Anda di halaman 1dari 8

ANALISA NONSTASIONER PADA AUDITORY

EVOKED RESPONSES
Sukma Firdaus*, Achmad Arifin
Bidang Keahlian Teknik Elektronika, Program Pascasarjana Teknik Elektro,
Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya
*
Email : firdaus09@mhs.ee.its.ac.id

Abstrak. Auditory evoked responses (AER) adalah representasi dari proses neurofisiologi di dalam otak akibat stimulus suara
pada sistem pendengaran. Sinyal AER merupakan sinyal nonstasioner, hal ini disebabkan karena otak selalu menghasilkan
respons dengan frekuensi yang tidak konstan disetiap waktu. Salah satu metode analisa yang dapat digunakan untuk sinyal
nonstasioner adalah analisa time-frequency. Analisa time-frequency yang digunakan dalam penelitian ini adalah continuous
wavelet transform (CWT). Dalam penelitian ini, dilakukan analisa terhadap rentang skala dengan magnitudo yang lebih
besar. Rentang skala tersebut adalah 20x10-2 hingga 80x10-2. Nilai magnitudo pada rentang skala tersebut lebih besar dari
pada sebelum dan sesudah stimulus. Hal tersebut juga terjadi pada subyek yang dikondisikan dengan mata terbuka. Terdapat
perbedaan pada kondisi mata tertutup dan mata terbuka, perbedaan tersebut adalah nilai magnitudo pada mata tertutup lebih
besar dari pada mata terbuka. Perubahan nilai magnitudo pada mata tertutup jauh lebih tegas berada pada daerah VI dan VII
dalam gambar plot hasil perhitungan CWT. Sedangkan pada mata terbuka, nilai magnitudo direntang tersebut lebih melebar.
Waktu respon tercepat terdapat pada perekaman ke-10 subyek 1 untuk kondisi mata terbuka dengan waktu tempuh sebesar
0.045 detik, sedangkan waktu respon paling lama terdapat pada perekaman ke-8 subyek 1 kondisi mata tertutup dengan
waktu tempuh sebesar 0.220 detik. Dari penelitian ini diperoleh, bahwa pendekatan analisa nonstasioner dengan
menggunakan CWT, mampu menunjukkan sifat kenonstasioneran dari sinyal AER.
Kata Kunci : AER, Sinyal Nonstasioner, Analisa Time-Frequency, CWT

I. PENDAHULUAN
Electroencephalogram (EEG) adalah alat noninvasif untuk mengukur aktifitas kelistrikan otak. EEG
dapat direkam di kulit kepala dan merupakan hasil
resultan dari kelistrikan otak. EEG dapat memberikan
informasi penting mengenai kesehatan pada sistem
saraf pusat [1]. Sinyal EEG memiliki tingkat
kompleksitas yang tinggi, nonstasioner dan nonlinier.
Selain hal tersebut, EEG merupakan sinyal dengan
nilai amplitudo yang sangat rendah dan memiliki
artifak-artifak serta memiliki noise yang sangat tinggi
[2]-[4]. Otak akan menghasilkan respon, ketika sistem
sensori menerima stimulus, hal ini disebut sebagai
evoked respon [5]. Apabila sistem pendengaran
menerima stimulus berupa suara, maka akan
memunculkan auditory evoked responses (AER). AER
mampu merepresentasikan proses neurofisiologi yang
terjadi di dalam otak akibat stimulus suara. Amplitudo
AER berkisar 10 mikro volt, nilai tersebut lebih
rendah dari sinyal EEG. Salah satu cara untuk
mengekstrak AER dalam rekaman EEG adalah dengan
menggunakan grand average [6]. Meskipun telah
melalui proses grand average, AER masih tetap
memiliki sifat-sifat dasar dari EEG, yaitu
nonstasioner. Dalam menganalisa sinyal AER dari
nonstasioner, diperlukan suatu pendekatan analisa

