Anda di halaman 1dari 31

PERANCANGAN STRUKTUR GEDUNG KAMPUS F7

UNIVERSITAS GUNADARMA MENGGUNAKAN METODE


STRENGTH DESIGN

1. LATAR BELAKANG
Perencanaan struktur adalah usaha yang bertujuan untuk menghasilkan
suatu struktur yang stabil, kuat, awet, ekonomis dan mudah dalam pelaksanaaan.
Suatu struktur disebut stabil bila struktur tersebut tidak mudah terguling, miring
atau tergeser selama umur bangunan yang direncanakan. Suatu struktur disebut
cukup kuat dan mampu layan bila kemungkinan terjadinya kegagalan struktur
dan kehilangan kemampuan layan selama masa hidup yang direncanakan adalah
kecil dan dalam batas yang dapat diterima. Suatu struktur disebut awet bila
struktur tersebut dapat menerima keausan dan kerusakan yang diharapkan terjadi
selama umur bangunan yang direncanakan tanpa pemeliharaan yang belebihan.
Kenyamanan yang diinginkan membutuhkan tingkat ketelitian dan
keamanan yang tinggi dalam perhitungan konstruksinya. Faktor yang seringkali
mempengaruhi kekuatan konstruksi adalah beban hidup, beban mati, beban angin,
dan beban gempa. Oleh karena itu, perlu disadari bahwa keadaan atau kondisi
lokasi pembangunan gedung bertingkat akan mempengaruhi pula terhadap
kekuatan gempa yang ditimbulkan yang kemudian berakibat pada bangunan itu
sendiri.
Untuk mencapai tujuan perencanaan tersebut, perencanaan struktur harus
mengikuti peraturan perencanaan yang ditetapkan oleh pemerintah berupa Standar
Nasional Indonesia (SNI).

Perencanaan gedung dengan struktur beton bertulang harus direncanakan


dengan Persyaratan beton struktural untuk bangunan gedung SNI 03-2847- 2013
dan perencanaan bangunan tahan gempa harus didasarkan pada Standar Tata cara
perencanaan ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung dan non gedung
SNI 03 1726 2012.
Indonesia sebagai salah satu daerah rawan gempa, kondisi ini memberikan
pengaruh besar dalam proses perencanaan sebuah gedung di Indonesia. Maka dari
itu dibutuhkan suatu solusi untuk memperkecil resiko yang terjadi akibat gempa,
terutama untuk gedung-gedung bertingkat. Dewasa ini sangat dibutuhkan para
teknokrat sipil yang ahli dalam merencanakan sebuah struktur bangunan yang
tahan gempa. Sehingga perlu bagi para calon teknokrat bangunan untuk
memahami dan berlatih dalam merencanakan struktur gedung tahan gempa.
2. TUJUAN TUGAS AKHIR
Tujuan penulisan dari tugas akhir ini adalah merencanakan struktur atas
gedung kampus 12 lantai dengan analisa gempa statik dan dinamik menggunakan
sistem ganda (Dual System) berdasarkan SNI gempa terbaru 1726-2012.

3. BATASAN PENULISAN TUGAS AKHIR


Pada penulisan tugas akhir Perancangan Struktur Gedung Kampus F7
Universitas Gunadarma Menggunakan Metode Strength Design penulisan dibatasi
pada:
a. Pemodelan struktur atas dengan menggunakan ETABS V13.1.1.
b. Analisis beban gempa rencana menggunakan metode Gaya Lateral Ekivalen
(Statik) dan Respon Spektrum Design (Dinamik).
c. Taraf penjepitan lateral diasumsikan pada lantai dasar (ground floor) karena
interaksi tanah struktur tidak diperhitungkan.
d. Perhitungan penulangan tiap komponen

struktur

dilakukan

dengan

bantuanoutput gaya dalam ETABS dan perhitungan manual berdasarkan


standar/peraturan yang berlaku di Indonesia.
e.

4.1

4. TINJAUAN PUSTAKA
Umum
Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai prinsip dasar perencanaan

struktur gedung beton bertulang diantaranya; peraturan perencanaan yang


digunakan, metode analisa struktur yang digunakan, perencanaan struktur tahan
gempa dan persyaratan sistem ganda untuk bangunan beton bertulang .
4.2

Beton Bertulang
Beton bertulang adalah beton yang ditulangi dengan luas dan jumlah

tulangan yang tidak kurang dari nilai minimum yang disyaratkan dengan atau
tanpa prategang, dan direncanakan berdasarkan asumsi bahwa kedua bahan
tersebut bekerja sama dalam memikul gaya-gaya. (SNI-03-2847-2002, Pasal
3.13).
Beton kuat terhadap tekanan, tetapi lemah terhadap tarik. Oleh karena itu,
perlu tulangan untuk menahan gaya tarik untuk memikul beban-beban yang
bekerja pada beton. Adanya tulangan ini sering kali digunakan untuk memperkuat
daerah tekan pada penampang balok.Tulangan baja tersebut untuk beban-beban
berat dalam hal untuk mengurangi lendutan jangka panjang (Edward G. Nawi
1998).

