Anda di halaman 1dari 13

Laporan Praktikum Fisiologi

Pengaruh Sikap dan Kerja fisik Terhadap Tekanan Darah

Disusun oleh:
Kelompok C7
Alvin Anthonius Paulus 10-2011-020
Febryani Gotamy 10-2011-075
Claudia Kristina 10-2011-003
Dhita Aprilia Anjoti 10-2011-140
Kevin Giovano 10-2011-208
Grace Stephanie Manuain 10-2011-266
Puspa Mayanovi Jonnarita Paulus 10-2011-351
Eifraimdio Paisthalozie 10-2011-384

Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana
2011

Tujuan percobaan:
Alat yang diperlukan:

Sfingomanimeter
Stetoskop

Cara kerja:
Percobaan I : Pengukiran Tekanan Darah a. Brachalis pada sikap berbaring, duduk dan
berdiri
I. Berbaring Terlentang
1. Suruhlah orang percibaan (OP) Berbaring terlntang dengan tenang selama 10 Menit.
2. Selama menunggu, pasanglah manset sfingomanometer pada lengan kanan atas orang
percobaan.
3. Carilah degan palpasi denyut dan a. brachalis pada fissa cubiti dan denyut a. brachalis
pada pergelangan tangan kanan orang percobaan.
4. Setelah OP berbaring 10 menit, tetapkanlah kelima fase korokoff dalam pengiukuran
tekanan darah OP tersebut.
5. Ulangi pengukuran sub. 4 sebanyak 3 kali untuk mendapatkan nilai rata-rata dan
catatan hasilnya.
Hasil Pemeriksaan : 1. 90 ; 90 ; 100
2. 86 ; 86 ; 90
3. 80 ; 80 ; 70
4. 70 ; 68 ; 68
5. 60 ; 60 ; 60

II. Duduk

6. Tanpa melepaskan manset, OP disuruh duduk.


Setelah ditunggu 3 menit ukurlah lagi tekanan darah a. brachialisnya dengan cara
yang sama.
Ulangi pengukuran sebanyak 3 kali untuk mendapatkan nilai rata-rata dan catatlah
hasilnya.
Hasil Pemeriksaan : 1. 90 ; 90 ; 100
2. 84 ; 86 ; 86
3. 80 ; 80 ; 80
4. 72 ; 68 ; 64
5. 60 ; 60 ; 60
III. Berdiri
7. Tanpa melepaskan manset OP disuruh berdiri.
Setelah ditunggu 3 menit ukurlah lagi tekanan darah a. Brachalisnya dengan cara
yang sama.
Ulangilah pengukuran sebanyak 3 kali untuk mendapatkan nilai rata-rata dan catatlah
hasilnya.
8. Bandingkan hasil pengukuran tekanan darah OP pada ketiga sikap yang berbeda di
atas.
Hasil Pemeriksaan : 1. 100 ; 100 ; 100
2. 98 ; 98 ; 96
3. 90 ; 90 ; 90
4. 70 ; 70 ; 70
5. 68 ; 68 ; 68

Percobaan II : Pengukuran Tekanan Darah Sesudah Kerja Otot


1. Ukurlah tekanan darah a. Brachialis OP dengan penilaian menurut metode baru pada
sikap duduk (OP tak perlu yang sama seperti pada sub I).

2. Tanpa melepaskan manset suruhlah OP berlari di tempat dengan frekuensi 120


loncatan/menit selama 2 menit. Segera setelah selesai, OP disuruh duduk dan ukurlah
tekanan darahnya.
3. Ulangilah pengukuran tekanan darah ini tiap menit sampai tekanan darahnya kembali
seperti semula. Catatlah hasil pengukuran tersebut.
Hasil Percobaan : Normal = 1. 120 / 80
2. 120 / 90
3. 120 / 100
Lari 2 menit
-

Menit ke 1 = 140 / 90

Menit ke 2 = 130 / 90

Menit ke 3 = 120 / 90

Percobaan III : Pengukuran Tekanan darah a. Brachialis Dengan Cara Palpasi


1. Ukurlah tekanan darah a. Brachalis OP pada sikap duduk dengan cara auskultasi (sub.
I)
2. Ukrulah tekanan darah a. Brachialis OP pada sikap yang sama dengan cara palpasi.
Hasil Percobaan :
1. 100 / 70
2. Sistole = 100
Diastole tidak didapatkan.

