru
ini, Ronksley dkk. [60] telah menunjukkan
bahwa rasio neutrofil-limfosit, jumlah sel
darah putih, dan C-reactive protein
mungkin berkaitan dengan gangguan
pendengaran dari pasien diabetes. Secara
bersama-sama, meskipun NIHL biasanya

dimulai pada frekuensi 4000Hz [3537], hasil kami menunjukkan bahwa


beberapa faktor resiko kardiovaskular
mungkin
memperburuk
patofisiologi
NIHL. Kemudian, paparan kebisingan
jangka panjang dan faktor resiko
kardiovaskular mungkin memicu dan
memperburuk
kerusakan
kesehatan
penting berupa gangguan pendengaran dan
gangguan tidur berurutan, yang perlu
dikonfirmasi dalam studi lebih lanjut.
4. Batasan
Beberapa batasan harus disebutkan.
Pertama, kami menilai durasi tidur yang
dilaporkan sendiri tetapi tidak kualitas
tidur atau faktor terkait lainnya. Terbangun
tengah malam, insomnia, nokturia, tidur
siang hari, dan kesulitan tidur nyenyak
dapat mengganggu hubungan yang diamati
[8, 63, 64]. Studi masa depan juga harus
mencakup penilaian obyektif durasi tidur,
sebaiknya dibuat dengan menggunakan
actigraphy, karena
faktor tersebut
mungkin faktor pembaur penting. Kedua,
kami tidak menilai status sosial ekonomi
dalam hal ini pendidikan atau pendapatan
tahunan. Ada kemungkinan bahwa daerah
tempat tinggal, durasi pekerjaan, atau kerja
shift dapat menggeser durasi tidur endogen
dibatasi menjadi durasi tidur eksogen
[41,65-67]. Namun, penyesuaian untuk
jenis atau durasi kerja tidak nyata
mengubah hubungan. Ketiga, gangguan
pendengaran subklinis hanya ditentukan
dengan menggunakan tes audiometri.
Metode skrining lain, seperti berbisik
suara, jari menggosok, dan menonton tes
centang, dapat mendeteksi gangguan
pendengaran subklinis yang mungkin tidak
diidentifikasi dengan tes audiometri [6,
68]. Akhirnya, kesimpulan kami tidak
berlaku untuk populasi lain yang memiliki

jangka waktu tidur yang berbeda, status


sosial ekonomi, morbiditas, dan angka
harapan bidup, karena ini cenderung
mempengaruhi baik durasi tidur dan
gangguan pendengaran subklinis.
5. Kesimpulan
Hasil penelitian kami menunjukkan
bahwa gangguan pendengaran subklinis,
terutama pada frekuensi tinggi, secara
independen
terkait
dengan
durasi tidur yang lebih lama dan faktor
resiko kardiometabolik pada populasi
umum di Jepang. Temuan saat ini tetap
diperlukan untuk penelitian lebih lanjut..
Konflik Kepentingan
Para penulis menyatakan bahwa
mereka tidak memiliki kepentingan
bersaing.
Kontribusi Penulis
K. Nakajima merancang penelitian
secara keseluruhan dan mengkonfirmasi
etika penelitian; K. Suwa megidentifikasi
subyek
yang
memenuhi
syarat
dari database; K. Nakajima, A. Hosobuchi,
dan
K.
Suwa
menganalisis data; K. Nakajima, E. Kanda,
dan
A.
Hosobuchi
Ulasan literatur dan mendiskusikan hasil;
dan K.Nakajima menulis artikel. Semua
penulis mengulas dan mengedit artikel dan
menyetujui versi final dari artikel.
Ucapan
Penulis ingin mengucapkan terima
kasih kepada semua staf dari
Perusahaan Promosi Kesehatan Saitama
atas kerjasama yang baik selama penelitian
ini.

