Anda di halaman 1dari 36

BAB I

STATUS PASIEN
1.1 Identitas pasien
Nama
No. RM
Jenis kelamin
Usia
Alamat
Agama
Suku
Status
Berat Badan
Tinggi Badan
Golongan Darah
Tanggal masuk RS

: Ny. YM
: 00063879
: Perempuan
: 33 tahun
: Jl. H Bain no 33 Kelapa Dua
: Kristen
: Batak
: Menikah
: 60 kg
: 156 cm
:O
: 6 Januari 2016

1.2 Anamnesis
Keluhan utama
Nyeri pada bekas operasi SC sejak 12 jam SMRS.
Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang dengan keluhan nyeri pada bekas operasi SC sejak 12 jam SMRS,
Nyeri dirasakan terus menerus sehingga mengganggu aktivitas pasien, Pasien mengaku
sedang hamil anak ke 3, usia kehamilan 35 minggu. Pasien tidak mengeluhkan keluar
darah/flek. Riwayat keguguran 1 kali.
.
Riwayat penyakit dahulu

Riwayat Asma

: disangkal

Riwayat Hipertensi

: disangkal

Riwayat DM

: disangkal

Riwayat Alergi

: disangkal

1.3 Pemeriksaan fisik


KU
Vital Sign

: tampak sakit sedang, compos mentis


: TD : 100/80 mmHg
RR : 20x/menit
HR : 78x/menit
Suhu : 360C
Airway/Respirasi : Airway clear, BND vesikuler, Rhonki -/-,
Wheezing -/-, Mallampati I, Gigi palsu (-),
Gigi goyang (-)
Sirkulasi
: Akral hangat, CRT <2, Konjungtiva anemis +/+,
BJ I & II reguler, murmur (-), gallop (-)

Saraf

GIT
Renal
Metabolik
Hati

: GCS E4V5M6, Kesadaran kompos mentis,


Pupil isokor 3mm/3mm, Refleks cahaya +/+
: Mual (-), Muntah (-), BAB tidak ada keluhan
: BAK tidak ada keluhan , Nyeri ketok CVA -/: DM disangkal
: Hepatitis disangkal

1.4 Pemeriksaan Obstetrik


TFU : 33cm
DJJ : 115x/m
Pembukaan : 1cm
Leopold 1 : Teraba bagian bulat, lunak, melenting, kesan bokong
Leopold 2 : Teraba bagian panjang, keras tidak terputus-putus disebelah kanan pasien,
kesan punggung kanan
Leopold 3 : Teraba bagian bulat, keras, tidak melenting, kesan kepala
Leopold 4: teraba 1/5
Kesimpulan : Janin Tunggal Hidup Presentasi Kepala

1.5 Pemeriksaan penunjang


Laboratorium

USG

Hb
: 10.1 g/dl
Leukosit
: 10.7 ribu/ul
Hematokrit
: 30.9 %
Trombosit
: 276 ribu/ul
: Plasenta Previa Totalis

1.6 Status ASA : 2


1.6 Tatalaksana Anestesi
1. Persiapan Pre-operasi
Inform consent
Cek surat persetujuan operasi dan anestesi
Pemeriksaan laboratorium anjuran (Hb, Ht, PT dan PTT)
O2 3 Lpm
IVFD 1 line : RL (total cairan masuk 300 ml)
2. Medikasi
Bupivacain 20 mg (10.50)
Ondancentron 4mg (10.55)
Ephedrine 5mg (11.00)

Oxytocin 20 IU (11.30)
A.Traneksamat 500mg (11.35)
Methergin 0,4mg (11.35)
Ketamin 70mg (12.30, 13.00, 13.30, 14.30, 15.15)
Epinefrin 1mg (12.20)
Dormicum 0,5mg (12.30)
Ecron 12 mg (13.50)
Furosemide 10mg (14.40)
Ecron 0,5mg (14.45)
Calcium Gluconas 1mg (15.45)

3. Langkah Tindakan Anestesi


Peralatan Analgesia Spinal
Peralatan monitor
Tekanan darah, nadi, pulse oxymetri, EKG
Peralatan resusitasi/anestesi umum
Jarum spinal (Spinocath no.26)
Menyiapkan komponen STATICS
Menyiapkan obat-obat anestesia yang diperlukan
Menyiapkan obat-obat resusitasi; adrenalin, atropine, aminofilin, natrium

bikarbonat, dll
Menyiapkan tiang infus, cairan infus, plester, dll

4. Persiapan pasien dan teknik analgesia spinal


Jam 10.45 pasien masuk kamar operasi, manset dan monitor dipasang.
Jam 11.00 mulai dilakukan anestesi spinal dengan prosedur sebagai berikut :
Pasien duduk, membungkuk memeluk bantal
Menentukkan tempat tusukkan L3-L4, melakukan asepsis dan antisepsis
Menggunakan sphinocath no. 26, LCS (+), jernih
O2 2 Lpm mulai dialirkan ke hidung pasien.
Jam 11.15 operasi dimulai
Monitoring terhadap tanda vital dan saturasi O2 tiap 5 menit.
Terjadi Perdarahan masif 7000 cc
Memberikan cairan Koloid dan Kristaloid
Memberikan transfusi WB, PRC, FFP
Dilakukan intubasi pada pukul 12.00 (karena terjadi penurunan kesadaran pada
pasien GCS:3 , Terjadi depresi pernafasaan RR 8x/m, SpO2 60%)
Jam 16.30 operasi selesai, pasien dipindahkan ke ruang ICU.

5. Monitoring cairan yang masuk dan keluar


a. Cairan Masuk
i. Pre operasi
: RL 500 ml
ii. Durante Operasi
: RL VIII 4000 ml
1. 10.45
2. 11.00
3. 11.15
4. 11.45
5. 12.30
6. 13.00
7. 15.00
8. 16.00
Nacl 0,9% IV 2000ml
1. 12.00
2. 12.30
4

3. 13.30
4. 15.00
Koloid V 2500ml
(12.00 , 13.00, 14.00, 16.00)
b. Cairan Keluar
i. Pre operasi
ii. Durante operasi
1. Perdarahan
2. Urin
c. Transfusi
i. WB 500cc
250 ml (14.00)
250 ml (15.00)
ii. PRC 947cc
224 ml (12.00)
212 ml (13.30)
261 ml (14.05)
250 ml (15.30)
iii. FFP 469cc
164 ml ( 13.00)
151 ml ( 14.30)
154 ml (15.00)

: 100 ml
:
: 7000 cc
: 500ml

6. Pemeriksaan Fisik Post Operasi (ICU)


Airway
: snoring (-), gurgling (+)
Breathing
: Nasal Canul O2 10 Lpm, RR 22x/menit
Circulation
: 120/70 mmHg, Nadi 80x/menit, akral hangat
Disability
: GCS E4VxM6
7. Post Operasi
Bila kesakitan
Bila mual/muntah
Antibiotik
Obat-obatan lain

Infus
Minum
Monitoring
Lain-lain

: Tramadol 50 mg drip
: Ondansetron 4mg i.v
: sesuai instruksi operator (DPJP)
: Tramadol 300mg s.pump /24 jam
Ranitidin 2x50 mg iv
Ondancentron 3x4mg
As.Traneksamat 3x500mg
Transfusi PRC
: RL 20 tpm
Dextrose 5% 1000cc / 24 jam
RL 500cc
: puasa
: tekanan darah, frekuensi nadi dan pernafasan tiap
15 menit
: Cek H2TL, GDS