Pembahasan:
Defenisi Tekanan Darah

Tekanan darah adalah tekanan yang dihasilkan oleh darah terhadap pembuluh darah.
Tekanan darah dipengaruhi volume darah dan elastisitas pembuluh darah. Peningkatan tekanan
darah disebabkan peningkatan volume darah atau elastisitas pembuluh darah. Sebaliknya,
penurunan volume darah akan menurunkan tekanan darah. (Ronny et al. 2010)
2.2. Tekanan Darah Arteri Rata-rata
Tekanan darah arteri rata-rata adalah gaya utama yang mendorong kearah jaringan.
Tekanan ini harus diukur secara ketat dengan dua alasan. Pertama, tekanan tersebut harus cukup
tinggi untuk menghasilkan gaya dorong yang cukup; tanpa tekanan ini, otak dan jaringan lain
tidak akan menerima aliran yang adekuat seberapapun penyesuaian lokal mengenai resistensi
arteriol ke organ-organ tersebut yang dilakukan. Kedua, tekanan tidak boleh terlalu tinggi
sehingga menimbulkan beban kerja tambahan bagi jantung dan meningkatkan resiko kerusakan
pembuluh serta kemungkinan rupturnya pembuluh-pembuluh halus (Sherwood, 2001).
Mekanisme-mekanisme yang melibatkan integrasi berbagai komponen sistem sirkulasi
dan sistem tubuh lain penting untuk mengatur tekanan darah arteri rata-rata. Dua penentu utama
tekanan darah arteri rata-rata adalah curah jantung dan resistensi perifer total. Perubahan setiap
faktor tersebut akan mengubah tekanan darah kecuali apabila terjadi perubahan kompensatorik
pada variabel lain sehingga tekanan darah konstan. Aliran darah kesuatu jaringan bergantung
pada gaya dorong berupa tekanan darah arteri rata-rata dan derajat vasokonstriksi arteriol-arteriol
jaringan tersebut. Karena, tekanan arteri rata-rata bergantung pada curah jantung dan derajat
vasokonstriksi arteriol, jika arteriol di salah satu jaringan berdilatasi, arteriol di jaringan lain
akan mengalami konstriksi untuk mempertahankan tekanan darah arteri yang adekuat, sehingga
darah mengalir tidak saja ke jaringan yang mengalami vasodilatasi tetapi juga ke otak, yang
harus mendapatkan pasokan darah yang konstan. Dengan demikian variabel kardiovaskuler harus
terus menerus diubah untuk mempertahankan tekanan darah yang konstan walaupun kebutuhan
jaringan akan darah berubah-ubah (Sherwood, 2001).

