Anda di halaman 1dari 95

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kritik sosial merupakan suatu cara penyampaian pesan yang dilatar


belakangi oleh ketidakpuasan individu bahkan suatu kelompok masyarakat
terhadap suatu sistem sosial yang selama ini tidak berjalan seperti semestinya.
Kritik sosial ini dapat diaspirasikan melalui berbagai cara seperti dalam buku,
musik, film, karya sastra, poster, bahkan sosial media yang akhir-akhir ini sangat
popular sebagai media penyampaian kritik sosial individu maupun kelompok
masyarakat terhadap sistem sosial yang terasa ganjil atau tidak semestinya
berjalan di lingkungan mereka.
Sebagai salah satu negara dengan penduduk terpadat di dunia, India juga
mejadi negara dengan latar belakang penduduknya yang beragam. Keberagaman
tersebut antara lain dari filosofi hidup, agama, suku, bahasa serta budaya. Dengan
keberagaman tersebut tentunya membuat cara pandang mereka dalam menjalani
kehidupan bermasyarakat juga berbeda. Terlebih lagi sebagai negara dengan
penduduk terbesar nomor dua dunia, tentunya banyak kepentingan yang berbedabeda pula yang menjadikan negara ini cukup rentan mengalami masalah ataupun
gesekan antar individu maupun kelompok masyarakatnya.
India merupakan negara multikultur. Disana terdapat kurang lebih lima
agama maupun kepercayaan yang dianut oleh masyarakatnya. Beberapa contoh

antara lain; Kristen, Islam, Hindu, Sikh, Jain. Perbedaan keyakinan di India
menjadi hal paling sensitif dalam kehidupan bermasyarakat warganya, apalagi
ketika berbicara tentang peluang asimilasi yang berdasarkan latar belakang yang
berbeda. Rasa skeptis tersebut cukup beralasan mengingat pengalaman masa lalu
tentang konflik dan perpecahan yang terjadi hanya dikarenakan adanya perbedaan
berdasarkan suku dan kepercayaan terhadap Tuhan. Alasan inilah yang cukup
membekas dan cenderung memberikan efek trauma terhadap setiap warga negara
India.
Identifikasi terhadap kepercayaan yang dianut oleh warga India dapat
dilihat dari nama, pakaian, aksesoris, penampilan, dan tanda tanda lain yang
menjadi penanda akan kepercayaan yang dianut. Tentunya, agak sulit bila kita
sebagai orang yang baru mendatangi negara India ataupun berkenalan dengan
warga negaranya untuk mengidentifikasi apa kepercayaan yang dianut seseorang
apabila orang tersebut tidak memakai media maupun symbol agama yang melekat
ditubuhnya. Hal-hal tentang perspektif masyarakat India terhadap perbedaan,
sistem serta kritikan terhadap isu-isu sentral lainnya yang terjadi di India diatas
yang coba dijelaskan melalui sebuah karya sastra yang berwujud film. Film
menjadi cara ampuh dizaman modern ini mengaspirasikan pendapat maupun
kritikan yang dikemas dengan cara hiburan demi mendapat apresiasi serta
perhatian dari berbagai lapisan masyarakat yang menikmatinya. Terlebih bagi
India, salah satu negara industry film terbesar di Asia bahkan di dunia dengan
Bollywood-nya.

Dalam perkembangan karya sastra, film adalah sebuah gabungan antara


audio dan visual yang telah digolongkan menjadi bagian dalam karya sastra. Film
dapat mencerminkan kebudayaan suatu bangsa bahkan memengaruhi kebudayaan
itu sendiri. Selain sebagai sumber dari hiburan populer, film juga menjadi media
untuk mendidik serta memberikan doktrin kepada masyarakat. Film berfungsi
sebagai sebuah proses sejarah atau proses budaya suatu masyarakat yang disajikan
dalam bentuk gambar hidup. Film juga berfungsi sebagai media informasi. Selain
itu, film juga merupakan dokumen sosial. Melalui film, masyarakat dapat melihat
secara nyata apa yang terjadi ditengah-tengah masyarakat tertentu pada masa
tertentu ( Film: Aset Budaya Yang Harus Dilestarikan , par. 5-6).
Sobur (2006:127) mengatakan bahwa kekuatan dan kemampuan film
menjangkau banyak segmen sosial, lantas membuat para ahli berpendapat bahwa
film memiliki potensi untuk memengaruhi khalayaknya.
Dalam perspektif Marxian dalam Irawanto (1995:15). Film sebagai intuisi
sosial dianggap memiliki aspek ekonomis sekaligus ideologis. Film senantiasa
berkisar pada produksi reprentasi bagi masyarakat yang telah disiapkan untuk
berharap memperoleh kesenangan di dalam sistem yang menjami berputarnya
kapital. Dengan demikian, posisi film sesungguhnya berada dalam tarik ulur
ideologi kebudayaan dimana film itu diproduksi.
Film Peekay (PK) menjadi salah satu inovasi yang kreatif, berkelas dan
cukup logis dalam mengkritisi pola kehidupan bermasyarakat di India. Cerita fiksi
ini menjadi media hiburan yang cukup menyentil berbagai pola kehidupan
masyarakat serta sistem yang berantakan dengan caranya yang dapat dikatakan

berkelas dengan mengandalkan ide cerita yang berdasarkan kehidupan sehari-hari


di negara tersebut. Tidak mengherankan bahwa film ini cukup mendapat apresiasi
bagi penikmat film terlebih di Indonesia yang cukup memiliki kedekatan kultur
dengan budaya di India.
Film Peekay (PK), selain menyentil persoalan domestik yang menyangkut
hubungan sesama warga negaranya, juga menyinggung isu-isu yang hangat
dibicarakan tidak hanya oleh masyarakat di India sendiri, tetapi juga dunia. Ada
beberapa isu, salah satunya yaitu, masih memanasnya hubungan bilateral India
dan Pakistan yang berujung kepada sifat sentimen yang cenderung rasis dari
masyarakat masing-masing negara. Permasalahan ini sudah bukan rahasia umum
lagi menjadi semacam konflik yang masih dicari solusinya, dan mungkin disini
sutradara berusaha menengahi konflik tersebut melalui sebuah film. Hal ini sudah
sering dilakukan oleh para sineas dari kedua negara dalam usahanya untuk
mencoba menengahi dengan menampilkan konflik yang tak berujung itu dalam
sebuah film.
Selain isu bilateral Pakistan-India, juga ada isu lain yang juga baru-baru
ini sempat menghebohkan dunia, yaitu isu maraknya pelecehan seksual di India.
Dalam empat dekade, kasus-kasus pemerkosaan yang dilaporkan di India
melonjak hampir 900 persen menjadi 24.923 kasus pada tahun 2012. Menurut
National Crime Records Bureau (NCRB), sejak 2010, kejahatan seksual di India
meningkat 7,1 persen, termasuk kasus pemerkosaan. Hampir satu dari tiga korban
pemerkosaan di India berusia di bawah 18 tahun. Hal ini cukup menjadi perhatian
dunia, termasuk para sineas India dalam memerangi isu tersebut, dan disini

penulis cerita seakan dengan sarkasnya coba menyinggung pemerintah India


khususnya yang bertanggung jawab terhadap perlindungan anak dan wanita yang
seakan tidak berbuat apa-apa dan diam diri melihat makin melonjaknya persentase
kasus tersebut.
Difilm Peekay (PK), Beberapa kasus diatas yang digambarkan dalam film
Peekay (PK) yang menjadi dasar ketertarikan untuk mengkaji lebih lanjut pesanpesan yang ingin disampaikan penulis cerita dalam film tersebut dan kritikan
terhadap kehidupan bermasyarakat India yang bertentangan dengan akal sehat dan
ajaran hidup. Kemudian didukung dengan fakta bahwa film ini cukup
mendapatkan respon positif oleh para penikmat film terutama di Indonesia. Dan
diharapkan dapat memberikan pengetahuan terhadap masyarakat luas dan
menjadikan pelajaran dari setiap makna yang tersirat yang coba disampaikan
penulis pada film ini.
Oleh karena itu peneliti disini merasa perlu mengkajinya lebih lanjut
dengan memberikan judul:
Kritik Sosial terhadap pola kehidupan masyarakat India dalam film
Peekay (PK)

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti dalam penelitian ini
merumuskan masalah sebagai berikut:
1.Apa saja isu yang coba diangkat dalam kehidupan masyarakat India yang coba
digambarkan penulis cerita pada film Peekay (PK) ?

2.Apa saja pesan kritik sosial yang coba disampaikan oleh penulis cerita dalam
film Peekay (PK) ?

C. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian


1.Tujuan Penelitian
a.Untuk mengetahui dan mendeskripsikan apa saja isu yang coba penulis
cerita angkat dan singgung pada pola kehidupan masyarakat India
dalam film Peekay (PK).
b.Untuk mengetahui apa saja pesan kritik sosial yang hendak disampaikan
oleh penulis cerita dalam film Peekay (PK).
2.Kegunaan Penelitian
a.Kegunaan Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya kajian-kajian dalam


rangka pengembangan Ilmu Komunikasi serta dapat menjadi bahan
rujukan bagi mahasiswa yang ingin mengadakan penelitian lebih
lanjut khususnya kajian komunikasi mengenai Makna dan Tanda.

Sebagai bahan masukan mengenai pemaknaan pesan simbolik,


pesan verbal dan nonverbal bagi akademisi yang ingin meneliti
lebih lanjut tentang pemaknaan dalam studi komunikasi tentang
film.

b. Kegunaan Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan


wawasan kepada masyarakat dalam melihat pesan serta kritikan

yang sering coba dikemas dalam suatu media hiburan salah satunya
melalui film.

D. Kerangka Konseptual
Film merupakan salah satu media komunikasi massa. Dikatakan sebagai
media

komunikasi

massa

karena

merupakan

bentuk

komunikasi

yang

menggunakan saluran (media) dalam menghubungkan komunikator dan


komunikan secara massal, dalam arti berjumlah banyak, tersebar dimana-mana,
khalayaknya heterogen dan anonym, dan menimbulkan efek tertentu. Sebagai
media massa, film digunakan sebagai media yang merefleksikan realitas, atau
bahkan membentuk realitas. Cerita yang ditayangkan lewat film dapat berbentuk
fiksi atau non fiksi.
Di zaman modern seperti sekarang ini, film menjadi salah satu wadah dari
komunikasi media massa. Melalui film, informasi, pengetahuan/ilmu, bahkan
ideologi dapat disalurkan kepada masyarakat yang menontonnya. Film yang
merupakan sebuah karya yang dikerjakan oleh sekelompok orang yang memiliki
kredibilitas dan capable dalam memproduksi dan menjadi penghantar sebuah
pesan yang terkandung didalam sebuah film. Melalui film, pesan yang apabila
diterima dengan baik dapat merubah pengetahuan bahkan sikap. Film dan televisi
memiliki kemiripan, terutama sifatnya yang audio visual, tetapi dalam proses
penyampaian pada khalayak dan proses produksinya agak sedikit berbeda (Tan
dan Wright, dalam Ardianto & Erdinaya, 2005:3).

Film sebagai salah satu bagian dari komunikasi massa selalu merupakan
potret masyarakat dimana film itu dibuat. Film selalu merekam realitas yang
tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, dan kemudian memproyeksikan ke
atas layar (Irwanto dalam Sobur, 2006:127).
Dalam sebuah film, tentunya tidak bisa lepas dengan yang namanya
bahasa. Bahasa adalah media dalam berkomunikasi. Bahasa juga mencerminkan
kebudayaan suatu bangsa. Sebagai suatu unsur yang dinamik, bahasa senantiasa
dianalisis serta dikaji dengan menggunakan berbagai pendekatan untuk
mengkajinya. Pendekatan yang digunakan untuk mengkaji bahasa biasanya ialah
pendekatan makna. Filsafat Bahasa merupakan salah satu bidang yang
mempelajari tentang makna. Makna adalah bagian yang tak terpisahkan dari
semantik dan selalu melekat dari apa saja yang kita tuturkan. Ferdinand de
Saussure, seorang ahli bahasa dari Swiss mengungkapkan bahwa tanda-tanda
(atau didalam konteks Saussure adalah kata-kata) memiliki keterkaitan dengan
tanda-tanda lain yang memiliki makna masing-masing. Pengertian makna sendiri
adalah sebagai pengertian atau konsep yang dimiliki atau terdapat pada suatu
tanda linguistik. Dengan kata lain, makna merupakan istilah yang paling ambigu
dan kontroversial dalam teori bahasa.
Terdapat

teori-teori

yang

terkait

yang

menjelaskan

perbedaan

pembentukan makna dalam perilaku komunikasi interpersonal yaitu Coordinated


Management of Meaning Theory. Teori ini dikembangkan Pearce dan Cronen pada
tahun 1980 dengan asumsi bahwa:
Human beings live in communication

Human beings co-create a social reality


Information transactions depend on personal and interpersonal meaning.
Menurut Teori ini, makna bersifat personal dan interpersional. Makna
personal yaitu makna yang telah diperoleh ketika seseorang membawa
pengalaman yang unik ke dalam interaksi. Sementara makna interpersonal adalah
hasil interaksi manakala dua orang setuju terhadap interpretasi masing-masing
pada sebuah interaksi itu. Makna personal dan interpersonal diperoleh dalam
sebuah percakapan dan seringkali makna itu tanpa didasarkan pada banyak
pemikiran.
Menimbang teori-teori komunikasi tentang makna, Terdapat tiga kelompok
teori masing-masing Teori Interaksi Simbolik, Strukturasi dan Konvergensi; Teori
Realitas Sosial dan Budaya; serta Teori Pengalaman dan Interpretasi,yang samasama mempunyai penekanan tentang bagaimana seseorang memaknai suatu
obyek.
Sebagai teori pendekatan menuju analisis semiotika, peneliti memilih
menggunakan Teori Interaksi Simbol yang bawakan oleh George Herbert Mead.
Interaksi simbolik adalah interaksi yang memunculkan makna khusus dan
menimbulkan interpretasi atau penafsiran. Simbolik berasal dari kata simbol
yakni tanda yang muncul dari hasil kesepakatan bersama. Bagaimana suatu hal
menjadi perspektif bersama, bagaimana suatu tindakan memberi makna-makna
khusus yang hanya dipahami oleh orang-orang yang melakukannya.
Apabila dilihat secara umum Simbol merupakan esensi dari teori
interaksionisme simbolik. Teori ini menekankan pada hubungan antara simbol dan

10

interaksi. Teori Interaksi Simbolik merupakan sebuah kerangka referensi untuk


memahami bagaimana manusia, bersama dengan manusia.
Selain mengetahui makna melaui bahasa serta teori-teori komunikasi yang
berkaitan dengan makna, cara lain yang dapat digunakan untuk mengetahui makna
adalah dengan semiotika. Pengertian semiotika adalah langkah atau cara yang
dapat digunakan ketika kita ingin melihat lebih jauh bagaimana konstruksi makna
maupun konstruksi realitas dalam sebuah teks pada sebuah film. Tanda adalah
suatu hal yang memiliki makna tersendiri dan menjadi sebuah komunikator karena
tanda akan menyampaikan pesan-pesan kepada orang yang membacanya. Melalui
sistem makna, sebuah tanda dikenal dalam dua komponen yaitu signifier
(penanda) yang adalah sebuah materi yang membawa makna, merujuk pada
dimensi konkret dari tanda tersebut, dan signified (petanda) yang adalah sisi
abstrak dari tanda, dengan kata lain signified (petanda) adalah makna itu sendiri.
Menurut Fiske, semiotika adalah bagaimana pesan-pesan itu dikonstruksi
oleh tanda-tanda ketika bersinggungan dengan penerima yang menghasilkan
sebuah makna berdasarkan daya pikir dari penerima. Pesan bukan sekedar sesuatu
yang dikirim A ke B melainkan lebih dari itu, pesan adalah suatu elemen yang
terdapat dalam hubungan yang terstruktur dengan elemen-elemen lainnya,
termasuk realitas eksternal (Zulkifli, 2004:18).
Interpretasi atas film ini sendiri akan merujuk pada dua proses pemaknaan
yang dilakukan oleh Monaco, yaitu pemaknaan secara konotatif dan pemaknaan
secara denotatif. Makna denotatif pada film adalah makna apa adanya dari film
tersebut, artinya disini makna lahir pada diri petanda atau interpretan sebagai

11

proses. Sementara itu makna konotatif dari sebuah film adalah sebuah makna
yang tidak terlihat. Makna-makna yang hadir adalah makna secara implisit atau
sebuah makna tersembunyi dari apa yang tampak secara nyata dalam film
tersebut. Proses interpretasi makna konotasi ini senantiasa berkaitan dengan
subjektifitas individu yang melakukan pemaknaan. Hasil pemaknaan tersebut akan
berhubungan dengan latar belakang sosial dari individu tersebut. Oleh sebab itu
bisa jadi sebuah tanda yang sama akan dimaknai secara berbeda oleh individu
dengan latar belakang sosial yang berbeda. Makna denotatif lebih menekankan
pada kedalaman untuk menceritakan kembali isi film. Makna yang lahir secara
denotatif tersebut tidak boleh terlepas atau keluar dari apa yang tampak secara
nyata pada rangkaian film secara keseluruhan.
Adapun tentang pemaknaan sebuah film tidak bisa dilepaskan dari
hubungan struktural tanda dan makna atau sistem pengorganisasian tanda yaitu;
Paradigmatik, yaitu sekumpulan data yang dari dalamnya dipilih satu untuk
digunakan. Dalam semiotik, paradigmatik digunakan untuk mencari oposisioposisi (simbol-simbol) yang ditemukan dalam teks (tanda) yang dapat membantu
memberi makna. Sintagmatik, merupakan pesan yang dibangun dari paduanpaduan tanda yang dipilih. Sintagmatik digunakan untuk menginterpretasikan teks
(tanda) berdasarkan urutan kejadian/peristiwa yang memberikan makna atau
bagaimana urutan peristiwa atau kejadian menggeneralisasikan makna.
Menurut Pierce, tanda adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat
ditangkap oleh panca indera manusia dan merupakan sesuatu yang merujuk
(merepresentasikan) hal lain diluar tanda itu sendiri. Sedangkan objek adalah

12

sesuatu yang menjadi referensi dari tanda. Sementara interpretan adalah tanda
yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda.
Berangkat dari beberapa pengertian dan teori seputar tanda ataupun
simbolik, peneliti menggunakan analisis semiotika dengan pertimbangan bahwa
analisis semiotika lebih memungkinkan dalam pembongkaran ideologi dalam teks
dan gambar film serta analisis semiotika lebih menekankan pada pesan tersirat
dari sebuah film. Analisis semiotika juga adalah pendekatan yang tidak memiliki
aturan yang sangat baku sehingga hal ini dapat memberi ruang bagi peneliti untuk
melakukan eksplorasi lebih mendalam.
Lebih lanjut penulis menggunakan analisis semiotika signifikasi dua tahap
(two order of signification) yang diperkenalkan oleh Roland Barthes yang
menjelaskan mengenai makna denotasi kemudian konotasi serta mitos dan
ideologi dibalik itu.
Gambar 1
Tahap I

Realitas

Tahap II

Tanda

Budaya

Konotasi
Denotasi

Signifier
Mitos

(Sumber : John Fiske. 1990. Introductions. I)

13

Mitos disini tidak dipahami sebagaimana pengertian biasa, tetapi dipahami


sebagai proses pemaknaan itu sendiri. Artinya dalam ruang lingkup penjelasan
semiotika itu sendiri. Mitos adalah cerita yang digunakan suatu budaya untuk
memahami aspek alam atau realitas. Jika konotasi merupakan makna tahap kedua
dari petanda maka mitos adalah makna tahap kedua dari petanda.