Daftar Pustaka

[1] A. Howarth and G. R. Shone, Ageing


and
the
auditory
system,
PostgraduateMedical Journal, vol.
82,no. 965, pp. 166171, 2006.
[2] X. Z. Liu and D. Yan, Ageing and
hearing loss, Journal of Pathology,
vol. 211, no. 2, pp. 188197, 2007.
[3] Q. Huang and J. Tang, Age-related
hearing loss or presbycusis,European
Archives of Oto-Rhino-Laryngology,
vol. 267, no. 8, pp 11791191, 2010.
[4] H. S. Li-Korotky, Age-related hearing
loss: quality of care for quality of
life, Gerontologist, vol. 52, no. 2, pp.
265271, 2012.
[5] A.Ciorba, C. Bianchini, S. Pelucchi,
andA. Pastore, Theimpact of hearing
loss on the quality of life of elderly
adults, Clinical Interventions in
Aging, vol. 7, pp. 159163, 2012.
[6] V. A.Moyer andU.S. Preventive
Services Task Force, Screening for
hearing loss in older adults: U.S.
preventive services task force
recommendation statement, Annals
of Internal Medicine, vol. 157, no. 9,
pp. 655661, 2012.
[7] R. S. Hallam, Correlates of sleep
disturbance in chronic distressing
tinnitus, Scandinavian Audiology,
vol. 25, no. 4, pp. 263266, 1996.
[8] R. Asplund, Sleepiness and sleep in
elderly
subjects
with
hearing
complaints, Archives of Gerontology
and Geriatrics, vol. 36,no. 1, pp. 93
99, 2003.
[9] K. I. Hume, Noise pollution: a
ubiquitous unrecognized disruptor of
sleep? Sleep, vol. 34, no. 1, pp. 78,
2011.
[10] T. Test, A. Canfi, A. Eyal, I. ShoamVardi, and E. K. Sheiner,The
influence of hearing impairment on
sleep quality among workers exposed
to harmful noise, Sleep, vol. 34, no.
1, pp. 2530, 2011.
[11] K. Ito, R.Naito, T.Murofushi, and R.
Iguchi, Questionnaire and interview
in screening for hearing impairment in

10

adults, Acta Oto-laryngologica, vol.


559, pp. 2428, 2007.
[12]N. Nakanishi, M. Okamoto, K.
Nakamura, K. Suzuki, and K.Tatara,
Cigarette smoking and risk for
hearing impairment: a longitudinal
study in Japanese male office
workers, Journal of Occupational
and Environmental Medicine, vol. 42,
no. 11, pp.10451049, 2000.
[13] Y. Takata, Hearing loss associated
with smoking in male workers,
Journal of UOEH, vol. 33, no. 1, pp.
3540, 2011.
[14] V. Kakarlapudi, R. Sawyer, and H.
Staecker, The effect of diabetes
on sensorineural hearing loss,
Otology and Neurotology,
vol. 24, no. 3, pp. 382386, 2003.
[15] D. F. Austin, D. Konrad-Martin, S.
Griest, G. P. McMillan,D. McDermott,
and S. Fausti, Diabetes-related
changes in hearing, Laryngoscope,
vol. 119, no. 9, pp. 17881796, 2009.
[16] K. E. Bainbridge, Y. J. Cheng, and C.
C. Cowie, Potential mediators of
diabetes-related hearing impairment in
the U.S. population:NationalHealth
andNutrition Examination Survey
19992004, Diabetes Care, vol. 33,
no. 4, pp. 811816, 2010.
[17] T. Muneyuki, H. Sugawara, K. Suwa
et
al.,
Design
of
the
SaitamaCardiometabolicDisease
andOrgan
Impairment
Study
(SCDOIS):
a
multidisciplinary
observational epidemiological study,
Open Journal of Endocrine and
Metabolic Diseases, vol.3, no. 2, pp.
144156, 2013.
[18]Saitama
Health
Promotion
Corporation,
(Japanese),
http://
www.saitama-kenkou.or.jp/.
[19] N. Tsuno, A. Besset, and K. Ritchie,
Sleep and depression, Journal of
Clinical Psychiatry, vol. 66, no. 10,
pp. 12541269; 2005.
[20] Y. Kaneita, T. Ohida, M. Uchiyama
et al., The relationship between
depression and sleep disturbances: a

