Anda di halaman 1dari 14

ASMA BRONKIALE

A. Pendahuluan
Penyakit asma berasal dari kata "asthma" dari bahasa Yunani yang berarti
"sukar bernafas". Menurut Scadding dan Godfrey yang diuat dalam penelitian
Ratih Oemiati dkk, [7]asma merupakan penyakit yang ditandai dengan variasi luas
dalam waktu yang pendek terhambatnya aliran udara dalam saluran nafas paru
yang bermanifestasi sebagai serangan batuk berulang atau mengi (wheezing) dan
sesak nafas yang biasanya terjadi di malam hari.
Dasar penyakit ini adalah hiperaktivitas bronkus dan obstruksi jalan
napas. Serangan berulang dari sesak napas dan mengi, yang bervariasi tingkat
keparahan dan frekuensi dari orang ke orang. Inflamasi kronis tersebut
berhubungan dengan hiperresponsif dari saluran pernapasan yang menyebabkan
episode sesak napas, mengi dan batuk. Episode ini berhubungan dengan luas
obstruksi saluran pernapasan yang bersifat reversible baik secara spontan
ataupun dengan terapi [4,4,12]
B. Prevalensi
Prevalensi asma mengalami peningkatan pada semua kelompok usia
dengan kejadian tertingi pada anak usia prasekolah. Kenaikan prevalensi
padakelompok usia 0-4 tahun adalah sebesar 160%. Menurut hasil penelitian di
Texas (Amerika Serikat) yang dilaksanakan tahun 1999-2001, angka perawatan
akibat asma pada usia 0-14 tahun adalah 63.535, yang paling banyak dirawat
adalah anak usia 0-4 tahun, yaitu sebanyak 79 per 10.000 per tahun. Perawatan
paling sering terjadi pada musim dingin.[6]
Hasil penelitian International Study on Asthma and Allergies in
Childhood menunjukkan bahwa di Indonesia prevalensi penyakit asma
meningkat dari 4,2% pada tahun 1995 menjadi 5,4% pada tahun 2003. Sebelum
masa pubertas, prevalensi asma pada laki-laki 3 kali lebih banyak dibanding
perempuan, selama masa remaja prevalensinya hampir sama dan pada dewasa
insiden pada kedua jenis kelamin sama.[7,9]

C. Faktor Risiko dan Etiologi


Berbagai faktor dapat mempenaruhi terjadinya serangan asma, kejadian
asma, berat ringannya penyakit, serta kematian akibat penyakit asma. Faktorfaktor tersebut yaitu: [2,6]
1. Jenis Kelamin
2. Usia
3. Riwayat Atopi
4. Lingkungan
5. Ras
6. Asap Rokok
7. Outdor air pollution
8. Infeksi Respiratorik
D. Patofisiologi
1. Obstruksi saluran napas
Penyempitan saluran nafas yang terjadi pada pasien asma dapat
disebabkan oleh banyak faktor. Penyebab utamanya adalah kontraksi otot
polos bronkial yang dipicu oleh mediator agonis yang dikeluarkan oleh sel
inflamasi. Akibatnya terjadi hiperplasia kronik dari otot polos, pembuluh
darah, serta terjadi deposisi matriks pada saluran nafas. Selain itu, dapat pula
terjadi hipersekresi mukus dan pengendapan protein plasma yang keluar dari
mikrovaskularisasi bronkial dan debris seluler.[7,10]

Gambar 1. Perubahan saluran napas pada pasien normal dan pasien asma [1]