4.3

Peraturan Perencanaan Struktur


Peraturan pedoman standar perencanaan struktur bangunan menetapkan

syarat minimum yang berhubungan dengan segi keamanan. Aturan-aturan yang


digunakan dalam perencanaan ini berdasarkan:
1.

Peraturan Beban Minimum Untuk Perancangan Bangunan Gedung dan


Struktur Lain (SNI 1727-2013)

2.

Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung (SNI 03-

3.

2847-2013)
Pedoman Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Gedung dan Non
Gedung (SNI 1726-2012).

4.

Peraturan Pembebanan Untuk Rumah dan Gedung (PPURG 1983).

4.4

Perencanaan Umum Struktur Bangunan Gedung


Pada bagian ini akan dibahas mengenai langkah-langkah analisis beban

seismik pada perencanaan struktur gedung berdasarkan Tata cara perencanaan


ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung dan non gedung (SNI
1726:2012).
4.4.1

Struktur Atas dan Struktur Bawah


Struktur bangunan gedung terdiri dari struktur atas dan struktur bawah.

Struktur atas adalah bagian dari struktur bangunan yang berada di atas muka
tanah. Struktur bawah adalah bagian dari struktur bangunan gedung yang terletak
di bawah muka tanah, yang dapat terdiri dari struktur besmen, dan/atau struktur
fondasinya.
Struktur bangunan gedung harus memiliki sistem penahan gaya lateral dan
gaya vertikal yang lengkap, yang mampu memberikan kekuatan, kekakuan, dan
kapasitas disipasi energi yang cukup untuk menahan gerak tanah desain dalam
batasan-batasan kebutuhan deformasi dan kekuatan yang disyaratkan. Gerak tanah
desain diasumsikan terjadi di sepanjang setiap arah horisontal struktur bangunan
gedung.

4.4.2

Komponen Struktur Atas

Struktur gedung pada umumnya dibagi atas beberapa komponen, yaitu


sebagai berikut:

1. Kolom
Kolom adalah komponen struktur bangunan yang bertugas menyangga
beban aksial tekan vertikal dengan bagian tinggi yang ditopang paling tidak. tiga
kali dimensi lateral terkecil (Dipohisodo, 1994).
2. Balok
Balok merupakan bagian struktur yang digunakan sebagai dudukan lantai
dan pengikat kolom lantai atas. Fungsinya adalah sebagai rangka penguat
horizontal bangunan akan beban-beban.
Pada sistem structural bagunan gedung, elemen balok merupakan
digunakan dengan pola berulang dalam susunan hirarki balok. Susunan hirarki ini
terdiri atas ; susunan satu tingkat, dua tingkat, dan susunan tiga tingkat sebagai
batas maksimum. Tegangan aktual yang timbul pada elemen struktur balok
tergantung pada besar dan distribusi material pada penampang melintang balok
tersebut. Semakin besar ukuran balok, semakin kecil tegangan yang terjadi.
Apabila suatu gelagar balok bentangan sederhana menahan beban yang
mengakibatkan timbulnya momen lentur akan terjadi deformasi (regangan) lentur
di dalam balok tersebut. Regangan-regangan balok tersebut mengakibatkan
timbulnya tegangan yang harus ditahan oleh balok, tegangan tekan di sebelah atas
dan tegangan tarik dibagian bawah. Agar stabilitas terjamin, batang balok sebagai
bagian dari sistem yang menahan lentur harus kuat untuk menahan tegangan tekan
dan tarik tersebut karena tegangan baja dipasang di daerah tegangan tarik bekerja,

di dekat serat terbawah, maka secara teoritis balok disebut sebagai bertulangan
baja tarik saja (Dipohusodo,1996).
3. Pelat
Pelat beton bertulang yaitu struktur tipis yang dibuat dari beton bertulang
dengan bidang yang arahnya horisontal, dan beban yang bekerja tegak lurus pada
bidang struktur tersebut. Ketebalan bidag pelat ini relatif sangat kecil apabila
dibandingkan dengan bentang panjang/lebar bidangnya. Pelat beton bertulang ini
sangat kaku dan arahnya horisontal, sehingga pada bangunan gedung, pelat ini
berfungsi sebagai diafragma/unsur pengku horisontal yang sangat bermanfaat
untuk mendukung ketegaran balok portal (Ali Asroni,2010).
4. Dinding Geser
Dinding geser atau shear wall adallah diding yang dirancang untuk
meningkatkan kekuatan dan menahan gaya-gaya lateral. Dindingg geser yang
diproporsikan untuk menahan kombinasi dari geser, momen dan gaya aksial yang
ditimbulkan oleh gempa.
4.4.3

