Anda di halaman 1dari 3

Pemerintah Menggodok Dua Aturan Insentif,

Selasa, 16 Juni 2015

16 Jun 2015, Harian Kontan


JAKARTA. Pemerintah masih menggodok dua peraturan insentif pajak yang hingga sekarang belum juga
keluar. Dua aturan ini menjadi satu paket dengan aturan tax allowance yang telah keluar pada Mei
lalu, yaitu tax holiday dan insentif kawasan ekonomi khusus (KEK).
Pertama, revisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 192/PMK.011/2014 tentang Pemberian
Fasilitas Pembebasan atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan atau yang dikenal dengan tax
holiday. Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan ada tiga perombakan penting yang
bakal terjadi.
Pertama, tenor pemberian fasilitas tax holiday yang sebelumnya maksimal 10 tahun, kali ini
diperpanjang jadi 15-20 tahun. Alasan pemerintah dengan tenor yang lebih panjang adalah untuk
memasukkan industri yang memang membutuhkan fasilitas pajak lebih panjang, yaitu industri
pengilangan dan renery.
Kedua, format pemberian fasilitas pajak tidak lagi dalam bentuk pembebasan pajak hingga 0%.
"Namun dalam bentuk pengurangan. Jadi pengurangannya tidak sampai 100%," ujar Bambang, dalam
wawancaranya dengan KONTAN, Minggu (14/6).
Ketiga, sektor penerima tax holiday ditambah menjadi tujuh sektor. Sebelumnya hanya lima sektor
yaitu industri logam dasar, pengilangan minyak bumi, permesinan, sumber daya terbarukan, dan
peralatan komunikasi. Apa saja dua sektor tambahan ini, Bambang masih enggan memberi tahu.
Hanya saja, dua sektor ini mempunyai karakteristik yang sama dengan lima sektor sebelumnya,
yaitu mempunyai nilai tambah dan mendorong hilirisasi.
Revisi beleid tax holiday ini pun tengah ditunggu banyak perusahaan. Paling tidak sudah ada enam
perusahaan yang mengantri untuk mendapatkan fasilitas penghapusan pajak penghasilan tersebut.
Apalagi investasi perusahaan ini tergolong besar dan menyerap banyak tenaga kerja.
Insentif Khusus KEK
Untuk insentif KEK sendiri, pemerintah berniat mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP). Bentuk
pemberian fasilitasnya berupa tax allowance atau tax holiday dan akan disesuaikan dengan zona
masing-masing kawasannya.
Ambil contoh, KEK Tanjung Lesung. Pemberian fasilitas yang diberikan pemerintah adalah insentif
untuk sektor pariwisata seperti hotel ataupun restoran. Kedua insentif pajak ini akan segera
dikeluarkan oleh pemerintah dan dianggap bisa efektif untuk mendorong investasi."Karena kami
yakin hanya investasi yang bisa dorong ekonomi kita," tandasnya.

Insentif KEK akan disesuaikan dengan zona dan khususan wilayah.


Sebelumnya, Kepala Badan Koordinator Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani telah memastikan,
tiap KEK bakal mendapat perlakuan khusus terkait investasi. Selain insentif pajak, kemudahan dalam

berinvestasi juga bisa didapat. Ia mencontohkan untuk menggenjot pembangunan KEK Mandalika,
BKPM berniat memperpanjang waktu kepemilikan lahan oleh asing. Jika kini dibatasi hanya 50 tahun,
nantinya bisa selama 80 tahun.
Asal tahu saja, saat ini pemerintah sudah menetapkan delapan wilayah yang masuk dalam kategori
KEK yakni, Sei Mangkeu, Tanjung Api-Api, Tanjung Lesung, Trans Kalimantan, Bitung, Palu, Mandalika
dan Morotai. Kedepan, akan ada 11 KEK baru lainnya yang tengah digodok.
Badan Koodinator Penanaman Modal (BKPM) sempat menyebut 11 daerah baru yang akan mendapat
keisitimewaan tersebut antara lain, Lhokseumawe, Padang Pariaman, Batu Licin, Tarakan, Garombong,
Taka Bonerate, Sorong, Raja Ampat, Teluk Bituni dan terakhir Merauke.
Ekonom Samuel Asset Manajemen Lana Soelistianingsih menyambut positif langkah pemerintah
mengeluarkan dua insentif ini. Yang menjadi catatannya adalah sasaran pemberian fasilitas.
Pemerintah harus bisa menggaet investor yang benar-benar diperlukan, yakni investor yang bisa
mengurangi impor.
Lana berpesan insentif ini jangan diberikan kepada perusahaan yang hanya memanfaatkan pasar
domestik dan tetap melakukan impor. "Sayang semua diskon-diskon ini diberikan pada industri yang
tidak bisa menggantikan impor," paparnya.