Pasien dipindahkan ke ICU untuk perawatan intensif


Hari Jumat 8 januari 2016

Pemeriksaan :
Kesadaran: E4VxM6
TTV: BP: 91/56, RR=24x/m, HR= 135x/m , S=36,5
Pulmo : BND Bronkhial , rhonki kasar +/+
Cor : BJ I&II Reguler murmur (-) Gallop (-)
Mata : Konjungtiva pucat +/+ , RC +/+
Genitalia externa : terpasang D-catheter, darah vagina (-)
Terapi :
Oksigenasi ETT T-Piece
Transfusi WB 250ml

FOLLOW UP ICU 17.00


GCS: E4V5M6
Saturasi O2= 99% ,Terpasang T-Piece 10lpm
Terpasang S.pump dopa 10mcg /kgBB
TD=100/62, nadi 113x/m , S 36,2 , RR=23x/m
Terpasang infus RL & Dextrose 5%
Pukul 20.30 WIB pasien di ekstubasi
O2 NRBag 10lpm
Transfusi PRC 189ml (21.00)
Transfusi WB 200ml (05.00 9/1/16)
Pemeriksaan Lab 8 1 - 2016
PH darah : 7517 H
PCO2 : 19,7 mmhg
PO2 : 176,1 mmhg
Base Excess : -5.1 mmol/L
HCO3 :16,1
TCO2 : 16,7
FOLLOW UP 9-1-16
S: Pasien mengeluh nyeri pada area luka operasi
O: Pasien tampak lemah
Cor : BJ I&II Reguler murmur (-) gallop (-)
Pulmo : BND Vesikuler Rh -/- Wh -/TD: 120/80
RR: 24x/m
N: 84x/m
S: 37c
Mata : Conjunctiva Anemis +/+
A: Post SC P3A1
P: Transfusi WB 300cc
Periksa H2TL ulang
Calcium glukonas 1amp
Pemeriksaan lab 9/1/16 Cempaka
6

Hb : 8,8 g/dl
Leukosit : 20,8 ribu/Ul
Hematokrit : 25,8 %
Trombosit 162ribu/uL
FOLLOW UP 10-1-2016 CEMPAKA
S: Nyeri mulai berkurang
O: TD:120/80 RR: 20x/m
N : 79x/m
A: Post SC P3A1
P: Amoxicilin 500mg
Biosanbe capsul 2x1
Paracetamol 3x1 k/p
Pemeriksaan Lab 10 1- 2016
HB : 7,8 g/dl
Leukosit : 15,4 ribu/Ul
Hematokrit 22,7%
Trombosit 156.000/Ul
FOLLOW UP 11-1-2016
S: Nyeri mulai berkurang
O: TD:140/80 RR: 21x/m
N : 72x/m
A: Post SC P3A1
P: Amoxicilin 500mg
Biosanbe capsul 2x1
Paracetamol 3x1 k/p
Pemeriksaan Lab 11-1-2016
Hb : 7,8 g/dl
Leukosit : 13,8ribu/Ul
Hematokrit 22,7 %
Trombosit 186ribu/Ul
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kompartemen Cairan Tubuh


Tubuh orang dewasa terdiri dari: zat padat 40 % berat badan dan zat cair 60% berat
badan; zat cair terdiri dari: cairan intraselular 40 % berat badan dan cairan ekstraselular 20 %
berat badan; sedangkan cairan ekstraselular terdiri dari : cairan intravaskular 5 % berat badan
dan cairan interstisial 15 % berat badan.

Gambar 1. Distribusi Cairan Tubuh


Ada pula cairan limfe dan cairan transselular yang termasuk cairan ekstraselular.
Cairan transselular sekitar 1-3 % berat badan, meliputi sinovial, pleura, intraokuler dan lainlain. Cairan intraselular dan ekstraselular dipisahkan oleh membran semipermeabel.

Cairan intraselular
Cairan yang terkandung di antara sel disebut cairan intraselular. Pada orang dewasa,

sekitar dua pertiga dari cairan dalam tubuhnya terdapat di intraselular (sekitar 27 liter ratarata untuk dewasa laki-laki dengan berat badan sekitar 70 kilogram), sebaliknya pada bayi
hanya setengah dari berat badannya merupakan cairan intraselular.1

Cairan ekstraselular
Cairan yang berada di luar sel disebut cairan ekstraselular. Jumlah relatif cairan

ekstraselular berkurang seiring dengan bertambahnya usia. Pada bayi baru lahir, sekitar
setengah dari cairan tubuh terdapat di cairan ekstraselular. Setelah usia 1 tahun, jumlah cairan
ekstraselular menurun sampai sekitar sepertiga dari volume total. Ini sebanding dengan
sekitar 15 liter pada dewasa muda dengan berat rata-rata 70 kg.1

Gambar 2. Susunan Kimia Cairan Ekstraselular dan Intraselular


Cairan ekstraselular dibagi menjadi:1

Cairan Interstitial
Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstitial, sekitar 11- 12 liter

pada orang dewasa. Cairan limfe termasuk dalam volume interstitial. Relatif terhadap ukuran
tubuh, volume ISF adalah sekitar 2 kali lipat pada bayi baru lahir dibandingkan orang
dewasa.1

Cairan Intravaskular
Merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah (contohnya volume

plasma). Rata-rata volume darah orang dewasa sekitar 5-6 liter, dimana 3 liter merupakan
plasma, dan sisanya terdiri dari sel darah merah, sel darah putih, serta platelet.1

Cairan Transselular
Merupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu seperti

serebrospinal, perikardial, pleura, sendi sinovial, intraokular dan sekresi saluran pencernaan.
Pada keadaan sewaktu, volume cairan transelular adalah sekitar 1 liter, tetapi cairan dalam
jumlah banyak dapat masuk dan keluar dari ruang transselular.1

Gambar 3. Anatomi cairan tubuh


Volume kompartemen cairan sangat dipengaruhi oleh Natrium dan protein plasma.
Natrium paling banyak terdapat di cairan ekstraselular, di cairan intravaskular (plasma) dan
interstisial kadarnya sekitar 140 mEq/L.
Pergerakan cairan antar kompartemen terjadi secara osmosis melalui membran
semipermeabel, yang terjadi apabila kadar total cairan di kedua sisi membran berbeda. Air
akan berdifusi melalui membran untuk menyamakan osmolalitas. Pergerakan air ini dilawan
oleh tekanan osmotik koloid. Tekanan osmotik koloid atau tekanan onkotik sangat
dipengaruhi oleh albumin. Apabila kadar albumin rendah, maka tekanan onkotik rendah
sehingga tekanan hidrostatik dominan mengakibatkan ekstravasasi dan terjadi edema.

Cairan ekstraselular adalah tempat distribusi Na+, sedangkan cairan intravaskular


adalah tempat distribusi protein plasma dan koloid; juga tempat distribusi K +, PO4 .
Elektrolit terpenting di dalam cairan intraselular: K+ dan PO4- dan di cairan ekstraselular:
Na+ dan Cl.
Osmolaritas adalah konsentrasi osmolar suatu larutan bila dinyatakan sebagai osmol
per liter larutan (osm/L). Osmolalitas adalah konsentrasi osmolar suatu larutan bila
dinyatakan sebagai osmol per kilogram air (osm/kg). Tonisitas merupakan osmolalitas relatif
suatu larutan. Osmolaritas total setiap kompartemen adalah 280 300 mOsm/L. Larutan
dikatakan isotonik, jika tonisitasnya sama dengan tonisitas serum darah yaitu 275 295
mOsm/kg.

