Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
Sindrom nefrotik merupakan manifestasi dari gangguan glomerular,
karakteristiknya berupa proteinuria, hipoalbuminemia, edema, dan hiperlipidemia.
Insiden sindrom nefrotik pada anak 2-4 kasus baru per 100.000 anak per tahun. Di
negara berkembang insidennya lebih tinggi. Di Indonesia dilaporkan 6 per
100.000 per tahun. Perbandingan anak laki-laki dan perempuan 2:1.
Mayoritas sindrom nefrotik idiopatik, tetapi bisa juga didahului oleh
penyakit tertentu atau dikenal dengan istilah sindrom nefrotik sekunder. Sindrom
nefrotik
dapat
menimbulkan
berbagai
komplikasi,
seperti
infeksi
dan
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1. IDENTIFIKASI
Nama
: An. IN
Jenis kelamin
: Perempuan
Berat Badan
: 13 kg
Tinggi Badan
: 81 cm
Agama
: Islam
Alamat
Suku Bangsa
: Pagar Alam
MRS
2.2. ANAMNESA
(Alloanamnesis dengan orang tua penderita, tanggal 15 November 2015,
16.00 WIB)
Keluhan Utama
Keluhan Tambahan
: BAK sedikit
Pedigree
Keterangan:
Ayah sehat
Ibu sehat
Anak sakit
Anak sehat
: 39 minggu
Partus
: Spontan
Ditolong oleh
: Bidan
HPHT
: Ibu lupa
: 3100 gram
: Ibu lupa
: Langsung menangis
: Tidak ada
: 0-2 tahun
Susu Formula
: 6 bulan-1 tahun
Bubur Susu
: 6 bulan-1 tahun
Bubur Saring
:-
Nasi Tim
: 1 tahun-sekarang
Nasi Biasa
: 2 tahun sekarang
Daging
: 1 tahun - sekarang
Tempe
: 1 tahun - sekarang
Tahu
: 1 tahun - sekarang
Sayuran
: 1 tahun - sekarang
Buah
: 1 tahun - sekarang
Lain-lain
:-
Kesan
: Cukup
Kualitas
: Cukup
Riwayat Imunisasi
BCG
DPT 1
HEPATITIS B
IMUNISASI DASAR
Umur
Umur
DPT 2
DPT 3
HEPATITIS B
HEPATITIS B
1
Hib 1
POLIO 1
CAMPAK
Kesan
2
Hib 2
POLIO 2
3
Hib 3
POLIO 3
Umur
Riwayat Keluarga
Perkawinan
: Pertama
Umur
Pendidikan
Riwayat Perkembangan
Mengangkat kepala
: 1 bulan
2.3.
Tengkurap
: 4 bulan
Merangkak
: 5 bulan
Duduk
: 6 bulan
Berdiri
: 11 bulan
Berjalan
: 12 bulan
Kesan
: Perkembangan baik.
PEMERIKSAAN FISIK
PEMERIKSAAN FISIK UMUM (Tanggal Pemeriksaan: 15 November
2015, Pukul 16.00 WIB)
Keadaan Umum
Kesadaran
: E4M4V5
BB
: 13 Kg
PB
: 81 cm
LK
: 46 cm
Edema (+), sianosis (-), dispnue (+), anemia (-), ikterus (-), dismorfik (-)
Suhu
: 36,8OC
Respirasi
: 26x/menit
Tekanan Darah
: 90/50 mmHg
Nadi
CRT
: 2
Status Gizi
BB/U
: 0-2 SD
TB/U
: -2 SD
BB/TB
: 2-3 SD
Kesan
: Gizi lebih
Keadaan Spesifik
Kepala
Bentuk
Rambut
Mata
Hidung
Telinga
: Sekret (-).