14

Gambar 2
Kerangka Konsep
Film Peekay
(PK)

Analisis Semiotik
Roland Barthes

Signifikasi
Denotasi

Signifikasi
Konotasi

1.Makna Tanda (Singgungan/Satir)


2.Pesan Sosial

2.2
2
Pesan Sosial
a. Isu tentang Pakistan India
b. Isu tentang pelecehan seksual di India
c. Isu tentang Budaya Instan
d. Isu tentang Identitas Agama
e. Isu tentang penyelewengan
dengan membawa nama maupun symbol agama

15

E. Definisi Operasional
1. Kritik sosial
Kritik adalah pertukaran pikiran yang jujur. Dalam kenyataan yang
dihadapinya, seseorang membuat pemisahan, perincian, antara nilai dan yang
bukan nilai, arti dan yang bukan arti, baik dan jelek-- kata - kata yang terakhir ini
harus ditangkap dalam arti yang seluas - luasnya; jadi, tidak melulu dalam arti
susila. Kritik adalah penilaian atas nilai. (Kwant, dalam Sobur, 2001:195).
2. Masyarakat India
Masyarakat India tetap terpisah lewat hierarki yang ketat. Memang
sistem kasta secara resmi sudah dihapus, seiring diberlakukkannya konstitusi
dari tahun 1950. Tapi di kawasan pedesaan sistem kasta yang diskriminatif itu
masih tetap diterapkan.Masyarakat India pasca tahun 1990-an memang diakui
makin toleran dan terbuka, seiring kemajuan ekonomi dan pendidikan. Tapi
perbedaan kelas tetap eksis. Sekitar 90 persen perkawinan diatur dan
ditentukan oleh keluarga, jadi tidak bebas berdasar cinta.
Perkawinan antara pemeluk agama yang berbeda, di mana di India 80
persen warga memeluk agama Hindu dan 16 persen Islam, juga sangat jarang
terjadi. Namun film-film Bollywood seperti "Bombay" (1995), "Gadar"
( 2001), "Veer Zaara" (2004) atau "Jodhaa Akhbar" (Akbar, 2008)
menggambarkan terobosan atas tabu ini.
3. Film Peekay (PK)
Peekay (PK) adalah film India yang rilis diakhir tahun 2014,yang
disutradarai oleh Rajkumar Hirani ini berpusat pada seorang Alien yang

16

mendarat di Bumi (Aamir Khan). Baru saja tiba di Bumi, dia sudah mendapat
kesialan. Remote Control berbentuk kalung yang membuatnya bisa
berhubungan dengan planet luar angkasa tempat asal dia, dirampas oleh
seseorang. Tanpa benda berwarna biru dengan kedap kedip buih bak cahaya
itu, dia tidak bisa pulang. Maka bisa-pulang menjadi tujuan penting sang Alien
tanpa nama dan tanpa baju tersebut jalan-jalan di Bumi India.

F. Metode Penelitian
1. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dimulai dari bulan Maret-April 2015, dimana peneliti telah
melakukan pra penelitian dengan membaca literature yang berkaitan dengan objek
penelitian yaitu film Peekay (PK), film yang rilis akhir tahun 2014 yang
digawangi oleh sineas Vidhu Vinod Chopra, beserta rekannya Rajkumar Hirani
dan Siddhart Roy Kapoor sebagai produser, Rajkumar Hirani yang juga
mengambil peran sutradara, dan salah satu aktor hebat klan Khan, Aamir Khan,
yang bermain maksimal sebagai pemeran utama di film ini.

2. Tipe Penelitian
a. Data Primer
Untuk data primer, peneliti melakukan teknik observasi dengan menonton
DVD film Peekay (PK), kemudian peneliti akan melakukan pengamatan dan
menyimak secara menyeluruh secara teliti dan mendalam tiap shot per scene.

17

b. Data Sekunder
Untuk data sekunder, data akan diperoleh melalui studi pustaka dengan
membaca literatur, buku-buku bacaan yang terkait dan tulisan ilmiah yang relevan
dengan objek penelitian.

3. Teknik Analisis Data


Data yang diperoleh akan dianalisis dan dikaji menggunakan pendekatan
kualitatif deskriptif Roland Barthes yaitu analisis tentang hubungan tanda dan
analisis mitos. Dalam mengalisis dan mengkaji film Peekay (PK), penulis
menggunakan pendekatan semiotika Barthes dengan tiga tahap analisis, yaitu :
a. Deskripsi makna denotatif, yakni menguraikan dan memahami makna
denotatif yang disampaikan oleh sesuatu yang tampak secara nyata atau
materiil dari tanda.
b. Identifikasi sistem hubungan tanda dan corak gejala budaya yang
dihasilkan oleh masing-masing tersebut. Ada tiga bentuk hubungan yang
dianalisis yaitu hubungan simbolik, hubungan paradigmatik, dan
hubungan sintagmatik.
c. Analisis mitos, yaitu sebuah film menciptakan mitologi dan ideologi
sebagai sistem konotasi. Apabila dalam denotasi teks mengekspresikan
makna alamiah, maka dalam level konotasi mereka menunjukkan
ideological atau secondary meaning. Semiotika berusaha menganalisis teks
film sebagai keseluruhan struktur dan memahami makna yang konotatif
dan tersembunyi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan tentang Kritik Sosial


1. Kritik Sosial
Semua kemajuan lahir dari kritik, karena tanpa kritik, bangsa manusia
tidak akan mungkin bisa mencapai hasil yang kini dicapainya itu. Banyak orang
berbicara mengenai kritik, baik dalam arti positif maupun negatif. Kritik adalah
sesuatu yang tabu dalam kebudayaan tradisionil. Kritik adalah zat hidup
kebudayaan modern. Kritik adalah sesuatu bentuk kebebasan yang mesti
disesuaikan dengan situasi dan kondisi pada masa kebudayaan transisi ini.
Sementara itu, Muladi menilai, Dinegara berkembang, kritik sering dilihat
sebagai sesuatu yang tidak loyal (disloyality). Padahal, masyarakat yang maju,
kritik justru merupakan sesuatu yang penting, sebagai masukan agar sistem politik
menjadi lebih baik. (Sobur, 2001:194).
Orang memuji kritik sebagai nilai dasar bangsa manusia, sebagai dasar
untuk pandangan yang penuh harapan bagi masa depan. Namun orang juga
menentang kritik sebagai perusakan yang tidak sopan, sebagai penyergapan
terhadap nilainilai suci. Apakah termasuk memuji atau menetang, kebanyakan
orang tidak menyadari tentang hakikat kritik, sifat kritik dan persyaratanpersyaratan kritik.

18

19

Juga mengenai pentingnya kritik dalam tata kehidupan bangsa manusia,


dan dalam susunan hidup-hidup permasyarakatan kita dewasa ini, masih kurang
diinsafi. Juga masih kurang begitu peduli pada apa dan sejauh manakah sesuatu
yang dilontarkan sebagai kritik itu berhak untuk dinamakan kritik

2. Pengertian Kritik Sosial


Dalam kamus besar Indonesia edisi kedua, kritik diartikan sebagai
kecaman atau tanggapan, kadang-kadang disertai uraian pertimbangan baik
buruk terhadap suatu karya pendapat dan sebagainya, menurut Kwant bentuk
kritik dapat dibedakan dalam dua macam yaitu: kritik positif dan kritik negatif.
Kritik negatif artinya sikap kritis yang kesimpulannya tidak menyetujui,
biasanya kritik negatif lebih banyak dibanding kritik positif, sementara kritik
positif artinya suatupenilaian terhadap suatu yang mempunyai kesimpulan
menyetujui.
Kritik berasal dari bahasa yunani yaitu krinein yang berarti memisahkan,
memerinci. Dalam kenyataan tersebut, manusia membuat pemisahan dan
perincian antara nilai dan bukan nilai, arti dan bukan arti, baik dan jelek. Jadi
kritik suatu penilaian terhadap kenyataan dalam sorotan norma. Dalam buku
berjudul Mens en Kritiek. R.C. Kwant (1975:12) menuliskan bahwa kritik
menentukan nilai suatu kenyataan yang dihadapinya. Dalam melontarkan kritik,
tidak cukup hanya mengetahui kenyataan yang ada, namun orang yang
melancarkan kritik harus berusaha menentukan apakah yang dihadapinya itu

20

benar-benar seperti yang seharusnya. Oleh karenanya,orang tersebut harus


mengetahui sebelumnya bagaimana seharusnya (Kwant, 1975:90).
Kepekaan sosial atau social sensitivity, merupakan inti suatu kritik
sosial. Menurut Astrid S. Susanto (1977:5), kritik sosial biasanya dihubungkan
dengan perlunya situasi ideal dan perilaku ideal (ideal conduct). Suatu kritikan
selalu menginginkan perubahan, hingga kritik selalu berorientasi ke masa
depan. Oleh karena itu suatu kritik perlu dilandasi data dan pengetahuan yang
tepat, yaitu agar prediksi tentang masalah dalam bermasyarakat jadi tepat,
setepat mungkin.
Kritik sosial yang murni kurang didasarkan pada peneropongan
kepentingan diri saja, melainkan justru menitikberatkan dan mengajak khalayak
untuk memperhatikan kebutuhan-kebutuhan dalam masyarakat. Suatu media
kritik sosial karenanya didasarkan pada rasa tanggung jawab atau pengontrol
bahwa manusia sama-sama bertanggung jawab atas perkembangan lingkungan
sosialnya. Kritik sosial antara lain sebagai control terhadap jalannya sebuah
sistem sosial atau merupakan proses bermasyarakat, dalam kontek inilah kritik
sosial merupakan salah satu faktor penting dalam memelihara sistem sosial.

3. Fungsi Kritik Sosial


Adanya kritik dalam suatu masyarakat, mencerminkan perubahan yang
sedang dialami oleh masyarakat itu (Susanto, 1985:106). Jika suatu kritik sosial
ingin memenuhi fungsinya dengan efektif, harus memenuhi beberapa langkah

21

dan syarat. Kritik sosial sebagai pendapat pribadi, tidak terorganisir, akan hilang
lenyap dalam saingan pendapat.
Ternyata kritik sosial juga perlu melembagakan diri menemukan saluransaluran yang dapat lebih menjelaskan, memfokuskan, memerinci dan
merumuskan dalam langkah-langkah operasional mengenai apa yang akan
diusulkan untuk diperbaiki. Kritik sosial perlu juga melepaskan diri dari ikatanikatan komunal maupun kepentingan pribadi.
Data dan lingkungan lebih luas diperlukan oleh suatu kritik untuk dapat
berperan dan berpengaruh. Mengingat bahwa suatu kritik sosial bukan lagi
merupakan suatu milik pribadi. Sekali ia disebarkan di masyarakat, maka mau
tidak mau efektifitas kritik sosial akan sangat melekat.

B. Tinjauan tentang Film


1. Film sebagai Media Komunikasi Massa
Film merupakan alat komunikasi massa yang muncul pada akhir abad
ke- 19. Film merupakan alat komunikasi yang tidak terbatas ruang lingkupnya,
dimana didalamnya menjadi ruang ekspresi bebas dalam sebuah proses
pembelajaran massa. Kekuatan dan kemampuan film menjangkau banyak
segmen sosial, yang membuat banyak para ahli film membentuk suatu
pandangan dimasyarakat dengan muatan pesan didalamnya. Hal ini didasarkan
atas argument yang mengatakan bahwa film adalah potret dari realitas
dimasyarakat. Film selalu merekam realitas yang tumbuh dan berkembang

22

didalam masyarakat dan kemudian memproyeksikannya kedalam layar (Sobur,


2003 : 126-127).
Film sebagai suatu bentuk karya seni, banyak maksud dan tujuan yang
terkandung di dalam pembuatannya. Hal ini dipengaruhi juga oleh pesan yang
ingin disampaikan oleh pembuat film tersebut. Meskipun cara pendekatannya
berbeda, dapat dikatakan setiap film mempunyai suatu sasaran, yaitu menarik
perhatian orang terhadap muatan masalah-masalah yang dikandung. Selain itu
film dirancang untuk melayani keperluan publik terbatas maupun publik tak
terbatas ( Sumarno, 1996 : 10 ). Hal ini disebabkan pula adanya unsur idiologi
dari pembuat film diantaranya unsur budaya, sosial, psikologis, penyampaian
bahasa film, dan unsur yang menarik ataupun merangsang imajinasi khalayak
( Irawanto, 1999 : 88 ).
Film merupakan transformasi dari kehidupan manusia di mana nilai
yang ada di dalam masyarakat sering sekali dijadikan bahan utama pembuatan
film. Seiring bertambah majunya seni pembuatan film dan lahirnya seniman
film yang makin handal, banyak film kini telah menjadi suatu narasi dan
kekuatan besar dalam membentuk klise massal. Film juga dapat dijadikan
sebagai media propaganda oleh pihak-pihak tertentu di dalam menarik perhatian
masyarakat dan membentuk kecemasan ketika dipertontonkan, contoh tentang
kekerasan, anti sosial, rasisme dan lain-lain. Kecemasan ini muncul berasal dari
keyakinan bahwa isi pesan mempunyai efek moral, psikologis, dan masalah
sosial yang merugikan.

23

Memahami makna pesan dalam suatu film merupakan suatu hal yang
sangat kompleks. Hal ini dapat dilihat terlebih dahulu dari arti kata makna yang
merupakan istilah yang sangat membingungkan. Menurut beberapa ahli linguis
dan filusuf, makna dapat dijelaskan : ( 1 ) menjelaskan makna secara ilmiah, (2)
mendeskripsikan kalimat secara ilmiah, ( 3 ) menjelaskan makna dalam proses
komunikasi ( Sobur, 2001 : 23 ). Sedangkan definisi makna yang dikemukakan
Brown adalah sebagai kecenderungan total untuk menggunakan atau bereaksi
terhadap suatu bentuk bahasa. Wendell Jhonson menambahkan pandangannya
terhadap ihwal teori dalam konsep makna di antaranya :
1. Makna ada dalam diri manusia. Makna tidak terletak pada kata kata
melainkan pada manusia, dalam hal ini kita menggunakan kata kata untuk
mendekati makna yang ingin kita komunikasikan. Kata kata tidak secara
lengkap dan sempurna menggambarkan makna yang kita maksud, demikian
juga makna yang didapat oleh pendengar dari pesan-pesan kita amati berbeda
dengan makna yang ingin kita komunikasikan.
2. Makna berubah. Kata kata relatif statis, makna dari kata kata terus
berubah, dan ini khususnya terjadi pada dimensi emosional dari makna.
3. Makna membutuhkan acuan. Komunikasi mengacu pada dunia nyata,
komunikasi hanya masuk akal bilamana ia mempunyai kaitan dengan dunia
atau lingkungan eksternal.
4. Penyingkatan yang berlebihan akan mengubah makna. Berkaitan dengan
gagasan bahwa makna membutuhkan acuan adalah masalah komunikasi yang
timbul akibat penyingkatan berlebihan tanpa mengaitkannya dengan acuan
yang kongkrit dan dapat diamati.