time-frequency untuk melihat setiap perubahan


frekuensi disetiap waktu.
Analisa time-frequency merupakan analisa yang
didasari dari keterbatasan Transformasi Fourier (TF).
TF hanya mampu menganalisa pada domain frekuensi
tanpa memberikan informasi waktu. Akan tetapi pada
perkembanyannya, TF berkembang menjadi Shorttime Fourier Transform (STFT). STFT merupakan
TF yang dibuat secara terpotong-potong berdasarkan
window yang telah ditentukan. Hal tersebut
mempengaruhi pada resolusi time-frequency yang
mampu dianalisa. Ketika window dibuat terlalu sempit
maka akan mengurangi sensitifitas terhadap resolusi
domain frekuensi, sedangkan jika window terlalu lebar
akan mengurangi sensitifitas dari resolusi domain
waktu. Metode Alternatif yang telah berkembang
hingga sekarang, adalah menggunakan transformasi
wavelet (TW) [7].
TW sangat baik dalam menganalisa timefrequency untuk sinyal yang nonstasioner [8],[14].
TW dirancang untuk memberikan resolusi waktu yang
baik pada frekuensi tinggi dan resolusi frekuensi yang
baik pada frekuensi rendah [9]. Teknik yang
digunakan dalam TW adalah pada menyempit dan
melebarnya fungsi mother wavelet. Mother wavelet
merupakan fungsi basis yang akan dikonvolusikan
terhadap sinyal yang akan dianalisa. Dalam TW

terdapat dua jenis metode, yaitu continuous wavelet


transform (CWT) dan discrete wavelet transform
(DWT). CWT, berbeda dengan DWT, dimana CWT
lebih tepat pada analisa spektral dari sinyal yang
nonstasioner [8]. Sehingga didalam penelitian ini,
dilakukan analisa terhadap nonstasioneran dari sinyal
AER menggunakan CWT.

II. METODE
2.1 Perekaman AER
Sinyal AER merupakan sinyal dengan nilai
amplitudo yang sangat rendah, berkisar dalam orde
mikro volt. Penelitian ini menggunakan modul standar
instrumentasi EEG, yaitu modul BioPac MP 30.
Frekuensi sampling yang digunakan adalah 200 Hz,
dan besar penguatan sebesar 50.000 kali. Perekaman
dilakukan pada channel elektroda aktif di titik Cz,
elektroda referensi berada di titik Fpz, sedangkan titik
ground berada di daun telinga sebelah kanan [10].
Perekaman dilakukan pada dua orang subyek lakilaki, usia 28 dan 37 tahun dan tidak memiliki riwayat
kelainan sistem auditori. Pengukuran pada subyek
dilakukan sebanyak 10 kali, dengan dua kondisi yang
berbeda, yaitu mata tertutup dan mata terbuka. Pada
saat mata terbuka, subyek dibuat berkonsentrasi
dengan membaca buku. Stimulus suara yang
digunakan adalah nada murni dengan frekuensi
sebesar 1KHz, dengan volume sebesar 50 persen dari
volume maksimal audio stimulus sebesar 80 dB.
Perekaman sinyal berdurasi selama 10 detik. Stimulus
diberikan pada detik ke-4, dengan durasi selama 1
detik.

[1],[11],[12]. Jenis filter yang digunakan adalah filter


bandpass butterworth orde 4. Dalam menghitung
waktu respon dari sinyal AER menggunakan
tresholding. Dimana nilai amplitudo setelah detik ke-4
yang melewati batas yang telah ditentukan merupakan
akhir dari respon. Sehingga waktu respon keseluruhan
diperoleh berdasarkan pengurangan waktu amplitudo
yang melewati tresholding dengan waktu detik ke-4.

2.3 Continuous Wavelet Transform


CWT merupakan proses konvolusi sinyal x(t)
dengan sebuah fungsi window, fungsi window dapat
berubah disetiap waktu dan skala yang berubah-rubah.
Fungsi window merupakan mother wavelet yang
menjadi fungsi dasar dari wavelet. CWT jika
direpresentasikan kedalam persamaan matematis
seperti pada Persamaan (1). Dimana a, adalah faktor
skala dengan nilainya berbanding terbalik dengan
frekuensi, b adalah lokasi waktu, adalah fungsi
mother wavelet, * adalah fungsi matematis konjugat
kompleks. Penggambaran CWT terhadap perubahan
dari pelebaran dan penyempitan fungsi window untuk
frekuensi rendah dan tinggi disetiap waktu dapat di
ilustrasikan seperti Gambar 1. Mother wavelet yang
digunakan memiliki dua kondisi yang menjadi syarat
sebagai mother wavelet, kondisi tersebut terdapat pada
Persamaan (2) dan (3) [13],[14]. Mother wavelet yang
digunakan dalam penelitian ini adalah morlet.