2.3. Faktor-faktor yang menentukan Tekanan Darah

Agar kita mendapatkan tekanan darah maka harus ada curah jantung dan tahanan
terhadap aliran darah sirkulasi sistemik. Tahanan ini disebut tahanan tepi.
Tekanan darah = Curah jantung x Tahanan tepi
Faktor-faktor yang mempengaruhi curah jantung seperti frekuensi jantung dan isi
sekuncup. Tahanan terhadap aliran darah terutama terletak di arteri kecil tubuh, yang disebut
arteriole. Pembuluh darah berdiameter kecil inilah yang memberikan tahanan terbesar pada aliran
darah. Kapiler merupakan pembuluh darah yang jauh lebih kecil dari erteriole, tetapi meskipun
setiap kapiler akan memberikan tahanan yang lebih besar di banding sebuah arteriole, terdapat
sejumlah besar kapiler yang tersusun paralel dan berasal dari satu arteriole. Akibatnya terdapat
sejumlah lintasann alternatif bagi darah dalam perjalanannya dari arteriole ke vena, dan karena
inilah maka jaringan kapiler ini tidak memberikan tahanan terhadap aliran darah seperti yang
diberikan oleh arteriole (Green, 2008).
2.3.1. Viskositas darah
Tahanan yang diberikan oleh arteriole dari ukuran tertentu bergantung pada viskositas
darah. Darah yang merupakan cairan kental, lengket, yang memberikan tahanan dua sampai tiga
kali lebih besar daripada air biasa atau larutan garam. Viskositas darah bergantung sebagian pada
plasma dan sebagian pada jumlah sel darah merah yang ada.Viskositas darah biasanya konstan,
tetapi akan berkurang bila diberikan sejumlah besar larutan garam. Pengganti plasma seperti
dextran merupakan cairan kental. Pengurangan dalam jumlah sel darah merah yang beredar
sedikit berpengaruh pada viskositas, tetapi akan meningkat pada polisitemia. Viskositas darah
yang rendah akan berhubungan dengan tekanan darah rendah dan darah berviskositas tinggi
dengan tekanan darah tinggi (Green,2008).
2.4. Faktor yang mempengaruhi ukuran suatu arteriole.
2.4.1. Nadi Arteri
Denyut arteri paling mudah diraba dan seringkali dapat dilihat. Bila nadi dipakai untuk
menentukan frekuensi jantung, maka harus ditentukan jumlah siklus jantung dalam satu menit.
Waktunya harus dimulai dari nadi pertama dan nadi pertama ini harus di hitung sebagai nol (0).
Berikutnya dihitung sebagai 1, berikutnya lagi 2 dan seterusnya. Nadi radial adalah nadi yang
paling sering dipakai untuk menentukan frekuensi jantung. Perlu diingat bahwa perubahan
tekanan darah di arteri radialis inilah yang terasa bilamana nadi ditentukan, kenaikan tekanan

yang cepat dari 80 mmHg ke 120 mmHg waktu sistole dihantarkan secepatnya melalui arteri
dengan kecepatan kira-kira enam meter per detik dan perubahan tekanan memerlukan kira-kira
1/10 detik untuk mencapai pergelangan tangan. Perlu diperhatikan dalam membedakan antara
tekanan darah dan aliran darah. Darah yang dikeluarkan dari jantung setiap denyut mengalir jauh
lebih lambat dan memerlukan sejumlah detik untuk mencapai pergelangan tangan dan tidak tiba
sebelum lewat beberapa denyut. Meskipun adanya denyut nadi memastikan bahwa lintasa
pembuluh darah utama adalah pasti antara jantung dan lokasi perabaan nadi, fakta bahwa tidak
ada nadi bukan berarti bahwa tidak ada aliran darah di dalam arteri. Fluktuasi tekanan darah di
dalam arteri antara tekanan sistole (120 mmHg) dan tekanan diastole (80 mmHg) yang
menimbulkan adanya naddi. Bila karena suatu sebab tidak terdapat perbedaan antara kedua
tekanan tersebut, dan tekanan merupakan tekanan rata-rata 100 mmHg, dimana masih terdapat
suatu aliran darah yang memadai, namun nadi tidak dapat diraba. Adanya tahanan terhadap aliran
darah proksimal dari tempat pengukuran inilah yang menghilangkan perbedaan tekanan antara
sistole dan diastole, jadi adnya tahanan arteriole menghilangkan perubahan tekanan dari kapiler.
Begitu pula suatu obstruksi dicabang arteri akan menghilangkan atau merubah nadi. Bila terdapat
obstruksi total, maka darah akan mengalir melalui saluran-saluran anastomose (Green, 2008).
2.4.2. Koartaksio Aorta
Suatu obstruksi di arkus aorta pada bagian duktus arteriosus disebut koartaksio aorta.
Darah akan mencapai anggota bagian bawah lewat anastomose, sehingga kadang-kadang dapat
diraba denyut di arteri-arteri interkostal yang membesar dengan meletakkan tangan pada leher
bagian belakang seperti menegakkan penderita. Nadi di anggota bagian bawah kemudian dapat
dikurangi atau hilang, sehingga tekanan darah femoral akan lebih rendah daripada tekanan darah
brankial (Green, 2008).
2.5. Pengukuran Tekanan Darah
Metode standar dalam pengukuran tekanan darah seorang penderita hdala memakai
teknik yang dikembangkan oleh Korotkov pada tahun 1905. suatu manset tangan yang dapat di
isi udara diletakan melingkari lengan atas, tidak terlalu erat, dengan jarak 3 cm antara bagian
bawah manset dan fossa kubiti di situ. Manset tersebut diisi udara dengan pompa tangan kecil
dan tekanan di dalam magnet diukur dengan statu manometer merkuri. Alat ini disebut
Sfigmomanometer. Nadi arteri brakialis yang terletak di fosa kubiti pada siku dapat ditemukan
dengan palpasi. Arteri ini terletak dibagian medial dari tendon bisep dan denyut arteri ini sering