24

5. Makna tidak terbatas jumlahnya. Pada suatu saat tertentu, jumlah kata dalam
suatu bahasa terbatas, tetapi maknanya tidak terbatas, karena itu suatu kata
mempunyai banyak makna, hal ini dapat menimbulkan masalah bila sebuah
kata diartikan secara berbeda oleh dua orang yang sedang berkomunikasi.
6. Makna dikomunikasikan hanya sebagian. Makna yang kita peroleh dari suatu
kejadian bersifat multi aspek dan sangat kompleks, tetapi hanya sebagian saja
dari makna makna ini yang benar benar dapat dijelaskan ( Sobur, 2003 :
256 -259 ).
Teori yang bisa digunakan dalam memecahkan makna ungkapan dengan
cara mengidentifikasi sesuatu adalah dengan teori Ideasonal (The Ideational
Theory). Menurut Alston teori Ideasonal menghubungkan makna dengan suatu
idea tahu representasi psikis yang ditimbulkan kata atau ungkapan tersebut kepada
kesadaran atau bisa dikatakan teori ini mengidentifikasi makna dengan gagasan
yang ditimbulkan oleh suatu ungkapan. Teori ini melatarbelakangi pola pikir
orang mengenai bahasa sebagai suatu instrumen atau alat bagi komunikasi pikiran,
sebagai gambaran fisik dan eksternal dari suatu keadaan internal, bila mana orang
menetapkan

suatu

kalimat

sebagai

suatu

rangkaian

kata-kata

yang

mengungkapkan suatau pikiran yang lengkap. Bahasa hanya dipandang sebagai


alat atau gambaran lahiriah dari gagasan atau pikiran manusia ( Sobur, 2003 : 260261 ).
Tatkala media dikendalikan oleh berbagai kepentingan idiologis, media
sering dituduh sebagai perumus realitas sesuai dengan ideologi yang
melandasinya. Artinya sebuah ideologi itu menyusup dan menanamkan
pengaruhnya lewat media secara tersembunyi dan mengubah pandangan setiap

25

orang secara tidak sadar ( Sobur, 2003 ; 113 ). Media bukan cuma menentukan
realitas seperti apa yang akan dikemukakan namun media juga harus bisa memilah
siapa yang layak dan tidak layak masuk menjadi bagian dari realitas itu. Dalam
hal ini media bisa menjadi control yang bisa mempengaruhi bahkan mengatur isi
pikiran dan keyakinan di dalam masyarakat.
Film sendiri merupakan perkembangan dari fotografi yang ditemukan oleh
Joseph Nicephore Niepce dari Prancis pada tahun 1826. Penyempurnaan dari
fotografi yang berlanjut akhirnya mendorong rintisan penciptaan film itu sendiri.
Nama-nama penting dalam sejarah penemuan film ialah Thomas Alva Edison dan
Lumiere Bersaudara (Sumarno, 1996 : 2). Dari awal pemunculan film sampai
sekarang banyak bermunculan sineas-sineas yang makin terampil dalam membuat,
meramu segala unsur untuk membentuk sebuah film. Dari berbagai pemikiran
seorang pembuat film yang dituangkan dalam karyanya maka film dapat
digolongkan menjadi film cerita dan noncerita. Film cerita sendiri memiliki
beberapa genre atau jenis film dengan durasi waktu yang berbeda-beda pula. Ada
yang berdurasi 10 menit hingga beberapa jam. Genre sendiri dapat diartikan
sebagai jenis film yang ditandai oleh gaya, bentuk, atau isi film itu sendiri. Ada
yang menyebutkan film drama, film horror, film klasikal, film laga atau film
action , film fiksi ilmiah dan lain-lain.
Film yang juga merupakan media komunikasi, tidak mencerminkan atau
bahkan merekam realitas; seperti medium representasi yang lain film hanya
mengkonstruksi dan menghadirkan kembali gambaran dari realitas melalui kode

26

- kode, konvensi konvensi, mitos dan ideologi ideologi dari kebudayaannya


sebagai cara praktik signifikasi yang khusus dari medium ( Turner, 1991 : 128 ).
Dalam pembuatan film cerita diperlukan proses pemikiran dan proses
teknis. Proses pemikiran berupa pencarian ide, gagasan atau cerita yang akan
dikerjakan. Sedangkan proses teknis berupa ketrampilan artistik untuk
mewujudkan segala ide, gagasan atau cerita menjadi film yang siap ditonton. Oleh
karena itu suatu film terutama film cerita dapat dikatakan sebagai wahana
penyebaran nilai nilai ( Effendy, 2002 : 16 ).

2. Sejarah Perkembangan Film


Pada abad ke 19 terlihat perkembangan yang pesat dari bentuk visual
sebagai budaya populer. Industri banyak memproduksi lentera bergerak/ diorama,
buku kumpulan foto-foto, dan ilustrasi fiktif. Pada masa itu pula berkembang jenis
hiburan yang dapat dinikmati secara visual. Sirkus, freak shows, taman hiburan,
dan pagelaran musik seringkali berkeliling dari kota ke kota sebagai tontonan
yang terbilang murah. Produksi dan biaya perjalanan yang tinggi tidak seimbang
secara ekonomis. Bioskop muncul sebagai suatu alternatif hiburan yang mudah,
dengan cara yang lebih sederhana dalam menyajikan hiburan diantara masyarakat
luas. Bioskop awalnya ditemukan. pada tahun 1890-an. Muncul pada masa
revolusi industri sama halnya seperti masa kemunculan telepon, phonograph, dan
automobil. Bioskop menjadi peranti teknologi yang menjadi basis industri yang
lebih besar lagi.
a) Masa Pra-Gambar Bergerak/ Motion Pictures.

27

Awalnya ilmuwan menemukan fakta bahwa manusia sangat tertarik pada


sesuatu yang bergerak, namun tidak dapat jelas melihat jika pergerakan itu lebih
dari 16 gerakan per detik. Berdasarkan penemuan ini dibuatlah sebuah mainan
bergerak semacam diorama yang memproyeksikan bayangan sebuah gambar. Lalu
berkembanglah alat-alat lain yang menjadi prinsip dasar sebuah bioskop kelak,
antara lain:
- Pada 1832 Fisikawan Belgia Joseph Plateau dan profesor geometri Austria
Simon Stampfer menemukan Phenakistoscope. Lalu setelah itu ditemukan juga
Zoetrope pada 1833. Prinsip yang sama dari kedua mainan ini yang nantinya
digunakan pada film.
- Satu hal yang sangat penting bagi penemuan bioskop adalah kemampuan
fotografi yang bisa mencetak gambar pada bidang datar. Foto tersebut dicetak
pada lempeng kaca oleh Claude Nipce di tahun 1826. Lalu diproyeksikan per
lempeng untuk setiap gerakan. Proses ini memakan waktu beberapa menit setiap
frame-nya.
- Henry Fox Talbot memperkenalkan negatif terbuat dari kertas.
- Selanjutnya George Eastman di tahun 1888, menemukan stil kamera yang
mampu menghasilkan foto diatas rol kertas halus dan sensitif/sensitized. Kamera
ini dinamai Kodak, fotografi sederhana hingga orang awam pun mampu
menggunakan kamera ini.
- Tahun berikutnya Eastman menemukan rol film seluloid yang transparan untuk
stil kamera.

28

- Pada tahap akhirnya dikembangkan pula mesin proyeksi intermitten yang


mengkoordinasikan pergerakan roll selulosa dan mengatur cahaya
- Pada tahun 1890-an berdasarkan kondisi teknis bioskop resmi ada
- Pada 1891 Thomas Edison dan seorang asisten W. K. L. Dickson menemukan
alat yang baik untuk menampilkan rol selulosa dengan menggabungkan
Kinetograf dan Kinetoscope. Dickson memotong rol Eastman selebar 1 inchi (35
millimeters). Dickson pun melubangi rol disetiap kanan kiri, 4 lubang pada setiap
framenya. Lubang ini dapat ditarik gigi pemutar pada kinestoscope.
- Lalu Edison mengembangkan Phonograf buatannya untuk dapat mendengarkan
rekaman suara berbarengan dengan putaran rol selulosa. Mendengarkan phonograf
ini menggunakan alat bantu earphone.
b) Awal Perkembangan Pembutan Film dan Pertunjukan

Industri film pada awalnya hanya menampilkan cerita nyata atau non fiksi.

Berkembang

film

jenis

Scenics,

yang

seringkali

menampilkan

pemandangan alam atau daerah tertentu secara panorama.

Berkembang juga jenis pertunjukan berita.

Recreated film, atau film yang dibuat setting di dalam studio. Setting
tersebut dibuat mirip dengan aslinya.

1895, Film fiksi pertama dibuat oleh Lumires berjudul Arroseur arros
dengan sedikit komedi.

Berdasarkan situs Wikipedia Indonesia, menurut Sergei Eisentein, tanggal


kelahiran film secara resmi adalah 20 Desember 1895, yakni sewaktu Lumiere

29

bersaudara mendemonstrasikan untuk pertama kali penemuan mereka dimuka


khalayak ramai di Grand Caf, Paris. Saat itu pulalah lahirlah sebuah tontonan
yang sangat menakjubkan.
Fenomena perkembangan film yang begitu cepat dan tak terprekdisikan
membuat film kini disadari sebagai fenomena budaya yang progresif. Bukan saja
oleh negara-negara yang memiliki industri film besar, tapi juga oleh negara negara
yang baru akan memulai industri filmnya.

3. Definisi dan Fungsi Film


Secara harfiah, film (sinema) adalah cinematographie yang berasal dari
kata cinema (gerak), tho atau phytos (cahaya), dan graphie atau grhap (tulisan,
gambar, citra). Jadi pengertiannya adalah melukis gerak dengan cahaya. Agar
dapat melukis gerak dengan cahaya, harus menggunakan alat khusus, yang biasa
disebut kamera.
Film sebagai karya seni sering diartikan hasil cipta karya seni yang
memiliki kelengkapan dari beberapa unsur seni untuk memenuhi kebutuhan yang
sifatnya spiritual. Dalam hal ini unsur seni yang terdapat dan menunjang sebuah
karya fim adalah: seni rupa, seni fotografi, seni arsitektur, seni tari, seni puisi
sastra, seni teater, seni musik. Kemudian ditambah lagi dengan seni pantomin dan
novel. Kesemuannya merupakan pemahaman dari sebuah karya film yang terpadu
dan biasa kita lihat.
Menurut pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33
Tahun 2009 Tentang Perfilman (UU baru tentang perfilman) Film adalah karya

30

seni budaya yang merupakan pranata sosial dan media komunikasi massa yang
dibuat berdasarkan kaidah sinematografi dengan atau tanpa suara dan dapat
dipertunjukkan.
Dalam sejarah perkembangan film, terdapat tiga tema besar dan satu atau
dua tonggak sejarah yang penting (McQuail, 1987:13). Tema pertama ialah
pemanfaatan film sebagai alat propaganda. Tema ini penting terutama dalam
kaitannya dengan upaya pencapaian tujuan aslinya dan masyarakat. Hal tersebut
berkenaan dengan pandangan yang menilai bahwa film memiliki jangkauan,
realism, pengaruh emosional, dan popularitas yang hebat. Kedua tema lainnya,
dalam sejarah film ialah munculnya beberapa aliran seni film (Huaco dalam
McQuail, 1987 : 51) dan lahirlah aliran film dokumentasi sosial. Kedua
kecenderungan tersebut merupakan suatu penyimpangan dalam pengertian bahwa
keduanya hanya menjangkau minoritas penduduk dan berorientasi ke realisme.
Terlepas dalam hal itu, keduanya mempunyai kaitan dengan tema film
sebagai alat propaganda. Sebagai komunikasi massa, film dimaknai sebagai
pesan yang disampaikan dalam komunikasi filmis yang memahami hakikat, fungsi
dan efeknya. Sedang dalam praktik sosial, film dilihat tidak sekedar ekspresi seni
pembuatnya, tetapi interaksi antar elemen-elemen pendukung, proses produksi,
distribusi maupun eksebisinya, bahkan lebih jauh dari itu, perspektif ini
mengasumsikan interaksi antara film dengan idelogi serta kebudayaan dimana
film diproduksi dan dikonsumsi.
Secara umum, film dapat dibagi atas dua unsur pembentuk, yakni unsur
naratif dan unsur sinematik. Keduanya saling berinteraksi dan berkesinambungan

31

satu sama lain untuk membentuk sebuah film. Unsur naratif adalah bahan (materi)
yang akan diolah, sementara unsur sinematik adalah cara (gaya) untuk
mengolahnya. Dalam film cerita, unsur naratif adalah perlakuan terhadap cerita
filmnya, sedangkan unsur semantik merupakan aspek-aspek teknis pembentuk
film.
Pratista dalam buku Memahami Film menyatakan bahwa secara umum
film dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :
a. Film dokumenter
Fokus utama dalam film dokumenter adalah penyajian fakta. Film
dokumenter berhubungan dengan orang-orang, tokoh, peristiwa, dan lokasi yang
nyata. Film dokumenter tidak menciptakan suatu peristiwa atau kejadian namun
merekam peristiwa yang sungguh-sungguh terjadi atau otentik. Film dokumenter
dapat digunakan untuk berbagai macam maksud dan tujuan seperti informasi atau
berita, biografi, pengetahuan, pendidikan, hingga sebagai sarana propaganda
dalam bidang politik.
b. Film fiksi
Film fiksi adalah film yang terikat oleh plot. Dari sisi cerita, film fiksi
sering menggunakan cerita rekaan di luar kejadian nyata serta memiliki konsep
pengadeganan yang telah dirancang sejak awal. Manajemen produksinya lebih
kompleks karena biasanya menggunkan pemain serta kru dalam jumlah yang
besar.
c. Film Eksperimental

32

Film eksperimental tidak memiliki plot namun memiliki struktur.


Strukturnya sangat dipengaruhi oleh insting subyektif sineas seperti gagasan, ide,
emosi, serta pengalaman batin mereka. Film eksperimental umumnya berbentuk
abstrak dan tidak mudah dipahami. Hal ini disebabkan karena mereka
menggunakan simbol-simbol personal yang mereka ciptakan sendiri.
Film adalah salah satu media massa yang tidak hanya menyajikan hiburan
bagi yang orang yang menontonnya, tetapi juga memiliki fungsi yang beragam.
Seiring dengan berjalannya waktu, industri perfilman dunia terus bergerak
dinamis. Film dijadikan sarana informasi yang dikemas artistik mengenai kondisi
politik, ekonomi, sosial dan budaya sebuah bangsa melalui konten yang diusung
dalam film tersebut. Film memiliki potensi yang besar dalam menyalurkan
pendidikan sehingga dapat membentuk dan mengubah perilaku penontonnya.
Bahkan beberapa perusahaan menggunakan film untuk mengiklankan produk dan
jasa mereka dengan tujuan pemasaran dan hal-hal bersifat komersil lainnya.
Namun petikan menarik Marshall McLuhan dalam bukunya yang berjudul
Understanding Media (Campbell, 223:2005) yang mengatakan bahwa :
The movie is not only a supreme expression of mechanism, but paradoxically it
offers as product the most magical of costumer commodities, namely dreams.
(Film tidak hanya merupakan ekspresi tertinggi dari mekanisme, tapi secara
paradoks ia menawarkan produk yang paling magis bagi komoditas konsumen,
yaitu mimpi).
Film bisa menjadi bumerang bagi siapa saja yang tidak mampu menyaring
pesan dan informasi yang terkandung dalam sebuah film. Ini menyadarkan kita

33

bahwa apa yang disajikan film tidak semuanya memiliki muatan positif.
Merupakan tantangan tersendiri bagi masyarakat untuk lebih cerdas memilih
tontonan yang berkualitas agar tidak terjebak dalam realitas dan lingkungan tiruan
dari media yang kompleks.
Seperti halnya media komunikasi massa yang lain, film terlahir sebagai
sesuatu yang tidak bisa lepas dari akar lingkungan sosialnya. Media massa
merupakan sebuah bisnis, sosial, budaya, sekaligus merupakan sebuah politik.
Dalam konteks hubungan media dan publik, seperti halnya media massa yang
lain, film juga menjalankan fungsi utama media massa seperti yang dikemukakan
oleh Laswell dalam Mulyana (2007 : 37) sebagai berikut:
a. The Surveillance of the environment. Artinya media massa mempunyai fungsi
sebagai pengamat lingkungan, yaitu sebagai pemberi informasi tentang hal-hal
yang berada di luar jangkauan penglihatan masyarakat luas.
b. The correction of the parts of society to the environment. Artinya media massa
berfungsi untuk melakukan seleksi, evaluasi dan interpretasi informasi. Dalam
hal ini peranan media adalah melakukan seleksi mengenai apa yang pantas dan
perlu unuk disiarkan.
c. The transmission of the social heritage from one generation to the next.
Artinya media merupakan sarana penyampaian nilai dan warisan sosial budaya
dari satu generasi ke generasi lainnya. Fungsi ini merupakan fungsi
pendidikan oleh media massa.

34

Disamping itu film sebagai media komunikasi massa mengenal pula


beberapa fungsi komunikasi sebagai berikut:
a. Hiburan, film hiburan adalah film dengan sasaran utamanya adalah untuk
memberikan hiburan kepada khalayaknya dengan isi cerita film, geraknya,
keindahannya, suara dan sebagainya agar penonton mendapat kepuasan secara
psikologis. Film-film seperti inilah yang biasanya diputar di bisokop dan
ditayangkan di televisi.
b. Penerangan, film penerangan adalah film yang memberikan penjelasan
kepada penonton tentang suatu hal atau permasalahan,sehingga penonton
mendapat kejelasan atau paham

tentang hal tersebut dan dapat

melaksanakannya.
c. Propaganda, film propaganda adalah film dengan sasaran utama untuk
mempengaruhi penonton, agar penonton menerima atau menolak ide atau
barang, membuat senang atau tidak senang terhadap sesuatu, sesuatu dengan
keinginan si pembuat film. Film propaganda biasa digunakan dalam kampanye
politik atau promosi barang dagangan.

