Model kepercayaan adalah suatu bentuk penjabaran dari model sosiopsikologis. Munculnya model ini didasarkan pada kenyataan bahwa problem-problem
kesehatan ditandai oleh kegagalan-kegagalan orang atau masyarakat untuk menerima
usaha-usaha pencegahan dan penyembuhan penyakit yang diselenggarakan oleh
provider. Kegagalan ini akhirnya memunculkan teori yang menjelaskan pencegahan
penyakit yang kemudian dikembangkan menjadi model kepercayaan kesehatan
(health belief model) (Notoatmodjo, 2007).
Health Belief Model (HBM) didasarkan atas 3 faktor esensial, kesiapan
individu untuk merubah perilaku dalam rangka menghindari suatu penyakit atau
memperkecil resiko kesehatan. Adanya dorongan dalam lingkungan individu yang
membuatnya merubah perilaku itu sendiri. Ketiga faktor di atas dipengaruhi oleh
faktor-faktor lain yang berhubungan dengan kepribadian dan lingkungan individu,
serta pengalaman berhubungan dengan sarana dan petugas kesehatan.
Health Belief Model (HBM) seringkali dipertimbangkan sebagai kerangka utama
dalam perilaku yang berkaitan dengan kesehatan, dimulai dari pertimbangan orang
mengenai kesehatan. Menurut Health Belief Model (HBM) kemungkinan individu
akan melakukan tindakan pencegahan tergantung secara langsung pada hasil dari dua
keyakinan atau penilaian kesehatan yaitu ancaman yang dirasakan dari sakit dan
pertimbangan tentang keuntungan dan kerugian (Machfoedz, 2006).
Kesiapan individu dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti persepsi tentang
kerentanan terhadap penyakit, potensi ancaman, motivasi untuk memperkecil
kerentanan terhadap penyakit, dan adanya kepercayaan perubahan perilaku akan
memberikan keuntungan. Faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku adalah
perilaku itu sendiri yang dipengaruhi oleh karakteristik individu, penilaian individu
terhadap perubahan yang ditawarkan, interaksi dengan petugas kesehatan yang
seberapa
jauh
keseriusan
penyair
tersebut
apabila
mereka
tersebut terhadap individu atau masyarakat, manfaat dan rintangan yang dirasakan,
apabila individu merasa dirinya rentan untuk penyakit yang dianggap gawat(serius),
ia akan melakukan suatu tindakan tertentu, tergantuk pada manfaat yang dirasakan
dari rintangan yangditemukan, isyarat atau tanda-tanda(cues) untuk mendapatkan
tingkat penerimaanyang benar tentang kerentanan, kegawatan, dan keuntungan, maka
diperlukan isyarat-isyarat yang berupa faktor-faktor eksternal, misalnya pesan-pesan
pada media masa, nasehat atau anjuran teman atau anggota keluarga lain dari si sakit,
dan sebagainya(Notoatmodjo, 2003).
I.
Perokok
Menurut PP No. 109 Tahun 2012, rokok adalah salah satu produk tembakau
yang dimaksudkan untuk dibakar dan dihisap dan/atau dihirup asapnya, termasuk
rokok kretek, rokok putih, cerutu, atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman
Nicotiana tabacum, Nicotiana rustica, dan spesies lainnya atau sintetisnya yang
asapnya mengandung nikotin dan tar, dengan atau tanpa bahan tambahan.
Menurut Alamsyah (2009), perokok adalah orang yang sedikitnya menghisap
satu batang rokok per hari selama sekurang-kurangnya 1 tahun. Menurut CDC
(2008), perokok adalah orang yang sudah menghisap minimal 100 batang rokok
seumur hidupnya dan masih merokok hingga saat ini baik tiap hari atau kadangkadang.
seseorang yang sebenarnya tidak merokok tetapi karena ada orang lain yang merokok
didekatnya, maka secara tidak langsung orang tersebut menghisap asap rokok.