sekali dapat dilihat bila tangan dalam keadaan ekstensi total. Perlu diperhatikan bahwa stetoskop
tidak dapat digunakan untuk menentukan lokasi arteri brakialis, karena aliran arteri ini bersifat
laminar dan tidak akan terdengar suara sebelum manset diisi udara. Kemudian dilakukan palpasi
pada nadi radialis di pergelangan tangan dan sambil jari-jari tangan kita melakukan palpasi,
tangan yang lain memompa mengisi manset sampai suatu tekanan di atas tekanan dimana nadi
radialis menghilang. Kemudian stetoskop diletakan di atas arteri brakialis dan tekanan didalam
manset di turunkan perlahan-lahan. Guna mempertahankan penurunan tekanan secara terus
menerus, maka katup pengeluaran harus dibuka makin lebar dengan menurunnya tekanan.
Dengan menurunnya tekanan, tidak akan terdengar suara sampai tekanan darah sistole tercapai,
yaitu bila suara yang seirama dengan denyut jantung terdengar lewat stetoskop. Ini menandakan
tekanan darah sistole. Dengan makin menurunnya tekanan manset, suara-suar menjadi semakin
keras, tetapi pada saat terciptanya tekanan darah diastole, suara tersebut berubah sifatnya
menjadi suara tertutup. Sedikit lebih bawah suara-suara itu akhirnya menghilang dan tidak
muncul lagi. Titik dimana suara menjadi tertutup dianggap sebagai tekanan darah diastole.
Interval sunyi. Kadang-kadang sewaktu pengukuran tekanan darah seorang penderita hipertensi
di temukan suatu interval sunyi. Bila tekanan manset di turunkan dari 300 mmHg, suara-suara
mungkin dimulai umpama pada 220 mmHg, menandakan suatu tekanan darah sistole tinggi.
Pada tekanan kira-kira 180 mmHg suara-suara itu menghilang untuk timbul kembali pada kirakira 150 mmHg, sehingga terdapat interval sunyi diantara kedua tekanan ini. Dengan terus
menurunnya tekanan manset, suara-suara mendadak menjadi tertutup pada tekanan 100 mmHg
pada 85 mmHg menghilang dan tidak timbul lagi. Tekanan darah penderita dalam hal ini adalah
sistole 220 mmHg dengan diastole 100 mmHg. Meskipun jarang timbul interval sunyi ini
merupakan suatu jebakan bagi dokter yang kurang teliti. Hal ini sering terjadi pada mereka yang
secara rutin mamompa manset sampai kira-kira 160 mmHg dan tidak seperti diterangkan diatas,
yaitu memompa hingga nadi radialis menghilang. Bila mana suara-suara telah menghilang
dibawah tekanan diastole yang ditetapkan, maka masih perlu penurunan tekanan manset
diteruskan untuk meyakinkan bahwa tidak ada suara-suara yang timbul kembali. Bila dipakai
suatu stetoskop, maka perlu di perhatikan bahwa memasukkan alat tersebut kedalam telinga
dengan cara yang benar. Bagian telinga dari alat tersebut bila dilihat dari arah atas perlu
dimasukkan ke arah masuk dan maju. Perlu dicegah agar tidak menyentuh tabung karet sehingga
tidak akan menimbulkan suara-suara tambahan. Karena suara kortkov sangat lemah, maka tidak