2. Hiperreaktivitas saluran napas


Saluran respiratori dikatakan hiperreaktif atau hiperresponsif jika pada
pemberian histamin dan metakolin dengan konsentrasi kurang 8g%
didapatkan penurunan Forced Expiration Volume (FEV1) 20% yang
merupakan kharakteristik asma, dan juga dapat dijumpai pada penyakit yang
lainnya seperti Chronic Obstruction Pulmonary Disease (COPD), fibrosis
kistik dan rhinitis alergi. Stimulus seperti olahraga, udara dingin, ataupun
adenosin, tidak memiliki pengaruh langsung terhadap otot polos saluran nafas
(tidak seperti histamin dan metakolin). Stimulus tersebut akan merangsang sel
mast, ujung serabut dan sel lain yang terdapat disaluran nafas untuk
mengeluarkan mediatornya.[7,10]
3. Pemendekan otot polos saluran napas
Pada penderita asma ditemukan pemendekan dari panjang otot
bronkus. Kelainan ini disebabkan oleh perubahan pada aparatus kontraktil
pada bagian elastisitas jaringan otot polos atau pada matriks ektraselularnya.
Peningkatan kontraktilitas otot pada pasien asma berhubungan dengan
peningkatan kecepatan pemendekan otot. Sebagai tambahan, terdapat bukti
bahwa perubahan pada struktur filamen kontraktilitas atau plastisitas dari sel
otot polos dapat menjadi etiologi hiperaktivitas saluran nafas yang terjadi
secara kronik.[7,10]
4. Hipersekresi mukus
Hiperplasia kelenjar submukosa dan sel goblet sering kali ditemukan
pada saluran nafas pasien asma dan penampakan remodeling saluran nafas
merupakan

karakteristik

asma

kronis.

Obstruksi

yang

luas

akibat

penumpukan mukus saluran nafas hampir selalu ditemukan pada asma yang
fatal dan menjadi penyebab ostruksi saluran nafas yang persisiten pada

serangan asma berat yang tidak mengalami perbaikan dengan bronkodilator.


[7,10]

E. Klasifikasi
Tabel 1. Pembagian derajat penyakit asma pada anak meurut PNAA 2004 [6]
Parameter klinis,

Episodik

Episodik

Asma

Jarang

Sering

Persisten

kebutuhan obat, dan


faal paru
Frekuensi

< 1x /bulan

>1x /bulan

Sering

Lama serangan

< 1 minggu

1 minggu

Hampir sepanjang
tahun, tidak ada remisi

Di antara Serangan

Tanpa gejala

Sering ada gejala

Siang dan malam

Tidur, aktivitas

Tidak terganggu

Sering terganggu

Sangat terganggu

Pemeriksaan fisik di

Normal

Mungkin

Tidak pernah normal

luar serangan
Obat Pengendali (Anti

terganggu
Tidak perlu

Inflamsi)

Non

Steroid hirupan/ oral

steroid/steroid
hirup dosis rendah

Uji faal paru (diluar

PEV/ FEV1 >

PEV/ FEV1 60-

PEV/ FEV1 < 60%,

serangan)
Variabilitas faal paru

80%
Variabilitas >

80%
Variabilitas >

variabilitas 20-30%
Variabilitas > 50 %

(saat serangan)

15%

30%

Tabel 2. Penilaian derajat serangan asma menurut GINA 2006 [6]


Paramater klinis,
fungsi paru,
laboratorium

Berat
Ringan

Sedang

Kesulitan
bernafas saat
aktivitas

Berjalan
Bayi: menangis
keras

Bicara

Kalimat

Berbicara
Bayi :
- Tangis pendek
&lemah
- Kesulitan makan
Penggal kalimat

Posisi

Bisa berbaring

Lebih suka duduk

Kewaspadaan

Mungkin teragitasi

Sianosis
Mengi

Tidak ada
Sedang, sering
hanya pada akhir
ekspirasi
Minimal
Dangkal, retraksi
intercostal

Biasanya
teragitasi
Ada
Nyaring,
sepanjang
ekspirasi
Sedang
Sedang, ditambah
retraksi
suprasternal
Meningkat +

Sesak nafas
Retraksi
Laju napas

Meningkat

Tanpa
ancaman henti
napas
Istirahat
Bayi berhenti
makan

Ancaman henti
napas

Kata- kata
Duduk
bertopang
lengan
Biasanya
teragitasi
ada
Sangat nyaring,
terdengar tanpa
stetoskop
berat
Dalam,
ditambah nafas
cuping hidung
Meningkat ++