4. Film sebagai Teks


Sebagai media audio visual, film memiliki karakteristik yang berbeda
dengan format tanda yang terdapat dalam iklan cetak (visual saja), bahasa
(tekstual saja), atau siaran radio (audio saja). Memang ada banyak jalan dalam
memaknai teks-teks yang terdapat dalam film, misalnya, memaknai unsur
gramatikalnya, unsure penokohannya, teknik visualisasinya, atau apanyalah yang

35

menurut anda menarik. Namun, jika kita hanya memaknai teks foto hanya
berangkat dari satu frame/ shoot saja tak ubahnya kita memaknai teks yang
terdapat dalam fotografi. Film merupakan terminology gambar yang bergerak
(visual dinamis). Berbeda dengan fotografi yang berupa gambar statis. Film bisa
menghadirkan unsur dinamis dari obyek yang ditampilkan.
Film tersusun atas teks-teks yang telah tertata dalam alur narasi yang jelas.
Jika menggunakan istilah Barthes foto terbangun atas teks-teks yang bererita/
naratif/ proaeretik, sehingga dalam pemaknaannya kita tidak boleh menafikan
teks-teks yang lain, bahkan teks yang berada di luar teks tersebut (konteks).
Studi tentang semiotika film pada awalnya terbatas pada permasalahan
sintaksis, sintagma, gramtikal, yang cenderung pada studi kebahasaan. Meskipun
demikian, banyak tokoh yang menggunakan trikotomi Peirce (ikon, indeks,
symbol), Semakin berkembang, ternyata kajian semiotika film semakin diminati
dan akhirnya ditemukanlah sisi yang khas dari analisis semiotic film yakni
perbandingan percakapan, tulisan dan pesan teatrikal. Dalam teks film ada banyak
aspek yang bisa dijadikan unit analisis. Seperti pada tataran visual, kita dapat
memaknai teks-teks yang berupa ekspresi dan aksi langsung para aktornya, setting
dimana adegan dibuat, lighting dan angle pengambilannya serta artefak-artefak
lain yang muncul dalam penggambaran ceritanya. Sedangkan pada tataran audio,
aspek akustik/music, syair lagu, dialog, monolog, sound effect, atau jika ada voice
air naratornya.
Baik semiotika mazhab Peirce maupun Barthes dapat digunakan dalam
pemaknaan teks-teks film. Langkahnyapun tidak jauh berbeda dengan pemaknaan

36

teks yang berada dalam karya fotografi. Hanya saja perlakuannya lebih ekstra
karena memang film merupakan teks yang bisa tersusun dalam sebuah alur yang
tidak mungkin untuk diputus-putus. Ada banyak permasalahan yang bisa diangkat
ke dalam studi semiotika, namun tetap berangkat dari persoalan-persoalan yang
menunjukkan

adanya

masalah

dalam

teksnya,

misalnya

film

tersebut

menyinggung masalah ideology, budaya (termasuk subkultur didalamnya), atau


permasalahan permasalahan yang ditimbulkan dari teks-teks yang membuat
penonton penasaran.
Saussure dalam Martinet (2010 : 45) meminjam istilah-istilah linguistic untuk
memaknai fenomena.
Saya menyarankan bahwa kita seharusnya memerlukan seluruh fenomena
layaknya bahasa. Seperti halnya bahasa yang memiliki kata-kata yang dirangkai
secara bersamaan untuk membentuk kalimat yang bermakna sesuai sintaks dan
tata bahasa, fenomena material mengandung tanda-tanda yang diberikan makna
oleh sebuah relasi.
Untuk merinci analoginya, seluruh sistem tanda ia gambarkan sebagai teks. Ilmu
tentang tanda dinamai semiotika atau jika dalam isitilah Ferdinand de Saussure
lebih populer dengan nama semiologi.
Tanda dibagi Saussure ke dalam dua komponen, siginifier (penanda) dan
signified (petanda). Signifier adalah bunyi yang bermakna atau coretan yang
bermakna (aspek material), yakni apa yang dikatakan dan apa yang ditulis dan
dibaca. Signified adalah gambaran mental, yakni pikiran atau konsep aspek mental
dari bahasa. Kedua unsur ini seperti dua sisi mata uang atau selembar kertas.

37

Mudahnya esensi meja, pakaian, gedung, ekspresi wajah adalah barisan contoh
dari signifier. Sementara konsepsi fungsi meja, makna pakaian kebaya, ide
filosofis sebuah karya arsitektur, adalah sebuah deretan contoh signified.
Penemuan Saussure ini lantas dikembangkan oleh Roland Barthes. Ia
mengatakan bahwa jenis budaya populer apapun dapat diurai kodenya dengan
membaca tanda-tanda di dalam teks adalah hak otonom atau hak penuh
pembacanya alias penonton. Saat sebuah karya selesai dibuat pengarangnnya,
makna yang dikandung karya itu sepenuhnya bukan lagi miliknya, melainkan
milik pembacanya untuk menginterpretasikannya sedemikian rupa.

C. Semiotika : Denotatif, Konotatif dan Mitos


Semiotika secara terminologis adalah ilmu yang mempelajari sederetan
luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda. Menurut
Eco, semiotik sebagai ilmu tanda (sign) dan segala yang berhubungan
dengannya

cara

berfungsinya,

hubungannya

dengan

kata-kata

lain,

pengirimannya, dan penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya.


Seluruh aktifitas manusia dalam keseharian selalu diliputi berbagai
kejadian-kejadian yang secara langsung atau tidak langsung, disadari atau taksadar, memiliki potensi makna yang terkadang luas nilainya jika dipandang dari
sudut-sudut yang dapat mengembangkan suatu objek pada kaitan-kaitan yang
mengindikasikan suatu pesan atau tanda tertentu. Jika diartikan melaui suatu
penjelasan maka akan dapat diterima oleh orang lain yang menyepakati.

38

Semiotika, yang biasanya didefinisikan sebagai pengkajian tanda-tanda


(the study of signs), pada dasarnya merupakan sebuah studi atas kode-kode, yaitu
sistem apapun yang memungkinkan kita memandang entitas-entitas tertentu
sebagai tanda-tanda atau sebagai sesuatu yang bermakna ( Scholes, 1982: ix
dalam Kris Budiman, 2011: 3).
Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda.
Tanda-tanda adalah perangkat yang dipakai dalam upaya berusaha mencari jalan
di kehidupan ini, di tengah-tengah manusia dan bersama dengan manusia.
Semiotika, atau dalam istilah Barthes, semiologi pada dasarnya hendak
mempelajari bagaimana kemanusiaan ( humanity ) memaknai hal-hal ( things ).
Memaknai ( to signify ) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan
mengkomunikasikan ( to communicate ). Memaknai berarti bahwa obyek-obyek
tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana obyek-obyek itu hendak
berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem berstruktur dari tanda ( Barthes,
1988:179).
Interprestasi terhadap sesuatu hal yang ada dalam suatu realitas kehidupan
yang didalamnya terdapat simbol simbol atau tanda, kemudian akan di
apresiasikan dan dikonstruksikan ke dalam suatu media pesan bisa berupa teks,
gambar ataupun film. Dalam mempersepsikan realitas didunia akan sangat
dipengaruhi oleh pengetahuan dan pengalaman sesorang, hal tersebut nantinya
akan banyak menentukan hasil interpretasi terhadap suatu hal.
1. Semiotika Dibalik Tanda dan Makna

39

Awal mulanya konsep semiotik diperkenalkan oleh Ferdinand de Saussure


melalui dikotomi sistem tanda: signified dan signifier atau signifie dan significant
yang bersifat atomistis. Konsep ini melihat bahwa makna muncul ketika ada
hubungan yang bersifat asosiasi atau in absentia antara yang ditandai (signified)
dan yang menandai (signifier). Tanda adalah kesatuan dari suatu bentuk
penanda (signifier) dengan sebuah ide atau petanda (signified). Dengan kata lain,
penanda adalah bunyi yang bermakna atau coretan yang bermakna. Jadi,
penanda adalah aspek material dari bahasa yaitu apa yang dikatakan atau didengar
dan apa yang ditulis atau dibaca. Petanda adalah gambaran mental, pikiran, atau
konsep. Jadi, petanda adalah aspek mental dari bahasa (Bertens, 2001:180).
Dalam berkomunikasi, seseorang menggunakan tanda untuk mengirim
makna tentang objek dan orang lain akan menginterpretasikan tanda tersebut. Halhal yang memiliki arti simbolis tak terhitung jumlahnya dalam sebuah film.
Kebanyakan film memberikan setting arti simbolik yang penting sekali. Dalam
setiap bentuk cerita sebuah simbol adalah sesuatu yang konkret yang mewakili
atau melambangkan.
Objek bagi Saussure disebut referent. Hampir sama dengan Peirce yang
mengistilahkan interpretant untuk signified dan objek untuk signifier. Bedanya
Saussure memaknai objek sebagai referent dan menyebutkannya sebagai unsur
tambahan dalam proses penandaan. Contoh, ketika orang menyebut kata anjing
(signifier) dengan nada mengumpat maka hal tersebut merupakan tanda kesialan
(signified). Begitulah, menurut Saussure Signifier dan signified merupakan
kesatuan, tak dapat dipisahkan, seperti dua sisi dari sehelai kertas .

40

Saussure mengembangkan bahasa sebagai suatu sistem tanda. Semiotik


dikenal sebagai suatu disiplin yang mengkaji tanda, proses menanda dan roses
menandai. Bahasa adalah sebuah jenis tanda tertentu. Dengan demikian dapat
dipahami jika ada hubungan antara linguistic dan semiotic.
Saussure menggunakan istilah semiology yang memiliki pengertian
yang sama dengan semiotic aliran Peirce. Kata semiotic memiliki rival pada kata
Semiology. Kedua kata ini kemudian digunakan untuk mengidentifikasikan
adanya dua tradisi dari semiotik. Tradisi linguistik menunjukkan tradisi-tradisi
yang berhubungan dengan nama-nama Saussure sampai Hjelmslev dan Barthes
yang menggunakan istilah semiologi. Sedangkan yang menggunakan teori yang
umum tentang tanda-tanda dalam tradisi yang dikaitkan dengan nama-nama Peirce
dan Morris, menggunakan istilah semiotic. Kata Semiotika kemudian diterima
sebagai sinonim dari kata semiologi.
Ahli-ahli semiotika dari aliran Saussure menggunakan istilah-istilah
pinjaman dari linguistik. Pada masa sesudah Saussure,teori linguistic yang paling
banyak menandai studi semiotik adalah teori Hjelmslev, seorang strukturalist
Denmark. Pengaruh itu tampak terutama dalam semiologi komunikasi. Teori ini
merupakan pendekatan kaum semiotika yang hanya memperhatikan tanda-tanda
yang disertai maksud (signal) yang digunakan dengan sadar oleh mereka yang
mengirimkannya (si pengirim) dan mereka yang menerimanya (si penerima). Para
ahli semiotika ini tidak berpegang pada makna primer (denotasi) tanda yang
disampaikan, melainkan berusaha untuk mendapatkan makna sekunder (konotasi).

41

Menurut

Saussure,

tanda

mempunyai

dua

entitas,

yaitu

signifier

(signifiant/wahana tanda/penanda/yang mengutarakan/simbol) dan signified


(signifie/makna/petanda/yang diutarakan/thought of reference). perdebatkannya.
Inilah semena-mena yang lalu tersepakati tanpa kesepakatan formal.
Tanda menurut Saussure adalah kombinasi dari sebuah konsep dan sebuah
sound-image yang tidak dapat dipisahkan. Hubungan antara signifier dan signified
adalah arbitrary (mana suka). Tidak ada hubungan logis yang pasti diantara
keduanya, yang mana membuat teks atau tanda menjadi menarik dan juga
problematik pada saat yang bersamaan.
Saussure berpendapat bahwa elemen dasar bahasa adalah tanda-tanda
linguistik atau tanda-tanda kebahasaan, yang biasa disebut juga kata-kata. Tanda
menurut Saussure merupakan kesatuan dari penanda dan petanda. Walaupun
penanda dan petanda tampak sebagai entitas yang terpisah namun keduanya hanya
ada sebagai komponen dari tanda. Tandalah yang merupakan fakta dasar dari
bahasa. Artinya kedua hal dari tanda itu tidak dapat dipisahkan. jika pemisahan
berlaku maka hanya akan menghancurkan kata tersebut.
Selanjutnya tanda kebahasaan menurut Saussure bersifat arbitrair, atau
semena-mena. Artinya tidak ada hubungan alami dari petanda dan penanda.
Sebagai contoh tentang ini bahwa orang tidak dapat mengerti mengapa hewan
yang selalu digunakan sebagai kendaraan tunggangan tersebut bernama kuda,
atau orang jawa katakan sebagai jaran. Tanda kebahasaan tersebut tidak dapat
dipikirkan sebabnya, tetapi semua orang dapat mengerti bahwa itu kuda, atau

42

jaran, tanpa harus memperdebatkannya. Inilah semena-mena yang lalu


tersepakati tanpa kesepakatan formal.

2. Teori Paradigmatik dan Sintagmatik


Setiap mata rantai dalam rangkaian wicara mengingatkan orang pada
satuan bahasa lain. Dan, karena satuan itu berbeda dari yang lain dalam bentuk
dan makna, inilah yang disebut hubungan asosiatif atau paradigmatis. Hubungan
asosiatif juga disebut in absentia, karena butir-butir yang dihubungkan itu ada
yang muncul, ada yang tidak dalam ujaran. Asosiataif bersifat psikis: bisa
berbicara dengan diri sendiri tanpa mengamati bibir dan geraknya ketika
seseorang berbicara. Contoh hubungan asosiatif dalam kehidupan sehari-hari
adalah terdapat dalam kata burung. Kata burung ini bisa diasosiasikan sebagai
alat kelamin laki-laki. Jadi, asosiasi mengandung makna konotasi.
Asosiasi berarti juga ada unsur yang sama dalam pembentukkannya,
misalnya: ships dapat diasosiasikan dengan birds, flags, dst. Dix-neuf (sembilan
belas) secara asosiasi solider dengan dix-huit (delapan belas) dan soixante (tujuh
puluh), dan sebagainya, dan secara sintagmatis, solider dengan unsur-unsurnya
yaitu dix (sepuluh) dan neuf (sembilan). Hubungan ganda itulah yang memberinya
sebagian dari valensinya; dan solidaritas inilah yang membatasi kesemenaan.
Sedangkan hubungan-hubungan sintagmatis adalah hubungan di antara
mata rantai dalam suatu rangkaian ujaran. Hubungan sintagmatis disebut juga
hubungan in praesentia karena butir-butir yang dihubungkan itu ada bersama
wicara. Dalam wacana, kata-kata bersatu demi kesinambungan, hubungan yang

43

didasari oleh sifat langue yang linear, yang meniadakan kemungkinan untuk
melafalkan dua unsur sekaligus.

3. Analisis Teori Sastra Semiotik.


Charles Sanders Peirce (Zoest, 1992), ahli filsafat dan tokoh terkemuka
dalam semiotika modern Amerika menegaskan bahwa manusia hanya dapat
berfikir dengan sarana tanda, manusia hanya dapat berkomunikasi dengan sarana
tanda. Tanda yang dimaksud dapat berupa tanda visual yang bersifat non-verbal,
maupun yang bersifat verbal.
Menurut Peirce kata semiotika, kata yang sudah digunakan sejak abad
kedelapan belas oleh ahli filsafat Jerman Lambert, merupakan sinonim kata
logika. Logika harus mempelajari bagaimana orang bernalar. Penalaran, menurut
hipotesis Pierce yang mendasar dilakukan melalui tanda-tanda. Tanda-tanda
memungkinkan manusia berfikir, berhubungan dengan orang lain dan memberi
makna pada apa yang ditampilkan oleh alam semesta. Semiotika bagi Pierce
adalah suatu tindakan (action), pengaruh (influence) atau kerja sama tiga subyek
yaitu tanda (sign), obyek (object) dan interpretan (interpretant).
Peirce (dalam Hoed,1992) tanda adalah sesuatu yang mewakili sesuatu.
Sesuatu itu dapat berupa pengalaman, pikiran, gagasan atau perasaan. Jika
sesuatu, misalnya A adalah asap hitam yang mengepul di kejauhan, maka ia dapat
mewakili B, yaitu misalnya sebuah kebakaran (pengalaman). Tanda semacam itu
dapat disebut sebagai indeks; yakni antara A dan B ada keterkaitan (contiguity).
Sebuah foto atau gambar adalah tanda yang disebut ikon.

44

Foto mewakili suatu kenyataan tertentu atas dasar kemiripan atau


similarity (foto Angelina Jolie, mewakili orang yang bersangkutan, jadi
merupakan suatu pengalaman). Tanda juga bisa berupa lambang, jika hubungan
antara tanda itu dengan yang diwakilinya didasarkan pada perjanjian (convention),
misalnya lampu merah yang mewakili larangan (gagasan) berdasarkan
perjanjian yang ada dalam masyarakat. Burung Dara sudah diyakini sebagai tanda
atau lambang perdamaian; burung Dara tidak begitu saja bisa diganti dengan
burung atau hewan yang lain, dan seterusnya.
Peirce mengemukakan teori segitiga makna atau triangle meaning yang
terdiri dari tiga elemen utama, yakni tanda (sign), object, dan interpretant. Tanda
adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap oleh panca indera
manusia dan merupakan sesuatu yang merujuk (merepresentasikan) hal lain di
luar tanda itu sendiri.
Tanda menurut Peirce terdiri dari Simbol (tanda yang muncul dari
kesepakatan), Ikon (tanda yang muncul dari perwakilan fisik) dan Indeks (tanda
yang muncul dari hubungan sebab-akibat). Sedangkan acuan tanda ini disebut
objek. Objek atau acuan tanda adalah konteks sosial yang menjadi referensi dari
tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda.
Interpretant atau pengguna tanda adalah konsep pemikiran dari orang yang
menggunakan tanda dan menurunkannya ke suatu makna tertentu atau makna
yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda.Hal
yang terpenting dalam proses semiosis adalah bagaimana makna muncul dari
sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang saat berkomunikasi.