CWT { x ( t ) ; a, b} =

x ( t )

a ,b

t b (1)

dt
a

( t ) dt = 0

(2)

( t ) dt

(3)

2.2 Preprocessing
Rekaman sinyal AER berada didalam tingkat
kerandoman yang sangat tinggi, sehingga diperlukan
cara untuk mengekstrak sinyal AER dari background
kerandoman tersebut. Untuk mengekstrak sinyal AER
menggunakan grand average yang dilakukan pada 10
sinyal EEG yang di rekam pada tiap subyek untuk
semua kondisi [6]. Selain mengekstrak sinyal AER
dari kerandoman, diperlukannya suatu proses
pemfilteran. Hal ini dikarenakan noise yang menyertai
sinyal AER. Salah satu noise dalam perekaman adalah
diakibatkan dari frekuensi jala-jala sebesar 50 Hz.
Sehingga diperlukan filter bandpass, dengan
bandwidht sebesar 0.3 Hz hingga 30 Hz. Rentang
bandwidht filter dipilih karena domain frekuensi
sinyal EEG berada direntang tersebut, dan seperti
yang telah dilakukan oleh peneliti lainnya

morlet ( t ) =
frekuensi

1
4

t2
2

e j0t

waktu
Gambar 1. Resolusi time-frequency dari wavelet

(4)

noise dan dinormalisasi terhadap nilai tertinggi, hasil


dari filter sepertipada Gambar 3.c.
Sinyal hasil filter merupakan sinyal yang akan
dianalisa menggunakan CWT. Pada perhitungan
CWT, nilai skala yang digunakan dimulai dari 110-2
sampai 10010-2. Nilai skala yang dihasilkan dalam
perhitungan CWT ini berbanding terbalik dengan nilai
frekuensi, yaitu nilai skala yang rendah merupakan
refresentasi dari nilai frekuensi tinggi, dan begitu juga
sebaliknya. Hasil perhitungan CWT digambarkan
kedalam bentuk countur yang terdapat pada Gambar 4
dan 5. Pada Gambar 4.b. menggambarkan hasil
perhitungan CWT untuk kondisi subyek dalam
keadaan mata tertutup, sedangkan pada Gambar 5.b
kondisi subyek pada saat mata terbuka.
Pada gambar perhitungan hasil CWT, dibuat
menjadi bagian daerah menggunakan angka romawi I
sampai XII. Pada detik ke-4 hingga ke detik ke-5
merupakan bagian disaat pemberian stimulus, dengan
angka V sampai dengan VIII. Detik ke-1 sampai detik
ke-3 merupakan waktu sebelum pemberian stimulus,
dengan angka I sampai dengan IV. Sedangkan detik
ke-5 sampai detik ke-10 merupakan waktu setelah
pemberian stimulus, dengan angka IX sampai dengan
XII. Pada gambar hasil CWT disertakan bar skala
magnitudo dengan warna yang lebih cerah hingga
menuju kecoklatan yang merupakan nilai magnitudo
tinggi, sedangkan warna kebiruan hingga menuju biru
gelap merupakan nilai magnitudo rendah.

Gambar 2. Mother Wavelet Morlet

Morlet merupakan fungsi dari Gaussian, yang


termodulasi oleh eksponensial komplek, fungsi mother
wavelet morlet ditunjukkan dalam Persamaan (4),
dengan nilai

0 = 2 (0.849) [15]. Morlet memiliki

bagian real dan imaginary. Bentuk dari mother


wavelet morlet seperti pada Gambar 2.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil perekaman AER yang diperoleh seperti
pada Gambar 3.a. Sinyal tersebut merupakan sinyal
mentah hasil dari perekaman. Sebelum dianalisa sinyal
tersebut terlebih dahulu diproses menggunakan grand
avarage dari 10 kali percobaan. Hasil dari grand
avarage ditunjukkan pada Gambar 3.b. Sinyal hasil
grand avarage difilter untuk menghilangkan pengaruh
Stimulus dimulai

(a)

Stimulus dimulai

(b)

Stimulus dimulai

(c)
Gambar 3. (a). Sinyal AER Hasil Rekaman. (b). Sinyal Hasil Grand Avarage. (c). Sinyal Hasil Filtering.