Pusing/ bingung
Ada, nyata
Sulit/ tidak terdengar
( silent chest )
Dangkal / hilang
Menurun

Pedoman nilai baku laju napas pada anak sadar :


Usia Laju napas normal
< 2 bulan < 60 x / menit
2- 12 bulan < 50 x / menit
1 5 tahun < 40 x / menit
6- 8 tahun < 30 x / menit
Laju nadi
Normal
Takikardi
Pedoman nilai baku laju nadi pada anak sadar :
Usia Laju nadi normal
2 12 bulan < 160 x / menit
1 2 tahun < 120 x / menit
3- 8 tahun < 110 x / menit
FEV-1
- pra b. dilator
- pasca b.dilator
Sa O2 %
Pa O2
Pa CO 2

Takikardi

> 60 %
> 80 %

40 -60 %
60 80 %

> 95 %
Normal
( biasanya tidak
perlu diperiksa )
< 45 mmHg

91 -95 %
> 60 mmHg

< 40 %
< 60 %
Respon < 2 jam
90 %
< 60 mmHg

< 45 mmHg

> 45 mmHg

Bradikardi

F. Manifestasi Klinis
Tanda karakteristik berupa ekspirasi memanjang dengan suara wheezing
dan batuk berulang. Pasien dapat tampak gelisah karena sesak, napas cuping
hidung, retraksi dinding dada bahkan dapat dijumpai sianosis.[6,10]
G. Pemeriksaan Penunjang [6]
Pemeriksaan fungsi/faal paru dengan alat spirometer
Pemeriksaan arus puncak ekspirasi dengan alat peak flow rate meter
Uji reversibilitas (dengan bronkodilator)
Uji provokasi bronkus, untuk menilai ada/tidaknya hiperaktivitas bronkus
Uji alergi (tes tusuk kulit/skin prick test) untuk menilai ada tidaknya alergi
Foto toraks, pemeriksaan ini dilakukan untu menyingkirkan penyakit selain
asma
H. Diagnosis [6]
Anamnesis
Harus dilakukan dengan cermat agar didapatkan riwayat penyakit yang
akurat mengenai gejala sulit bernapas, mengi atau dada terasa berat yang
bersifat episodik dan berkaitan dengan musim, serta adanya riwayat asma
atau penyakit atopi pada anggota keluarga. Beberapa pertanyaan berikut ini
sangat berguna dalam pertimbangan diagnosis asma :
Apakah anak mengalami serangan mengi atau serangan mengi berulang?
Apakah anak sering terganggu oleh batuk pada malam hari?
Apakah anak mengalami mengi atau batuk setelah berolahraga?
Apakah anak mengalami gejala mengi, dada terasa berat atau batuk

setelah terpajan allergen atau polutan?


Apakah jika mengalami pilek, anak membutuhkan >10 hari untuk

sembuh?
Apakah gejala klinis membaik setelah pemberian pengobatan antiasma?

Pemeriksaan Fisis
Inspeksi

Pasien terlihat gelisah


Sesak (napas cuping hidung, napas cepat, retraksi sela iga, retraksi

epigastrium, retraksi suprasternal)


Sianosis

Palpasi

Biasanya tidak ditemukan kelianan


Pada serangan berat dapat terjadi pulsus paradoksus

Perkusi

Biasanya tidak ditemukan kelainan

Auskultasi

Ekspirasi memanjang
Mengi
Suara lender

Sebagian besar mengi selama 3 tahun pertama kehidupan berhubungan


dengan infeksi virus pada saluran pernapasan. Indeks Prediktif Asma (API)
merupakan panduan untuk menentukan mana anak-anak kecil yang akan
memiliki asma pada tahun kemudian. Anak-anak kurang dari 3 tahun yang telah
memiliki 4 atau lebih episode mengi yang signifikan dalam satu tahun terakhir
akan cenderung persisten (misalnya, seumur hidup) asma setelah 5 tahun jika
mereka memiliki salah satu dari berikut: [11]
a. Faktor mayor
Induk dengan asma
Riwayat dermatitis atopik
Sensitifitas terhadap alergen di udara (sudah dilakukan skin test atau test
darah misalnya alergi terhadap debu, rumput, tungau atau lainnya)
b. Faktor minor
Alergi makanan
Eosinophil darah lebih dari 4%
Mengi selain pilek
API ini dikembangkan setelah diikuti hamper 1.000 anak usia diatas 13
tahun. Ternyata anak dengan mengi dengan API positif di usia sekitar 2-3 tahun