10

Osmosis adalah bergeraknya molekul (zat terlarut) melalui membran semipermeabel


dari larutan dengan kadar rendah menuju larutan dengan kadar tinggi sampai kadarnya sama.
Seluruh membran sel dan kapiler permeabel terhadap air, sehingga tekanan osmotik cairan
tubuh di seluruh kompartemen sama. Membran semipermeabel dapat dilalui air (pelarut),
tetapi tidak dapat dilalui zat terlarut.
Difusi adalah peristiwa bergeraknya molekul melalui pori-pori. Larutan akan bergerak
dari yang berkonsentrasi tinggi menuju konsentrasi rendah.Tekanan hidrostatik di dalam
pembuluh darah akan mendorong air secara difusi masuk melalui pori-pori. Difusi tergantung
kepada tekanan hidrostatik dan perbedaan konsentrasi.
Perpindahan air dan zat terlarut di bagian tubuh menggunakan mekanisme transpor
pasif dan aktif. Mekanisme transpor pasif tidak membutuhkan energi; mekanisme transpor
aktif membutuhkan energi berkaitan dengan Na-K Pump yang membutuhkan energi ATP.
Pompa Natrium-Kalium adalah pompa yang memompa ion natrium keluar melalui
membran sel dan pada saat yang bersamaan memompa ion kalium ke dalam sel. Bekerja
untuk mencegah keadaan hiperosmolar di dalam sel.

Gambar 4. Pompa Natrium-Kalium


Berikut ini merupakan kebutuhan air dan elektrolit perhari:

11

Dewasa:
Air 30 35 ml/kg
Setiap kenaikan suhu 10 C diberi tambahan 10-15 %
K+ 1 mEq/kg ( 60 mEq/hari atau 4,5 g )
Na+ 1-2 mEq/kg ( 100 mEq/hari atau 5,9 g )
Bayi dan Anak:
Air 0-10 kg: 4 ml/kg/jam ( 100 ml/g )
10-20 kg: 40 ml + 2 ml/kg/jam setiap kg di atas 20 kg
(1000 ml + 50 ml/kg di atas 10 kg)
> 20 kg : 60 ml + 1 ml/kg/jam setiap kg di atas 20 kg
(1500 ml + 20 ml/kg di atas 20 kg)
K+ 2 mEq/kg (2-3 mEq/kg)
Na+ 2 mEq/kg (3-4 mEq/kg)2
Tabel 1. Perubahan cairan tubuh total sesuai usia1

Tabel 2. Rata-rata harian asupan dan kehilangan cairan pada orang dewasa

2.2 Definisi Syok Hemoragik


Syok hemoragik adalah kehilangan akut volume peredaran darah yang menyebabkan
suatu kondisi dimana perfusi jaringan menurun dan menyebabkan inadekuatnya hantaran
oksigen dan nutrisi yang diperlukan sel. Keadaan apapun yang menyebabkan kurangnya
oksigenasi sel, maka sel dan organ akan berada dalam keadaan syok.2

12

2.3 Patofisiologi Syok Hemoragik


Telah diketahui dengan baik respons tubuh saat kehilangan volum sirkulasi. Tubuh
secara logis akan segera memindahkan volum sirkulasinya dari organ non vital dan dengan
demikian fungsi organ vital terjaga karena cukup menerima aliran darah. Saat terjadi
perdarahan akut, curah jantung dan denyut nadi akan turun akibat rangsang baroreseptor di
aortik arch dan atrium. Volume sirkulasi turun, yang mengakibatkan teraktivasinya saraf
simpatis di jantung dan organ lain. Akibatnya, denyut jantung meningkat, terjadi
vasokonstriksi dan redistribusi darah dari organ-organ nonvital, seperti di kulit, saluran cerna,
dan ginjal. Secara bersamaan sistem hormonal juga teraktivasi akibat perdarahan akut ini,
dimana akan terjadi pelepasan hormon kortikotropin, yang akan merangsang pelepasan
glukokortikoid dan beta-endorphin. Kelenjar pituitary posterior akan melepas vasopressin,
yang akan meretensi air di tubulus distalis ginjal. Kompleks Jukstamedula akan melepas
renin, menurunkan MAP (Mean Arterial Pressure), dan meningkatkan pelepasan aldosteron
dimana air dan natrium akan direabsorpsi kembali. Hiperglikemia sering terjadi saat
perdarahan akut, karena proses glukoneogenesis dan glikogenolisis yang meningkat akibat
pelepasan aldosteron dan growth hormone. Katekolamin dilepas ke sirkulasi yang akan
menghambat aktifitas dan produksi insulin sehingga gula darah meningkat. Secara
keseluruhan bagian tubuh yang lain juga akan melakukan perubahan spesifik mengikuti
kondisi tersebut. Terjadi proses autoregulasi yang luar biasa di otak dimana pasokan aliran
darah akan dipertahankan secara konstan melalui MAP (Mean Arterial Pressure). Ginjal juga
mentoleransi penurunan aliran darah sampai 90% dalam waktu yang cepat dan pasokan aliran
darah pada saluran cerna akan turun karena mekanisme vasokonstriksi dari splanknik. Pada
kondisi tubuh seperti ini pemberian resusitasi awal dan tepat waktu bisa mencegah kerusakan
organ tubuh tertentu akibat kompensasinya dalam pertahanan tubuh.2
2.4 Gejala Klinis Syok Hemoragik
Gejala klinis tunggal jarang saat diagnosa syok ditegakkan. Pasien bisa mengeluh
lelah, kelemahan umum, atau nyeri punggung belakang (gejala pecahnya aneurisma aorta
abdominal). Penting diperoleh data rinci tentang tipe, jumlah dan lama pendarahan, karena
pengambilan keputusan untuk tes diagnostik dan tatalaksana selanjutnya tergantung jumlah
darah yang hilang dan lamanya pendarahan. Bila pendarahan terjadi di rumah atau di
lapangan, maka harus ditaksir jumlah darah yang hilang.

13

Untuk pendarahan pada saluran cerna sangatlah penting dicari asal darah dari rektum
atau dari mulut. Karena cukup sulit menduga jumlah darah yang hilang dari saluran cerna
bagian bawah. Semua darah segar yang keluar dari rektum harus diduga adanya perdarahan
hebat, sampai dibuktikan sebaliknya.
Pendarahan saat trauma kadang sulit ditaksir jumlahnya. Karena rongga pleura,
kavum abdominalis, mediastinum dan retroperitoneum bisa menampung darah dalam jumlah
yang sangat besar dan bisa menjadi penyebab kematian. Perdarahan trauma eksternal bisa
ditaksir secara baik, tapi bisa juga kurang diawasi oleh petugas emergensi medis. Laserasi
kulit kepala bisa menyebabkan kehilangan darah dalam jumlah besar. Fraktur multipel
terbuka, juga bisa mengakibatkan kehilangan darah yang cukup besar.
Tabel 3. Lokasi & Estimasi Perdarahan
Lokasi
Estimasi Perdarahan
Fr. Femur tertutup
1.5-2 liter
Fr.Tibia tertutup
0.5 liter
Fr. Pelvis
3 liter
Hemothorax
2 liter
Fr. Iga (tiap satu)
150 ml
Luka sekepal tangan
500 ml
Bekuan darah sekepal
500 ml
Pemeriksaan klinis pasien syok hemoragik dapat segera langsung berhubungan
dengan penyebabnya. Asal sumber perdarahan dan perkiraan berat ringannya darah yang
hilang bisa terlihat langsung. Bisa dibedakan perdarahan pada pasien penyakit dalam dan
pasien trauma. Dimana kedua tipe perdarahan ini biasanya ditegakkan dan ditangani secara
bersamaan.
Syok umumnya memberi gejala klinis kearah turunnya tanda vital tubuh, seperti:
hipotensi, takikardia, penurunan urin output dan penurunan kesadaran. Kumpulan gejala
tersebut bukanlah gejala primer tapi hanya gejala sekunder dari gagalnya sirkulasi tubuh.
Kumpulan gejala tersebut merupakan mekanisme kompensasi tubuh, berkorelasi dengan usia
dan penggunaan obat tertentu, kadang dijumpai pasien syok yang tekanan darah dan nadinya
dalam batas normal. Oleh karena itu pemeriksaan fisik menyeluruh pada pasien dengan
dilepas pakaiannya harus tetap dilakukan.
Gejala umum yang timbul saat syok bisa sangat dramatis. Kulit kering, pucat dan
dengan diaphoresis. Pasien menjadi bingung, agitasi dan tidak sadar. Pada fase awal nadi
cepat dan dalam dibandingkan denyutnya. Tekanan darah sistolik bisa saja masih dalam batas