Komponen struktur Bawah


Secara umum jenis-jenis struktur bawah dibagi dua bagian, yaitu pondasi

dangkal dan pondasi dalam. Yang termasuk pondasi dangkal adalah sebagai
berikut :
1. Pondasi Telapak
2. Pondasi Cakar Ayam
3. Pondasi Sarang Laba-laba
Sedangkan yang termasuk pondasi dalam adalah sebagai berikut :
1. Pondasi Sumuran
2. Pondasi Tiang
3. Pondasi Caisson

4.4.4

Menentukan Kategori Resiko Struktur Bangunan (I-IV) dan Faktor


Keutamaan (Ie)
Untuk berbagai kategori resiko struktur bangunan gedung dan non gedung

sesuai Tabel 1 pengaruh gempa rencana terhadapnya harus dikalikan dengan suatu
faktor keutamaan Ie menurut Tabel 2 (SNI Gempa 1726:2012 Pasal 4.1.2). Faktor
keutaman adalah suatu faktor yang menyumbangkan tingkat resiko bagi
kehidupan manusia, kesehatan dan kesejahteraan yang terkait dengan kerusakan
properti kehilangan kegunaan atau fungsi.
4.4.5

Menentukan Parameter Percepatan Gempa (Ss , S1)


Parameter Ss (percepatan batuan dasar pada perioda pendek) dan S1

(percepatan batuan dasar pada perioda 1 detik) harus ditetapkan masing-masing


dari respon spektral percepatan 0,2 dan 1 detik dalam peta gerak tanah seismik
dengan kemungkinan 2% terlampaui dalam 50 tahun (MCE R

2% dalam 50

tahun), dan dinyatakan dalambilangan decimal terhadap percepatan gravitasi.

Sumber: Aplikasi SNI Gempa 1726: 2012 for Dummies

Gambar 1. Contoh peta parameter Ss (percepatan batuan dasar pada periode


pendek) untuk kota Semarang dan sekitarnya.

Sumber: Aplikasi SNI Gempa 1726: 2012 for Dummies

Gambar 2. Contoh peta parameter S1 (percepatan batuan dasar pada periode 1


detik) untuk kota Semarang dan sekitarnya.

4.4.6

Menentukan Kelas Situs (SA-SF).


Dalam perumusan kriteria desain seismik suatu bangunan di permukaan

tanah atau penentuan amplifikasi besaran percepatan gempa puncak daribatuan


dasar ke permukaan tanah untuk suatu situs tersebut harus diklasifikasikan sesuai
dengan Tabel 3 (SNI GEmpa 1726: 2012 Pasal 5.3), berdasarkan profil tanah
lapisan 30 m paling atas. Penetapan kelas situs harus melalui penyelidikan tanah
di lapangan dan laboratorium yang dilakukan oleh otoritas yang berwenang atau
ahli desain geoteknik yang bersertifikat. Apabila tidak tersedia data tanah yang
spesifik pada situs sampai kedalaman 30 m, maka sifat-sifat tanah harus
diestimasi oleh seorang ahli geoteknik yang memiliki sertifikat/ijin keahlian.
Penetapan kelas situs SA dan SB tidak diperkenankan jika terdapat lebih
dari 3 m lapisan tanah antara dasar telapak atau rakit fondasi dan permukaan
batuan dasar. Penetapan kelas situs SC, SD dan SE harus dilakukan dengan

10

v s , N , dan su

menggunakan sedikitnya hasil pengukuran dua dari tiga parameter

yang dihitung sesuai:

vs

vs
Metode

, kecepatan rambat gelombang geser rata-rata

pada regangan geser

vs
yang kecil, di dalam lapisan 30 m teratas. Pengukuran

di lapangan dapat

dilakukan dengan uji Seismik-Downhole (SDH), uji Spectral Analysis Of Surface


Wave (SASW), atau uji seismik sejenis.

Metode

, tahanan penetrasi standar rata-rata

dalam lapisan 30 m paling

N ch

atas atau

tahanan penetrasi standar rata-rata tanah non kohesif (PI<20) di

dalam lapisan paling atas.

su

su
Metode

, kuat geser niralir rata-rata

untuk lapisan tanah kohesif (PI<20)

di dalam lapisan 30 m paling atas.

su

N ch

Bila

dan

menghasilkan criteria yang berbeda, kelas situs harus

diberlakukan sesuai dentgan kategori tanah yng lebih lunak. Profil tanah yang
mengandung beberapa lapisan tanah dan/atau batuan yang nyata berbeda, harus
dibagi menjadi lapisan lapisan yang diberi nomer ke-1 sampai ke-n dari atas ke
bawah, sehingga ada total n-lapisan tanah yang berbeda pada lapisan 30 m paling
atas tersebut. Bila sebagian dari lapisan n adalah kohesif yang lainnya nonkohesif,

11

maka k adalah jumlah lapisan kohesif dan m adalah jumlah lapisan non-kohesif.
Simbol i mengacu kepada lapisan antara 1 dan n.

vs
Kecepatan rata-rata gelombang geser

vs
Nilai

harus ditentukan sesuai dengan perumusan berikut:

i 1

vs

di

di
i 1
v si
n

Dengan,

di
= tebal setiap lapisann antara kedalaman 0 sampai 30 meter.

v si
= kecepatan gelombang geser lapisan i dinytakan dalam m/det.

i 1

di
= 30 meter.