Japanese
nationwide
general
population survey, Journal of
Clinical Psychiatry, vol. 67, no. 2,
pp. 196203, 2006.
[21] E. J. Mezick, M. Hall, and K. A.
Matthews, Are sleep and depression
independent or overlapping risk
factors for cardiometabolic disease?
SleepMedicine Reviews, vol. 15, no.
1, pp.5163, 2011.
[22] J. S. Loredo, X. Soler, W. Bardwell,
S. Ancoli-Israel, J. E.Dimsdale, and
L. A. Palinkas, Sleep health in U.S.
Hispanic population, Sleep, vol. 33,
no. 7, pp. 962967, 2010.
[23] A. Kashiwagi, M. Kasuga, E. Araki et
al.,
International
clinical
harmonization
of
glycated
hemoglobin in Japan: from Japan
Diabetes
Society
toNational
Glycohemoglobin Standardization
Program values, Journal of
Diabetes Investigation, vol. 3, no. 1,
pp. 3940, 2012.
[24] C. Sabanayagam and A. Shankar,
Sleep duration and cardiovascular
disease: results from the National
Health Interview Survey, Sleep, vol.
33, no. 8, pp. 10371042, 2010.
[25] A. Shankar, S. Charumathi, and S.
Kalidindi, Sleep duration and selfrated health: the National Health
Interview Survey 2008, Sleep, vol.
34, no. 9, pp. 11731177, 2011.
[26] WHO
Expert
Consultation,
Appropriate body-mass index for
Asian
populations
and
its
implications
for
policy
and
intervention strategies, The Lancet,
vol. 363, pp. 157163, 2004.
[27] M. P. Weijenberg, E. J. M. Feskens,
and D. Kromhout, White blood cell
count and the risk of coronary heart
disease and all-causemortality in
elderlymen,Arteriosclerosis,Throm
bosis, and Vascular Biology, vol. 16,
no. 4, pp. 499503, 1996.
[28] H. J. Sun, Y. P. Jung, H. Kim, Y. L.
Tae, and J. M. Samet,White blood
cell count and risk for all-cause,

11

cardiovascular,and cancer mortality in


a cohort of Koreans, The American
Journal of Epidemiology, vol. 162, no.
11, pp. 10621069, 2005.
[29] E. Jia, Z. Yang, B. Yuan et al.,
Relationship between leukocyte
count
and
angiographical
characteristics
of
coronary
atherosclerosis,
Acta
Pharmacologica Sinica, vol. 26, no. 9,
pp. 10571062, 2005.
[30] E. Kiesswetter, A. Seeber, R. Nat, K.
Golka, and B. Sietmann,Solvent
exposure, shiftwork, and sleep,
International Journal of Occupational
and Environmental Health, vol. 3,
supplement 2, pp. S61S66, 1997.
[31] M. Viaene, G. Vermeir, and L.
Godderis, Sleep disturbances and
occupational exposure to solvents,
SleepMedicine Reviews, vol. 13, no. 3,
pp. 235243, 2009.
[32] C. Zocchetti, D. Consonni, and P. A.
Bertazzi,
Relationship
between
prevalence rate ratios and odds ratios
in
crosssectional
studies,
International
Journal
of
Epidemiology, vol. 26, no. 1, pp. 220
223, 1997.
[33] K. L. Knutson, Sleep duration and
cardiometabolic risk: a review of the
epidemiologic
evidence,
Best
Practice and Research: Clinical
Endocrinology and Metabolism, vol.
24, no. 5, pp. 731743, 2010.
[34] C. Chao, J. Wu, Y. Yang et al., Sleep
duration is a potential risk factor for
newly diagnosed type 2 diabetes
mellitus, Metabolism:Clinical and
Experimental, vol. 60, no. 6, pp. 799
804, 2011.
[35] O.Hong, Hearing loss among
operating engineers in American
construction industry, International
Archives of Occupational and
Environmental Health, vol. 78, no. 7,
pp. 565574, 2005.
[36] B. Bergstrom and B. Nystrom,
Development of hearing loss during
long-term exposure to occupational