14

normal karena kompensasi. Konjungtiva pucat, seperti yang terdapat pada anemia kronik.
Lakukan inspeksi pada hidung dan faring untuk melihat kemungkinan adanya darah.
Auskultasi dan perkusi dada juga dilakukan untuk mengevaluasi apakah terdapat gejala
hematothoraks, dimana suara nafas akan turun, serta suara perkusi redup di area dekat
perdarahan.
Periksa pasien lebih lanjut dengan teliti dari ujung kepala sampai ujung kaki, yang
dapat mengarahkan kita terhadap kemungkinan adanya luka. Periksa adakah perdarahan di
kulit kepala, apabila dijumpai perdarahan aktif harus segera diatasi bahkan sebelum
pemeriksaan lainnya. Periksa juga apakah ada darah pada mulut dan faring.
Periksa abdomen dari tanda perdarahan intra-abdominal, misal: distensi, nyeri
palpitasi, dan perkusi redup. Periksa panggul apakah ada memar/ekimosis yang mengarah ke
perdarahan retroperitoneal. Adanya distensi, nyeri saat palpasi dan ekimosis mengindikasikan
adanya perdarahan intra-abdominal. Palpasi pula kestabilan tulang pelvis, bila ada krepitasi
atau instabilitas mengindikasikan terjadinya fraktus pelvis dan ini dapat mengancam jiwa
karena perdarahan terjadi pada rongga retroperitoneum. Kejadian yang sering dalam klinis
adalah pecahnya aneurisma aorta yang bisa menyebabkan syok tak terdeteksi. Tanda klinis
yang bisa mengarahkan kita adalah terabanya masa abdomen yang berdenyut, pembesaran
skrotum karena terperangkapnya darah retroperitoneal, kelumpuhan ekstremitas bawah dan
lemahnya nadi femoralis.
Fraktur pada tulang panjang ditandai nyeri dan krepitasi saat palpasi di dekat fraktur.
Semua fraktur tulang panjang harus segera direposisi dan digips untuk mencegah perdarahan di
sisi fraktur. Yang perlu diperhatikan t erutama fraktur femur, karena dapat mengakibatkan

hilangnya darah dalam jumlah banyak, sehingga harus segera diimobilisasi dan ditraksi
secepatnya. Tes diagnostik lebih jauh perlu dilakukan untuk menyingkirkan perdarahan yang

mungkin terjadi di intratorakal, intra-abdominal,atau retroperitoneal.2


Jangan lupa pula untuk melakukan pemeriksaan rektum / rectal toucher. Bila ada
darah segar curiga hemoroid interna atau externa. Pada kondisi yang sangat jarang curigai
perdarahan yang signifikan terutama pada pasien dengan hipertensi portal. Pasien dengan
riwayat perdarahan vagina lakukan pemeriksaan pelvis lengkap, dan lakukan tes kehamilan
untuk menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik.

15

Lakukan pemeriksaan sistematik pada pasien trauma termasuk pemeriksaan


penunjang primer dan sekunder. Luka multipel bisa terjadi dan harus mendapat perhatian
khusus, hati-hati perdarahan bisa menjadi pencetus syok lainnya, seperti syok neurogenik.
Tabel 4. Perdarahan & tanda-tandanya
Perdarahan

< 750 ml

750-1500 ml

1500-2000 ml

>2000 ml

CRT

Normal

Memanjang

memanjang

Memanjang

Nadi

< 100

> 100

> 120

> 140

Tek. sistolik

Normal

Normal

Menurun

Menurun

Nafas

Normal

20-30 x/m

> 30-40 x/m

>35 x/m

Kesadaran

Sedikit cemas

Agak cemas

Cemas, bingung

Bingung, lesu

Penderita yang mengalami perdarahan, menghadapi dua masalah yaitu berapakah sisa
volume darah yang beredar dan berapakah sisa eritrosit yang tersedia untuk mengangkut
oksigen ke jaringan.

2.5 Penatalaksanaan Perdarahan


Langkah awal dalam mengelola syok pada penderita trauma adalah mengetahui tandatanda klinisnya. Tidak ada tes laboratorium yang dapat mendiagnosis syok. Diagnosis awal
didasarkan pada gejala dan tanda yang timbul akibat dari perfusi organ dan oksigenasi
jaringan yang tidak adekuat. Definisi syok sebagai ketidak-normalan dari sistem peredaran
darah yang mengakibatkan perfusi organ dan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat juga
menjadi perangkat untuk diagnosis dan terapi.4
Langkah kedua dalam pengelolaan awal terhadap syok adalah mencari penyebab
syok, yang untuk penderita trauma berhubungan dengan mekanisme cedera. Kebanyakan
penderita trauma akan mengalami syok hipovolemik.4
Dokter yang bertanggung jawab terhadap penatalaksanaan penderita harus mulai
dengan mengenal adanya syok. Terapi harus dimulai sambil mencari kemungkinan penyebab
dari keadaan syok tersebut.4

16

Diagnosis dan terapi syok harus dilakukan secara simultan. Untuk hampir semua
penderita trauma, penanganan dilakukan seolah olah penderita menderita syok
hipovolemik, kecuali bila ada bukti jelas bahwa keadaan syok disebabkan oleh suatu etiologi
yang bukan hipovolemia. Prinsip pengelolaan dasar yang harus dipegang ialah
menghentingan perdarahan dan mengganti kehilangan volume.4
a.

Pemeriksaan jasmani
Pemeriksaan jasmaninya diarahkan lepada diagnosis cedera yang mengancam
nyawa dan meliputi penilaian dari ABCDE. Mencatat tanda vital awal (baseline
recordings) penting untuk memantau respons penderita terhadap terapi. Yang harus
diperiksa adalah tanda-tanda vital, produksi urin, dan tingkat kesadaran. Pemeriksaan
penderita yang lebih rinci akan menyusul bila keadaan penderita mengijinkan.4
1) Airway dan Breathing
Prioritas pertama adalah menjamin airway yang paten dengan cukupnya
pertukaran

ventilasi

dan

oksigenasi.

