A. PENGERTIAN
paru-paru yang agresif. Luka infeksi biasanya terjadi sekitar 5 hari pasca
operasi dan disertai dengan kemerahan, nyeri tekan, pembengkakan, dan
peningkatan kehangatan disekitar luka. Terapinya dapat membutuhkan
antibiotika sistemik, pembukaan insisi itu, drainase sekret, debridemen lokal,
dan perawatan luka. Infeksi saluran kencing dapat terjadi pada setiap saat
dalam periode pasca pembedahan, dan urine untuk mikroskopi dan biakan
harus diperoleh pada setiap pasien yang mengalami demam pasca
pembedahan.tromboflebitis (yang berikutnya kemungkinan embolisme paruparu) ditunjukkan oleh demam dan pembengkakan atau nyeri kaki; ini
biasanya terjadi 7 sampai 10 hari pasca perasi, embolisme paru-paru dapat
terjadi, sekalipun tidak terdapat tanda-tanda tromboflebitis. Terbukanya luka
dengan evirasi usus biasanya diakibatkan oleh banyaknya sekret serosa dari
luka (cairan peritoneum) 4 sampai 8 hari pasca operasi. Bila eviserasi
dicurigai, luka harus dieksplorasi dalam kamar bedah.
Komplikasi intraoperatif yang paling lazim pada histerektomi perut atau
vagina adalah perdarahan, dari infundibulopelvis atau pedikel ovarium-utero,
pedikel rahim, atau susdut vagina. Bila terjadi perdarahan pasca pembedahan,
perdarahan dari sudut vagina kadang-kadang dapat dikenali dan dikendalikan
lewat vagina. Tetapi, kalau perdarahan cukup untuk menyebabkan hipotensi,
laparotomi mungkin dibutuhkan untuk mengikat predikel pembuluh darah yag
mengalami perdarahan.
Infeksi sering terjadi pada kedua prosedur dan ditunjukkan oleh demam dan
nyeri perut bagian bawah. Pemeriksaan sering mengungkapkan nyeri tekan
dan indurasi pada daerah vagina, yang menunjukkan suatu selulitis pelvis. Ini
biasanya dapat diterapi dengan terapi anntibiotika. Bila ada pembentukan
seroma atau hematoma, abses pelvis atau hematoma pelvis yang terinfeksi
dapat terjadi. Ini akan ditunjukkan oleh suatu massayang panas dan nyeri
dengan pemeriksaan rektovagina.pasien semacam itu membutuhkan drainase
yang tepat pada bahan yang terinfeksi melalui puntung vagina, selain
pemberikan antibiotik parenteral. Sefalosforin profilaksis secara intraoperatif
dan selama 24jam pasca operasi ternyata bermanfaat untuk mengendalikan
infeksi pada histerektomi vagina yang dilakukan pada pasien pra-menopause.
Cedera ureter adalah komplikasi yang paling berbahaya dari histerektomi dan
biasanya terjadi selama prosedur perut terutama selama diseksi yang sukar
pada penyakit radang pelvis, endometriosis, atau kanker pelvis. Tempat cedera
yang paling lazim adalah tempat di bagian lateral serviks;tempat kedua yang
paling banyak ditemukan adalah dibawah ligamen infundibulopelvis. Suatu
jahitan dapat dilakukan pada ureter, atau ini dapat dicepit dan dipotong.
Sebelum melakukan ligasi dan insisi ligamen infundibulopelvis ureter perlu
dikenali. Pasca operasi, pasien akan mengalami demam dan nyeri pinggang,
dan fistula uterovaginalis atau urinoma dapat terjadi 5 sampai 21 hari pasca
operasi. Kalau cairan mulai bocor dari vagina, suatu pemeriksaan termasuk
sistoskopi dan pielografiintravena, diperlukan. Fistula uterovaginal
membutuhkan reimplantasi ureter ke dalam kandung kemih, tetapi biasanya
menunggu beberapa bulan agar reaksi radang mereda.
Cedera intraoperatif pada kandung kemih atau usus dapat terjadi dan, kalau
diketahui, harus diperbaiki dengan segera. Kalau diperlukan perbaikan
kandung kemih, diperlukan 7 hari drainasepasca pembedahan dengan kateter
foley untuk memungkinkan penyembuhan yang optimal.
D. KLASIFIKASI HYSTEREKTOMI
A. PENGKAJIAN
a) Riwayat Kesehatan
b) Pemeriksaan Fisik dan Pelvis
c) Data dasar pengkajian pasien
Data tergantung pada proses penyakit dasar/kebutuhan untuk intervensi
pembedahan (contoh, kanker, prolaps, disfungsi perdarahan uteri,
endometriosis berat/infeksi pelviks yang tidak sembuh terhadap penanganan
medik).
d) Respon Psikososial Pasien
Keharusan menjalani histerektomi dapat menunjukkan reaksi emosional yang
kuat dan adanya ketakutan.
e) Ansietas
Jika histerektomi dilakukan untuk mengangkat tumor maligna , ansietas yang
berhubungan dengan ketakutan adanya kanker dan kematian menambah stres
pada pasien dan keluarganya.
G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Intervensi :
a) Mendengarkan pernyataan pasien/orang terdekat.
b) Kaji informasi pasien/orang terdekat tentang anatomi fungsi seksual dan
pengaruh prosedur pembedahan.
c) Identifikasi faktor budaya/nilai dan adanya konflik.
d) Bantu pasien untuk menyadari/menerima tahap berduka.
e) Dorong pasien untuk berbagi pikiran /masalah dengan teman.
f) Solusi pemecahan masalah terhadap masalah potensial; contoh menunda
koitus seksual saat kelelahan, melanjutkannya dengan ekspresi alternative,
posisi yang menghindari tekanan pada insisi abdomen, menggunakan minyak
vagina.
g) Diskusikan sensasi/ketidaknyamanan fisik, perubahan pada respon seperti
individu biasanya.
h) Rujuk ke konselor/ahli seksual sesuai kebutuhan.
PELAKSANAAN (IMPLEMENTASI)
Pelaksanaan dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah disusun.
J. EVALUASI