45

4. Prinsip Semiotika Menurut Roland Barthes.


Roland Barthes adalah penerus pemikiran Saussure. Saussure tertarik pada
cara kompleks pembentukan kalimat dan cara bentuk-bentuk kalimat menentukan
makna, tetapi kurang tertarik pada kenyataan bahwa kalimat yang sama bisa saja
menyampaikan makna yang berbeda pada orang yang berbeda situasinya.
Roland Barthes meneruskan pemikiran tersebut dengan menekankan interaksi
antara teks dengan pengalaman personal dan kultural penggunanya, interaksi
antara konvensi dalam teks dengan konvensi yang dialami dan diharapkan oleh
penggunanya. Gagasan Barthes ini dikenal dengan order of signification,
mencakup denotasi (makna sebenarnya sesuai kamus) dan konotasi (makna ganda
yang lahir dari pengalaman kultural dan personal). Saussure mengintrodusir istilah
signifier dan signified berkenaan dengan lambang-lambang atau teks dalam suatu
paket pesan, maka Barthes menggunakan istilah denotasi dan konotasi untuk
menunjukkan tingkatan-tingkatan makna (Pawito, 2007: 163) Di sinilah titik
perbedaan Saussure dan Barthes meskipun Barthes tetap mempergunakan istilah
signifier-signified yang diusung Saussure.
Penjelasan diatas menjadi salah satu latar belakang penulis menggunakan
analisis semiotika milik Roland Barthes, sebab menurut penulis di dalam sebuah
film yang terdapat beberapa unsur yang mendukung bagusnya suatu film,
diantaranya adalah gambar dan teks, ketika saatnya tiba melakukan pemetaan
makna dari setiap adegan dan setiap teks (dialog) yang dipilih, hasil pemaknaan
yang muncul bisa saja melahirkan beberapa tingkat makna.

46

Dan dari beberapa tingkatan makna tersebut, akan menghasilkan sebuah


artian bahasa yang tidak biasa-biasa. Seperti dalam gambaran sebelumnya yang
menjelaskan bahwa pemaknaan Barthes nantinya akan memiliki tingkatan makna,
maka hasil pemaknaan dari penulis juga yang akan diteliti dari segi unsur gambar
dan teks (dialog) film memiliki tingkatan makna. Dimulai dari makna
sesungguhnya, makna kiasan, dan makna yang diinginkan oleh pencetus film
untuk dipahami oleh penonton.
Bagi Barthes, faktor penting dalam konotasi adalah penanda dalam tataran
pertama. Penanda tataran pertama merupakan tanda konotasi. Barthes juga melihat
aspek lain dari penandaan yaitu mitos yang menandai suatu masyarakat.
Mitos menurut Barthes terletak pada tingkat kedua penandaan, jadi setelah
terbentuk sistem sign-signifier-signified, tanda tersebut akan menjadi penanda
baru yang kemudian memiliki petanda kedua dan membentuk tanda baru.
Konstruksi penandaan pertama adalah bahasa, sedang knstruksi penandaan kedua
merupakan mitos. Konstruksi penandaan tingkat kedua ini dipahami Barthes
sebagai metabahasa (metalanguage).
Mitos disini tidak dipahami sebagai pengertian biasa, tetapi dipahami
sebagai proses pemaknaan itu sendiri. Dalam signifikasi tahap kedua ini mitos
dipandang sebagai bagaimana kebudayaan menjelaskan atau memahami beberapa
aspek tentang realitas atau gejala alam. Mitos merupakan produk kelas sosial yang
sudah mempunyai suatu dominasi.
Mitos menurut Barthes adalah sebuah sistem komunikasi yang demikian
dia adalah pesan. Mitos kemudian tak dapat menjadi sebuah objek, sebuah konsep

47

atau ide, karena mitos adalah sebuah mode penandaan yakni sebuah bentuk. Mitos
sebagai sebuah bentuk tidak dibatasi objek pesannya, tetapi dengan cara apa mitos
menuturkan pesan itu.
Kita bisa menemukan ideologi dalam teks dengan jalan meneliti konotasikonotasi yang terdapat didalamnya salah satu cara adalah dengan mencari
mitologi dalam teks-teks semacam itu. Ideologi adalah sesuatu abstrak. Mitologi
(kesatuan mitos-mitos yang koheren) menyajikan inkarsi makna-makna yang
tersembunyi wadah dalam ideologi harus dapat diceritakan. Cerita itulah mitos.
Jadi, ketika suatu tanda yang memiliki makna konotasi kemudian
berkembang menjadi makna denotasi, maka makna denotasi tersebut akan
menjadi mitos. Misalnya: Pohon beringin yang rindang dan lebat menimbulkan
konotasi keramat karena dianggap sebagai hunian para makhluk halus. Konotasi
keramat ini kemudian berkembang menjadi asumsi umum yang melekat pada
simbol pohon beringin, sehingga pohon beringin yang keramat bukan lagi menjadi
sebuah konotasi tapi berubah menjadi denotasi pada pemaknaan tingkat kedua.
Pada tahap ini, pohon beringin yang keramat akhirnya dianggap sebagai sebuah
Mitos.
Menurut Barthes penanda (signifier) adalah teks, sedangkan petanda
(signified) merupakan konteks tanda (sign). Roland Barthes (1915-1980)
menggunakan teori siginifiant-signifi dan muncul dengan teori mengenai
konotasi. Perbedaan pokoknya adalah Barthes menekankan teorinya pada mitos
dan pada masyarakat budaya tertentu (bukan individual). Barthes mengemukakan
bahwa semua hal yang dianggap wajar di dalam suatu masyarakat adalah hasil

48

dari proses konotasi. Perbedaan lainnya adalah pada penekanan konteks pada
penandaan. Barthes menggunakan istilah expression (bentuk, ekspresi, untuk
signifiant) dan contenu (isi, untuk signifi). Secara teoritis bahasa sebagai sistem
memang statis, misalnya meja hijau memang berarti meja yang berwarna hijau.
Ini disebutnya bahasa sebagai first order. Namun bahasa sebagai second order
mengijinkan kata meja hijau mengemban makna persidangan. Lapis kedua ini
yang disebut konotasi.

D. Makna Konotasi dan Denotasi.


Pada tataran permukaan, yang nampak pada film hanyalah penggalanpenggalan gambar yang diambil dari objek yang direkam untuk kemudian
dipertontonkan kepada orang lain. Namun, tak sekedar itu, kini dikembangkan
adanya rekayasa film untuk merekam kenyataan menjadi suatu kesatuan yang
menggambarkan realitasnya tersendiri. Banyaknya gambar yang terekam dengan
cepat dirasakan menemukan maknanya sendiri sehingga tak heran kemudian film
bisa dipilah-pilah sesuai dengan runtutan gambar yang nampak di mata penonton.
Secara denotasi, film dipahami sebagaimana adanya, dan penikmat film
tidak perlu berusaha banyak untuk lebih mengenali dan memahami secara
mendalam. Inilah yang menjadi kekuatan sebuah film sebab lebih bisa
memberikan sesuatu yang mirip dengan kenyataan serta mengkomunikasikan
sesuatu dengan teliti yang jarang dilakukan oleh bahasa tulisan maupun lisan.
Sistem bahasa mungkin lebih berkemampuan untuk mengemukakan dunia ide

49

secara imaginatif, tapi sistem bahasa tidak begitu sanggup untuk menyampaikan
informasi terperinci tentang realita-realita fisik.
Secara konotasi, film laksana meteor yang membutuhkan interpretasi lebih
dalam untuk mendapatkan gambaran akan makna. Lebih lanjut, film
menghadirkan kode-kode yang makna tandanya bersifat implisit, yaitu sistem
kode yang tandanya bermuatan makna-makna tersembunyi. Kekuatan makna
bukan terletak pada apa yang dilihat tapi justru apa yang tidak dilihat, sehingga
aspek konotasi dalam film menjadi aspek esensial. Kehadiran sebuah imaji dalam
film tidak sekedar karena bacaan visual dalam pola optikal menurut alur tertentu,
namun pengalaman mental yang merupakan stock of knowledge yang
menyediakan kerangka referensi dan rujukan bagi individu dalam kesatuan
tindakannya.
Makna tersembunyi ini adalah makna yang menurut Barthes merupakan
kawasan ideologi atau mitologi. Berbicara tentang ideologi sebagai sebuah
fenomena bahasa, ideologi bisa muncul sebagai suatu yang tidak disadari namun
menggiring manusia pada satu titik baik sepakat ataupun tidak sepakat. Althusser
dalam Rakhmani (2006:31) mengatakan bahwa ideologi berfungsi untuk
mereproduksi hubungan-hubungan produksi, hubungan di antara kelas-kelas dan
hubungan manusia dengan dunianya, sebab ideologi merupakan praktek yang
didalamnya individu-individu dibentuk dengan pembentukan ini sekaligus
menentukan orientasi sosial agar dapat bertindak dalam struktur ini melalui
berbagai cara yang selaras dengan ideologi.

50

Pada dasarnya, konotasi timbul disebabkan masalah hubungan sosial atau


hubungan interpersonal, yang mempertalikan kita dengan orang lain. Karena itu,
bahasa manusia tidak sekedar menyangkut masalah makna denotatif atau
ideasional dan sebagainya.

E. Film sebagai Representasi dan Realitas Sosiokultural


Sihabuddin (20:2011) menyatakan bahwa budaya dan komunikasi tidak
dapat dipisahkan, oleh karena budaya tidak hanya menentukan siapa bicara siapa,
tentang apa, dan bagaimana komunikasi berlangsung, tetapi budaya juga turut
menentukan orang menyandi pesan, makna yang ia miliki untuk pesan dan
kondisi-kondisinya untuk mengirim, memperhatikan, dan menafsirkan pesan.
Sebenarnya, seluruh perbendaharaan perilaku kita sangat tergantung pada budaya
kita dibesarkan. Konsekuensinya, budaya merupakan landasan komunikasi. Bila
budaya beraneka ragam, maka beragam pula praktik-praktik komunikasi.
OSullivan dalam bukunya Studying The Media : An Introduction
menyatakan bahwa selain buku, video, rekaman, surat kabar, dan komik, film juga
merupakan media yang memiliki konsekuensi dari sifat pesan itu sendiri serta
memiliki kemampuan teknis untuk merekam dan mereproduksi pesan dalam
bentuk yang bervariasi sebagai hasil dari informasi dan keabadian sejarah.
Representasi merujuk kepada konstruksi segala bentuk media (terutama
media massa) terhadap segala aspek realitas atau kenyataan, seperti masyarakat,
objek, peristiwa, hingga identitas budaya. Representasi ini bisa berbentuk katakata atau tulisan, bahkan juga dapat dilihat dalam bentuk gambar bergerak atau
film. (www.aber.ac.uk)

51

Irawanto (2004) berpendapat bahwa film merupakan ekspresi budaya yang


digarap dengan menggunakan kaidah sinematografi dan mencerminkan budaya
pembuatnya. Di negara kita, pemanfaatan film sebagai duta budaya bangsa
menjadi sangat efektif karena penonton dapat melihat kesenian dan kebudayaan
Indonesia. Namun film tidak hanya mengkonstruksikan nilai-nilai budaya tertentu
dalam dirinya, tetapi juga tentang bagaimana nilai-nilai tersebut diproduksi dan
kemudian dikonsumsi oleh masyarakat. Jadi, terdapat semacam proses pertukaran
kode-kode kebudayaan dalam aktivitas menonton film sebagai representasi
budaya.
Masih dalam buku yang sama, OSullivan juga menjelaskan bahwa budaya
mengutamakan cara kita memahami dan berhubungan dengan situasi sosial. Kita
disosialisasikan ke dalam situasi tertentu dari orientasi budaya atau cara untuk
memahami dunia, dan ini mencakup dua dimensi tertentu. Pertama-tama, budaya
mengacu pada keyakinan, nilai, dan kerangka acuan di mana kita belajar untuk
memahami pengalaman kita setiap hari dan berkelanjutan. Kedua, setiap definisi
budaya harus mencakup cara orang komunikasi sebagai fokus utama karena
menyoroti pandangan yang oleh Murdock (1974) dinyatakan bahwa budaya
tersebut bukan hanya mengenai koleksi benda-benda, tetapi akumulasi
pemahaman dan tanggapan menghadapi serangkaian kondisi sosial.
Film dan budaya memiliki hubungan timbal balik. Pembuatan film tidak
hanya terinspirasi dari sebuah budaya namun saat ini film justru dapat
menciptakan budaya baru. Littlejohn (409:2009) menjelaskan bahwa lingkungan
tiruan yang dibentuk media memberitahu apa yang harus kita lakukan.
Lingkungan ini membentuk selera, pilihan, kesukaan, dan kebutuhan kita. Oleh

52

sebab itu, nilai-nilai dan perilaku sebagian besar orang sangat dibatasi oleh
realitas yang disimulasikan dalam media. Kita mengira bahwa kebutuhan
pribadi kita terpenuhi, tetapi kebutuhan ini sebenarnya adalah kebutuhan yang
disamakan yang dibentuk oleh penggunaan tanda-tanda dalam media.
Bagi Marshall McLuhan dan Harold Adams Innis (dalam Littlejohn),
media merupakan perpanjangan pikiran manusia, jadi media yang menonjol dalam
penggunaan membiaskan masa historis apa pun. Tesis McLuhan adalah bahwa
manusia beradaptasi terhadap lingkungan melalui keseimbangan atau rasio
pemahaman tertentu, dan media utama masa tersebut menghadirkan rasio
pemahaman tertentu yang memengaruhi persepsi.
Bagaimana pun hubungan yang terjalin antara film dan budaya,
representasi di sini harus dilihat sebagai upaya menyajikan ulang sebuah realitas.
Dalam usaha ini, film tidak akan pernah disajikan sebagai realitas aslinya. Film
sebagai repesentasi budaya hanyalah sebagai second hand reality. Hal tersebut
disebabkan oleh adanya sentuhan dan cara pandang sutradara yang turut
memengaruhi bagaimana pesan dalam sebuah film disajikan.

F. Film Sebagai Kritik Sosial


Film selain berfungsi sebagai media hiburan, juga dapat dimanfaatkan
sebagai media kritik. Karena bagaimanapun juga, film tetap memuat ideologi
pembuatnya. Film sebagai ideologi jelas memiliki konteks yang berbeda daripada
film sebagai sebuah produk hiburan. Akan tetapi, sangat terbuka kemungkinan
bagi film sebagai komoditi hiburan untuk tetap bersifat ideologis, karena pada

53

dasarnya sebuah film secara otomatis pasti memuat gagasan pemikiran para
pembuatnya baik secara implisit maupun eksplisit.
Sebagai kritik sosial, film mengungkapkan sebuah kondisi sosial
masyarakat yang terkait dengan nilai-nilai yang dianut ataupun nilai-nilai yang
menjadi pedoman. Film hadir dengan berbagai latar belakang. Ia merupakan
sebentuk seni sekaligus praktik sosial, yang memuat berbagai unsur, baik sosial,
politik, budaya, psikologi, serta estetis film, dimana kesemua unsur tersebut
berada dalam hubungan yang dinamis. Oleh karena itu, jelas bahwa film tidaklah
hanya menampilkan ulang akan suatu gambaran realitas. Ia tidak hanya
merepresentasikan, merefleksikan atau sekedar cermin realitas melainkan
melakukan konstruksi pula terhadap realitas.
Film tidak dapat dipungkiri mampu merekam suatu zaman, kondisi
masyarakat tertentu ataupun kode-kode budaya saat film tersebut diproduksi
sekalipun ia tidak pernah diarahkan serta dimaksudkan untuk hal itu. Hal ini
senada dengan apa yang dituturkan Ron Mottram dalam tulisannya Cinema and
Communication: Films reflects the cultural codes of society ini which they are
produced .

