Anda di halaman 1dari 6

Restless Legs Syndrome (RLS, sindrom tungkai-gelisah)

RLS merupakan gangguan yang banyak dijumpai, dan diagnosis umumnya


ditegakkan secara klinis (Hening WA, 2003). Diduga kelainannya oleh abnormalitas reseptor
dopamine (D3) di system mesolimbic. Prevalensi kelainan ini tidak diketahui karena sebagian
terbesar kasus tidak didiagnosis. Ditaksir sekitar 5% populasi umum menderita RLS.
Sindrom RLS umumnya merupakan diagnosis klinik dan dan didasarkan atas 4 gejala
(kriteria) :
1. Gangguan sensorik di ekstremitas bawah.
2. Kegelisahan motorik di ekstremitas bawah
3. Gangguan lebih buruk waktu istirahat
4. Gejala lebih buruk waktu malam
Mula-mula pasien merasa gangguan sensorik pada ekstremitas bawah, yang dapat
berbentuk nyeri, atau rasa ada yang menjalar, seperti ada semut yang jalan. Kedua keluhan
motorik umum dijumpai pada RLS. Pasien merasa tidak nyaman di tungkainnya. Ia merasa
gelisah di tungkai atau perlu bergerak, berjalan atau perlu bangkit dan jalan berkeliling.
Ketiga, gejala motorik dan sensorik ini lebih buruk bila ia beristirahat. Keempat, keluhan ini
lebih buruk di malam hari.
Pasien biasanya mengeluhkan ia tidak dapat tidur karena rasa tidak enak di tungkai
atau ia perlu bangkit dan jalan dan tidak berbaring di tempat tidur. Berbagai penyakit atau
kelainan dapat menyertai atau berada bersama RLS. Bila mendiagnosis RLS kelainan ini
perlu ditelusuri.
Anemia defisiensi besi merupakan penyebab yang sering mendasari dan perlu dicari
atau disingkirkan pada RLS. Index gangguan besi (ferritin, transferrin saturation, mean
corpuscular volume, haemoglobin) harus diperiksa. Salah satu dugaan mekanisme RLS ialah
defisiensi besi, mencakup biosintesis dopamine, besi ialah kofaktor bagi enzim sintesis
(hydroxylase tyrasine) dan terlibat pada beberapa reseptor dopaminergic. Kelainan lainnya
yang mungkin menyertai mencakup oleh obat SSRI (inhibitor reuptake serotonin),
antidepresan trisiklik, neuropati perifer, gagal ginjal, artritis reumatorid RLS ialah mengobati
penyakit dasarnya. Terapi simtomatik RLS didasarkan atas gejala yang didapatkan, yang
predominan atau mencolok. Bila dibutuhkan terapi farmakologik bagi RLS dapat diberikan
medikasi dopaminergik. Berbagai obat tersedia, saat ini sering diberikan medikasi Ldopa/karbidopa dan pramipexole. Medikasi lain yang berkhasiat pada RLS ialah obat antiepilepsi (gabapentin, karbamazepin), benzodiazepine (klonazepam) dan opioid.
Pada kasus yang refrakter, sulit diobati, dapat dipertimbangkan pemberian suplemen
besi, walaupun sekiranya pasien secara objektif tidak menderita defisiensi besi. Pada

konfrensi Restless Legs Syndrome Foundation dan the International Restless Legs Syndrome
Study Group (2002) ditentukan kriteria bagia RLS, Kriteria yang esessial ialah :
Kriteria 1. Dorongan menggerakkan tungkai biasanya disertai atau disebabkan oleh
perasaan yang tidak enak atau tidak menyenangkan di tungkai (kadang-kadang
dorongan untuk bergerak terdapat tanpa sensasi yang tidak menyenangkan dan
kadang-kadang lengan dan bagian lain dari tubuh ikut terlibat dia samping
tungkai).
Kriteria 2.Dorongan untuk bergerak atau rasa yang tidak menyenangkan mulai atau tambah
buruk waktu istirahat atau inaktivitas seperti waktu berbaring atau duduk.
Kriteria 3. Dorongan untuk bergerak atau rasa yang tidak menyenangkan sebagian atau
seluruhnya diringankan atau hilang bila bergerak seperti berjalan atau
meregangkan badan, setidak-tidaknya selama aktivitas ini berlangsung.
Kriteria 4. Dorongan untuk bergerak atau rasa tidak menyenangkan lebih buruk di malam
hari daripada di siang hari atau hanya terjadi di malam hari.