noise. A 20-year follow-up study,


Scandinavian Audiology, vol. 15, pp.
227234, 1986.
[37] M. Mostaghaci, S. J. Mirmohammadi,
A. H. Mehrparvar, M. Bahaloo, A.
Mollasadeghi, and M. H. Davari,
Effect of workplace noise on hearing
ability in tile and ceramic industry
workers in Iran: a 2-year follow-up
study, The Scientific World Journal,
vol. 2013,Article ID 923731, 7 pages,
2013.
[38] C. J. Williams, F. B. Hu, S. R. Patel,
and C. S. Mantzoros, Sleep duration
and snoring in relation to biomarkers
of cardiovascular disease risk among
women
with
type
2
diabetes,Diabetes Care, vol. 30, no.
5, pp. 12331240, 2007.
[39] M. I.Wallhagen, W. J. Strawbridge,
and S. J. Shema, The relationship
between hearing impairment and
cognitive
function:
a
5-year
longitudinal study, Research in
Gerontological Nursing,vol. 1, no. 2,
pp. 8086, 2008.
[40] F. R. Lin, L. Ferrucci, E. J. Metter,
Y.An, A. B. Zonderman, and S. M.
Resnick, Hearing loss and cognition
in the Baltimore Longitudinal Study
of Aging, Neuropsychology, vol. 25,
no. 6, pp. 763770, 2011.
[41] L. Xu, C. Q. Jiang, T. H. Lamet al.,
Short or long sleep duration is
associated with memory impairment
in older chinese: the Guangzhou
BiobankCohort Study, Sleep, vol.
34,no. 5, pp. 575580, 2011.
[42] F. R. Lin, K. Yaffe, J. Xia et al.,
Hearing loss and cognitive decline in
older
adults,
JAMA
Internal
Medicine, vol. 173, no 4, pp. 293299,
2013.
[43] E. I.Most, S. Aboudan, P. Scheltens,
andE. J. vanSomeren, Discrepancy
between subjective and objective
sleep disturbances in early- and
moderate-stage Alzheimer disease,
The American Journal of Geriatric

12

Psychiatry, vol. 20, no. 6, pp. 460


467, 2012.
[44] D. R. Mazzotti, C. Guindalini, A. L.
Sosa, C. P. Ferri, and S. Tufik,
Prevalence and correlates for sleep
complaints in older adults in low and
middle income countries: a 10/66
Dementia Research Group study,
Sleep Medicine, vol. 13, no. 6, pp.
697702, 2012.
[45] Y. S. Ju, J. S. McLeland, C. D.
Toedebusch et al., Sleep quality and
preclinical Alzheimer disease, JAMA
Neurology, vol. 70,no. 5, pp. 587593,
2013.
[46] B. Fruhstorfer, M. G. Pritsch, and H.
Fruhstorfer, Effects of daytime noise
load on the sleep-wake cycle and
endocrine pattern inman: I. 24
hoursneurophysiologicaldata,
InternationalJournal of Neuroscience,
vol. 39, no. 3-4, pp. 197209, 1988.
[47] F. Abad-Alegra and M. Gutierrez,
Characteristics of sleep in deafness,
Revue Neurologique, vol. 26, no. 154,
pp. 959961, 1998.
[48] A. L. Rios and G. Alves da Silva,
Sleep quality in noise exposed
Brazilian workers, Noise and Health,
vol. 7, no. 29, pp. 16, 2005.
[49] P. A. Wackym and F. H. Linthicum Jr.,
Diabetes mellitus and hearing loss:
clinical
and
histopathologic
relationships, The American Journal
of Otology, vol. 7, no. 3, pp. 176182,
1986.
[50] T. L. Smith, E. Raynor, J. Prazma, J.
E. Buenting, and H. C. Pillsbury,
Insulin-dependent
diabetic
microangiopathy in the inner ear,
Laryngoscope, vol. 105, no. 3 I, pp.
236240, 1995.
[51] Z. Shemesh, J. Attias, M. Ornan, N.
Shapira, and A. Shahar, Vitamin B12
deficiency in patients with chronictinnitus and noise-induced hearing
loss,
American
Journal
of
OtolaryngologyHead
and
NeckMedicine and Surgery, vol. 14,
no. 2, pp. 9499, 1993.

[52] D. K. Houston, M. A. Johnson, R. J.