Tahanan rata-rata

dan tahanan penetrasi standar rata-rata untuk

N
ch

lapisan tanah nonkohesif

Nilai

N ch

dan

harus ditentukan sesuai dengan perumusan berikut:

i 1

i 1

di
di
Ni

12

Ni
Di mana

di
dan

dalam persamaan di atas berlaku untuk tanah non-kohesif

,tanah kohesif dan lapisan batuan.

ds

i 1

N ch

di
Ni

Ni
Dimana

di
dan

pada persamaan di atas berlaku untuk lapisan tanah non-

i 1

kohesif saja, dan

di

ds
=

ds
, di mana

adalah ketebalan total dari lapisan

tanah non kohesif di 30 m lapisan paling atas.

Ni
adalah tahanan penetrasi 60% energi (N60) yang terukur langsung di lapangan
tanpa koreksi, dengan nilai tidak lebih dari 305 pukulan/m.

su
Kuat geser niralir rata-rata

dc

su

i 1

di
sui

=
Dengan,

k
i 1

di dc

dc
= ketebalan total dari lapisan-lapisan tanah kohesif di dalamlapisan 30
meter paling atas.

13

sui
= kuat geser niralir (kPa), dengan nilai tidak lebih dari 250 kPa seperti
yang ditentukan dan sesuai dengan tata cara yang berlaku.
PI

= indeks plastisitas, berdasarkan tata cara yang berlaku.

= kadar air dalam persen, sesuai tata cara yang berlaku.

4.4.7

Menentukan Koefisien-koefisien situs dan parameter-parameter


respons

spektral

percepatan

gempa

maksimum

yang

dipertimbangkan risiko-tertarget (MCER)


Untuk penentuan respons spektral percepatan gempa MCE R di permukaan
tanah diperlukan suatu faktor amplifikasi seismik pada perioda 0,2 detik dan
perioda 1 detik. Faktor amplifikasi meliputi faktor amplifikasi getaran terkait
percepatan pada getaran pendek (Fa) dan faktor amplifikasi terkait percepatan
yang mewakili getaran perioda 1 detik (Fv). Parameter spektrum respons
percepatan pada perioda pendek (SMS) dan perioda 1 detik (SM1) yang disesuaikan
dengan pengaruh klasifikasi situs, harus ditentukan dengan perumusan berikut:
SMS = FaSs
SM1 = FvS1
Dengan,
Ss = Parameter respon spektral percepatan gempa MCER dan terpetakan untuk
perioda pendek;
S1 = Parameter respon spektral percepatan gempa MCER dan terpetakan untuk
perioda 1,0 detik.
Untuk koefisien Fa dan Fv didapat dari Tabel 4 dan 5 (SNI Gempa 1726: 2012
Pasal 6.2).
Parameter percepatan spektral desain
Parameter percepatan spektral desain untuk perioda pendek, SDS dan pada perioda
1 detik, SD1 harus ditentukan melalui perumusan berikut ini:

14

SDS =
2

SDS =
4.4.8

SMS
SM1

Menentukan Spektrum Respons Desain


Bila spektrum respons desain yang diperlukan oleh tata cara ini dan

prosedur gerak tanah dari spesifik situs tidak digunakan, maka kurva spektrum
respons desain harus dikembangkan dengan mengacu pada gambar 4.
Untuk perioda (T) < T0, spektrum respons desain, Sa , harus diambil dari
persamaan;

T
0,4 0,6
T0

Sa = SDS
Untuk perioda (T) T0 dan perioda (T) Ts , spektrum respon percepatan desain
Sa , sama dengan SDS;
Untuk perioda (T) > Ts, spektrum respons percepatan desain Sa ,diambil
berdasarkan persamaan:
S D1
T
Sa =
Dengan,
SDS = parameter respons spektral percepatan desain pada perioda pendek
SD1 = parameter respons spektral percepatan desain pada perioda 1 detik
T = perioda getar fundamental struktur
S
0,2 D1
T0
S DS
=
S D1
Ts
S DS
=

15

Sumber: Aplikasi SNI Gempa 1726:2012 for Dummies

Gambar 3. Spektrum respons desain

16

4.4.9

Menentukan Kategori Desain Seismik (A-D)