terdapat sekitar 80% kemungkinan akan memiliki diagnosis pasti asma ketika
memasuki sekolah.
I. Diagnosis Banding
Mengi tidak hanya terjadi pada asma, tapi dapat terjadi berbagai macam
keadaan yang menyebabkan obstruksi pada saluran nafas : [9]
1. Pada bayi adanya korpus alienum di saluran nafas dan esofagus
2. Penyakit paru kronik yang berhubungan dengan bronkiektasis atau fibrostik
kistik
3. Bronkiolitis akut, biasanya mengenai anak dibawah umur 2 tahun dan
terbanyak dibawah umur 6 bulan dan jarang berulang
4. Bronkitis, tidak ditemukan eosinofilia, suhu biasanya tinggi dan tidak
herediter
5. Tuberkulosis kelenjar limfe di daerah trakheobronkial
6. Kelainan trakea dan bronkus, misalnya trakeobronkomalasi dan stenosis
bronkus
J. Penatalaksanaan [6]
Obat asma dapat dibagi dalam 2 kelompok besar, yaitu obat pereda
(reliever) dan obat pengendali (controller).

Obat pereda digunakan untuk

meredakan serangan atau gejala asma jika sedang timbul. Kelompok kedua
adalah obat pengendali yang disebut juga obat pencegah, atau obat profilaksis.
Obat ini digunakan untuk mengatasi masalah dasar asma, yaitu inflamasi kronik
saluran nafas.
1. Obat Pereda (Reliever)
a) Bronkodilator
1) Short-acting 2 agonist
Tabel 3. Short-acting 2 agonist yang sering digunakan
Salbutamol
Oral : 0,1 - 0,15 mg/kgBB/kali

Fenetrol
0,1 mg/kgBB/kali,

Terbutalin
Oral: 0,05-0,1

setiap 6 jam
Nebulisasi : 0,1 - 0,15 mg/kgBB

setiap 6 jam.

mg/kgBB/kali , setiap 6
jam.

(dosis maksimum 5mg/kgBB),

Nebulisasi: 2,5 mg atau 1

interval 20 menit, atau nebulisasi

nebulisasi

kontinu dengan dosis 0,3 0,5


mg/kgBB/jam (dosis maksimum
15 mg/jam)

Pemberian inhalasi (inhaler/nebulisasi) memiliki onset kerja 1


menit, efek puncak dicapai dalam 10 menit, lama kerjanya 4 6 jam.
Pemberian metered dose inhaler (MDI) tergantung jenis serangannya:
Serangan ringan : 2 - 4 semprotan tiap 3 - 4 jam
Serangan sedang : 6 - 10 semprotan tiap 1- 2 jam
Serangan berat
: 10 semprotan
Pemberian intravena dilakukan saat serangan asma berat karena
pada keadaan ini obat inhalasi sulit mencapai bagian distal obstruksi
jalan napas. Efek samping takikardi lebih sering terjadi.
Dosis salbutamol IV: mulai 0,2 mcg/kgBB/menit, dinaikkan 0,1
mcg/kgBB setiap 15 menit, dosis maksimal 4 mcg/kgBB/menit.
Dosis terbutalin IV: 10 mcg/kgBB melalui infus selama 10 menit,
dilanjutkan dengan 0,1 0,4 ug/kgBB/jam dengan infuse kontinu.
Efek samping 2 agonist antara lain tremor otot skeletal, sakit
kepala, agitasi, palpitasi, dan takikardi.
2) Methyl xanthine
Obat ini diberikan pada serangan asma berat dengan
kombinasi 2 agonist dan antikolinergik. Methilxanthine cepat
diabsorbsi setelah pemberian oral, rectal, atau parenteral. Pemberian
teofilin IM harus dihindarkan karena menimbulkan nyeri setempat
yang lama. Dosis aminofilin inisial bergantung kepada usia : 1-6
bulan: 0,5mg/kgBB/jam; 611 bulan: 1 mg/kgBB/jam; 19 tahun:
1,2-1,5 mg/kgBB/jam; > 10 tahun: 0,9 mg/kgBB/jam.
b) Antikolinergik