BAB III
GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN

Cover Film PEEKAY (PK)

A. Sinopsis Film Peekay (PK)


Peekay merupakan film India yang dirilis akhir tahun 2014 lalu, bercerita
tentang seorang alien yang diperankan oleh artis Aamir Khan, berkunjung ke bumi
dalam misi mempelajari kebudayaan manusia mendadak terdampar di wilayah
Rajahstan, India tepatnya kota Mandawa. Ketika pertama kalinya menginjakkan
kaki di bumi, alien tersebut langsung kebingungan melihat keadaan di bumi serta
aktivitas manusianya. Tetapi malang, kalung yang menjadi senjata sekaligus
remote control untuknya kembali ke planetnya berasal dicuri oleh manusia yang

54

55

pertama dia lihat di bumi. Alien tersebut panic dan berusaha mencari kalungnya
tersebut.
Suatu hari ini bertemu dengan saudagar kaya yang menjadi saudaranya. Ia
diajak oleh saudagar tersebut ketempat prostitusi, namun apa yang dilakukannya
di sana, ia hanya memegang tangan PSK selama 6 jam untuk menyerap ilmu
pengetahuan dan bahasa yang ada pada diri PSK. Hal hasil ia bisa berbicara dan
kembali bertemu dengan saudagar tersebut. Ia menjelaskan tujuannya dan apa
yang dicari di bumi kepada saudagar tersebut. Ia menjelaskan bahwa kalungnya
telah dicuri, dan saudagar itu menyarankan untuk mencarinya di Dehli.
Sedangkan ditempat lain (Brussels, Belgia) seorang jurnalis bernama
Jaggu yang sedang melakukan liputan di Eropa yang sedang bersiap untuk melihat
pertunjukkan artis favoritnya tiba-tiba bertemu Sarfaraz (Sushant Singh) seorang
mahasiswa arsitektur yang juga sedang bekerja di Brussels. Singkat cerita, mereka
berdua lalu saling mencintai satu sama lain. Tapi miris cinta mereka sempat
terhalang karena masalah perbedaan agama dan negara. Jaggu berasal dari
keluarga India penganut Hindu fanatic sedangkan Sarfaraz seorang Muslim taat
asal Pakistan. Keduanya pun lalu berpisah untuk waktu yang cukup lama.
Sementara itu alien tersebut memutuskan mencari kalungnya di Delhi,
dalam pencarian kalung tersebut banyak orang yang mengira ia sedang mabuk
sehingga ia dijuluki Peekay (Pemabuk). Di Delhi dia bertemu dengan Jaggu
seorang wanita jurnalis disebuah stasion televisi. Jaggu tertarik dengan Peekay,
kenapa tingkahnya begitu aneh, Peekay mencari Tuhan melalui selebaran brosur,
karena tingkah anehnya orang-orang menyebutnya Peekay yang artinya mabuk
dalam bahasa India. Ternyata dalam perncarian kalungnya Peekay selalu bertanya
dimana kalungnya kepada manusia sekitar. Namun manusia tidak ada yang tahu,

56

dan kebanyakan mereka menyarankan kenapa tidak kau tanyakan kepada Tuhan.
Banyak sekali ia mendengar kata Tuhan setiap ia bertanya kepada manusia. Ia pun
memutuskan, untuk mencari Tuhan dan bertanya kepada Tuhan dimana
kalungnya. Dalam pencarian Tuhan, Peekay sudah begitu banyak melakukan
ritual-ritual keagamaan. Pada klimaksnya ia mulai beropini tentang agama dan
mulai berdiskusi dengan salah seorang pemuka agama di India.
B. Profil Sutradara Film Peekay (PK)
Rajkumar Hirani lahir pada 20 November 1962 di Nagpur. Rajkumar
Hirani mengenyam pendidikan di SMA St. Francis De'Sales, Nagpur,
Maharashtra. Ia lulusan bidang perdagangan, orangtuanya ingin ia menjadi
seorang Akuntan tetapi ia lebih tertarik ke dunia film. Ia lalu masuk ke sekolah
teater di Mumbai, India untuk belajar menjadi seorang actor. Tetapi ia tidak bisa
beradaptasi dengan baik disana lalu ia kembali ke Nagpur dan kuliah di Institut
Film dan Televisi di Pune. Ia mengambil jurusan editing sembari menekuni bidang
sutradara lewat kursus dan mendapat beasiswa disana.
Awal mula karir Rajkumar Hirani sebagai editor ialah menjadi editor
dalam iklan Fevicol lalu kemudian Kinetic Luna . Sukses besar dalam industri
iklan membuatnya tidak sabar untuk masuk ke industri film yang sebenarnya. Ia
mulai bekerja dengan Vidhu Vinod Chopra dan bersama-sama mengerjakan
promo trailer film 1942: A Love Story (1994) setelah itu untuk Kareeb (1998) dan
setelah itu untuk film penuh pertamanya Mission Kashmir (2000) dan Tere Liye
(2001).
Sedangkan debutnya sebagai sutradara ditunjjukan melalui film Munna
Bhai MBBS (2003) yang mendapatkan apresiasi yang positif dari para penikmat
dan pemerhati film di India dan dianggap sebagai debutnya yang menawan. Film

57

itu sendiri mendapatkan rekor film terlaris pada saat itu. Setelah itu pada 2006,
Rajkumar membuat Lage Raho Munna Bhai dan 3 Idiots (2009), yang dibintangi
Aamir Khan, R. Madhavan, Sharman Joshi, Kareena Kapoor, Omi Vaidya,
Parikesit Sahni dan Boman Irani, dan mendapat tanggapan yang positif dari
kritikus film India serta berhasil mendapatkan pendapatan tertinggi. Dan pada
2014 salah satu masterpiece dari Rajkumar menyedot perhatian banyak kalangan
dengan Peekay (PK) yang mendapatkan rating 8.4 dari IMDB, salah satu website
reviewer film dan serial tv terkenal di dunia.
C. Profil PemainFilm Peekay (PK)
Tokoh Utama
Aamir Khan
Aamir Khan memulai kariernya sebagai seorang aktor dalam film anak
milik pamannya sendiri, Nasir Hussain dalam film Yaadon Ki Baaraat (1973).
Sebelas tahun kemudian Khan terjun ke karier profesionalnya dengan
film Holi (1984). Pada film Qayamat Se Qayamat Tak (1988), ia memenangkan
penghargaan pertamanya dalam festival film sebagai debut aktor terbaik (Filmfare
Award for Best Debut Actor). Dan pada tahun 1990-an, Khan menerima
penghargaan sebagai aktor terbaik dalam acara Filmfare Award untuk
penampilannya di film Raja Hindustani (1996). Pada tahun 2001, ia memulai
debutnya sebagai produser film dengan nominasi Academy Award Lagaan. Khan
juga mendapatkan penghargaan kedua sebagai aktor terbaik dalam acara Filmfare
Award untuk perannya dalam film Lagaan.
Awal karir film Khan dimulai sebagai aktor muda di sebuah rumah
produksi yang dibuat oleh pamannya, berjudul Yaadon Ki Baraat (1973)

58

dan Madhosh (1974). Sebelas tahun kemudian, ketika dia dewasa, debut
aktingnya dimulai dalam peran yang tidak terlalu dikenal dalam film Ketan
Mehta's Holi (1984).
Peran penting pertama Khan yang menuai sukses datang pada tahun 1988
dalam film Qayamat Se Qayamat Tak yang disutradarai oleh sepupunya Nasir
Hussain Mansoor Khan. Film ini sukses dan efektif melesatkan karier Khan
sebagai aktor utama. Setelah mengambil peran 'pahlawan coklat khas', dia pun
menjadi idola remaja. Khan juga membintangi film yang mendapatkan
penghargaan kritikus Raakh, sehingga mendapat penghargaan pertamanya pada
penghargaan nasional untuk penghargaan khusus dewan juri. Setelah itu, dia terus
muncul dalam film-film lain di era akhir 1980-an dan awal 1990-an: Dil (1990),
yang menjadi film terlaris tahunan, Dil Hai Ke Manta Nahin (1991), Jo Jeeta
Wohi Sikandar (1992), Hum Hain Rahi Pyar Ke (1993) (untuk yang menulis
skenario juga), Rangeela (1995), dan Andaz Apna Apna. Kebanyakan film-film ini
sangat sukses dan banyak mendapat apresiasi oleh para pecinta film.
Khan terlibat dalam produksi satu atau dua film setahun. Satu-satunya
film yang dirilis pada tahun 1996 adalah film arahan Varun Darshan, Raja
Hindustan. Berkat film tersebut dia mendapat penghargaan Filmfare Award
sebagai aktor terbaik. Sebelumnya, ia juga pernah memenangkan 7 penghargaan
yang kemudian membuatnya menjadi hit terbesar tahunan, serta ketiga tertinggi
terlaris film India pada 1990-an. Pada tahun 1997, ia bersama-bintang
dengan Ajay Devgan dan Juhi Chawla beraksi dalam film Ishq. Pada tahun 1998,
Khan muncul dalam film Ghulam dan hasilnya cukup sukses. Rilis pertama Khan

59

pada tahun 1999, juga cukup sukses, mendapatkan peringkat di atas rata-rata
dalam box office.
Pada tahun 2001, ia muncul di film Lagaan. Film ini juga sangat sukses
dan dinominasikan sebagai Film Berbahasa Asing Terbaik di Academy Awards 74.
Selain itu, film ini banyak mendapat pujian kritis di beberapa festival film
internasional, dan film ini juga banyak mendapatkan Penghargaan film nasional.
Khan juga memenangkan penghargaan Filmfare Award sebagai Pemeran terbaik
yang kedua kalinya. Film ini terus menjadi salah satu film Hindi yang paling
populer di barat.
Keberhasilan Lagaan diikuti oleh film Dil Chahta Hai akhir tahun itu, di
mana Khan menjadi peran utama bersama dengan Akshaye Khanna, Saif Ali
Khan, dan Preity Zinta. Film ini ditulis dan disutradarai oleh Farhan Akhtar yang
merupakan seorang pendatang baru. Menurut kritikus. Karakter pemeran yang
digambarkan difilm ini modern, ramah tamah dan kosmopolitan. Film ini memang
cukup baik dan sukses di sebagian besar kota-kota urban.
Khan sempat absen berperan selamat empat tahun. Ia kembali berakting
pada tahun 2005 dalam film Ketan Mehta's Mangal Pandey: The Rising, berperan
sebagai martir yang membantu memicu Pemberontakan India tahun 1857
atau Perang Pertama Kemerdekaan India.
Aamir Khan mendapat Penghargaan dalam acara Filmfare Award
sebagai Aktor terbaik untuk perannya di Rang De Basanti (2006). Pada tahun
2007, dia membuat debut sebagai sutradara dengan menyutradarai film Taare
Zameen Par, yang membuatnya mendapat penghargaan sebagai Sutradara Terbaik

60

dalam acara Filmfare Award. Kemenangan ini diikuti oleh Film Ghajini (2008),
yang menjadi film dengan penjualan terlaris, dan film 3 Idiots (2009), yang telah
menjadi film Bollywood yang paling sukses sepanjang masa. Pada tahun 2010,
Pemerintah India menobatkannya sebagai Bhushan Padma karena sumbangannya
terhadap perfilman India.
Di film Peekay (PK) ia berperan sebagai Peekay, seorang alien yang pergi
ke bumi untuk mempelajari kebudayaan manusia. Tetapi ketika tiba di bumi,ia
dihadapkan pada masalah - masalah yang pelik tentang kehidupan manusia di
bumi dan berbagai pelajaran hidup yang ia dapatkan.

Tokoh Pembantu Utama

Anushka Sharma

Sosok wanita cantik kelahiran Ayodhya, Uttar Pradesh, India, pada 1 Mei
1988 adalah seorang aktris, produser dan juga mantan model papan atas India
yang mulai dikenal setelah dirinya ikut membintangi film Bollywood yang
berjudul Rab Ne Bana Di Jodi bersama seorang aktor legendaris Bollywood
Shahrukh Khan, pada tahun 2008. Dalam film itu ia manuk nominasi sebagai
Aktris Terbaik. Beberapa filmnya yang lain antara lain Badmaash Company
(2010), Band Baaja Baaraat (2010), Patiala House (2011), Ladies vs Ricky Bahl
(2011), Jab Tak Hai Jaan (2012) pada film ini yang mendapat penghargaan Aktris
Terbaik, Matru Ki Bijlee Ka Mandola (2013), NH 10 (2014), P.K. (2014), Bombay
Velvet (2014).
Pada film Peekay (PK). Ia berperan sebagai Jagat Janani alias Jaggu. Ia
adalah seorang jurnalis TV yang sedang ditugaskan meliput di Belgia dan bertemu

61

cinta sejatinya Sarfaraz. Tetapi cinta mereka berdua penuh hambatan karena
masalah perbedaan latar belakang agama dan negara.

Sushant Singh Rajput

Awal karir Sushant Singh Rajput ialah sebagai seorang pemain opera
sabun, Pavitra Rishta (2009). Karirnya didunia film terjadi tahun 2013, Rajput
mengikuti audisi untuk Abhishek Kapoor Kai Po Che! Film kedua Rajput adalah
Shuddh Desi Romantis, disutradarai oleh Maneesh Sharma. Taran Adarsh dari
Bollywood Hungama memuji kinerja Rajput. Peekay (PK) menjadi film ketiga
Rajput di industri Bollywood.
Pada film Peekay (PK), Rajput berperan sebagai Sarfaraz, seorang
mahasiswa Arsitektur yang sedang bekerja di Brussels, Belgia. Ia bertemu dengan
cintanya Jaggu disana tapi cintanya sempat kandas karena ia Muslim dan berasal
dari Pakistan.

Boman Irani

Pria kelahiran Mumbai, India 2 Desember 1959 tidak hanya berkarir


sebagai seorang aktor, tapi juga pengisi suara dan fotografer. Di industry film
Bollywood, Boman terkenal sebagai seorang aktor komedi yang disegani.
Beberapa filmnya diantaranya Don (2006), Munna Bhai MBBS (2003), 3 Idiots
(2009) serta yang paling baru Peekay (PK).

62

Di film Peekay (PK), Boman berperan sebagai Cherry Bajwa, ia adalah


pemimpin redaksi dari sebuah kantor berita dimana Jaggu bekerja. Cherry Bajwa
adalah orang yang mendukung Jaggu untuk memfasilitasi Peekay dalam pencarian
Tuhan dan kalungnya.

Saurabh Sukla Dan


Aktor kelahiran Gorakhpur, India 5 Maret 1963 selain sebagai aktor juga

berkarir sebagai penulis naskah, sutradara, serta pemain teater. Beberapa filmnya
diantaranya Kareeb (1998), Mohabbatein (2000), Calcutta Mail (2003), Mumbai
Express (2005), serta yang terbaru Peekay (PK).
Di film Peekay (PK) ia berperan sebagai Tapasvi Maharaj, seorang
pemuka agama yang ajarannya cenderung tidak masuk akal dan agak sesat.
Tapasvi di film ini menggunakan kalung Peekay yang hilang untuk mempengaruhi
umatnya supaya percaya pada ajarannya. Pada konflik cerita, Tapasvi berdebat
dengan Peekay soal beragama yang baik dan benar.

Parikshit Sahni
Lahir di Muree, Pakistan tahun 1944. Beberapa filmnya antara lain Lage

Raho Munna Bhai (2006), 3 Idiots (2009), and Peekay (PK). Saat ini Sahni
membintangi serial tv India yang terkenal The Great Maratha. Ia justru lebih
dikenal sebagai seorang aktor serial tv. Beberapa serial tv yang pernah ia bintangi

63

ialah Barrister Vinod, Gul Gulshan Gulfaam (Doordarshan) and Gaatha (STAR
Plus).
Di film Peekay (PK), Sahni berperan sebagai ayah Jaggu seorang umat
dari ajaran Tapasvi yang sangat fanatik. Disini ia mengecam hubungan Jaggu dan
Sarfaraz, karena perbedaan agama dan negara. Ia juga mengecam pekerjaan Jaggu
yang berusaha mengusik ajaran Tapasvi.

Beberapa pemeran lainnya adalah:

Sanjay Dutt sebagai Bhairon Singh

Sachin Parikh sebagai Asisten Tapasvi

Ram Sethi sebagai seorang Pria Tua

Reema Debnath sebagai Phuljhadiya

Rohitash Gaud sebagai seorang inspektur polisi.

Rukhsaar Rehman sebagai resepsionis Kedutaan Pakistan

Brijendra Kala sebagai penjual patung di Kuil

Ranbir Kapoor sebagai seorang alien (Penampilan khusus di akhir)

BAB IV
HASIL PENULISAN DAN PEMBAHASAN

Sebelumnya kita telah mengetahui bab-bab sebelumnya yang telah


membahas tentang teori-teori, riwayat hidup penulis dan film Peekay (PK) itu

64

sendiri. Selanjutnya, pada bab IV ini penulis akan menguraikan hasil analisis
penulis setelah melakukan pengamatan dan penelusuran terhadap film Peekay
(PK) berdasarkan metode bedah film yang diperkenalkan Roland Barthes.
Disinilah inti dari penulisan ini yang diwujudkan dalam bentuk skripsi,
dimana didalamnya terdapat temuan yang terkait pesan sosial yang berupa kritik
sosial terhadap kehidupan sosial masyarakat India yang menjadi tema penulisan
ini.

A. HASIL PENULISAN
Roland Barthes menyebut Denotasi adalah makna paling nyata dari sebuah
tanda. Sedangkan Konotasi adalah istilah yang digunakan oleh Roland Barthes
untuk menunjukkan signifikasi tahap kedua. Pada Signifikasi tahap kedua yang
berhubungan dengan isi, tanda bekerja melalui mitos (myth). Mitos adalah
bagaimana kebudayaan menjelaskan atau memahami beberapa aspek tentang
realitas atau gejala alam.
Film Peekay (PK), selain menyentil persoalan domestik yang menyangkut
hubungan sesama warga negaranya, juga menyinggung isu-isu yang hangat
dibicarakan tidak hanya oleh masyarakat di India sendiri, tetapi juga dunia. Ada
beberapa isu, salah satunya yaitu, masih memanasnya hubungan bilateral India
dan Pakistan yang berujung kepada sifat sentimen yang cenderung rasis dari
masyarakat masing-masing negara. Permasalahan ini sudah bukan rahasia umum
lagi menjadi semacam konflik yang masih dicari solusinya, dan mungkin disini
sutradara berusaha menengahi konflik tersebut melalui sebuah film. Hal ini sudah
sering dilakukan oleh para sineas dari kedua negara dalam usahanya untuk

65

mencoba menengahi dengan menampilkan konflik yang tak berujung itu dalam
sebuah film.
Selain isu bilateral Pakistan-India, juga ada isu lain yang juga baru-baru
ini sempat menghebohkan dunia, yaitu isu maraknya pelecehan seksual di India.
Dalam empat dekade, kasus-kasus pemerkosaan yang dilaporkan di India
melonjak hampir 900 persen menjadi 24.923 kasus pada tahun 2012. Menurut
National Crime Records Bureau (NCRB), sejak 2010, kejahatan seksual di India
meningkat 7,1 persen, termasuk kasus pemerkosaan. Hampir satu dari tiga korban
pemerkosaan di India berusia di bawah 18 tahun. Hal ini cukup menjadi perhatian
dunia, termasuk para sineas India dalam memerangi isu tersebut, dan disini
penulis cerita seakan dengan sarkasnya coba menyinggung pemerintah India
khususnya yang bertanggung jawab terhadap perlindungan anak dan wanita yang
seakan tidak berbuat apa-apa dan diam diri melihat makin melonjaknya persentase
kasus tersebut.
Di film Peekay (PK), Beberapa kasus diatas yang digambarkan dalam film
Peekay (PK) yang menjadi dasar ketertarikan untuk mengkaji lebih lanjut pesanpesan yang ingin disampaikan penulis cerita dalam film tersebut dan kritikan
terhadap kehidupan bermasyarakat India yang bertentangan dengan akal sehat dan
ajaran hidup. Kemudian didukung dengan fakta bahwa film ini cukup
mendapatkan respon positif oleh para penikmat film terutama di Indonesia. Dan
diharapkan dapat memberikan pengetahuan terhadap masyarakat luas dan
menjadikan pelajaran dari setiap makna yang tersirat yang coba disampaikan
penulis pada film ini.
Dalam penulisan yang menggunakan metode semiotika Roland Barthes
ini, penulis akan menguraikan permasalahan melalui scene-scene yang memiliki

66

keterkaitan dengan isu-isu yang penulis telah terangkan pada paragraf sebelumnya
dan dalam film ini isu-isu tersebut diangkat serta pesan kritik dari isu-isu tadi
coba ditampilkan oleh sutradara pada film Peekay (PK) ini.
1.