Mulut
Thorak
Paru-paru
- Inspeksi
- Auskultasi
- Perkusi
Jantung
- Inspeksi
-
Auskultasi
- Palpasi
- Perkusi
Abdomen
- Inspeksi
: Cembung
- Auskultasi
- Palpasi
- Perkusi
Lipat paha
Ekstremitas
Genitalia
Pemeriksaan Neurologis
Fungsi motorik
Pemeriksaan
Tungkai
Gerakan
Kekuatan
Tonus
Klonus
Reflek fisiologis
Reflek patologis
Kanan
Luas
+5
Eutoni
+ normal
-
Luas
+5
Eutoni
+ normal
-
Fungsi sensorik
GRM
Lengan
Kanan
Luas
+5
Eutoni
Kiri
Luas
+5
Eutoni
+ normal
-
+ normal
-
Hasil
11,7 g/dL
4.620.000/mm3
18.100/mm3
34 %
532.000/uL
1,4
3,6
2,2
19
4,80
0,26
7,8
136
4,0
8
2.5.
DAFTAR MASALAH
2.6.
DIAGNOSIS BANDING
2.7.
2.8.
PENATALAKSANAAN
a. Terapi
Non Farmakologis
- Menginformasikan kondisi penderita kepada orang tua.
- Menjelaskan tentang tatalaksana dan pemeriksaan penunjang
b. Diet
- Diet rendah garam
c. Monitoring
- Tanda vital /6 jam
- Balance cairan/6 jam
d. Edukasi
-Mengedukasi keluarga untuk memberikan obat secara teratur kepada
penderita.
-Mengedukasi keluarga untuk mengenali tanda-tanda bahaya.
e. Prognosis
-
Qua ad vitam
: dubia ad bonam
Qua ad functionam
: dubia ad bonam
Qua ad sanationam
: dubia ad bonam
2.9. Follow Up
Tanggal
13/11/15
Keterangan
S : bengkak di kedua mata dan tungkai
Pkl 07.00
O:
Status Generalis
KU : sakit sedang
Sens : kompos mentis
TD : 90/60 mmHg
N
: 108 x/m
RR : 28 x/m
T
: 36,6 C
Status Klinis
Kepala : Pupil bulat isokor 3 mm, reflek cahaya+/+, edema
palpebra (+/+), konjungtiva anemis (-), sklera ikterik
(-).
10
14/11/ 15
Pkl 07.00
O:
Status Generalis
KU : sakit sedang
Sens : kompos mentis
TD : 90/60 mmHg
N
: 100 x/m
RR : 28 x/m
T
: 37,2 C
Status Klinis
Kepala : Pupil bulat isokor 3 mm, reflek cahaya+/+, edema
palpebra (+/+), konjungtiva anemis (-), sklera ikterik
(-).
Thorax : Statis dinamis simetris kanan = kiri, retraksi (-).
Cor : BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-).
11
15/11/15
Pkl 07.00
O:
Status Generalis
KU : sakit sedang
Sens : kompos mentis
TD : 90/50 mmHg
N
: 108 x/m
RR : 28 x/m
T
: 37,0 C
Status Klinis
Kepala : Pupil bulat isokor 3 mm, reflek cahaya+/+, edema
palpebra (+/+), konjungtiva anemis (-), sklera ikterik
(-).
Thorax : Statis dinamis simetris kanan = kiri, retraksi (-).
Cor : BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-).
Paru : vesikuler (+) normal, rhonki dan wheezing sulit
dinilai.
12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
13
Ginjal terdiri dari jutaan unit penyaring kecil yang disebut nefron. Nefron
memiliki struktur glomerulus dan tubulus, terdiri dari 2 proses, yaitu membiarkan
cairan dan zat-zat yang tidak berguna keluar melalui urin, dan mencegah bahanbahan bermolekul besar seperti sel-sel darah termasuk protein, keluar melalui
urin.3
Fungsi ginjal:6
14
berupa
proteinuria,
hipoalbuminemia,
edema,
dan
hiperlipidemia.1
3.2.2 Epidemiologi
Sindrom nefrotik terjadi pada 2-7 dari 100.000 anak dan prevalensinya 1216 dari 100.000 anak. Insiden sindrom nefrotik tinggi di Asia Selatan. 95% adalah
sindrom nefrotik idiopatik, sedangkan 5% sindrom nefrotik didahului kondisi
sebelumnya seperti sistemik lupus eritematosus, purpura henoch schonlein, infeksi
virus hepatitis B dan C.2
3.2.3 Patofisiologi
Yang mendasari abnormalitas pada sindrom nefrotik adalah peningkatan
permeabilitas dinding kapiler glomerulus, yang bisa menyebabkan proteinuria
masif dan hipoalbuminemia. Sindrom nefrotik idiopatik berkaitan dengan
gangguan kompleks pada sistem imun, khususnya T cell mediated immunity. Pada
15
akan
menstimulasi
reabsorpsi
natrium.