mungkin menentukan tekanan darah secara tepat dalam lingkungan yang ramai. Penting dicatat
bahwa manset tidak boleh terisi untuk jangka waktu lama dan tekanan manset harus
diturunkan sampai nol setiap kali pemakaian.
Pada kebanyakan orang tekanan darahnya berfluktuasi sebanyak 10 mmHg dengan pernafasan.
Oleh sebab itu mustahil menentukan tekanan darah seseorang dengan ketepataan sampai satu
milimeter merkuri ( umpama 117/82) kecuali bila
fase respirasi pada waktu pengukuran kedua nilai juga di catat. Biasanya dengan ketepatan
sampai 5 mmhg juga sudah mencukupi.
2.5.1. Persiapan sebelum pengukuran tekanan darah
1. Idealnya, beritahukan sampel untuk tidak merokok atau meminum minuman yang
mengandung kafein setidaknya 30 menit sebelum pengukuran dilakukan.
2. pastikan kamar periksa nyaman dan tenang
3. perintahkan sampel untuk duduk istirahat selama 5 menit dikursi. Lengan diletakkan
sejajar dengan jantung
4. pastikan lengan yang akan diperiksa tidak ditutupi oleh pakaian. Pastikan juga tidak ada
fistula arteri vena untuk dialisa, skar, pemotongan arteri brakial, tanda-tanda lymph
edema
5. palpasi arteri brakial untuk memastikan pulsasinya baik
6. posisikan lengan sehingga arteri brakial pada fossa antecubitti berada sejajar dengan
jantung
7. jika sampel duduk letakkan lengan pada meja yang lebih tinggi sedikit dari pinggang
sampel. Jika berdiri, untuk mempertahankan posisi lengan setinggi pertengahan dada
penderita. (Kasper et al, 2005)
Gravitasi dan Tekanan Darah
Karena pengaruh gravitasi, tekanan darah akan meningkat dengan 10 mmhg setiap 12 cm
di bawah jantung. Di atas jantung, tekanan darah akan menurun dengan jumlah yang sama. Jadi
dalam keadaan berdiri, maka tekanan darah sistole adalah 210 mmHg di kaki tetapi hanya 90
mmHg di otak. Dalam keadaan berbaring kedua tekanan ini akan sama (Green, 2008).
2.6.1. Efek Gravitasi pada Tekanan Vena

a. Pada orang dewasa dalam keadaan tegak, darah di pembuluh-pembuluh yang berjalan
antara jantung dan ekivalen dengan sebuah kolom darah setinggi 1,5 m. Tekanan yang
ditimbulkan oleh kolom darah ini akibat efek gravitasi adalah 90 mmHg. Tekanan yang
terjadi pada darah oleh jantung telah berkurang menjadi sekitar 10 mmHg di vena-vena
tungkai bawah karena hilangnya tekanan akibat pergesekkan di pembuluh-pembuluh
sebelumnya. Tekanan yang ditimbulkan oleh gravitasi (90 mmHg) ditambah tekanan
yang ditimbulkan oleh jantung (10 mmHg) menghasilkan tekanan vena 100 mmHg di
pergelangan kaki. Demikian juga kapiler didaerah ini mendapat pengaruh gravitasi yang
sama (Sherwood, 2001).
b. karena terjadi peningkatan tekanan yang disebabkan oleh efek gravitasi, terjadi
penimbunan darah di vena-vena yang melebar, sehingga aliran balik vena berkurang.
Filtrasi menembus dinding kapiler juga meningkat yang menyebabkan pergelangan kaki
dan kaki membengkak, kecuali apabila tindakan-tindakan kompensasi mampu melawan
efek gravitasi tersebut (Sherwood, 2001)
2.7. Posisi atau Sikap Tubuh dan Tekanan Darah
Pada dasarnya jumlah darah arteri ditentukan oleh jumlah darah yang terkandung di
dalam arteri tersebut. Makin besar jumlah darah di dalam arteri, makin tinggi tekanan arteri dan
makin kecil jumlah darah yang terkandung di dalam arteri, makin rendah tekanan arteri. Jumlah
darah yang terkandung di dalam arteri tergantung pada jumlah darah yang memasuki arteri dan
yang meninggalkan arteri. Jika jumlah darah yang masuk banyak maka darah yang terkandung di
dalam arteri makin bertambah, dan sebaliknya jika darah yang meninggalkan arteri lebih banyak
maka darah yang terkandung di dalam arteri berkurang. Jumlah darah yang masuk ke dalam
arteri ditentukan oleh frekuensi jantung dan volume sekuncup jantung.
Fungsi jantung dan pembuluh darah dipengaruhi oleh saraf otonom, yaitu saraf simpatis
dan saraf parasimpatis. Saraf simpatis mempengaruhi fungsi jantung serta pembuluh darah dan
pemacunya menyebabkan naiknya frekuensi jantung, bertambah kuatnya konstriksi otot jantung,
dan vasokonstriksi pembuluh darah resisten. Saraf parasimpatis mempengaruhi fungsi jantung
saja dan pemacuannya mengakibatkan menurunnya frekuensi jantung. Jadi, naik turunnya
tekanan darah dipengaruhi oleh saraf otonom, pemacuan saraf simpatis menaikkan tekanan darah
arteri dan penghambatan saraf simpatis ditambah dengan pemacu saraf parasimpatis yang