Obat yang digunakan adalah Ipratropium Bromida. Kombinasi


dengan nebulisasi 2 agonis menghasilkan efek bronkodilatasi yang
lebih baik. Dosis anjuran 0,1 mL/kgBB, nebulisasi tiap 4 jam. Obat ini
dapat juga diberikan dalam larutan 0,025% dengan dosis : untuk usia
diatas 6 tahun 8-20 tetes; usia kecil 6 tahun 4-10 tetes.
c) Kortikosteroid
Kortikosteroid sistemik terutama diberikan pada keadaan: (1)
terapi inisial inhalasi 2 agonist kerja cepat gagal mencapai perbaikan
yang cukup lama; (2) serangan asma tetap terjadi meski pasien telah
menggunakan kortikosteroid hirupan sebagai kontroler; (3) serangan
ringan

yang

mempunyai

riwayat

serangan

berat

sebelumnya.

Kortikosteroid sistemik memerlukan waktu paling sedikit 4 jam untuk


mencapai perbaikan klinis, efek maksimum dicapai dalan waktu 12 24
jam.
Preparat oral yang di pakai adalah prednisone, prednisolon, atau
triamsinolon dengan dosis 1-2 mg/kgBB/hari diberikan 2-3 kali sehari
selama 3-5 kali sehari.
2. Obat pengendali (controller)
Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA) membuat pedoman tentang
tatacara dan langkah-langkah untuk penggunaan obat controller. Pertama
berikan kortikosteroid inhaler dosis rendah, pada anak sering digunakan
budesonid dengan dosis 100-200 g/hari untuk anak kurang dari 12 tahun,
dan 200-400 untuk anak diatas 12 tahun. Evaluasi gejala klinis sampai 6-8
minggu. Apabila dalam waktu 6-8 minggu asmanya stabil, maka dosis
kortikosteroid diturunkan secara bertahap yang pada akhirnya dapat
dihentikan tanpa kortikosteroid.
Apabila dalam waktu 6-8 minggu asmanya belum stabil yaitu masih
sering terjadi serangan, maka harus menggunakan tahap kedua yaitu berupa
kortikosteroid dosis rendah ditambah LABA, TSR, atau anti-leukotrien, atau

dosis kortikosteroid dinaikkan menjadi medium (budesonid: <12 tahun 200400g/hari; >12 tahun 400-600 g/hari)..
Apabila belum stabil, maka meningkat pada tahap ketiga yaitu
meningkatkan dosis kortikosteroid menjadi dosis medium ditambah LABA,
TSR, atau antileukotrien, atau dosis kortikosteroidnya ditingkatkan menjadi
dosis tinggi (budesonid: <12 tahun >400g/hari; >12 tahun >600 g/hari).
Penggunaan kortikosteroid oral (1-2 mg/kgBB/hari) harus merupakan
langkah terakhir dalam tatalaksana asma pada anak. Selain penggunaan obat
controller, usaha lain yaitu pencegahan terhadap faktor pencetus harus tetap
dilakukan.
Obat long acting -agonist (LABA) yang dipakai adalah salmeterol 50
mcg (2 hisapan) 2xsehari, hingga 100mcg (4 hisapan) 2xsehari pada
obstruksi yang lebih berat. Obat theophylline slow release (TSR) yang
dipakai adalah Quibront TSR dengan dosis di bawah 9 tahun 24
mg/kgBB/hari, 9-12 tahun 20 mg/kgBB/hari, dan 12-16 tahun 18
mg/kgBB/hari. Obat antileukotrien yang digunakan adalah zafirlukast tablet
dengan dosis 2x1 tablet (1 tablet 20 mg).