Struktur dengan kategori resiko I, II, III yang berlokasi di mana parameter

respons spektral percepatan terpetakan pada periode 1 detik, S1 0,75 harus


ditetapkan sebagai struktur dengan kategori desain seismik E.
Struktur yang berkategori resiko IV yang berlokasi di mana parameter
respons spektral percepatan terpetakan pada perioda 1 detik, S1 0,75 harus
ditetapkan sebagai struktur dengan kategori desain seismik F
Semua struktur lainnya harus ditetapkan kategori desain seismiknya
berdasarkan kategori risikonya dan parameter respons spektral percepatan
desainnya SDS dan SD1. Masing masing bangunan dan struktur harus ditetapkan
ke dalam kategori desain seismik yang lebih parah dengan mengacu pada nilai
perioda fundamental getaran struktur.
Apabila S1 < 0,75, kategori desain seimik yang diijinkan untuk ditentukan
sesuai Tabel 6 (SNI Gempa 1726:2012 Pasal 6.5)
4.4.10 Pemilihan Sistem Struktur dan Parameter (R,Cd, 0)
Sistem penahan gaya gempa lateral dan vertical dasar harus memenuhi
salah satu tipe struktur yang ditentukan dalam SNI Gempa 1726:2012, Pembagian
tipe berdasarkan pada elemen vertical yang digunakan untuk menahan gaya
gempa lateral. Sistem struktur yang digunakan harus sesuai dengan batasan
ketinggian struktur yang ditunjukkan dalam Tabel 9 (SNI Gempa 1726:2012).
Koefisien modifikasi respons yang sesuai ,R, faktor kuat lebih sistem, 0 , dan
koefisien amplifikasi defleksi, Cd , digunakan dalam penentuan geser dasar, gaya
desain elemen, dan simpangan antar lantai tingkat desain.
4.4.11 Penentuan Perioda Desain
Waktu getar /perioda fundamental struktur merupakan waktu yang
dibutuhkan struktur untuk menempuh satu siklus getaran yang nilainya

17

dipengaruhi oleh fungsi massa dan kekakuan. Nilai perioda desain akan digunakan
untuk mendapatkan beban gempa rencana. Pada SNI 1726:2012 nilai
perioda/waktu getar

struktur dibatasi oleh batas bawah perioda (perioda

fundamental pendekatan ) dan batas atas perioda (perioda maksimum). Penentuan


perioda diatur dalam pasal 7.8.2
Perioda fundamental pendekatan atau batas bawah (Ta) adalah :
C t .h nx

Ta =

hn
Dengan,

adalah ketinggian struktur dalam (m), di atas dasar sampai tingkat

Ct
tertinggi struktur, dan koefisien

dan x ditentukan berdasarkan tipe struktur

sesuai ketentuan SNI Gempa 1726:2012.


Perioda maksimum atau batas atas (Ta) adalah :
Cu . Ta
T=
Dengan nilai Cu berdasarkan pada ketentuan SNI Gempa 1726 :2012.
Jika tidak digunakan analisis struktur dengan bantuan program untuk
mendapatkan waktu getar alami struktur yang akurat, maka nilai perioda
pendekatan diatas dapat digunakan untuk menghitung beban gempa static rencana.
Jika telah dilakukan nanalisis dengan program dan mendapatkan waktu getar yang
akurat sesuai massa dan kekakuan struktur, maka harus dilakukaan penecekan
terhdap batas aatas perioda (perioda maaksimum).

18

4.4.12 Perhitungan Geser Dasar Seismik (V)


Geser dasar seismik V, dalam arah yang ditetapkan harus ditentukan sesuai
dengan persamaan berikut:
V = CsW
Dengan,
Cs = koefisien respon seismik
W = berat seismik efektif.
Koefisien respon seismik, Cs , harus ditentukan sesuai dengan,
S DS
R
Ie
Cs =
dengan,
SDS = parameter respons spektral percepatan desain pada perioda pendek
R = Faktor modifikasi respon
Ie = Faktor keutamaan gempa.
4.4.13 Arah Pembebanan Ortogonal Gempa
Arah penerapan beban gempa yang digunakan dalam desain harus
merupakan arah yang akan menghasilkan pengaruh beban paling kritis. Arah
penerapan gaya gempa diijinkan untuk memenuhi persyaratan iniprosedur untuk
kategori desain seismik B:
Untuk struktur bangunan yang dirancang untuk kategori desain seismik B,
gaya gempa desain diijinkan untuk diterapkan secara terpisah dalam masingmasing arah dari dua arah orthogonal dan pengaruh interaksi ortogonal diijinkan
untuk diabaikan.
Sedangkan untuk kategori desain seismik C, pembebanan yang diterapkan
pada struktur bangunan yang dirancang untuk kategori desain seismik C harus,
minimum sesuai dengan persyaratan untuk kategori desain seismic B
Prosedur kombinasi ortogonal. Struktur harus dianalisis menggunakan
prosedur analisis gaya lateral ekivalen, prosedur analisis spectrum respon ragam,
atau preosedur riwayat respon linier dengan pembebanan yang diterapkan secara