mengakibatkan menurunnya tekanan darah. Naik turunnya tekanan darah arteri terjadi secara
reflektoris. Pemacuan tekanan darah arteri dapat menimbulkan shock, yaitu keadaan dimana
jumlah darah yang masuk ke jaringan berkurang sehingga menimbulkan gejala-gejala klinis
tertentu. Misalnya menurunnya kesadaran, kepala terasa ringan, pucat, kaki dan tangan dingin,
keluar keringat dingin, dan lain-lain. Cardiogenic shock adalah menurunnya tekanan darah
karena melemahnya pemompaan darah oleh jantung. Tekanan darah dalam arteria pada orang
dewasa dalam keadaan duduk atau posisi berbaring pada saat istirahat kira-kira 120/70 mmHg.
Karena tekanan darah adalah akibat dari curah jantung dan resistensi perifer, maka tekanan darah
dipengaruhi oleh keadaan-keadaan yang mempengaruhi setiap atau kedua faktor tersebut. Curah
jantung adalah hasil kali antara denyut jantung dan isi sekuncup. Besarnya isi sekuncup
ditentukan oleh kontraksi miokard dan volume darah yang kembali ke jantung (Guyton, 2002).
2.7.1. Berdiri dan Tekanan Darah
Pada posisi berdiri, maka sebanyak 300-500 ml darah pada pembuluh capacitance
vena anggota tubuh bagian bawah dan isi sekuncup mengalami penurunan sampai 40%. Berdiri
dalam jangka waktu yang lama dengan tidak banyak bergerak atau hanya diam akan
menyebabkan kenaikan volume cairan antar jaringan pada tungkai bawah. Selama individu
tersebut bisa bergerak maka kerja pompa otot menjaga tekanan vena pada kaki di bawah 30
mmHg dan alir balik vena cukup (Ganong, 2002). Pada posisi berdiri, pengumpulan darah di
vena lebih banyak.Dengan demikian selisih volume total dan volume darah yang ditampung
dalam vena kecil, berarti volume darah yang kembali ke jantung sedikit, isi sekuncup berkurang,
curah jantung berkurang, dan kemungkinan tekanan darah akan turun. Jantung memompa darah
ke seluruh bagian tubuh. Darah beredar ke seluruh bagian tubuh dan kembali ke jantung begitu
seterusnya. Darah sampai ke kaki, dan untuk kembali ke jantung harus ada tekanan yang
mengalirkannya. Untuk itu perlu adanya kontraksi otot guna mengalirkan darah ke atas. Pada
vena ke bawah dari kepala ke jantung tidak ada katup, pada vena ke atas dari kaki ke jantung ada
katup. Dengan adanya katup, maka darah dapat mengalir kembali ke jantung. Jika pompa vena
tidak bekerja atau bekerja kurang kuat, maka darah yang kembali ke jantung berkurang,
memompanya berkurang, sehingga pembagian darah ke sel tubuh pun ikut berkurang.
Banyaknya darah yang di keluarkan jantung itu menimbulkan tekanan, bila berkurang maka
tekanannya menurun. Tekanan darah berkurang akan menentukan kecepatan darah sampai ke