Diberikan

tambahan

oksigen

untuk

mempertahankan saturasi oksigen lebih dari 95%.4

2) Circulation (Sirkulasi Kontrol Perdarahan)


Termasuk dalam prioritas adalah mengendalikan perdarahan yang jelas terlihat
terlihat, memperoleh akses intravena yang cukup, dan menilai perfusi jaringan.
Perdarahan dari luka di permukaan tubuh (eksternal) biasanya dapat dikendalikan
dengan tekanan langsung pada tempat perdarahan. Cukupnya perfusi jaringan
menentukan jumlah cairan resusitasi yang diperlukan. Mungkin diperlukan operasi
untuk dapat mengendalikan perdarahan internal.4
3) Disability (Pemeriksaan neurologis)
Dilakukan pemeriksaan neurologis singkat untuk menentukan tingkat
kesadaran, pergerakana mata dan respons pupil, fungsi motorik dan sensorik.
Informasi ini bermanfaat dalam menilai perfusi otak, mengikuti perkembangan
kelainan neurologi dan meramalkan pemulihan. Perubahan fungsi sistem saraf sentral
tidak selalu disebabkan cedera intrakranial tetapi mungkin mencerminkan perfusi otak
yang kurang. Pemulihan perfusi dan oksigenasi otak harus dicapai sebelum penemuan
tersebut dapat dianggap berasal dari cedera intrakranial.4

17

4) Exposure (Pemeriksaan Tubuh Lengkap)


Setelah mengurus prioritas-prioritas untuk menyelamatkan jiwanya, penderita
harus ditelanjangi dan diperiksa dari ubun-ubun sampai ke jari kaki sebagai bagian
dari mencari cedera. Bila menelanjangi penderita, sangat penting dilakukan tindakan
untuk mencegah hipotermia. Pemakaian penghangat cairan, maupun cara-cara
penghangatan internal maupun eksternal sangat bermanfaat dalam mencegah
hipotermia.4
5) Dilatasi lambung Dekompresi
Dilatasi lambung sering terjadi pada penderita trauma, khususnya pada anakanak, dan dapat mengakibatkan hipotensi dan disritmia jantung yang tidak dapat
diterangkan, biasanya berupa bradikardi dari stimulasi saraf vagus yang berlebihan.
Distensi lambung membuat terapi syok menjadi sulit. Pada penderita yang tidak sadar,
distensi lambung membesarkan risiko aspirasi isi lambung, ini merupakan suatu
komplikasi yang bisa menjadi fatal. Dekompresi lambung dilakukan dengan
memasukkan selang/pipa kedalam perut melalui hidung atau mulut dan memasangnya
pada penyedot untuk mengeluarkan isi lambung. Namun, walaupun penempatan pipa
sudah baik, masih ada kemungkinan terjadi aspirasi.4
6) Pemasangan kateter urin
Kateterisasi kandung kencing memudahkan penilaian urin akan adanya
hematuria dan evaluasi dari perfusi ginjal dengan memantau produksi urin.4
b.

Akses pembuluh darah


Harus segera didapat akses ke sistem pembuluh darah. Ini paling penting
dilakuakan

dengan

memasukkan

dua

kateter

intravenaukuran

besar

sebelum

dipertimbangkan jalur vena sentral.4


c.

Terapi cairan
terapi cairan dan elektrolit adalah salah satu terapi yang sangat menentukan
keberhasilan dalam penanganan pasien kritis. Dalam langkah-langkah resusitasi, langkan
D (drug and fluid treatment ) dalam bantuan hidup lanjut, merupakan langkah penting
yang dilakukan secara simultan dengan langkah-langkah yang lainnya. Tindakan ini
seringkali merupakan langkah life saving pada pasien yang menderita kehilangan
cairan yang banyak.3
Tujuan terapi cairan :

18

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Mengganti cairan yang hilang


Mengganti kehilangan cairan yang sedang berlangsung
Mencukupi kebutuhan per hari
Mengatasi syok
Mengoreksi dehidrasi
Mengatasi kelainan akibat terapi lain

Terdapat tiga periode yang dialami oleh pasien apabila menjalani tindakan
pembedahan, yaitu pra bedah, selama pembedahan dan pasca bedah.
Ketiga periode tersebut mempunyaipermasalahan yang berbeda satu sama lain tidak bisa
dipisahkan. Salah satu masalah yang perlu mendapatkan perhatian adalah terapi cairan.
1.
Terapi cairan prabedah
Tujuannya adalah mengganti cairan dan kalori yang dialami pasien prabedah akibat
puasa, fasilitas vena terbuka bahkan untuk koreksi defisit akibat hipovolemik atau
dehidrasi.

Cairan yang digunakan adalah :


1.
Untuk mengganti puasa diberikan cairan pemeliharaan
2.
Unntuk koreksi defisit puasa atau dehidrasi berikan cairan kristaloid
3.
Perdarahan akut beriakn cairan kristaloid + koloid atau transfuse
Pedoman koreksinya adalah :
1.
Hitung kebutuhan perhari ( perjam )
2.
Hitung defisit puasa ( lama puasa ) atau dehidrasi ( derajat dehidrasi )
3.
Pada jam pertama setelah infus terpasang berikan 50% defisit + cairan
pemelharaan/jam
4.
Pada jam kedua beriak 20% defisit + cairan pemeliharaan perjam.
5.
Pada jam ke tiga barikan 20% defisit + cairan pemeliharaan perjam.
2. Terapi Cairan Selama Operasi
Tujuannya adalah: Fasilitas vena terbuka, koreksi kehilangan cairan melalui luka operasi,
mengganti perdarahan dan mengganti cairan yang hilang melalui organ ekskresi.Cairan yang
digunakan adalah cairan pengganti, bisa kristaloid dan koloid atau transfusi darah.
Pedoman koreksinya :
Mengikuti pedoman terapi pasca bedah
Berikan tambahan cairan sesuai dengan perdarahan yang terjadi ditambah dengan
koreksi cairan sesuai dengan perhitungan cairan yang hilang berdasarkan jenis

operasi yang dilakukan, dengan asumsi:


o Operasi besar : 6-8ml/kgBB/jam
o Operasi sedang : 4-6 ml/kgBB/jam
o Operasi kecil : 2-4 ml /kgBB/jam
Koreksi Perdarahan selama operasi:
o Dewasa
o Perdarahan >20% dari perkiraan volume darah = transfusi
19

o Perdarahan <20% dari perkiraan volume darah = berikan kristaloid sebanyak


2-3 x jumlah perdarahan atau koloid yang jumlahnya sama dengan perkiraan
jumlah perdarahan atau campuran kristaloid + koloid

3. Terapi cairan pasca bedah


tujuannya adalah fasilitas vena terbuka, pemberian cairan pemeliharaan, nutrisi parenteral
dan koreksi terhadap kelainan akibat terapi yang lain. Cairan yang digunakan tergantung
masalah yang dijumpai, bisa mempergunakan cairan pemeliharaan, cairan pengganti atau
cairan nutrisi.
Prinsip terapi cairan pasca bedah adalah :
Pada pasien dewasa :
Pasien yang diperbolehkan makan/minum pasca bedah, berikan cairan pemeliharaan

sebagai jalur vena terbuka:


Pada pasien puasa pasca bedah :
Diperkirakan puasa < 3 hari : berikan cairan nutrisi dasar yang mengandung air +

elektrolit + karbohidrat + asam amino esensial


Diperkirakan puasa > 3 hari: berikan cairan nutrisi yang mengandung air + elektrolit +
karbohidrat dosis dinaikkan + asam amino dan pada hari kelima ditambahkan denga

emulsi lemak.
Pada keadaan tertentu, misalnya pada status nutrisi pra bedah yang buruk segera
diberikan nutrisi parenteral total.

Pada keadaan tertentu, misalnya pada penderita syok atau anemia, penatalaksanaannya
disesuaikan dengan etiologinya.

