Kebijakan Dan Pertumbuhan Ekonomi
Kebijakan Dan Pertumbuhan Ekonomi
kebudayaan. Kedua, produksi ekonomi tidak akan mungkin tercapai tanpa faktor nonekonomi, seperti perkembangan teknologi.
Peran Kebudayaan
Teori bahwa pertumbuhan dan pemasukan relatif bergantung pada kultur telah menjadi
konsep yang cukup kuat. Terdapat korelasi kuat antara pertumbuhan atau tingkat
pendapatan dengan karakteristik non-ekonomi suatu bangsa, seperti iklim, etnis Eropa,
atau agama Protestan. Kesuksesan bangsa Asia Timur berkaitan dengan karakteristik
kultur yang menguntungkan pertumbuhan, termasuk sistem etnis Confusius. Pendapat
lebih lanjut disampaikan ekonom Michael Porter bahwa sekumpulan praktik bisnis,
perilaku korporat, kecelakaan geografis, karakteristik sosial dan institusional, serta
perilaku pemerintah menjadi keuntungan kompetitif bagi suatu bangsa.
Generalisasi dapat mudah diperoleh mengenai kebudayaan dan pertumbuhan didasari
beberapa teori. Pertama, korelasi antara karakteristik kultural dan tingkat penghasilan
menyiratkan fakta bahwa industrialisasi terkonsentrasi secara geografis. Secara alami,
tetangga secara geografis memiliki banyak kemiripan karakteristik budaya. Terdapat
alasan logis mengapa industrialisasi menjadi fenomena yang tidak merata. Hal tersebut
dikarenakan produksi industri cenderung menumpuk di zona tertentu yang
menguntungkan produsen. Perbedaan kebijakan ekonomi juga menentukan awal dari
ketimpangan ini.
Kebudayan juga menjadi alasan perbedaan tingkat pertumbuhan karena didapatkan
perbedaan pertumbuhan ekonomi negara satu dengan yang lain. Republik Korea
memiliki pertumbuhan ekonomi sangat sulit antara 1913-1950 tetapi tumbuh 4% per
kapita selama 1950-1989. Kultur sangat lambat berubah, tetapi kinerja pertumbuhan
tidak. Korelasi koefisien tingkat pertumbuhan untuk 5 tahun berikut juga sangat rendah
selama periode pascaperang. Sebagai tambahan, negara dengan kultur yang mirip tetapi
memiliki kebijakan berbeda menunjukkan angka pertumbuhan yang sangat berbeda,
seperti kasus Korea Utara dan Korea Selatan.
penghematan.
Pemerintah juga memainkan peranan positif dalam penanaman modal pada sektor yang
tidak diinvestasi sektor swasta, seperti ekonomi pasar, sistem legal, sistem distribusi
listrik, pendidikan, jalan raya, penyediaan air, dan sistem distribusi elektrik. Investasi
pemerintah pada sektor tersebut akan meningkatkan produktivitas penanaman modal
swasta dan meningkatkan insentif investor swasta. Investasi publik pada kertea api dan
jalan tol sangat esensial bagi pertumbuhan negara. Kurangnya investasi pada area
transportasi sangat menghambat perkembangan negara, seperti Myanmar. Kurangnya
transpotasi publik juga menyebabkan kurangnya produktivitas modal asing di Nigeria.
Hal tersebut dikarenakan perusahaan terpaksa menyediakan generator listrik sendiri dan
sistem pengolahan air.
Pertumbuhan dan Efisiensi
Kebijakan yang menyebabkan inefisiensi, input yang lebih banyak dari output,
menyebakan pengurangan output satu waktu, tetapi tidak menurunkan tingkat
pertumbuhan secara permanen. Perhitungan kerugian satu waktu ini jarang mencapai
lebih dari 2% dari GDP. Kebijakan inefisien, seperti kontrol harga dan suku bunga, tarif
impor tinggi atau kuota impor restriktif, perbedaan tingkat pajak tidak kritikal untuk
prospek jangka panjang suatu negara. Namun, pendapat ini tidak benar. Menurut
pespektif pertumbuhan, output yang kurang terhadap input mengindikasikan tidak
terdapat sisa modal untuk investasi selanjutnya. Berkurangnya modal investasi secara
permanen akan mengurangi tingkat pertumbuhan. Kerugian akibat kebijakan inefisien
akan mengorbankan kesejahteraan jangka panjang suatu negara,
Kebijakan inefisien, seperti subsidi, kontrol harga, dan intervensi perdagangan
mengindikasikan investasi dikendalikan pada aktivitas dengan tingkat pengembalian
ekonomi yang rendah sehingga menurunkan rerata produktivitas investasi. Dengan
perkembangan tenaga kerja yang pesat, seperti pada negara berkembang, kurangnya
produktivitas investasi mengindikasikan peningkatan penghasilan yang cukup, seiring
dengan peningkatan populasi. Kurangnya penghasilan tidak mengembalikan modal awal
sehingga ekonomi tetap terpuruk. Sebaliknya, kebijakan efisien mengarahkan pada
aktivitas investasi dengan tingkat pengembalian tingi. Dengan tingkat investasi yang
tinggi, penghasilan berlebih dapat digunakan untuk reinvestasi, sehingga siklus
pertumbuhan dapat berkembang dengna baik.
Bentuk kebijakan inefisien yang umum terjadi di negara berkembang adalah kebijakan
yang mengalihkan sumber daya ke ekonomi bawah tanah. Hal ini termasuk penerapan
pajak tinggi pada sektor formal yang cenderung memaksa produksi bawah tanah
sehingga dapat bebas pajak. Alokasi kuantitatif terhadap input dengan harga subsidi
mengundang investasi pada item input. Kontrol sistem finansial yang dikombinasikan
dengan makroekonomi yang tidak stabil cenderung menarik sumber daya pada spekulai
dan rekayasa keuangan. Ekonomi informal atau tradisional memiliki peranan penting
disini, karena dapat membatasi kerusakan yang disebabkan oleh kebijakan pemerintah.
Sebagai contoh, pemerintahan Idi Amin membuat kebijakan ekonomi sehingga output
dari sektor formal Uganda turun menjadi 2% pertahun, tetapi hal ini masih dibarengi
dengan pertumbuhan sektor informal yang bertahan pada angka petumbuhan 3.4% per
tahun.
Bukti bahwa kebijakan inefisien menyebabkan efek permanen pada pertumbuhan sangat
penting. Banyak penelitian telah membuktikan intervensi perdagangan cenderung