Tabel I. Terapi RLS


Penyakit yang mendasari
Dopaminergik.
Sinemet (Ldopa/karbidopa)
Bromokriptin
Pramipexol
Ropinirol
Pergolid
Antiepilepsi
Neurontin (Gabapentin)
Karbamazepin
Benzodiazepine
Klonazepam
Oploid
Proproxyphene
Codein
Methadone
Pada table dikemukakan urutan pilihan obat simtomatik pada RLS (Early CJ, 2002).

Tabel II . Terapi obat pada RLS


Tingkat
beratnya RLS
Ringan

Urutan Penggunaan obat


Pilihan
pertama
Levodopa

Pilihan ke dua
Depamin Agonis

dan lain-lain
Opiat
Gabapentin
Benzodiazepin

Dopamin
Sedang

agonis
Dopamin

Opiat

Gabapentin

Beart

agonis

Opiat

Gabapentin

Gangguan gerak ekstremitas periodik waktu tidur (periodic limb movemnts in sleep,
PLMS)
PLMS disebut juga sebagai miokloni nocturnal atau gangguan gerak ekstremitas
periodic (PLMD= periodic limb movement disorder). Sebagian dari penderita RLS juga
menderita PLMS.
Ciri dan gambaran klinik PLMS
Umumnya gerakan melibatkan tungkai, namun kadang-kadang lengan. Gerakan ini
periodic dan sangat stereoripik dan dapat atau tidak berasosiasi dengan terbangun dari tidur.
Gerak yang paling khas ialah ekstensi ibu jari kaki dan /atau dorsofleksi parsial atau komplet
kaki pada pergelangan kaki. Jarang-jarang gerak dapat melibatkan lutut, panggul, lengan.
Biasanya pasien tidak ingat adanya gerak tungkai, walau mereka mengeluh nyeri otot pada
keesokan paginya. Keluhan yang lebih sering dikemukakan penderita PLMS ialah mengantuk
di siang harinya disebabkan oleh fragmentasi tidur. Kadang-kadang pencegahan diagnosis
dibantu oleh observasi teman seranjang. Kadang gerekan dapat mengakibatkan terbangun dan
insomnia-mempertahankan tidur.
Diagnosis
Diagnosis PLMS cenderung ditegakkan di laboratorium pemeriksaan polysomnografi
tidur, yang menunjukan gerak ekstremitas yang khas. Gerak tunggal dianggap bagian dari
PLM bila didapatkan paling sedikit empat gerakan, diantara lebih dari 5 detik dan kurang dari

90 detik. Bila gerakan diantarai oleh waktu yang lebih dari 90 detik, hal ini tidak dinggap
bagian dari PLMS PLMI periodic limb movement index merupakan jumlah PLM dibagi
jumlah waktu tidur. Bila PLM 5 -24/jam, hal ini dianggap sebagai PLMS ringan, 2549/jam :PLMS sedang, dan 50/jam atau lebih :PLMS berat.
Etiologi dan faktor risiko
Penyebab PLMS tidak diketahui. Patofisiologiinya dapat mencakup gangguan system
vaskular atau system perifer dan sentral. Data yang terkuat mensugestikan terlibatnya sistem
dopaminergic, dengan beberapa modulasi sistem opioid. Ada beberapa keadaan klinis yang
berasosiasi dengan gerak ekstremitas periodic. Ini mencakup penggunaan obat antidepresan
trisiklik atau selective serotonim reuptake inhibitors (SSRIs), atau penghentian (withdrawal)
obat mengandung kada kafein yang tinggi dapat meningkatkan PLMS. PLMS umum
dijumpai pada beberapa penyakit medis, seperti gagal-ginjal dan penyakit Parkinson.
Sebagaimana telah dikemukakan, 80% penderita RLS juga menderita PLMS. Jadi faktor
risiko bagi RLS (misalnya neuropati perifer, kadar besi yang rendah) juga penting bagi
PLMS. Usia juga berperan pada PLMS. Umumnya jarang pada anak, dan meningkat dengan
melanjutnya usia.
Epidemiologi
Prevalensi PLMS ditaksir 5% pada populasi umum, dan secara dramatis meningkat
setelah usia 50 tahun. Prevalensi PLMS pada usia dia atas 60 tahun ialah 20 44% dan 58%
setelah usia 65 tahun. Tidak ada predisposisi gender.
Prevalensi PLMS dapat berasosiasi dengan berbagai kelainan neurologis, seperti
dopa-responsif, penyakit Huntington, penyakit Parkinson, sindrom Tourette, myelopati,
neuropati perifer, namun penyakit-penyakit ini mungkin hanya ko-insidental. PLMS juga
dilaporkan pada pasien dengan gangguan medis lainnya, seperti leukimia pada anak,
fibrositis, fibromyalgia juvenile, disfungsi ereksi pada pria, kehamilan multiple yang normal.
Apakah PLMS berasosiasi dengan moralitas pada penyakit ginjal stadium akhir. PLMS
mungkin merupakan marka bagi moralitas pada penyakit ginjal stadium akhir. Pada satu
penelitian didapatkan bahwa tingkat-survival 20 bulan ialah >90% pada PLMS dengan
kurang dari >20 gerakan/jam-tidur. Tingkat survival rata-rata pada penderita dengan gerakan
>80 / jam-tidur hanya 6 bulan. Erythropoletin mengurangi jumlah PLMS pada pasien yang
dihemodialisis. Pravelensi PLMS berkaitan proposional dengan beratnya hipertensi. Pada
pasien dengan hipertensi derajat III pravelensi PLMS ialah 36,4% dibanding 13% pada
mereka dengan hipertensi derajat I dan II. Pada penderita ADHD (attention deficit