Nozza et al., Agerelated hearing loss,
vitamin B-12, and folate in elderly
women, American Journal of
Clinical Nutrition, vol. 69, no. 3, pp.
564571, 1999.
[53] J. Shargorodsky, S. G. Curhan, R.
Eavey, and G. C. Curhan, A
prospective study of vitamin intake
and the risk of hearing loss in men,
OtolaryngologyHead and Neck
Surgery, vol. 142, no.2, pp. 231236,
2010.
[54] A. O. Lasisi, F. A. Fehintola, and O.
B. Yusuf, Age-related hearing loss,
vitamin B12, and folate in the
elderly, Otolaryngology-Head and
Neck Surgery, vol. 143, no. 6, pp.
826830, 2010.
[55] B. Gopinath, V. M. Flood, C. M.
McMahon et al., Dietary antioxidant
intake is associated with the
prevalence but not incidence of agerelated hearing loss, Journal of
Nutrition, Health and Aging, vol. 15,
no. 10, pp. 896900, 2011.
[56] S. H. Jee, J. W. Sull, J. Park, S. Y.
Lee, H. Ohrr, and E. Guallar, Bodymass index and mortality in Korean
men and women,The New England
Journal of Medicine, vol. 355, no. 8,
pp. 779787, 2006.
[57] A. B. de Gonzalez, P. Hartge, J. R.
Cerhan et al., Body-mass index and
mortality among 1.46 million white
adults, The New England Journal
ofMedicine, vol. 363, no. 23, pp.
22112219, 2010.
[58] W. Zheng, D. F. McLerran, B.
Rolland et al., Association between
body-mass index and risk of death in
more than 1 million Asians,The
New England Journal of Medicine,
vol. 364, no. 8, pp. 719729, 2011.
[59] J.
Rehm,
C.Mathers,
S.
Popova,M.Thavorncharoensap,
Y.
Teerawattananon,and
J.
Patra,
Global burden of disease and injury
and economic cost attributable to
alcohol
use
and
alcohol-use

13

disorders, The Lancet, vol. 373, no.


9682, pp. 22232233, 2009.
[60] P. E. Ronksley, S. E. Brien, B. J.
Turner, K. J. Mukamal, and W. A.
Ghali, Association of alcohol
consumption
with
selected
cardiovascular disease outcomes: a
systematic review and metaanalysis,
BMJ, vol. 342, article d671, 2011.
[61] H. Iso, Lifestyle and cardiovascular
disease in Japan, Journal of
Atherosclerosis and Thrombosis, vol.
18, no. 2, pp. 8388, 2011.
[62] R. Gupta and P. Deedwania,
Interventions for cardiovascular
disease prevention, Cardiology
Clinics, vol. 29, no. 1, pp. 1534,
2011.
[63] Y. Udo, M. Nakao, H. Honjo, O.
Ukimura, H. Kitakoji, and T. Miki,
Sleep duration is an independent
factor in nocturia: analysis of bladder
diaries, BJU International, vol. 104,
no. 1, pp: 7579, 2009.
[64] J. Cohen-Mansfield and R. Perach,
Sleep duration, nap habits, and
mortality in older persons, Sleep, vol.
35, no. 7, pp. 1003 1009, 2012.
[65] S. Y. Ryu, K. S. Kim, and M. A. Han,
Factors associated with sleep
duration in Korean adults: Results of a
2008 community health survey in
Gwangju Metropolitan City, Korea,
Journal of Korean Medical Science,
vol. 26, no. 9, pp. 11241131, 2011.
[66] K. A. Ertel, L. F. Berkman, and O. M.
Buxton,
Socioeconomic
status,
occupational characteristics, and sleep
duration
in
African/Caribbean
immigrants and US white health care
workers, Sleep, vol. 34, no. 4, pp.
509518, 2011.
[67] T. Lallukka, L. Sares-Jaske, E.
Kronholm et al., Sociodemographic
and socioeconomic differences in
sleep duration and insomnia-related
symptoms in Finnish adults, BMC
Public Health, vol. 12, no. 1, article
565, 2012.

[68] R. Chou, T. Dana, C. Bougatsos, C.


Fleming, and T. Beil, Screening
adults aged 50 years or older for
hearing loss: a review of the
evidence for the U.S. preventive
services task force, Annals of
Internal Medicine, vol. 154, no. 5,
pp. 347355, 2011.

Anda mungkin juga menyukai