Pada Gambar 4.b sebelum terjadinya stimulus di


daerah I sampai IV, tidak terdapat nilai magnitudo
yang besar dari skala terendah hingga skala tertinggi.
Ketika diberikannya stimulus, daerah VI dan VII
memiliki magnitudo yang besar di rentang skala di
antara 2010-2 hingga 8010-2. Daerah yang sejajar
dengan daerah VI dan VII pada bagian sebelum di
stimulus yaitu daerah II dan III tidak memiliki
magnitudo yang besar. Perubahan nilai magnitudo dari
daerah II dan III menuju VI dan VIII merupakan
respon dari otak akibat diberikannya stimulus. Hal ini
menunjukkan kemunculan dari sinyal AER. Pada saat
selesai stimulus, keadaan berubah kembali menjadi
keadaan seperti sebelum diberi stimulus. Dimana
daerah dengan rentang nilai skala 2010-2 hingga
8010-2 tidak memiliki nilai magnitudo yang relatif
besar. Terdapatnya nilai magnitudo besar di waktuwaktu tertentu dan di rentang skala 2010-2 hingga
8010-2 merupakan sifat dari sinyal AER yang hanya
akan muncul ketika diberikannya stimulus. Hal serupa
terjadi juga untuk keadaan subyek dengan mata
terbuka, yaitu pada Gambar 5.b. dimana kemunculan
magnitudo yang besar hanya berada di daerah VI dan
VII saja. Namun di daerah X yang sejajar dengan
rentang kemunculan AER pada saat detik ke-10,
memiliki nilai magnitudo yang besar. Padahal, pada
saat itu tidak diberikannya stimulus. Hal tersebut
menerangkan bahwa sinyal AER berada didalam
kerandoman sinyal EEG.
Ada perbedaaan yang jelas ketika kondisi subyek
dibuat berbeda, yaitu pada saat mata tertutup, nilai
magnitudo yang besar bisa muncul lebih tegas di
daerah VI dan VII. Namun pada saat kondisi subyek
mata terbuka, nilai magnitudo seolah-olah bergeser
dan lebih melebar. Hal ini menunjukkan pada saat
mata tertutup, subyek tidak terlalu mendapatkan
gangguan dari sistem sensori lain dalam hal ini adalah
pandangan mata dan konsentrasi terhadap kegiatan
membaca. Sehingga otak mampu dengan tegas
memberikan respon akibat stimulus. Hal ini berbeda,

ketika subyek dengan mata terbuka dan dibuat


berkonsentrasi dengan membaca. Ketika diberi
stimulus subyek tentunya membagi tingkat
konsentrasinya dari kegiatan membaca dengan
stimulus yang tiba-tiba muncul. Hal ini lah yang
membuat nilai magnitudo menjadi lebih melebar.
Namun pada dasarnya, ketika diberikan stimulus dan
subyek memperhatikan stimulus yang diberikan, maka
akan muncul sinyal AER. Ketika tidak diberi stimulus
maka otak tidak akan memberikan respon apa-apa,
seperti yang di tunjukkan pada Gambar 6.b, sinyal
AER tidak terlihat. Sinyal yang terekam merupakan
sinyal aktifitas EEG saja, dan hasil perhitungan CWT
hanya menggambarkan perubahan yang random dari
aktifitas sinyal EEG.
Perekaman sinyal yang dilakukan sebanyak 10
kali, menghasilkan waktu respon berbeda-beda untuk
setiap perekaman. Waktu respon tersebut merupakan
waktu yang diperlukan untuk kembali ke keadaan
seperti sebelum di stimulus. Waktu respon rata-rata
yang ditunjukkan oleh sinyal AER pada subyek 1
dengan mata tertutup adalah 0.140 detik dengan
standar deviasi sebesar 0.05077 detik, sedangkan
kondisi mata terbuka adalah 0.119 detik dengan
standar deviasi sebesar 0.05523 detik. Pada subyek 2,
nilai rata-rata ketika subyek dikondisikan dengan mata
tertutup adalah 0.115 detik dengan standar deviasi
0.02981 detik, sedangkan pada saat mata terbuka
adalah 0.148 detik dengan standar deviasi sebesar
0.03251 detik. Grafik perhitungan waktu respon AER
terdapat pada Gambar 7. Keseluruhan dari waktu
respon dari setiap perekaman terdapat pada Table 1.
Secara rata-rata, waktu respon tercepat dan
terlama terdapat pada subyek 2 dengan keadaan mata
tertutup dan mata terbuka. Ketika pengamatan
dilakukan di setiap perekaman, waktu respon tercepat
terdapat pada subyek 1 di perekaman ke 10, pada
kondisi mata terbuka, dengan waktu respon sebesar
0.045 detik. Sedangkan waktu respon yang paling
lama terdapat pada subyek 1 juga, diperekaman ke 8,