Isu tentang Perselisihan Pakistan India


Isu tentang perselisihan India dan Pakistan ini sudah lama menjadi isu

nasional bahkan Internasional, dimana kedua negara tersebut memperebutkan


wilayah yang dikenal dengan Kashmir. Perselisihan tersebut semakin berlarutlarut bahkan menyebar menjadi isu agama, India yang masyarakatnya mayoritas
beragama Hindu tidak jarang berselisih paham dengan warga negara Pakistan
yang mayoritas beragama Islam. Maka dari itu banyak para sineas di India
mencoba mengangkat isu ini untuk menjadi tema sebuah film. Begitu juga pada
film Peekay (PK) ini, dimana isu Pakistan - India juga diangkat oleh sutradara .

67

Gambar 2
(Sarfaraz ketika memberitahu Jaggu latarbelakang asal negara dan
pekerjaan)

Makna Konotasi :
Reaksi Jaggu ketika mendengar bahwa Sarfaraz berasal dari Pakistan

cukup membuat Jaggu kaget , karena ia menyadari selama ini masyarakat dari
kedua negara selama ini saling berselisih, mengingat Jaggu sendiri adalah
seorang warga negara India. Dalam scene ini Sarfaraz berusaha untuk mencoba
menenangkan reaksi Jaggu.

Kritik:
Disini sutradara berusaha menyinggung bagaimana masyarakat kedua

negara cenderung melebih-lebihkan isu politik kedua negara menjadi isu sosial
yang tiada akhir. Sehingga ketika isu politik tersebut menjadi isu sosial, ada

68

semacam kekhawatiran yang berlebihan ketika dua individu mencoba saling


membina hubungan sosial . Sutradara mencoba menitikberatkan bahwa setiap
individu tidak dapat dinilai dari latarbelakang negara walaupun dua tokoh utama
diatas berasal dari dua negara yang berseberangan dalam hal politik.

Gambar 3
(Reaksi keluarga Jaguu ketika mengetahui bahwa Sarfaraz adalah seorang
Muslim dan berasal dari Pakistan)

Makna Konotasi:
Jaggu mengenalkan Sarfaraz melalui video called pada keluarganya di

India. Tetapi ketika ia memberitahu keluarganya tentang Sarfaraz dan


latarbelakangnya, spontan reaksi orangtua Jaggu begitu kecewa dan langsung
tidak menyetujui hubungan antara anaknya dengan Sarfaraz.

Kritik :
Sutradara sekali lagi menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat India

apatis terhadap warga negara Pakistan. Mereka sama sekali anti terhadap warga

69

negara Pakistan, apalagi ketika salah satu dari kerabat atau anngota keluarga
mencoba membina hubungan dengan warga negara Pakistan. Isu politik disini
benar-benar mencederai hubungan sosial antarmanusia.
2.

Isu tentang Pelecehan Seksual di India


Maraknya kasus pelecehan seksual di India akhir-akhir ini cukup

menghebohkan masyarakat India bahkan dunia. Hal tersebut menjadi pekerjaan


rumah bagi pemerintahan India dalam memerangi isu tentang pelecehan seksual
ini. Pada film Peekay (PK) ini pun mencoba menyelipkan isu ini dalam beberapa
scene tetapi dikemas dengan cukup sarkastik.

Gambar 4

Gambar 5

70

Gambar 6

Gambar 7

Makna Konotasi :
Beberapa scene diatas pada film Peekay (PK) ketika Peekay
berusaha mencari pakaian dan tempat yang menjadi favoritnya ketika
hendak mencari pakaian adalah di mobil bergoyang .

Kritik :
Isu tentang pelecehan seksual cukup meresahkan banyak pihak tak
terkecuali oleh sang sutradara Peekay (PK) . Mobil Bergoyang disini

71

didefinisikan sebagai aktivitas seksual yang dilakukan didalam mobil, dan


dengan sarkastik sutradara menampilkan

tokoh utama disini (Peekay)

yang dengan sifat polosnya berpikir bahwa untuk mendapatkan kebutuhan


sandang tersebut secara cuma-cuma cukup mencari keberadaan mobil
bergoyang tadi. Ini semacam singgungan kepada pemerintahan dan
masyarakat India bahwa memang kebutuhan seksual yang berbuntut
banyaknya kasus-kasus pelecehan seksual di India memang benar-benar
terjadi didepan mata kita dan kita sebagai masyarakat seharusnya peka
terhadap kejadian yang sebenarnya ada di sekeliling kita. Mengingat
pelecehan seksual di India justru kerap terjadi di tempat-tempat umum.
3.

Isu tentang Budaya Instan


Apa yang dimaksud dengan budaya instan? Budaya instan berasal dari dua

kata yaitu budaya dan instan. Budaya bisa diartikan sebagai kebiasaan, gaya hidup
atau pola pikir. Sementara instan bisa diartikan dengan sesuatu yang tiba-tiba,
seketika, cepat, tanpa proses yang panjang. Jadi budaya instan adalah kebiasaan
atau gaya hidup atau pola pikir yang selalu mengingin segala sesuatunya diperoleh
dengan cepat, jika perlu saat itu juga.
Secara umum, budaya instan ini bisa dilihat dari dua sisi yaitu sisi positif
dari sisi negatif. Sisi positifnya, budaya ini mendidik kita untuk menghargai
waktu, bergerak lebih cepat dan mengusahakan sesuatu seefisien mungkin.
Sementara sisi negatifnya juga ada yaitu budaya instan cenderung lebih
berorientasi pada hasil, dan tidak jarang melupakan proses. Padahal, baik
buruknya hasil sangat ditentukan oleh rangkaian dari proses demi proses.
Dalam film Peekay (PK) ini juga budaya instan dalam kehidupan sosial
masyarakat India dipraktekkan terlebih dalam pendididkan dan sosial. Hal ini

72

yang coba juga ditampilkan oleh sutradara, mengingat kebiasan (yang menjadi
budaya) tersebut dapat menjadi bahaya laten tersendiri khususnya bagi generasi
kedepannya.

Gambar 8
(Pada saat Peekay menunjukkan pada ayah Jaggu tentang wrong number
di salah satu kampus pada saat para mahasiswa hendak ujian)

Makna Konotasi:
Scene diatas pada saat Peekay menunjukkan kekhawatiran
mahasiswa ketika hendak ujian, dimana Peekay membuat berhala yang
berupa batu dan para mahasiswa yang panik lalu berbondong-bondong
menyembah berhala tersebut.

73

Kritik:
Sutradara disini menyinggung bahwa praktik instan telah
menjangkit generasi muda di bidang pendidikan. Kritik ditampilkan ketika
mahasiswa yang tidak belajar menjelang ujian menghalalkan segala cara,
salah satunya dengan menyembah batu yang telah dirancnag oleh Peekay
untuk memancing mahasiswa, supaya mahasiswa berdoa agar dapat
menyelesaikan ujiannya. Praktik instan yang menjangkit generasi muda
cukup merisaukan terlebih bagi masa depan mereka sendiri dan negara.

Gambar 9
(Seorang umat meminta tolong kepada Tapasvi agar istrinya yang sakit
disembuhkan)

Makna Konotasi:
Seorang umat ajaran Tapasvi meminta bantuan Tapasvi agar
istrinya yang sedang sakit parah dapat disembuhkan . Para umat Tapasvi
memang biasanya meminta pertolongan kepada Tapasvi terhadap
bebrbagai masalah yang sedang mereka hadapi.

Kritik :

74

Sutradara berusaha menyinggung kebiasaan masyarakat yang


memecahkan berbagai persoalan dengan cara-cara yang terkadang diluar
nalar. Seperti ditunjukkan pada scene diatas ketika istri salah seorang umat
Tapasvi sedang sakit parah dan umat tersebut berusaha meminta nasihat
Tapasvi (yang diluar nalar) bagaimana agar istrinya sembuh, bukannya
berdoa pada Tuhan dan menjaga sang istri disisi-sisnya ketika sedang
kritis.
4.

Isu tentang Identitas Agama


Manusia seringkali menilai latarbelakang seseorang hanya berdasar

penampilannya semata. Dan apabila manusia sudah menilai dengan cara tersebut,
timbullah stereotip-stereotip berlebihan yang tidak jarang justru menyebabkan
konflik horisontal. Sebagian besar masyarakat justru tidak menilai seseorang
bedasarkan perilaku dan sikapnya kepada sesama manusia tapi justru kebanyakan
justru menghakimi dari awal berdasar latarbelakangnya yang mereka kenali dari
penampilannya . Tidak terkecuali dalam hal agama, salah satu contohnya orang
dengan memakai kerudung selalu diidentikkan dengan umat Muslim, padahal
umat Katolik pun juga banyak yang memakai kerudung. Hal-hal seperti yang coba
dikritik sutradara, apalagi sedari lahir tidak ada tanda di badan kita yang
menunjukkan latar belakang kita termasuk agama atau kepercayaan kita.

75

Gambar 10
(Peekay berada di Rumah Sakit dan bertanya kepada Dokter
dimana tanda agama pada bayi yang baru lahir)

Makna Konotasi:
Peekay sedang berada di Rumah Sakit dan menuju ruangan tempat
bayi-bayi yang baru dilahirkan. Peekay penasaran dimana sebenarnya
tanda agama yang diberikan oleh Tuhan pada manusia. Pertanyaan tersebut
diajukan pada Dokter di Rumah Sakit tersebut, dan bingung pada
pertanyaan Peekay.

Kritik:
Scene tersebut ditampilkan oleh sutradara untuk memberikan pesan
kepada masyarakat bahwa sebenarnya apapun latarbelakan manusia, kita
semua diciptakan sama sejak lahir. Tapi terkadang manusia sering melihat

76

dengan cara berbeda , seperti dari keluarga apa dia berasal, berasal dari
agama apa, suku apa dan sebagainya.

Gambar 11
(Peekay membawa beberapa orang dari latarbelakang berbeda di

hadapan Tapasvi si pemuka agama)


Makna Konotasi:
Peekay menantang Tapasvi sang pemuka agama palsu dengan
membawa orang-orang dengan latar belakang berbeda tetapi sebelumnya
Peekay telah merubah penampilan mereka sehingga Tapasvi pun hanya
dapat mengidentifikasi berdasarkan penampilan saja.

Kritik :
Pesan yang berupa kritik coba ditampilkan sutradara tentang
bagaimana selama ini manusia hanya mengidentifikasi seseorang

77

berdasarkan penampilan saja, sehingga apabila seseorang mengubah


penampilan tidak akan diketahui latar belakangnya yang sebenarnya. Dan
begitu pula dengan kasus agama, agama selalu diidentikan dengan
penampilan. Tidak jarang karena penampilan tersebut seseorang menjadi
korban stereotip individu maupun kelompok.
5.

Isu tentang penyelewengan dengan membawa nama maupun symbol


agama
Penyelewengan agama disini seperti bagaimana banyak pemuka agama

yang tidak jarang membawa nama agama untuk kepentingan pribadi ataupun
kelompok . Di Indonesia pun banyak pemuka agama yang sering menggunakan
unsur agama untuk kepentingan politik misalnya, ataupun sebagai upaya
pendokrinan ajaran agama dengan salah satu caranya memberikan rasa khawatir
kepada orang lain apabila tidak mengikuti ajarannya ataupun dengan memberikan
janji-janti yang tidak dapat diterima akal sehat. Selain kasus-kasus tersebut,
penyelewengan agama juga biasa digunakan untuk menyerang kaum tertentu
dengan latarbelakang yang berbeda. Hal tersebut dapat terjadi ketika stereotip
sudah berada pada tahap kritis yang berakibat adanya konflik SARA.
Di film Peekay (PK) ini, sang sutradara berusaha menyampaikan pesannya
dengan cara menampilkan semua ajaran agama dan mengkritiknya melalui logikalogika yang dikeluarkan oleh Peekay, sang alien yang telah mecoba mencari
keberadaan Tuhan dengan mengikuti semua agama Tuhan. Kritik disini tentunya
tidak dilakukan secara frontal, tetapi sutradara berusaha menyelipkan satir-satir,
sehingga dapat meminimalkan terjadinya konflik pada penonton.

78

Gambar 12
(Ketika Kantor Berita India Now menampilkan video Wrong

Number pada masyarakat India)


Makna Konotasi :
Kantor Berita tempat Jaggu bekerja, India Now menampilkan
bagaimana di salah satu desa di India, seorang pemuka agama Kristen
berusaha mendoktrin warga setempat untuk mengikuti agamanya jika tidak
mereka akan masuk neraka.

Kritik :
Bagaimana pada scene tersebut, sutradara berusaha menyinggung
bahwa tidak jarang seorang pemuka agama mendokrin seseorang, dan
pada kasus ini objeknya adalah warga desa, yang besar kemungkinan
sutradara

ingin

menampilkan

sekelompok

orang

yang

tidak

79

berpendidikan , yang dalam banyak kasus gampang didoktrin dengan caracara diluar nalar.

Gambar 13
(Seorang perempuan Muslim menyampaikan pendapatnya
tentang bagaimana kaum perempuan Muslim kurang mendapat
pendidikan yang layak)

Makna Konotasi :
Seorang perempuan Muslim membuat video Wrong Number
yang berusaha menyinggung kaumnya karena adanya diskriminasi
pendidikan yang didapat antara kaum laki-laki dan perempuan.

Kritik:
Sutradara pada film ini menampilkan keresahan kaum Muslimah di
India, dimana masih dapat diskriminasi pendidikan yang diterima antara
kaum laki-laki dan perempuan, disebabkan ajaran yang masih diyakininya
bahwa , pemimpin adalah seorang laki-laki sehingga yang berhak

80

mendapatkan prioritas pendidkan yang baik hanyalah kaum laki-laki dan


kaum perempuan tugasnya hanya bekerja di dapur.

Gambar 14
(Seorang pria yang mencemooh bisnis yang dilakukan dengan
membawa nama Tuhan dan agama)

Makna Konotasi :
Seorang pria salah satu penganut agama local di India mengkritik
agamanya sendiri dengan membandingkan ajaran yang ia terima yang
bertolak belakang dengan bisnis yang ia lakukan dengan menjual buku
petunjuk ajarannya dengan isi buku yang tidak sesuai.

Kritik :
Sang sutradara berusaha menyampaikan bahwa agama dan bisnis
pada masa kini menjadi suatu bagian yang tak terpisahkan, oleh sebab itu
ajaran agama sudah tidak lagi mengedepankan unsur kedekatan kita

81

terhadap Sang Pencipta, tapi sebaliknya justru mengedepankan aspek


bisnis dengan membawa-bawa nama Tuhan dan ajaran agama.
B. PEMBAHASAN
1. Isu tentang perselisihan Pakistan India
Makna Denotasi :
(Gambar 2) (Dialog) : menunjukkan Sarfaraz dan Jaggu sedang
saling mengenalkan diri masing masing.
(Gambar 3) (Dialog) : menunjukkan keluarga Jaggu sedang
berbincang dengan Jaggu melalui video call serta reaksi kagetnya ketika
mengenalkan Sarfaraz

Mitos :
Berdasarkan potongan-potongan gambar diatas, terlihat bahwa
adanya niat baik dari Jaggu dan Sarfaraz untuk saling mengenalkan diri
masing-masing dan membina hubungan lebih lanjut serta usaha Jaggu
selaku pihak perempuan yang ingin memperkenalkan Sarfaraz sebagai
pasangannya kepada keluarga Jaggu.
Tetapi disini, sutradara Rajkumar Hirani berusaha memperlihatkan
realitas masyarakat India terhadap reaksi mereka terhadap warga negara
Pakistan, apalagi ketika salah satu anggota keluarga menjalin hubungan
khusus dengan warga negara Pakistan. Hal ini disebabkan selain adanya
perbedaan latarbelakang khususnya agama, adanya ketegangan politik
yang berlarut-larut antara India-Pakistan menjadi hal utama dibalik
permusuhan kedua negara tersebut yang berbuntut ke hubungan sosial
antar warga negara keduanya.

Penjelasan umum adegan

82

Screenshot adegan-adegan diatas ialah potongan adegan-adegan


yang berkaitan dengan isu yang diangkat yaitu isu tentang perselisihan
antara India-Pakistan. Reaksi terhadap masih adanya ketegangan yang
terjadi akibat perselisihan tersebut tercemin dari sikap Jaggu yang sempat
kaget ketika mengetahui bahwa Sarfaraz adalah seorang Muslim yang
berasal dari Pakistan. Tidak hanya Jaggu yang terkejut, begitu pula dengan
reaksi keluarga Jaggu ketika ia coba menceritakan tentang hubungannya
dan pasangannya Sarfaraz serta latarbelakangnya.
2. Isu tentang pelecehan seksual di India
Makna Denotasi :
(Gambar 4) : menunjukkan Peekay yang sedang mencari pakaian
untuk dirinya dan menemukannya di sebuah mobil yang bergoyang karena
melihat pakaian tergeletak begitu saja di mobil.
(Gambar 5) : Karena sebelumnya Peekay mendapatkan pakaian
dari mobil yang bergoyang, ia selanjutnya mencari lagi di tempat yang
sama
(Gambar 6) : menunjukkan Peekay yang lagi-lagi mencari mobil
yang bergoyang sebagai tujuan untuk mendapatkan pakaian dengan gratis
dan ketika ia sedang mengambil pakaian, orang-orang yang didalam mobil
tersebut sadar Peekay telah mencuri pakaiannya dan melihat apa yang
mereka lakukan di mobil.
(Gambar 7) : Secara terus menerus dengan mobil-mobil goyang
yang berbeda-beda, Peekay mendapatkan pakaiannya dengan gratis.