Penurunan
volume
protein
penunjang
urin
yang
kuantitatif
perlu
(urin
dilakukan
24
jam
meliputi,
atau
rasio
16
nefrotik tidak terdapat hipertensi dan gross hematuria. Diagnosis bandingnya yaitu
gangguan hepar, gagal jantung, glomerulonefritis akut atau kronis, dan malnutrisi
protein.1 Hasil urinalisis proteinuria +3 atau +4. Perbandingan protein urin dan
kreatinin lebih dari 2, ekskresi protein urin >40 mg/m 2/jam. Kreatinin serum
biasanya normal, tapi bisa juga abnormal jika terjadi gangguan perfusi ke renal
karena penurunan volume intravaskular. Albumin serum <2.5 g/dl, kolesterol
serum dan trigliserid meningkat.
3.2.6 Komplikasi
komplikasi
tersering
adalah
infeksi,
karena
terjadi
hilangnya
imobilisasi).
Antikolagulasi
untuk
profilaksis
tidak
18
Keterangan:
Prednison dosis penuh (full dose) 60 mg/m2 LPB/hari (2 mg/kgBB/hari) dibagi 3 dosis
diberikan setiap hari selama 4 minggu, dilanjutkan dengan prednison 40 mg/m2 LPB/hari
19
(2/3 dosis penuh), dapat diberikan secara intermitent (3 hari berturut-turut dalam 1
minggu) atau alternating (selang sehari), selama 4 minggu. Bila remisi terjadi dalam 4
minggu pertama, maka prednison intermitent/alternating 40 mg/m2 LPB/hari diberikan
selama 4 minggu. Bila remisi tidak terjadi pada 4 minggu pertama, maka pasien tersebut
didiagnosis sebagai sindrom nefrotik resisten steroid.
Relapse therapy
Prednison
dosis
penuh
sampai
remisi
(maksimal
minggu)
Keterangan:
Prednison dosis penuh setiap hari sampai remisi (maksimal 4 minggu) kemudian
dilanjutkan dengan prednison intermittent/alternating 40 mg/m2LPB/hari selama 4
minggu.
20
dapat
dicoba
dikombinasikan
dengan
levamisol
dosis
2,5
Bila ditemukan
yang
berat,
pernah
relaps
dengan
gejala
berat
2. Pemberian levamisol
Pemakaian levamisol pada SN masih terbatas karena efeknya masih diragukan.
3. Pengobatan dengan sitostatik
Siklofosfamid (CPA) dosis 2-3 mg/kgBB atau klorambusil dosis 0,2-0,3
mg/kgBB/hari, selama 8 minggu. Sitostatika dapat mengurangi relaps sampai
lebih dari 50%, yaitu 67-93% pada tahun pertama, dan 36-66% selama 5 tahun.
Efek samping sitostatika antara lain depresi sumsum tulang,
alopesia, sistitis hemoragik, azospermia, dan dalam jangka
panjang dapat menyebabkan keganasan. Oleh karena itu perlu
pemantauan pemeriksaan darah tepi seperti kadar hemoglobin,
leukosit, trombosit, 1-2 kali seminggu. Bila jumlah leukosit kurang
dari 3.000/ul, kadar hemoglobin kurang dari 8 g/dL, atau jumlah
trombosit
kurang
dari
100.000/ul,
sitostatik
dihentikan
21
kadar
Streptococcus
pneumoniae)
perlu
diberikan
pengobatan
3.2.8 Prognosis
Jumlah kejadian relaps dalam 6 bulan pertama pasca pengobatan inisial,
sangat penting, karena dapat meramalkan perjalanan penyakit selanjutnya.