pada kondisi mata tertutup dengan waktu respon


sebesar 0.220 detik. Hal ini menunjukkan, bahwa
setiap subyek dengan kondisi mata tertutup atau mata
terbuka akan membuat otak memberikan respon yang
berbeda di setiap stimulus yang diberikan. Namun
pendekatan secara nonstasioner mampu memberikan
pandangan mengenai respon yang muncul ketika
stimulus diberikan. Tingkat kecepatan waktu respon
merupakan sebuah keadaan dimana stimulus yang
diberikan menghasilkan efek perhatian subyek
terhadap
stimulus,
apakah
memperhatikan
kemunculan stimulus atau tetap mengabaikan
stimulus. Efek perhatian yang dihasilkan sebuah
stimulus terhadap subyek akan menjadi sebuah alat
yang mampu untuk mempelajari fungsi-fungsi
fisiologi otak ataupun psikologi seseorang dan bahkan
mampu menjadi interface antara otak dengan sistem
lanjutan.
Kenonstasioneran pada sinyal AER dan waktu
respon yang hampir sama ketika mata terbuka dan
tertutup, memberikan peluang riset lanjutan yang
dapat dikembangkan. Sinyal AER yang muncul di
daerah-daerah tertentu pada gambar hasil perhitungan
CWT, menunjukkan bahwa ketika memberikan
stimulus suara baik dalam kondisi mata tertutup atau
terbuka dapat menghasilkan sinyal AER. Hal ini dapat
menjadi acuan dalam mengeksplor respon auditori
yang berhubungan dengan kelainan pada sistem
pendengaran, dan mempelajari mekanisme dalam
sistem saraf pendengaran serta dalam pengembangan
brain computer interface (BCI).

IV. KESIMPULAN
Dalam penelitian ini, diperoleh hasil rekaman
AER dengan dua kondisi, yaitu mata tertutup dan mata
terbuka. Sinyal AER di analisa menggunakan CWT
dengan memanfaatkan mother wavelet morlet. CWT
mampu menunjukkan perubahan nilai skala yang
terjadi pada saat stimulus diberikan. Hal tersebut
merupakan manifestasi dari perubahan nilai frekuensi,
dan memperlihatkan sinyal AER merupakan sinyal
yang nonstasioner. Pada saat stimulus diberikan,
rentang nilai skala 20x10-2 hingga 80x10-2 memiliki
nilai magnitudo yang lebih besar, hal serupa terjadi
juga pada kondisi subyek dengan mata terbuka. Tidak
terdapat perbedaan yang signifikan pada dua kondisi
subyek, hanya saja pada kondisi mata tertutup nilai
magnitudo lebih besar dari pada kondisi subyek
dengan mata terbuka. Waktu respon tercepat terdapat
pada perekaman ke-10 untuk subyek 1 dengan kondisi
mata terbuka, sedangkan waktu respon yang paling
lama terdapat pada subyek 1 dengan kondisi mata
tertutup pada perekaman ke-8. Sehingga pendekatan
nonstasioner dengan memanfaatkan CWT untuk sinyal
AER pada subyek normal, merupakan pendekatan
yang tepat untuk menganalisa sifat dari nonstasioner.
Kedepannya, penelitian ini dapat dilanjutkan
pada subyek yang memiliki ketidaknormalan, baik
dari segi gangguan fisiologi maupun psikologi dan
dapat menjadi alat dalam membetuk sistem BCI. Hal
ini dimungkinkan kerana sifat sinyal yang
nonstasioner, mampu untuk dilihat kemunculannya
dengan memanfaatkan analisa time-frequency.

Stimulus dimulai

(a)

IX

II

VI

III

VII

IV

VIII

XI

(b)
Gambar 4. (a). Sinyal AER Mata Tertutup (b). Koefisien CWT Mata Tertutup.

XII

Stimulus dimulai

(a)

IX

I
I
III

VI

IV

XI
VII
VIII

XII

(b)
Gambar 5. (a). Sinyal AER Mata Terbuka (b). Koefisien CWT Mata Terbuka.

(a)

IX

II

VI

III
IV

XI
VII
VII
I

(b)
Gambar 6. (a). Sinyal EEG Tanpa Stimulus (b). Koefisien CWT Tanpa Stimulus.