hyperactive disorder) jumlah PLMS meningkat. Pasien dengan PLMS lebih cenderung
mengalami depresi.
Terapi PLMS
Tindakan pertama yang perlu dilakukan ialah mengeliminasi faktor-faktor yang
mungkin ikut berperan sebagai penyebab, misalnya menghentikan obat antidepresan (SSRI),
menghindari kafein dan mengoreksi kekurangan besi.
PLMS index yang melebihi 5 per jam-tidur disertai arousal (bangun) dianggap
sebagai indikasi untuk diobati (American Sleep Disorder Association, 1990). Besi penting
dalam biosintesis dopamine dan pada reseptor dopamine. Perlu diperiksa keadaan besi pasien
(hemoglobin, ferritin, saturasi transferrin) pada semua penderita PLMS. Pasien tanpa
kekurangan besi yang nyata, dapat bereaksi baik pada suplemen besi. Ada diusulkan untuk
mencobakan beberapa tindakan seperti mandi air hangat, gerak badan, herbal, nutrisi
(vitamin, mineral) stimulasi kaki (data anekdotal). Umumnya terapi PLMS ialah
farmakologis, yaitu

dopaminergic,

benzodiazepine, oploid dan lainnya

(termasuk

antikonvulsan, antidrenergik dan pelemas otot).


Tujuan terapi simtomatis ialah mengkonsolidasi tidur, dengan demikian meningkatkan
kesiagaan di siang hari dan bila mengganggu teman seranjang, gerakan dapat dikurangi. Ldopa pada penelitian buta ganda menekan PLMS pada penderita RLS dan narkulepsi. L-dopa
juga efektif menekan gerak-ekstremitas-periodik waktu tidur pada RLS dengan uremia.
Bergantung pada respons dan toleransi pasien. L-dopa/karbidopa-dapat ditingkatkandari dosis
inisial 10/100mg ke 25/100mg atau 25/250 mg, misalnya 1 tablet pada jam tidur menjadi 1
tablet 2 jam sebelum tidur dan 1 tablet pada jam tidur dan 1 tablet tengah malam bila perlu.
Dengan obat kerja panjang pemberian obat tengah malam tidak perlu. Dopamine agonis
bromokriptin (2,5 mg atau 5 mg) dapat digunakan terhadap RLS dan PLMS, dimulai dengan
dosis rendah, seperti halnnya dengan L-dopa. Obat dopamine-agonis lainnya, seperti
pergolide, pramipexol, ropinirol, karbegolin juga berkhasiat terhadap RLS dan PLMS.
Komplikasi pengunaan dopamine agonist yang dijumpai pada Parkinson, misalnya
dyskinesia, tidak dijumpai pada pemakaian terhadap RLS dan PLMS, walaupun digunakan
bertahun. Selegiline (suatu monoamine oxidase inhibitor type B) mencegah pemecahan
dopamine dan dapat menekan PLMS. Pada table dikemukakan obat-obat yang dapat
digunakan pada RLS atau PLMS yang dikutip dari Lavie dkk, 2002.

Tabel III. Obat yang dapat digunakan mengobati RLS/PLMS


Kelompok

Medikasi

Depaminergik i-Dopa/karbidopa
Pergolid
Bromokriptin
Pramipexol

Rentang
dosis/hari (mg)
25/100 - 50/200
0,125 - 0,75
2,5 - 10
0,125 - 0,50

Hipnotik

Klonazepam
Lorazepam
Triazolam
Temazepam

0,5 - 2,0
0,5 - 2,0
0,125 - 0,25
15 - 60

Opioids

Morfin (sustained release)


Metadon
Oksikodon
(sustained

15 - 30
10 - 30`

release)
Propoksifen

10 - 40`
20 - 80

Karbamazepin
Gabapentin
Propranolol
Klonidin
Baclofen
Besi

100 - 400
300 - 2000
40 - 160
0,1 - 0,5
20 - 80
15 - 100

Lain-lain

Anda mungkin juga menyukai