19

terpisah dalam semua dua arah ortogonal. Pengaruh beban paling kritis akibat arah
penerapan gaya gempa pada struktur dianggap terpenuhi jika komponen dan
fondasinya didesain untuk memikul kombinasi beban-beban yang ditetapkan
berikut: 100% gaya untuk satu arah ditambah 30% gaya untuk arah tegak lurus.
Kombinasi yang mensyaratkan kekuatan komponen maksimum harus digunakan.
Untuk kategori desain seismic D, E, F, struktur yang dirancang untuk
kategori desain seimik D, E, atau F harus, minimum, sesuai dengan persyaratan
untuk kategori desain seismic C. Sebagai tambahan, semua kolom atau dinding
yang membentuk bagian dari dua atau lebih sistem penaha gaya gempa yang
berpotongan dan dikenai beban aksial akibat gaya gempa yang bekerja sepanjang
baik sumbu denah utama sama atau melebihi 20% kuat desain aksial kolom atau
dinding harus didesain untuk pengaruh beban paling kritis akibat penerapan gaya
gempa dalam semua arah. Prosedur kombinasi ortogonal, diijinkan untuik
digunakian untuk memenuhi persyaratan ini.

4.4.14 Analisis Spektrum Respons Ragam


1) Jumlah ragam
Analisis harus dilakukan untuk menentukan ragam getar alami untuk
struktur. Analisis harus menyertakan jumlah ragam yang cukup untuk
mendapatkan partisipasi massa ragam terkombinasi sebesar paling sedikit 90%
dari massa aktual dalam masing-masing horisontal ortogonal dari respon yang
ditinjau oleh model.
2) Parameter respons ragam
Nilai untuk masing-masing parameter desain terkait gaya yang ditinjau,
termasuk simpangan antar lantai tingkat, gaya dukung, dan gaya elemen struktur

20

individu untuk masing-masing ragam respon harus dihitung menggunakan


properti masing-masing ragam dan spektrum respons desain dibagi dengan
kuantitas (R/Ie). Nilai untuk perpindahan dan kuantitas impangan antar lantai
harus dikalikan dengan kuantitas (Cd/Ie) .
3) Parameter Respon Terkombinasi
Nilai untuk masing-masing parameter yang ditinjau , yang dihitung untuk
berbagai ragam, harus dikombinasikan menggunakan metoda akar kuadrat jumlah
kuadrat (SRSS) atau metoda kombinasi kuadrat lengkap (CQC), sesuai dengan
ketentuan SNI 1726:2012.
4.4.15 Penentuan Simpangan Antar Lantai
Penentuan simpangan antar lantai tingkat desain () harus dihitung sebagai
perbedaan defleksi pada pusat massa di tingkat teratas dan terbawah yang ditinjau.
Apabila pusat massa tidak terletak segaris dalam arah vertikal diijinkan untuk
menghitung defleksi di dasar tingkat berdasarkan proyeksi vertikal dari pusat
massa tingkat di atasnya .
Defleksi pusat massa di tingkat x (x) (mm) harus ditentukan sesuai dengan
persamaan berikut:
c d xe
Ie
x =
Dengan,
Cd = faktor amplifikasi defleksi
xe = defleksi pada lokasi yang disyaratkan dengan analisis elastik.
Ie = faktor keutamaan gempa
Batasan simpangan antar lantai tingkat. Simpangan antar lantai tingkat desain ()
tidak boleh melebihi simpangan antar lantai tingkat ijin (a) sesuai dengan
ketentuan (SNI Gempa 1726:2012).
4.4.16 Pembebanan

21

Perencanaan struktur konstruksi memerlukan data pembebanan yang harus


mengacu pada peraturan pembebanan untuk bangunan gedung (SNI-1727-2013).
Menurut Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung, beban-beban pada
struktur bangunan terdiri dari:

1. Beban Mati (Dead Load)


Beban mati merupakan beban akibat gravitasi yang bekerja tetap pada
posisinya secara terus menerus dengan arah ke bumi tempat struktur didirikan.
Beban mati meliputi beban struktur itu sendiri dan juga semua benda yang tetap
pada posisinya selama struktur tersebut berdiri.Besarnya dapat dihitung
secaraakurat berdasarkan ukuran bentuk dan berat jenis materialnya.

2. Beban Hidup (Live Load)


Beban hidup merupakan beban yang terjadi akibat penghunian atau
penggunaan suatu gedung dan barang-barang yang dapat berpindah, mesin
danperalatan lain yang dapat digantikan selama umur gedung.