Dependen steroid adalah bagian dari relaps sering yang jumlah relapsnya lebih
banyak dan prognosisnya lebih buruk, tetapi masih lebih baik daripada resisten
steroid. Prognosis jangka panjang sindrom nefrotik kelainan minimal selama
pengamatan 20 tahun menunjukkan hanya 4-5% menjadi gagal ginjal terminal,
sedangkan pada glomerulosklerosis fokal segmental 25% menjadi gagal ginjal
terminal dalam 5 tahun dan pada sebagian besar lainnya disertai penurunan fungsi
ginjal. Pada berbagai penelitian jangka panjang ternyata respons terhadap
pengobatan
steroid
lebih
sering
dipakai
untuk
menentukan
prognosis
22
Resisten steroid : anak yang tidak respon terhadap prednison selama 8 minggu
terapi. Atau gagal mencapai remisi setelah 4 minggu terapi prednisolon 2
mg/kgBB/hari.1,2
23
BAB IV
ANALISIS KASUS
IN, anak perempuan, usia 2 tahun, BB 13 kg, PB: 81 cm, datang ke poli
anak RSMH dengan keluhan utama bengkak di seluruh badan. Sejak 1 minggu
SMRS, penderita mengalami bengkak di wajah, kelopak mata, dan perut. Bengkak
terutama pada pagi hari saat penderita bangun tidur dan bengkak berkurang pada
siang dan sore hari. Sesak napas tidak ada dan pasien masih bisa beraktivitas
ringan. Ibu pasien mengaku BAK penderita berwarna keruh, berbusa,
frekuensinya berkurang menjadi 3-4 kali sehari, dan banyaknya berkurang
menjadi + 2/5 gelas aqua setiap BAK, nyeri saat BAK tidak ada. Penderita banyak
minum air dan sering. Penderita tidak mengalami demam, muntah, pucat, nafsu
makan menurun, lemah, dan lesu. Anak bisa tidur dengan satu bantal. BAB
normal, tidak ada darah maupun lendir.
Sejak + 3 hari SMRS, bengkak semakin parah hingga ke seluruh tubuh
terutama di kelopak mata, pipi, perut, kedua lengan dan tungkai. Bengkak
terutama muncul pada pagi hari setelah bangun tidur dan berkurang di siang dan
sore hari. Sesak nafas tidak ada dan penderita masih bisa beraktifitas ringan.
Penderita bisa tidur dengan satu bantal. Ibu penderita mengaku BAK penderita
semakin sedikit, berwarna keruh, frekuensi 2-3 kali sehari, banyaknya 1/5 gelas
aqua setiap BAK, dan tidak ada nyeri saat BAK. BAB normal, tidak ada lendir
maupun darah. Tidak ada demam, mual, muntah, kejang, pucat, nafsu makan
menurun, lemah, dan lesu. Tidak ada batuk pilek. Penderita dibawa berobat ke
poliklinik anak RSMH dan dirawat di RSMH.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan anak tampak sakit sedang, kompos
mentis, pada pemeriksaan kepala didapatkan edema palpebra (+/+). Pada
pemeriksaan thoraks dalam batas normal. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan
abdomen cembung, bising usus normal, undulasi (+), nyeri tekan (-), shifting
dullness (+). Ekstremitas terdapat edema pretibia dan genitalia dalam batas
normal.
24
diagnosis
Sindrom
nefrotik
relaps
sering
oliguria
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Robert M. Kliegman, 2011. Nelson Textbook of Pediatrics 19th Edition.
Elsevier Sander. Philadelpia.
2. Arvind Bagga dan Mukta Mantan. 2010. Nephrotic Syndrome in Children:
India.
3. National Kidney and Urologic Diseases. 2014. Childhood Nephrotic
Syndrome.
4. Husein Alatas, Sp.A (K) dkk. 2013. Konsensus Tata Laksana Sindrom
Nefrotik Idiopatik Pada Anak. Unit Kerja Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter
5.
6.
7.
8.
Anak Indonesia.
Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik Edisi 6. EGC:Jakarta.
Sherwood, Lauralee. 2012. Fisiologi Manusia Edisi 6. EGC:Jakarta.
Marieb. 2014. The Urinary System Chapter 25.
Bruce M. Tune dan Stanley A. Mendoza. 2008. Treatment of the Idiopathic
Nephrotic Syndrome: Regimens and Outcomes in Children and Adults.
Journal of the American Society of Nephrology.
26