2.6 Jumlah Perdarahan Dan Penanganannya


Untuk mengetahui jumlah volume darah seseorang, biasanya digunakan patokan berat
badan. Walau dapat bervariasi, volume darah orang dewasa adalah kira-kira 7% dari berat
badan. Dengan demikian laki-laki yang berat 70 kg, mempunyai volume darah yang beredar
kira-kira 5 liter. Bila penderita gemuk maka volume darahnya diperkirakan berdasarkan
berdasarkan berat badan idealnya, karena bila kalkulasi didasarkan berat badan sebenarnya,

20

hasilnya mungkin jauh di atas volume sebenarnya. Volume darah anak-anak dihitung 8%
sampai 9% dari berat badan (80-90 ml/kg).4
Lebih dahulu dihitung EBV (Estimated Blood Volume) penderita, 65 70 ml/kg berat
badan. Kehilangan sampai 10% EBV dapat ditolerir dengan baik. Kehilangan 10% - 30%
EBV memerlukan cairan lebih banyak dan lebih cepat. Kehilangan lebih dari 30% - 50%
EBV masih dapat ditunjang untuk sementara dengan cairan saja sampai darah transfusi
tersedia. Total volume cairan yang dibutuhkan pada kehilangan lebih dari 10% EBV berkisar
antara 2 4 x volume yang hilang.3
Perkiraan volume darah yang hilang dilakukan dengan kriteria Traumatic Status dari
Giesecke. Dalam waktu 30 sampai 60 menit susudah infusi, cairan Ringer Laktat akan
meresap keluar vaskular menuju interstitial. Demikian sampai terjadi keseimbangan baru
antara Volume Plasma/Intravascular Fluid (IVF) dan Interstitial Fluid (ISF). Ekspansi ISF
ini merupakan interstitial edema yang tidak berbahaya. Bahaya edema paru dan edema otak
dapat terjadi jika semula organ-organ tersebut telah terkena trauma. 24 jam kemudian akan
terjadi diuresis spontan. Jika keadaan terpaksa, diuresis dapat dipercepat lebih awal dengan
furosemid setelah transfusi diberikan.4
Pada bayi dan anak yang dengan kadar hemoglobin normal, kehilangan darah
sebanyak 10-15% volume darah, karena tidak memberatkan kompensasi badan, maka cukup
diberi cairan kristaloid atau koloid, sedangkan diatas 15% perlu transfusi darah karena ada
gangguan pengangkutan oksigen. Sedangkan untuk orang dewasa dengan kadar hemoglobin
normal angka patokannya ialah 20%. Kehilangan darah sampai 20% ada gangguan faktor
pembekuan. Cairan kristaloid untuk mengisi ruang intravaskular diberikan sebanyak 3 kali
lipat jumlah darah yang hilang, sedangkan koloid diberikan dengan jumlah sama.4
Transfusi darah umumnya 50% diberikan pada saat perioperatif dengan tujuan untuk
menaikkan kapasitas pengangkutan oksigen dan volume intravaskular. Kalau hanya
menaikkan volume intravaskular saja cukup dengan koloid atau kristaloid. Indikasi transfusi
darah antara lain:
1.

2.

Perdarahan akut sampai Hb < 8 gr/dL atau Ht < 30%. Pada orang tua, kelainan paru,
kelainan jantung Hb < 10 gr/dL.
Bedah mayor kehilangan darah > 20% volume darah.3,4

21

Tabel 5. Traumatic status dari Giesecke


Tanda

TS I

TS II

TS III

Sesak nafas

Ringan

++

Tekanan darah

Turun

Tak teratur

Nadi

Cepat

Sangat cepat

Tak teraba

Urin

Oliguria

Anuria

Kesadaran

Disorientasi

Gas darah

pO2

CVP

Rendah

Sangat rendah

Blood loss % EBV

Sampai 10%

Sampai 30%

Lebih 50%

/ pCO2

/ Koma
pO2

/ pCO2

Tabel 6. Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah

Kehilangan darah (ml)

Kelas I

Kelas II

Kelas III

Kelas IV

Sampai 750

750 - 1500

1500 - 2000

>2000

30% - 40%

>40%

Kehilangan darah (% volume Sampai 15% 15% - 30%


darah)
Denyut nadi

<100

>100

>120

>140

Tekanan darah

Normal

Normal

Menurun

Menurun

Tekanan nadi

Normal /

Frekuensi pernapasan

14-20

20 -30

30-40

>35

Produksi urin (ml/jam)

>30

20-30

5-15

<5

CNS/Status mental

Sedikit

Agak Cemas

Cemas,

Bingung,

Bingung

Lesu

Kristaloid

Kristaloid

dan darah

dan darah

Cemas
Penggantian cairan
(hukum 3:1)

Kristaloid

Kristaloid

1. Perdarahan Kelas I (Kehilangan volume darah sampai 15%)

22

Gejala klinis dari kehilangan volume ini adalah minimal. Bila tidak ada komplikasi,
akan terjadi takikardi minimal. Tidak ada perubahan yang berarti dari tekanan darah,
tekanan nadi, atau frekuensi pernafasan. Untuk penderita yang dalam keadaan sehat,
jumlah kehilangan darah ini tidak perlu diganti. Pengisian transkapiler dan
mekanisme kompensasi lain akan memulihkan volume darah dalam 24 jam. Namun,
bila ada kehilangan cairan karena sebab lain, kehilangan jumlah darah ini dapat
mengakibatkan gejala-gejala klinis. Penggantian cairan untuk mengganti kehilangan
primer, akan memperbaiki keadaan sirkulasi.
2. Perdarahan Kelas II (Kehilangan volume darah 15% - 30%)
Gejala klinis termasuk takikardi, takipnoe, dan penurunan tekanan nadi. Penurunan
tekanan nadi ini terutama berhubungan dengan peningkatan dalam komponen
diastolik karena bertambahnya katekolamin yang beredar. Zat inotropik ini
menghasilkan peningkatan tonus dan resistensi pembuluh darah perifer. Tekanan
sistolik hanya berubah sedikit pada syok yang dini karena itu penting untuk lebih
mengandalkan evaluasi tekanan nadi daripada tekanan sistolik. Penemuan klinis yang
lain yang akan ditemukan pada tingkat kehilangan darah ini meliputi perubahan
sistem syaraf sentral yang tidak jelas seperti cemas, ketakutan atau sikap permusuhan.
Walau kehilangan darah dan perubahan kardiovaskular besar, namun produksi urin
hanya sedikit terpengaruh. Aliran air kencing biasanya 20-30 ml/jam untuk orang
dewasa. Kehilangan cairan tambahan dapat memperberat manifestasi klinis dari
jumlah kehilangan darah ini.
3. Perdarahan Kelas III (Kehilangan volume darah 30% - 40%)
Akibat kehilangan darah sebanyak ini dapat sangat parah. Penderita hampir selalu
menunjukkan tanda klasik perfusi yang tidak adekuat, termasuk takikardi dan
takipnue yang jelas, perubahan penting dalam status mental, dan penurunan tekanan
darah sistolik. Dalam keadaan yang tidak berkomplikasi, inilah jumlah kehilangan
darah paling kecil yang selalu menyebabkan tekanan sistolik menurun. Penderita
dengan kehilangan darah tingkat ini hampir selalu memerlukan tranfusi darah.
Keputusan untuk memberi tranfusi darah didasarkan atas respons penderita terhadap
resusitasi cairan semula dan perfusi dan oksigenisasi organ yang adekuat.