3. Beban Gempa (Earthquake Load)


Beban gempa merupakan beban yang bekerja pada suatu struktur akibat
daripergerakan tanah yang disebabkan karena adanya gempa bumi.Metode
analisisyang dapat digunakan untuk memperhitungkan pengaruh beban gempa
terhadap struktur adalah metode analisis statik dan metode analisis dinamik.
4. Beban Angin (Wind Load )

22

Beban angin adalah semua beban yang bekerja pada gedung atau bagian
gedung yang disebabkan oleh selisih dalam tekanan udara. Beban angin
ditentukan dengan menganggap adanya tekanan positif dan tekanan negatif
(isapan) yang bekerja tegak lurus pada bidang-bidang yang ditinjau..
4.4.17 Kombinasi Pembebanan
Struktur, komponen-elemen struktur dan elemen-elemen fondasi harus
dirancang sedemikian hingga kuat rencananya sama atau melebihi pengaruh
beban-beban terfaktor dengan kombinasi-kombinasi sebagai berikut:
Kombinasi Beban untuk Metode Ultimit:
1,4D
1,2D + 1,6L + 0,5(Lr atau R)
1,2D + 1,6(Lr atau R) + (L atau 0,5R)
1,2D + 1,0W + L + 0,5(Lr atau R)
1,2D + 1,0E + L
0,9D + 1,0W
0,9D + 1,0E
Dimana:
D = beban mati (dead load)
L = beban hidup (live load)
Lr = beban hidup paada atap (roof live load)
R = beban air hujan (rain load)
W = beban angin (wind load)

23

H = beban tekanan tanah lateral, tekanan air dalam tanah atau tekanan berat
sendiri material (load due to lateral earth preasure, ground water pressure, or
pressure of bulk materials).
E = beban gempa (earthquake load).
Pengaruh yang paling menentukan dari beban angin dan seismik harus
ditinjau, namun kedua beban tersebut tidak perlu ditinjau secara simultan.

4.5

Syarat-syarat Perencanaan Komponen Struktur pada Sistem Ganda


Komponen-komponen struktur pada Sistem Ganda yang memikul gaya

akibat beban gempa, dan direncanakan untuk memikul lentur harus memenuhi
syarat-syarat di bawah ini:
1 Gaya aksial tekan pada komponen struktur tidak boleh melebihi 0,1Agfc.
2 Bentang bersih komponen struktur tidak boleh kurang dari empat kali tinggi
efektifnya.
3 Perbandingan lebar terhadap tinggi tidak boleh kurang dari 0,3

f 'c
bwd
4 fy
4 Jumlah tulangan atas dan tulangan bawah tidak boleh kurang dari

dan

tidak boleh kurang dari 1,4bwd/fy dan rasio tulangan tidak boleh ,melebihi
0,25.
5 Kuat geser nominal yang disumbangkan oleh beton untuk memikul geser
dianggap 0, apabila gaya aksial tekan terfaktor, termasuk akibat gempa lebih
kecil dari Agfc/20

Ve
Untuk balok:

Ve

M pr1 M pr 2
L

Wu L
2

M pr 3 M pr 4

H
Untuk kolom:
6 Kuat lentur kolom harus memenuhi Me (6/5) Mg

24

4.5.1

Analisis Response Spectrum


Respon adalah suatu spektrum yang disajikan dalam bentuk grafik/plot

antara periode getar struktur T, lawan respons-respos maksimumnya untuk suatu


rasio redaman dan beban gemppa tertentu. Respon maksimum dapat berupa
simpangan maksimum (Spektral Displacement, SD), Kecepatan maksimum
( Spektral Velocity, SV) atau percepatan maksimum (Spektral Accleration, SA)
suatu massa struktur dengan derajat kebebasan tunggal (Single degree of
Freedom, SDOF) (Widodo, Seismologi Teknik & Rekayasa Kegempaan).
Metode ini sangat baik sebagai beban gempa terhadap struktur bangunan
karena didasarkan pada parameter-parameter yang berkaitan dengan keadaan
tanah di lokasi sekitar bangunan, selain itu analisis respon spektrum juga cukup
akurat dalam menghasilkan mode struktur ketika terjadi gempa sehingga dapat
men-cover beban gempa yang sesungguhya.
Kekurangan dari metode ini adalah analisis Respons Spektrum tidak dapat
memprediksi perilaku keruntuhan struktur bangunan, karena perencanaannya yang
masih berada dalam lingkup elastis liniear).
5. METODOLOGI PENELITIAN
5.1
Alur Perencanaan
Perencanaan awal struktur didesain menggunakan metode linier agar
sesuai dengan peraturan gedung tahan gempa SNI Gempa 1726-2012. Dalam
tahapan ini metode yang digunakan untuk menentukan beban gempa adalah
metode Statik Ekuivalen, pemilihan metode ini didasarkan atas :
1) Bentuk konfigurasi denah yang beraturan (sesuai ketentuan SNI Gempa
1726-2012)
2) Mode dominan gedung adalah mode translasi.
3) Perhitungan dengan metode Statis Ekuivalen menghasilkan gaya gempa
yang maksimum.