bagian tubuh yang dituju. Ketika berdiri darah yang kembali ke jantung sedikit. Volume jantung
berkurang maka darah yang ke luar dan tekanan menjadi berkurang (Guyton dan Hall, 2002).
2.7.2. Gerak Tubuh dan Tekanan Darah
Selama gerak tubuh terjadi peningkatan tekanan arteri. Peningkatan ini terjadi karena
adanya pencetusan simpatis dan vasokonstriksi sebagian besar pembuluh darah. Peningkatan ini
dapat sekecil 20 mmHg atau sampai sebesar 80 mmHg tergantung pada keadaan-keadaan saat
gerak badan tersebut dilakukan. Sebaliknya bila orang melakukan gerak badan seluruh tubuh
seperti berlari atau berenang kenaikan arteri biasanya hanya 20 mmHg- 40 mmHg. Kurang
besarnya kenaikan dalam tekanan arteri disebabkan adanya vasodilatasi yang terjadi di dalam
massa otot yang besar (Guyton, 2002). Selama bergerak, otot-otot memerlukan peningkatan
aliran darah yang banyak. Sebagian dari peningkatan ini adalah akibat dari vasodilatasi lokal
pada vasokularisasi otot yang disebabkan oleh peningkatan metabolisme sel otot. Peningkatan
tekanan arteri selama bergerak terutama akibat area motorik sistem saraf menjadi teraktivasi
untuk bergerak, sistem pengaktivasi retikuler di batang otak juga ikut teraktivasi, yang
melibatkan peningkatan perangsangan yang sangat besar pada area vasokonstriktor dan
kardioakselerator pada pusat vasomotor. Keadaan ini akan meningkatkan tekanan arteri dengan
segera untuk menyetarakan besarnya peningkatan aktivitas otot (Guyton dan Hall, 2002).
2.7.3. Duduk dan Tekanan Darah
Sikap atau posisi duduk membuat tekanan darah cenderung stabil. Hal ini dikarenakan
pada saat duduk sistem vasokonstraktor simpatis terangsang dan sinyal-sinyal saraf pun
dijalarkan secara serentak melalui saraf rangka menuju ke otot-otot rangka tubuh, terutama otototot abdomen. Keadaan ini akan meningkatkan tonus dasar otot-otot tersebut yang menekan
seluruh vena cadangan abdomen, membantu mengeluarkan darah dari cadangan vaskuler
abdomen ke jantung. Hal ini membuat jumlah darah yang tersedia bagi jantung untuk dipompa
menjadi meningkat.Keseluruhan respon ini disebut refleks kompresi abdomen (Guyton dan Hall,
2002).

2.7.4. Berbaring dan tekanan Darah

Pada posisi berbaring darah dapat kembali ke jantung secara mudah tanpa harus melawan
kekuatan gravitasi. Terlihat bahwa selama kerja pada posisi berdiri, isi sekuncup meningkat
secara linier dan mencapai nilai tertinggi pada 40% -- 60% VO2 maksimal. Pada posisi
berbaring, dalam keadaan istirahat isi sekuncup mendekati nilai maksimal sedangkan pada kerja
terdapat hanya sedikit peningkatan. Nilai pada posisi berbaring dalam keadaan istirahat hampir
sama dengan nilai maksimal yang diperoleh pada waktu kerja dengan posisi berdiri. Jumlah isi
sekuncup pada orang dewasa laki-laki mempunyai variasi antara 70 -- 100 ml. Makin besar
intensitas kerja (melebihi batas 85% dari kapasitas kerja) makin sedikit isi. sekuncup; hal ini
disebabkan memendeknya waktu pengisian diatole akibat frekuensi denyut jantung yang
meningkat (bila mencapai 180/menit maka 1 siklus jantung hanya berlangsung selama 0,3 detik
dan pengisian diastole merupakan bagian dari 0,3 detik tersebut) (Guyton, 2002).

Kesimpulan:
Dari hasil percobaan di atas dapat disimpulkan, kegiatan berbaring, duduk dan berdiri
menimbulkan tekanan sisto, yang hampir sama ( bunyi pertama) kemudian untuk fase korokof
2,3,4 dan 5 menimbulkan hasil yang berbeda. Untuk kegiatan yang membutuhkan aktifitas yang
berlebihan akan mempertinggi tekanan darah.

Anda mungkin juga menyukai