23

4. Perdarahan Kelas IV (Kehilangan volume darah lebih dari 40%)


Dengan kehilangan darah sebanyak ini, jiwa penderita terancam. Gejala-gejalanya
meliputi takikardi yang jelas, penurunan tekanan darah sistoluk yang cukup besar, dan
tekanan nadi yang sangat sempit. Produksi urin hampir tidak ada, dan kesadaran jelas
menurun. Pada kulit terlihat pucat dan teraba dingin. Penderita ini sering kali
memerlukan tranfusi cepat dan intervensi pembedahan segera. Kehilangan lebih dari
50% volume darah penderita mengakibatkan ketidaksadaran, kehilangan denyut nadi
dan tekanan darah.4

2.7 Evaluasi Resusitasi Cairan dan Perfusi Organ


Tanda-tanda dan gejala-gejala perfusi yang tidak memadai, yang digunakan untuk
diagnosis syok, dapat juga digunakan untuk menentukan respons penderita. Pulihnya tekanan
darah ke normal, tekanan nadi dan denyut nadi merupakan tanda positif yang menandakan
bahwa perfusi sedang kembali ke normal. Walaupun begitu, pengamatan tersebut tidak
memberikan informasi tentang perfusi organ. Perbaikan pada status sistem saraf sentral dan
peredaran kulit adalah bukti penting mengenai peningkatan perfusi, tetapi kualitasnya sukar
ditentukan.4

Tabel 7. Jenis Respons Penderita terhadap Resusitasi Cairan Awal


RESPONS
CEPAT
Tanda vital

Kembali ke normal

RESPONS
SEMENTARA
Perbaikan sementara,

TANPA
RESPONS
Tetap abnormal

tensi dan nadi kembali


Dugaan kehilangan Minimal
(10 - 20%)
darah
Kebutuhan
Sedikit

turun
Sedang, masih ada
(20 - 40%)

Berat
(> 40%)

Banyak

Banyak

Sedang-banyak

Segera

kristaloid
Kebutuhan darah

Sedikit

Persiapan darah

Specific type dan Specific type

Emergensi

crossmatch
Operasi

Mungkin

Sangat mungkin

Hampir pasti
24

Kehadiran dini ahli Perlu

Perlu

Perlu

bedah

Jumlah produksi urin merupakan indikator yang cukup sensitif untuk perfusi ginjal.
Produksi urin yang normal pada umumnya menandakan aliran darah ginjal yang cukup, bila
tidak dimodifikasi oleh pemberian obat diuretik. Sebab itu, keluaran urin merupakan salah
satu dari pemantauan utama resusitasi dan respons penderita.4
Dalam batas tertentu, produksi urin dapat digunakan sebagai pemantau aliran darah
ginjal. Penggantian volume yang memadai seharusnya menghasilkan keluaran urin sekitar 0,5
ml/kgBB/jam pada orang dewasa, 1 ml/kgBB/jam pada anak-anak dan 2 ml/kgBB/jam untuk
bayi (di bawah umur 1 tahun). Bila kurang, atau makin turunnya produksi urin dengan berat
jenis yang naik, maka ini menandakan resusitasi yang tidak cukup. Keadaan ini menuntut
ditambahnya penggantian volume dan usaha diagnostik.4
Respons penderita kepada resusitasi cairan awal merupakan kunci untuk menentukan
terapi berikutnya. Setelah membuat diagnosis dan rencana sementara berdasarkan evaluasi
awal dari penderita, dokter sekarang dapat mengubah pengelolaannya berdasarkan respons
penderita pada resusitasi cairan awal. Dengan melakukan observasi terhadap respons
penderita pada resusitasi awal dapat diketahui penderita yang kehilangan darahnya lebih
besar dari yang diperkirakan, dan perdarahan yang berlanjut dan memerlukan pengendalian
perdarahan internal melalui operasi. Dengan resusitasi di ruang operasi dapat dilakukan
kontrol langsung terhadap perdarahan oleh ahli bedah dan dilakukan pemulihan volume
intravaskular secara simultan. Resusitasi di ruang operasi juga membatasi kemungkinan
transfusi berlebihan pada orang yang status awalnya tidak seimbang jumlah kehilangan darah.
Adalah penting untuk membedakan penderita dengan hemodinamik stabil dengan
hemodinamik normal. Penderita yang hemodinamik stabil mungkin tetap ada takikardi,
takipneu, dan oliguri, dan jelas masih tetap kurang diresusitasi dan masih syok. Sebaliknya,
penderita yang hemodinamik normal adalah yang tidak menunjukkan tanda perfusi jaringan
yang kurang memadai. Pola respons yang potensial dapat dibahas dalam tiga kelompok:
respons cepat, respons sementara, respons minimum atau tidak ada pada pemberian cairan.4
a. Respons cepat

25

Penderita kelompok ini cepat memberi respons kepada bolus cairan awal dan tetap
hemodinamik normal setelah bolus cairan awal selesai dan cairan kemudian diperlambat
sampai kecepatan rumatan/maintenance. Penderita seperti ini biasanya kehilangan volume
darah minimum. Untuk kelompok ini tidak ada indikasi bolus cairan tambahan atau
pemberian darah lebih lanjut. Jenis darahnya dan crossmatch nya tetap dikerjakan. Konsultasi
dan evaluasi pembedahan diperlukan selama penilaian dan terapi awal, karena intervensi
operatif mungkin masih diperlukan.4
b. Respons sementara
Kelompok yang kedua adalah penderita yang berespons terhadap pemberian cairan,
namun bila tetesan diperlambat hemodinamik penderita menurun kembali karena kehilangan
darah yang masih berlangsung, atau resusitasi yang tidak cukup. Jumlah kehilangan darah
pada kelompok ini adalah antara 20 - 40% volume darah. Pemberian cairan pada kelompok
ini harus diteruskan, demikian pula pemberian darah. Respons terhadap pemberian darah
menentukan penderita mana yang memerlukan operasi segera.4
c. Respons minimal atau tanpa respons
Walaupun sudah diberikan cairan dan darah cukup, kondisi hemodinamik pasien tetap
buruk dengan respons minimal atau tanpa respons, ini menandakan perlunya operasi segera.
Walaupun sangat jarang, namun harus tetap diwaspadai kemungkinan syok non-hemoragik
seperti tamponade jantung atau kontusio miokard. Kemungkinan adanya syok non-hemoragik
harus selalu diingat pada kelompok ini.4
2.8 Jenis Cairan Intravena
Ada 4 pilihan pokok yang selama bertahun tahun menjadi perbantahan sengit, yaitu:
a. Transfusi darah
Ini adalah pilihan pokok apabila terdapat donor yang cocok. Hemodilusi dengan
cairan tidak bertujuan meniadakan transfusi, tetapi mempertahankan hemodinamik dan
perfusi yang baik sementara darah donor tetap perlu ditransfusikan dalam memberikan
koreksi defisit cairan ekstraselular (ECF). Bila darah golongan yang sesuai tidak tersedia,
dapat digunakan universal donor yaitu golongan O dengan titer anti A rendah (Rh negatif)
atau Packed Red Cell-O. Sebaiknya darah universal ini selalu tersedia di UGD.3

26

Jenis komponen darah


Beberapa komponen darah tersedia untuk penggantian volume sirkulasi serta
mengganti faktor koagulasi dan kapasitas angkut oksigen. Pemberian komponen darah
memungkinkan penggantian komponen darah secara spesifik sesuai yang dibutuhkan
pasien.
Transfusi darah dan atau komponen darah ditujukan untuk menjaga kadar fibrinogen
di atas 1 g/L, menjaga Prothrombin Time (PT) dan Activated Partial Thromboplastin
Time (APTT) kurang dari 1,5 kali nilai kontrol, serta menghentikan perdarahan aktif
yang persisten/berlanjut.