25

Setelah perencanaan gedung menggunakan metode linier (Statik Ekivalen)


memenuhi syarat yang ditetapkan SNI Gempa 1726:2012, Evaluasi kinerja
struktur gedung terhadap beban gempa akan dilakukan menggunakan metode
Static Pushover Analysis. Dalam evaluasi ini dikehendaki hasil kinerja yang
didapat adalah Life Safety (Terjadi kerusakan komponen struktur, kekakuan
berkurang tetapi masih mempunyai ambang yang cukup terhadap keruntuhan.
Komponen non-struktur masih ada tetapi tidak berfungsi. Dapat dipakai lagi
apabila sudah dilakukan perbaikan). Bila struktur gedung belum memenuhi
criteria yang diinginkan, maka dilakukan perencanaan ulang terhadap desain
struktur gedung.

26

Mulai

Studi Literatur
Perencanaan Awal
Perhitungan
Pembebanan
Pemodelan
Dengan Program
Memenuhi Batas Layan dan Batas
Ultimit
No

Ye

Evaluasi Kinerja
Dengan Analisis
Pushover

No

Level Kinerja LS (Life Safety)

Ye
s

Kesimpulan/Saran
Selesai

Gambar 13. Flow Chart Penelitian

27

5.2

Data-data Perencanaan Struktur


Data-data perancangan struktur gedung berfungsi memberikan gambaran

umum mengenai model bangunan yang akan didirikan. Adapun data-data umum
perancangan sebagai berikut
1. Material Struktur Atas
a. Mutu Beton
fc : K400
b. Mutu Baja Tulangan
:
1) Diameter 12 mm menggunakan baja tulangan polos BJTP 24
dengan tegangan leleh, fy = 240 Mpa.
2) Diameter > 12 mm menggunakan baja tulangan ulir BJTD 40
dengan tegangan leleh, fy = 400 Mpa.
2. Elemen Struktur
a. Jenis Struktur
: Beton Bertulang
b. Sistem Struktur
: Sistem Ganda
3. Lokasi
: Depok Jawa Barat
Kategori Desain Seismik
:D

28

6. SISTEMATIKA PENULISAN
BAB 1 PENDAHULUAN
Berisi latar belakang masalah, tujuan Tugas Akhir, batasan masalah, lokasi
Tugas Akhir (kecuali penulisan dengan menggunakan metode kuisioner),
sistematika penulisan, dan jadwal penyelesaian Tugas Akhir.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Berisi uraian sistematika tentang penelitian sebelumnya, hasil-hasil tugas
akhir atau tulisan-tulisan lain yang ada hubungannya dengan Tugas Akhir
yang dilakukan.
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
Berisi tentang penjelasan penelitian, cara pengumpulan data dan cara
menganalisisnya.
BAB 4 DATA PENELITIAN
Berisi tentang data-data kuisioner yang didapat dalam bentuk bagan atau
tabel-tabel
BAB 5 PERHITUNGAN DAN ANALISIS DATA
Berisi tentang bagaimana melakukan pembahasan dan analisis dari data
yang diperoleh dari peniliti
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
Berisi tentang kesimpulan dan saran yang diperoleh dari hasil pembahasan
pada bab-bab sebelumnya, sehingga merupakan rangkaian yang sistematis
dan mudah dipahami.
7. PERENCANAAN TUGAS AKHIR
Adapun perencanaan jadwal pelaksanaan Tugas Akhir ialah sebagai
berikut :
Waktu
Nama
Kegiatan

Agustus
3

September
1

Oktober
4

Nopember
4

Desembe
r
1
2

Briefing Tugas
Akhir
Pendaftaran
Tugas Akhir

29

Pengumpulan
Draft Seminar
Proposal
Seminar
Proposal
Tugas Akhir
Progress
Report
Seminar Isi
Tugas Akhir
Perbaikanperbaikan
Sidang Akhir

8. DAFTAR PUSTAKA
1. Asroni, Ali. Balok dan Pelat Beton Bertulang. Surakarta: GRAHA
ILMU.2010
2. Dipohusodo, Istimawan Manajemen dan Konstruksi. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama. 1996
3. Dipohusodo, Istimawan.. Struktur Beton Bertolong Berdasarkan SK SNI T15-1991-03 Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama. 1994
4. Indarto Himawan, dkk.Aplikasi SNI 2012 for Dummies. Semarang: UNNES.
2013
5. analysis of RC buildings. California: Elsevier. 2001
6. Nawi, Edward G.. Beton Bertulang: Suatu Pendekatan Dasar. Bandung: PT
Refika Aditama. (penerjemah: Suryatmono, Bambang). 1998
7. Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung (PPIUG) 1983
8. SNI 1727-2013 (Beban minimum untuk perencanaan bangunan gedung dan
struktur lain)
9. SNI 1726-2012 (Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk struktur
gedung dan non gedung)
10. SNI 1726-2002 (Standar perencanaan ketahanan gempa untuk struktur
bangunan gedung)

30

31

Anda mungkin juga menyukai