Gambar 2. Alogaritma Tatalaksana Asma [6]


3. Terapi Suportif
Bentuk terapi suportif yang dapat diberikan antara lain terapi oksigen
dan terapi cairan. Oksigen diberikan pada serangan sedang dan berat melalui
nasal kanul ataupun masker. Perlu dilakukan pemantauan saturasi oksigen,

sebaiknya diukur dengan pulse oxymetry (nilai normal > 95%).5 Pemberian
cairan harus hati-hati karena pada asma berat terjadi peningkatan sekresi
Antidiuretik Hormone (ADH) yang memudahkan terjadinya retensi cairan
dan tekanan pleura negatif tinggi pada puncak inspirasi yang memudahkan
terjadinya edema paru. Jumlah cairan yang diberikan adalah 1-1,5 kali
kebutuhan maintenance.[6]
K. Komplikasi [6]
1. Bila serangan asma sering terjadi dan telah berlangsung lama, terjadi
emfisema dan perubahan bentuk thorak yaitu thorak membungkuk kedepan
dan memanjang. Pada asma kronik dan berat dapat terjadi bentuk dada
burung dara dan tampak sulcus Harrison.
2. Bila sekret banyak dan kental dapat terjadi atelektasis, bila berlangsung lama
terjadi bronkiektasis, bila ada infeksi akan terjadi bronkopneumonia.
3. Kegagalan pernafasan, kegagalan jantung dan kematian.
L. Prognosis
Mortalitas akibat asma jumlahnya kecil. Gambaran yang paling akhir
menunjukkan kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi berisiko yang
jumlahnya kira-kira 10 juta penduduk. Angka kematian cenderung meningkat di
pinggiran kota dengan fasilitas kesehatan terbatas.[9]

Daftar Pustaka

1. Almazini Prima. Bronchial Thermoplasty Pilihan terapi Baru Untuk Asma Berat.
FKUI. 2012.CDK-189/ Vol. 39 No. 1,
2. American Academy of Allergy Asma and Immunology. Pediatric Asthma. 2014 Nov.
Available from: URL: http://www.aaaai.org/conditions-andtreatments/conditions-dictionary/pediatric-asthma.aspx
3. Asthma Predictive Index. Guide to Your Childs Allergies and Asthma. American
Academy of Pediatrics. Published 11/21/2015. Available from :
https://www.healthychildren.org/English/health-issues/conditions/allergiesasthma/Pages/Asthma-Predictive-Index.aspx
4. Asma dalam Riset Kesehatan Dasar 2013. Badan Penelitian Dan Pengembangan
Kesehatan. Kementerian Kesehatan RI. 2013.
5. Direktorat Jenderal PPM & PLP. Pedoman Pengendalian Penyakit Asma.
Departemen Kesehatan RI. Jakarta. 2009
6. Nastiti N. Rahajoe, Bambang Supriyanto, Darmaean Budi Setyanto. Buku Ajar
Respirologi Anak Edisi Pertama, Cetakan kedua. Badan Penerbit: IDAI.
Jakarta 2010
7. Oemiati Ratih, Marice Sihombing, Qomariah. Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Penyakit Asma Di Indonesia. Publishing BMF. Media Litbang
Kesehatan Volume XX Nomor 1 Tahun 2010.
8. Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan Asma. Perhimpunan Dokter Paru-paru
Indonesia (PDPI).
9. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM. Jakarta;
2007.
10. Rahajoe N, Supriyatno B, Setyanto DB. Pedoman Nasional Asma Anak.UKK
Pulmonologi PP IDAI. Jakarta : 2009.
11. Rahajoe N. Deteksi dan Penanganan Asma pada Anak. dalam : Manajemen Kasus
Respiratorik Anak Dalam Praktek Sehari-hari. Edisi pertama. Yapnas
Suddharprana. Jakarta; 2007.
12. World Health Organization. Asthma. 2013 Nov.

Available from: http://www.who.int/topics/asthma/en/.

Anda mungkin juga menyukai