XII

Stimulus dimulai

(a)

10-2

Stimulus dimulai

(b)
Gambar 7. (a) Perhitungan waktu respon dari AER (b). CWT dari sinyal AER a.
Tabel 1. Waktu Respon AER
No

Waktu Respon (detik)


Subyek 1 Terbuka

Subyek 1 Tertutup

Subyek 2 Terbuka

Subyek 2 Tertutup

0.06

0.090

0.180

0.100

0.140

0.195

0.150

0.145

0.055

0.120

0.180

0.115

0.170

0.125

0.080

0.095

0.180

0.080

0.150

0.115

0.160

0.120

0.135

0.125

0.110

0.085

0.160

0.170

0.185

0.220

0.110

0.065

0.080

0.180

0.155

0.130

10
Ratarata

0.045

0.185

0.180

0.090

0.119

0.140

0.148

0.115

0.05523

0.05077

0.03251

0.02981

Standar
Deviasi

PUSTAKA
[1]

[2]

[3]

[4]

[5]

[6]

[7]

[8]

Rangkine, Luke. Stevenson, Nathan. Mesbah,


Mostafa. Boashash, Boualem, A Nonstastionary
Model of Newborn EEG, IEEE Trans. Biomed. Eng.,
vol. 54, no. 1, January 2007, pp. 19-28.
Colditz, Paul B. Burke, Chris J. Celka, Patrick,
Digital Processing of EEG Signals, IEEE
Engineering
In
Medichine
and
Biology.,
September/October 2001, pp. 21-22.
Patomki, L. Kaipio, J P. Karjalainen, P A, Tracking
of Nonstationary EEG With The Roots of ARMA
Models, IEEE-EMBC and CMBEC theme 4 : Signal
Processing., 1995, pp. 877-878.
Ting, Chee-Ming. Salleh, Sh-hussain. Zainuddin, Z M.
Bahar, Arifah, Spectral Estimation of Nonstationary
EEG Using Particle Filtering With Application to
Event-Related Desynchronization (ERD), IEEE
Trans. Biomed. Eng., vol 58, no. 2, February 2011, pp.
321-331.
Boston, J Robert, Spectra of Auditory Brainstem
Responses and Spontaneous EEG, IEEE Trans.
Biomed. Eng., vol. 28, no. 4, April 1981, pp. 334-341.
Zhang, Rui. McAllister, Garry. Scotney, Bryan.
McClean, Sally. Houston, Glen. Combining Wavelet
Analysis and Bayesian Networks for the Classification
of Auditory Brainstem Response, IEEE Trans.
Information Technology in Biomedicine., vol. 10, no.
3, July 2006, pp. 458-467.
Polikar, Robi. The Wavelet Tutorial Part III
Multiresolution Analysis and The Continuous Wavelet
Transform 2nd ed, June 1996.
Cvetkovic, Dean. beyli, Elif Derya. Cosic, Irena,
Wavelet Transform Feature Extraction From Human

[9]

[10]
[11]

[12]

[13]

[14]

[15]

PPG, ECG, and EEG Signal Responses to ELF PEMF


Exposures : A Pilot Study, Digital Signal
Processing., vol. 18, 2008, pp. 861-874.
Ergen, Burhan. Tatar, Yetkin. Gulcur, Halil Ozcan,
Time-Frequency Analysis of Phonocardiogram
Signal Using Wavelet Transform : A Comparative
Study, Computer Methods in Biomechanics and
Biomedical Engineering., vol. 1, 2010, pp. 1-11.
Hall, James W, New Handbook for Auditory Evoked
Responses, Pearson, Boston, 2007.
I, Farah. Corona-Strauss. Bernarding, Corinna. Latzel,
Matthias. Strauss, Daniel J, Syllable Evoked
Auditory Late Responses : Effects of Noise Onsets
and Noise Type, IEEE EMBS Confrence on Neural
Engineering., April 27 May 1, 2011, pp. 140-143.
Kern, Kevin. Royter, Vladislav. I, Farah. CoronaStrauss. Mariam, Mai. Strauss, Daniel J, Habituation
Analysis of Chirp vs. Tone Evoked Auditory Late
Responses, 32nd Annual International Conference of
the IEEE EMBS., August 31-September 4, 2010, pp.
6825-6828.
Tong, Shanbao. Thakor, Nitish V, Quantitative EEG
Analysis Methods and Clinical Application, Artech
House, Boston, 2009.
Blanco, S. Quiroga, R Quian. Rosso, O A. Kohen, S,
Time-Frequency Analysis of Electroencephalogram
Series, Physical Review E., vol. 51, no. 3, March
1995, pp. 2624-2631.
Li, Xiaoli. Yao, Xin. Jefferys, J R G. Fox, John,
Computational Neuronal Oscillations Using Morlet
Wavelet Transform, IEEE Engineering In Medicine
and Biology 27th Annual Conference., September 1-4,
2005. pp. 2009-2012.

Anda mungkin juga menyukai