Makin Lambat Lapor, Tebusan Tax Amnesty Semakin Besar,


Selasa, 16 Juni 2015

16 Jun 2015, Harian Kontan


JAKARTA. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemkeu) tengah menuntaskan
naskah akademik tentang rencana pengampunan pajak khusus atau special tax amnesty. Di naskah
itu, Ditjen Pajak ingin menerapkan tarif tebusan program special tax amnesty berdasarkan waktu
pelaporan setelah kebijakan ini berlaku.
Direktur Penyuluhan, Pengembangan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) Ditjen Pajak Mekar Satria
Utama menjelaskan, wajib pajak bisa memperoleh fasilitas pengampunan pajak bila melaporkan dan
membawa masuk 90% dari total asetnya yang tersimpan di luar negeri. Lalu, wajib pajak harus
membayar tebusan/denda agar aset itu sah.
Selama periode laporan yang berlangsung dua bulan setelah tax amnesty diberlakukan, wajib pajak
hanya perlu membayar tebusan sebesar 7%-10% dari total aset. Namun, jika melebihi batasan waktu
tersebut, besaran denda meningkat jadi 15%-20%. Lalu, jika wajib pajak mau menarik dan
menginvestasikan seluruh asetnya di dalam negeri, wajib pajak bisa mendapatkan pengurangan
sebesar 5% dari tarif yang berlaku.
Sebagai pilihan investasi, Ditjen Pajak ingin agar dana itu tersimpan di obligasi pemerintah. Jangka
waktunya minimal lima tahun.
Wajib pajak juga bisa memilih menyimpan dananya melalui penyertaan modal berbentuk saham di
suatu badan usaha di Indonesia. Pilihan lain, wajib pajak bisa menginvestasikan dananya di properti.
"Semuanya masih rencana. Kami sedang mempercepat proses kajiannya, mudah-mudahan awal bulan
depan sudah bisa dipresentasikan ke Menteri Keuangan," kata Mekar, Jumat (12/6) lalu.

Dikonrmasi mengenai hal ini, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro tidak membantah dan tidak
juga memastikan. "Nanti kita lihat undang-undangnya. Pokoknya yang penting, jika uangnya
dimasukkan, uangnya harusstay," ungkap Bambang.
Perkumpulan Prakarsa, lembaga swasta yang mengkaji kebijakan ekonomi, meragukan program tax
amnesty bisa sukses berjalan. "Iming-iming tebusan yang murah tak menjamin wajib pajak mau
melaporkan asetnya, jika Ditjen Pajak tak memiliki daya untuk menarik jumlah aset di luar negeri,"
ujar Setyo Budiantoro, Direktur Perkumpulan Prakarsa.
Pengamat Pajak Universitas Pelita Harapan (UPH) Ronny Bako berpendapat, konsep tax amnesty
adalah pelaporan aset yang tak terdata. Jika nanti ada kewajiban untuk menginvestasikan di portofolio
tertentu, malah akan menjadi bumerang bagi program ini. Pasalnya, orang-orang penyimpan aset di
luar negeri pasti lebih nyaman menaruh dananya di negara lain demi menghindari risiko.

admin's blog

Anda mungkin juga menyukai