Secara khusus, perokok dapat dibedakan berdasarkan intensitas merokok dan
jumlah batang rokok yang dihisap per hari. Berdasarkan intensitasnya, perokok dapat
dibedakan menjadi 2 kelompok (WHO, 1998 dalam Putra, 2010), yaitu daily smoker
dan occasional smoker. Daily smoker adalah seseorang yang merokok paling sedikit
sekali dalam waktu sehari. Sedangkan occasional smoker adalah seseorang yang
merokok tetapi tidak setiap hari. Berdasarkan jumlah batang rokok yang dihisap per
hari, perokok dibedakan menjadi 3 kelompok (Sitepoe, 2000 dalam Alamsyah, 2009),
yaitu perokok ringan (merokok 1 sampai 10 batang per hari), perokok sedang
(merokok 11 sampai 20 batang per hari) dan perokok berat (merokok lebih dari 20
batang per hari).
kehamilan dan janin. Label peringatan kesehatan harus dicantumkan pada setiap
kemasan pada sisi lebar,
Label peringatan kesehatan di kemasan rokok mengalami perubahan yang
signifikan sejak diterbitkannya Peraturan Pemerintah No. 109 Tahun 2012 tentang
Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi
Kesehatan. Menurut PP No. 109 Tahun 2012, setiap produk tembakau terutama rokok
wajib mencantumkan peringatan kesehatan berbentuk gambar dan tulisan yang
mempunyai satu makna. Pencantuman label peringatan bergambar ini berlaku di
Indonesia sejak 24 Juni 2014. Terdapat 5 jenis gambar (Gambar 1) yang harus dicetak
menjadi satu dengan kemasan rokok dengan porsi masing-masing 20% dari setiap
produk. Peraturan ini kemudian diperjelas dengan Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 28 Tahun 2013 tentang Pencantuman Peringatan Kesehatan
dan Informasi Kesehatan di Kemasan Produk Tembakau. Menurut peraturan ini,
pencantuman peringatan kesehatan di kemasan rokok harus memenuhi syarat sebagai
berikut:
a. Dicantumkan pada bagian atas kemasan sisi lebar bagian depan dan belakang
masing-masing seluas 40% (empat puluh persen).
b. Dalam hal kemasan memiliki sisi lebar yang sama maka peringatan kesehatan
dicantumkan pada sisi depan dan sisi belakang kemasan.
c. Pada bagian atas gambar terdapat tulisan PERINGATAN dengan menggunakan
jenis huruf arial bold berwarna putih di atas dasar hitam dengan ukuran huruf 10
(sepuluh) atau proporsional dengan kemasan.
d. Gambar dicetak berwarna dengan kombinasi 4 (empat) warna (Cyan, Magenta,
Yellow, Black) dengan kualitas gambar resolusi tinggi atau paling sedikit 300 dot
per inch (dpi).
e. Di bagian bawah gambar dicantumkan tulisan berwarna putih dengan dasar hitam
sesuai dengan makna gambar.
f. Dicetak dengan jelas dan mencolok baik gambar ataupun tulisannya.
g. Tidak mudah rusak, lepas, dan luntur baik karena pengaruh sinar ataupun udara.
informasi
dan
mengingatkan konsumen terhadap bahaya yang dapat terjadi dari suatu produk atau
tindakan sehingga memotivasi konsumen untuk melakukan perilaku yang aman.
Banyak teori bisa digunakan untuk menjelaskan efek suatu label peringatan. Menurut
Wilkinson et al. (2009), beberapa teori yang bisa digunakan untuk menilai efek label
peringatan
adalah
Communication-Human
Information
Processing
(C-HIP),
Heuristic-Systematic Model, dan Social Learning Theory. Selain itu, efektivitas label
peringatan juga bisa dijelaskan dengan teori perilaku kesehatan seperti Theory of
Reasoned Action dan Health Belief Model.