Mitos :
Berdasarkan potongan-potongan gambar diatas, terlihat bahwa
aktivitas dalam mobil bergoyang tersebut yaitu aktivitas seks sering terjadi

83

hampir setiap waktu di dalam mobil dan disini Peekay yang berperan
sebagai alien yang polos dan tidak tahu sama sekali dengan aktivias yang
dilakukan manusia di bumi berusaha mencuri kesempatan dari aktivitas
manusia tersebut.
Dalam gambar adegan-adegan diatas, sutradara Rajkumar Hirani
ingin memperlihatkan pembiaran ataupun sifat acuh yang dilakukan
masyarakat terhadap aktivitas yang dilakukan di dalam mobil goyang
tersebut terlebih ditempat umum. Ini adalah realitas sosial yang dijadikan
satir oleh sutardara, bahwa sikap pasif masyarakat India yang justru
membuat makin meningkatnya kasus pelecehan seksual yang terjadi di
negara tersebut, apalagi kasus-kasus tersebut sebagian besar terjadi
ditempat umum seperti di parkiran mall maupun dalam bus.

Penjelasan umum adegan :


Screenshot adegan-adegan diatas ialah potongan-potongan adegan
yang berkaitan dengan isu pelecehan seksual yang terjadi di India. Isu
tersebut ditampilkan melalui satir yang ditampilkan oleh sutradara
Rajkumar Hirani. Isu tersebut menyinggung tentang bagaimana aktivitas
seks dalam mobil bergoyang masih sering terjadi khususnya ditempat
umum dan sikap pasif masyarakat India terhadap aktivitas tersebut. Sikap
pasif tersebut ironis, karena masyarakat India selama ini dikenal sebagai
masyarakat yang menomorsatukan norma dan agama.

3. Isu tentang Budaya Instan


Makna Denotasi :
(Gambar 8) : menunjukkan Peekay dan Ayah Jaggu yang sedang
berada di suatu kampus

84

(Gambar 9) : menunjukkan salah satu umat Tapasvi sedang


mengajukan permohonan kepada Tapasvi.

Mitos :
Berdasarkan

potongan-potongan

gambar

diatas,

sutradara

Rajkumar Hirani ingin menujukkan bahwa praktik budaya instan telah


menjangkiti hampir setiap lapisan masyarakat, dan terlebih lagi praktikpraktik instan tersebut terkadang dilakukan dengan tidak sesuai nalar dan
untuk kepentingan pribadi yang ironisnya praktik instan tersebut jelas-jelas
tidak disertai usaha keras terlebih dahulu.

Penjelasan umum adegan :


Screenshot adegan-adegan

diatas

adalah

potongan-potongan

gambar yang berkaitan dengan isu praktik Budaya Instan yang terjadi di
India. Rajkumar Hirani, sang sutradara disini mengambil dua contoh
kasus. Pertama yang terjadi di sebuah Kampus, pada saat mahasiswa akan
melaksanakan ujian dan banyak dari mereka yang tidak belajar lalu panic
dan melakukan berbagai cara yang instan agar dapat menyelesaikan ujian
dengan baik. Lalu yang kedua, pada saat di Rumah Ibadah Tapasvi,
dimana salah satu umat Tapasvi memohon kepada Tapasvi agar istrinya
segera disembuhkan dari penyakitnya . Kedua hcontoh kasus yang
ditampilkan tersebut merupakan sedikit contoh praktik instan yang
kebanyakan dilakukan karena tidak adanya usaha keras yang berbanding
lurus degan logika maupun akal sehat.
4. Isu tentang Identitas Agama
Makna Denotasi :

85

(Gambar 10) : menunjukkan Peekay sedang berada di Rumah Sakit


dan mencari bayi yang baru lahir.
(Gambar 11) : menunjukkan Peekay membawa beberapa orang
yang mengenakan pakaian pakaian dengan identitas agama yang
beragam ke hadapan Tapasvi

Mitos :
Berdasarkan

potongan-potongan

gambar

diatas,

sutradara

Rajkumar Hirani ingin menunjukkan bahwa setiap orang dilahirkan sama


tidak ada identitas agama yang menandai sehingga semua setara dan
seharusnya setiap manusia di dunia ini membuang jauh-jauh prasangka

prasangka apalagi stereotype tentang suatu agama.


Penjelasan umum adegan :
Screenshot adegan-adegan diatas adalah

potongan-potongan

gambar yang menunjukkan isu tentang Identitas Agama. Rajkumar Hirani


mengambil dua contoh, yang pertama ketika Peekay berada di Rumah
Sakit dan mencari tanda agama pada bayi yang baru lahir. Sang sutradara
menunjukkan contoh bahwa kita semua dilahirkan sama dan tidak
mengenal agama sehingga kita semua seharusnya setara . Lalu yang kedua
ketika Peekay membawa beberapa orang yang mengenakan pakaian
dengan identitas yang beragam dan menunjukkannya pada Tapasvi. Pada
scene ini, menunjukkan bahwa manusia sering memberikan stereotype
berdasarkan penampilan luar dan melupakan kodratnya sebagai sesame
manusia.
5. Isu tentang penyelewengan dengan membawa nama maupun symbol

agama
Makna Denotasi :

86

(Gambar 12) : menunjukkan seorang warga desa yang mengirim


video tentang pemuka agama Kristen yang berusaha mendoktrin warga
desa.
(Gambar 13) : menunjukkan seorang perempuan Muslim yang
mengirim video yang berisi pendapatnya tentang pendidikan perempuan
Muslim.
(Gambar 14) : menunjukkan seorang pria yang mengirim video
tentang bisnis yang dilakukan pemuka agama dengan membawa nama
Tuhan dan agama.

Mitos :
Berdasarkan

potongan-potongan

gambar

diatas,

sutradara

Rajkumar Hirani ingin menunjukkan bahwa masih banyak orang terkhusus


pemuka agama yang melakukan penyelewengan atas nama Tuhan dan
agama demi kepentingan golongan maupun pribadi.

Penjelasan umum adegan :


Screenshot adegan adegan diatas adalah potongan-potongan
gambar yang menunjukkan isu tentang penyelewengan dengan membawa
nama maupun symbol agama. Sutradara Rajkumar Hirani mengambil
beberapa contoh, yang pertama bagaimana seorang pemuka agama Kristen
berusaha mendoktrin warga desa untuk pindah agama dengan memeluk
agama Kristen. Lalu yang kedua bagaimana seorang perempuan Muslim
menyampaikan pendapatnya bahwa selama ini perempuan Muslim selalu
dinomorduakan dalam berbagai hal salah satunya mengenai pendidikan
yang harusnya mereka dapatkan . Dan terakhir mengenai pemuka agama
yang menjadikan agama sebagai lading bisnis, dimana ia menjual

87

buku/kitab yang berisi anjuran-anjuran dengan mengatasnamakan ajaran


Tuhan tetapi isinya tidak seseuai akal sehat.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari hasil temuan dan hasil analisis data
pada Film Peekay (PK) adalah suatu pemaknaan akan pesan sosial dengan
menggunakan sebuah pendekatan semiotika merupakan upaya penggalian
secara lebih mendalam perihal pesan-pesan yang terjadi dalam konteks
bersosial dewasa ini.
1. Makna Konotasi ( Makna dibalik teks Film Peekay (PK) )
a. Isu tentang perselisihan Pakistan India
Jaggu adalah seorang gadis yang berasal dari India
sedangkan kekasihnya Sarfaraz berasal dari Pakistan. Hubungan
mereka cukup serius sehingga keduanya memutuskan untuk
menikah. Tetapi keluarga dari Jaggu menolak menerima Sarfaraz
dikarenakan ia berasalkan dari Pakistan dan beragama Islam.
b.

Isu tentang pelecehan seksual di India


Peekay yang tidak tahu menahu tentang bagaimana gaya
hidup manusia di bumi, kebingungan ketika harus mencari pakaian
agar bisa beradaptasi dengan manusia dan kehidupan di bumi. Dalam
pencarian akan kebutuhan akan sandangnya itu, ia selalu tak sengaja
melihat pakaian yang dibiarkan begitu saja oleh manusia dalam
mobil yang bergoyang. Padahal manusia yang memiliki pakaianpakaian tersebut ada didalam mobil tersebut tetapi menanggalkan
pakaian-pakaian tadi dengan kondisi telanjang. Oleh sebab itu,
88

89

Peekay selalu mencari kebutuhan sandangnya tersebut di mobil yang


bergoyang.
c. Isu tentang Budaya Instan
Yang pertama ketika Peekay ingin menunjukkan kepada Ayah
Jaggu bahwa berbahayanya ajaran Tapasvi yang menjurus ke budaya
instan dengan mengajak Ayah Jaggu ke salah satu kampus yang para
mahasiswanya cenderung melakukan praktek instan agar dapat lulus
ujian.
Lalu yang kedua ketika seorang murid Tapasvi memohon
kepada Tapasvi agar mendoakan istrinya yang sedang sakit parah dan
Tapasvi justru menganjurkan untuk berdoa di suatu tempat yang jauh
sekali dan bukannya menganjurkan umatnya tadi agar menemani
istrinya yang sedang membutuhkan suaminya didekatnya.
d. Isu tentang Identitas Agama
Ketika Peekay berada di Rumah Sakit untuk mencari bayi
yang memiliki tanda yang mencirikan suatu identitas agama. Tetapi
ia tidak pernah mendapat apa yang ia cari tersebut.
Lalu ketika Peekay membawa beberapa orang dengan
penampilan yang mengidentifikasikan beragam agama yang ada
kehadapan Tapasvi. Celakanya, Tapasvi hanya dapat menebak
sesuai penampilannya saja, karena sebenarnya apa yang mereka
kenakan tidak sesuai dengan agama sesungguhnya yang mereka
yakini.
e. Isu tentang penyelewengan dengan membawa nama maupun symbol
agama

90

Ada tiga contoh kasus pada tema ini. Yang pertama ketika
seorang pendeta berusaha mendoktrin warga di suatu desa agar
memeluk agama Kristen supaya dosa-dosa mereka terampuni dan
terhindar dari neraka.
Lalu yang kedua, ketika seorang wanita Muslim mengirimkan
video tentang pendapatya bahwa kaum wanita Muslim sering
mendapat diskriminasi terutama dalam bidang pendidikan.
Dan yang terakhir adalah video yang dikirim seorang pria
ketika ia mengkritik agamanya sendiri tentang bisnis yang coba
dijalani oleh para pemuka agamanya yang menjual buku petunjuk doa
yang isinya tidak sesuai logika dan justru bertentangan dengan ajaran
agamanya tersebut.

2. Makna Denotatif ( Representasi Pesan Sosial dalam Film Peekay (PK) )


a. Isu tentang Pakistan India
Realitas masyarakat India terhadap reaksi mereka terhadap
warga negara Pakistan, apalagi ketika salah satu anggota keluarga
menjalin hubungan khusus dengan warga negara Pakistan. Hal ini
disebabkan selain adanya perbedaan latarbelakang khususnya
agama, adanya ketegangan politik yang berlarut-larut antara IndiaPakistan menjadi hal utama dibalik permusuhan kedua negara
tersebut yang berbuntut ke hubungan sosial antar warga negara
keduanya.
b. Isu tentang pelecehan seksual di India

91

Pembiaran ataupun sifat acuh yang dilakukan masyarakat


terhadap aktivitas yang dilakukan di dalam mobil goyang tersebut
terlebih ditempat umum. Ini adalah realitas sosial yang dijadikan
satir oleh sutardara, bahwa sikap pasif masyarakat India yang justru
membuat makin meningkatnya kasus pelecehan seksual yang terjadi
di negara tersebut, apalagi kasus-kasus tersebut sebagian besar
terjadi ditempat umum seperti di parkiran mall maupun dalam bus.
c. Isu tentang Budaya Instan
Praktik budaya instan telah menjangkiti hampir setiap lapisan
masyarakat, dan terlebih lagi praktik-praktik instan tersebut
terkadang dilakukan dengan tidak sesuai nalar dan untuk
kepentingan pribadi yang ironisnya praktik instan tersebut jelasjelas tidak disertai usaha keras terlebih dahulu.
d. Isu tentang Identitas Agama
Setiap orang dilahirkan sama tidak ada identitas agama yang
menandai sehingga semua setara dan seharusnya setiap manusia di
dunia ini membuang jauh-jauh prasangka-prasangka apalagi
stereotype tentang suatu agama.
e. Isu tentang penyelewengan dengan membawa nama maupun
symbol agama
Bahwa masih banyak orang terkhusus pemuka agama yang
melakukan penyelewengan atas nama Tuhan dan agama demi
kepentingan golongan maupun pribadi.
B. Saran

92

Saran-saran yang bisa diberikan penulis untuk dijadikan bahan


masukan, sebagai berikut :
1. Pembuat film dalam mengemas sebuah adegan harus memperhatikan
sebaiknya memperhatikan setiap unsur yang mengambil bagian dalam
adegan tersebut. Misalkan saja efek backound yang dalam sebuah
adegan edih sebaiknya lebih didramatirkan. Contoh kasus dalam adegan
tokoh Peekay yang menceritakan kisah Jaggu dan Sarfaraz yang
sebenarnya dalam talkshow dengan Tapasvi. Sedih, tapi terkesan datar.
2. Penikmat film dalam menonton sebuah film, baik itu di bioskop
ataupun dirumah agar lebih cerdas lagi. Sebuah film adalah media
komunikasi yang cukup mumpuni untuk menyampaikan sebuah pesan.
Pesan yang ingin disampaikan ini bisa berguna bagi masyarakat yang
menontonnya ataupun berguna bagi orang-orang dibalik keberadaan
film itu. Sebuah ideologi bisa saja dimasukkan dalam sebuah film, dan
ini kembali ke penikmat film bagaimana ia memilah manfaat dari film
ditonton.
3. Untuk pengembangan kajian pada bidang Ilmu Komunikasi, sebaiknya
perlu dipertimbangkan untuk memperdalam pengetahuan mahasiswa
tentang kajian-kajian analisis teks seperti analisis semiotika, analisis
framing, dan analisis wacana karena bidang kajian tersebut dapat sangat
membantu dalam memahami pesan-pesan dalam proses komunikasi
apalagi dengan perkembangan media teknologi informasi dan
komunikasi yang semakin pesat dan pengajar yang membawakan

93

kajian-kajian tersebut agar menguasai dan memang berkompeten.


Terima kasih.

DAFTAR PUSTAKA

Ardial. 2014. Paradigma dan Model Penelitian Komunikasi. Jakarta ; Bumi


Aksara
Berger, R. Charles, dkk. 2014. Handbook Ilmu Komunikasi. Terjemahan oleh
Derta Sri Widowatie. Bandung ; Nusa Media
Eco, Umberto. 2009. Teori Semiotika:Signifikasi Komunikasi, Teori kode, Serta
Teori Produksi-Tanda. Terjemahan oleh Inyiak Ridwan Muzir. Yogyakarta ;
Kreasi Wacana.
Fiske, John. 2014. Pengantar Ilmu Komunikasi . Terjemahan oleh Hapsari
Dwiningtyas. Jakarta ; Rajawali Pers.
Nurudin. 2011. Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta ; Rajawali Pers
Iriantara, Yosal. Buku Materi Pokok :Komunikasi Antar Pribadi Edisi 2.
Universitas Terbuka.
John, Little. 2009. Teori Komunikasi. Terjemahan oleh Moh. Yusuf Hamdan.
Jakarta ; Salemba Humanika.
Jones, Pip. 2009. Pengantar Teori-teori Sosial: Dari Teori Fungsionalisme
hingga Post-Modernisme. Jakarta ; Yayasan Obor Indonesia.
Kurniawan, 2001, Semiologi Roland Barthes. Magelang ; yayasan Indonesiatera.
Raho, Bernard. 2007. Teori Sosiologi Modern. Jakarta ; Prestasi Pustakaraya.
Rakhmat, Jalaluddin. 1999. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung ; Remaja
Rosdakarya
Sobur, Alex. 2003. Semiotika Komunikasi. Bandung ; Remaja Rosdakarya.

94

Soetriono, Rita Hanafie. 2007. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian.


Yogyakarta ; Andi Offset
Stephen, W Littlejohn, Karen A. Foss. 2009. Teori Komunikasi. Jakarta ; Salemba
Humanika.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung ;


Alfabeta.
Tinarbuko, Sumbo. 2009. Semiotika Komunikasi Visual. Edisi revisi. Yogyakarta ;
Jalasutra.
Vera, Nawiroh. 2014. Semiotika dalam Riset Komunikasi. Bogor ; Ghalia
Indonesia.
Warner, Severin. 2009.Teori Komunikasi: Sejarah, Metode, dan Terapan di
Dalam Media Massa. Jakarta ; Kencana
Widada, Rh. 2009. Saussure untuk Sastra: Sebuah Metode Kritik Sastra
Struktural. Yogyakarta ; Jalasutra.

Sumber lain:
http://shofiyah---fib09.web.unair.ac.id/artikel_detail-61891-Semiotika-Teori
%20Semiotika%20Charles%20Sanders%20Peirce.html.

Shofiyah.

20

Oktober 2012. diakses pada 7 februari pukul 1.58 WITA

Anda mungkin juga menyukai