Whole blood (WB)

Yang disebut fresh whole blood (FWB) adalah darah lengkap dengan masa simpan 36
jam. Dalam masa simpan tersebut komponen darah selain sel darah merah seperti
trombosit dan faktor koagulasi diharapkan masih viable dan bermanfaat bagi pasien.
Tidak setiap kabupaten/kota di Indonesia memiliki Unit Transfusi Darah (UTD) yang
dikelola PMI atau RSUD dan tidak setiap UTD mampu memproses pemisahan komponen
darah. Pada kondisi seperti ini, kebutuhan transfusi darah hanya dapat dipenuhi dengan
WB. Monitor ketat transfusi perlu dilakukan untuk menghindari kemungkinan overload
cairan.
o Isi : Hematokrit 35-45%
Tidak ada trombosit dan faktor koagulasi labil (V dan VIII) yang fungsional
Penyimpanan : Disimpan pada suhu 2-6C di blood bank refrigerator
Masa simpan 28 hari
Darah harus sudah ditransfusikan kepada pasien dalam 30 menit setelah darah
keluar dari blood bank refrigerator
Indikasi:
- Penggantian sel darah merah pada perdarahan akut disertai hipovolumia

27

- Transfusi Sukar
- Pasien yang membutuhkan penggantian sel darah merah tetapi komponen
PRC tidak tersedia.
Kontraindikasi :
- Anemia kronis
- Pasien gagal jantung
Cara transfusi :
Golongan

darah

ABO

dan

Rh

antara

pasien

dan

donor

harus

kompatibel/cocok
- Tidak boleh menambahkan obat dalam kantong darah
- Transfusi 1 unit WB diselesaikan maksimal dalam 4 jam

Packed red cell (PRC)

Isi : Hematokrit 55-75%


Tidak ada trombosit dan faktor koagulasi labil (V dan VIII) yang fungsional
Penyimpanan: Disimpan pada suhu 2-6C di blood bank refrigerator, Masa simpan 28
hari, Darah harus sudah ditransfusikan kepada pasien dalam 30 menit setelah darah keluar
dari blood bank refrigerator
Indikasi :
Penggantian sel darah merah pada perdarahan akut disertai hipovolumia
Transfusi tukar
Pasien yang membutuhkan penggantian sel darah merah tetapi komponen PRC tidak
tersedia.
Kontraindikasi
- Anemia kronis
28

- Pasien gagal jantung


Cara transfusi
- Golongan darah ABO dan Rh antara pasien dan donor harus kompatibel/cocok
- Tidak boleh menambahkan obat dalam kantong darah- Transfusi 1 unit WB diselesaikan
maksimal dalam 4 jam

Indikasi Penggantian sel darah merah pada pasien anemia:


- Hb <7 g/dL
- Hb <10 g/dL dengan gejala anemia dan atau tanda vital tidak stabil
Tujuan transfusi PRC adalah penggantian kapasitas angkut oksigen oleh sel darah merah.
Dosis awal biasanya 2-4 unit. Transfusi 1 unit PRC diharapkan menaikkan kadar hematokrit
sekitar 3%. Washed Red Cell (WRC), indikasi untuk pasien yang mengalami reaksi alergi
terhadap protein plasma.

Thrombocyte concentrate (TC)


Isi

: 3,9 4,3 x 109 trombosit

Penyimpanan - Disimpan pada suhu 20-24C di platelet agitator


- Masa simpan 5 hari
Penyimpanan lebih lama meningkatkan risiko kontaminasi bakteri
Indikasi

- Trombositopenia:
1. Jumlah trombosit <15.000/mmk
2. Jumlah trombosit <50.000/mmk dengan perdarahan atau pembedahan
3. Jumlah trombosit <100.000/mmk dengan perdarahan masif atau perdarahan
terus-menerus.

29

- Gangguan/kelainan kualitas trombosit


Kontraindikasi - Immune Thrombocytopenia Purpura(ITP)
- Thrombotic Thrombocytopenia Purpura (TTP)
- Untreated Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)
- Hipersplenisme
Cara transfusi
- Trombosit harus segera ditransfusikan dalam 30 menit setelah keluar dari platelet agitator
di UPTD dan selesai maksimal dalam 4 jam.
-

Trombosit tidak boleh dimasukkan dalam refrigerator/kulkas di bangsal karena akan

mengurangi fungsi trombosit


Catatan
- 1 unit TC diharapkan menaikkan jumlah trombosit sekitar 3000-5000/mmk sehingga
transfusi 6 unit TC diharapkan menaikkan jumlah trombosit 18.000-30.000/mmk.
- Kenaikan jumlah trombosit kurang tercapai jika terdapat splenomegali, DIC, atau
septicemia pada pasien.
- Keberhasilan transfusi trombosit dapat dievaluasi dengan menilai corrected platelet count
increment(CCI)

Fresh frozen plasma (FFP)


Indikasi:
1. PT dan APTT >1,5 kali nilai kontrol
2. Overdosis obat antikoagulan
3. Diketahui menderita defisiensi faktor koagulasi dengan perdarahan
4. PT>16 detik atau INR>1,8 dengan perdarahan atau untuk mengantisipasi tindakan invasif.

30

5. DIC
6. TTP
7. Transfusi masif >10 unit PRC
8. >1500 ml cell saver blood reinfused
9. PT>35 detik dengan perdarahan atau untuk mengantisipasi tindakan invasif.

Fresh Frozen Plasma berisi semua faktor pembekuan, AT III, protein C dan S, albumin serta
imunoglobulin. Dosis awal biasanya 2-6 unit. Kadar faktor koagulasi labil akan menurun
dengan cepat sehingga harus ditransfusikan dalam 6 jam setelah dicairkan. Plasma golongan
A dapat diberikan pada pasien golongan A atau O; plasma golongan B dapat diberikan pada
pasien golongan B atau O; plasma golongan O hanya dapat diberikan pada pasien golongan
O; dan plasma golongan AB dapat diberikan pada semua pasien. Reaksi transfusi yang sering
terjadi pada transfusi FFP berupa reaksi alergi akut sampai anafilaksis terutama dengan
kecepatan infus cepat.

Cryoprecipitate/AHF
Indikasi:
1. Isolated Factor VIII, Factor IX, Factor XIII deficiency or von Willebrands disease
2. Hipofibrinogenemia (kadar fibrinogen <80-100 mg/dL) dan disfibrinogenemia
3. Pasien dengan surgical coagulopathy
4. Digunakan sebagai local factor coagulant selama pembedahan

Cryoprecipitate berisi kurang lebih setengah faktor VIII dan fibrinogen dari kadarnya dalam
darah lengkap, misal 56-75 IU/unit, fibrinogen 105-210 mg/unit. Dosis awal biasanya 10-20
unit. Berdasar laporan pengeluaran darah UPTD RSUP DR Sardjito Januari - April 2010,

31

rata-rata penggunaan darah oleh Bagian Kebidanan dan Kandungan RSUP DR. Sardjito
sebanyak 195 unit/bulan atau 8% dari total pengeluaran darah.
Perbandingan penggunaan WB dibanding komponen darah adalah 3:7. Komponen darah
yang dipakai adalah PRC (66%) dan TC (4%). Jumlah unit darah yang diminta ke
UPTD dibanding jumlah darah yang digunakan adalah 2:1 sehingga banyak unit darah yang
tidak jadi terpakai. Data ini menunjukkan bahwa penggunaan darah di Bagian Kebidanan dan
Kandungan RSUP DR. Sardjito sudah cukup baik dengan indikasi penggunaan komponen
darah sampai 70% tetapi rencana penggunaan darah belum efektif. Oleh karena itu diperlukan
kerjasama dan komunikasi yang baik antara klinisi pengguna darah dan penyedia darah
(UPTD).5
b. Plasma Expander
Cairan koloid ini mempunyai nilai onkotik yang tinggi (dextran, gelatin, hydroxyethyl starch) sehingga mempunyai volume effect lebih baik dan tinggal lebih lama di
intravaskular. Namun, sayangnya defisit ECF tidak dapat dikoreksi oleh plasma expander.
Selain itu, dari segi harga, plasma expander jauh lebih mahal daripada Ringer Laktat (kirakira 10x lipat lebih mahal). Reaksi anaphylactoid dapat terjadi, baik karena dextran maupun
gelatin (0,03 - 0,08% pemberian). Reaksi ini dapat terjadi disertai dengan syok, yang
memerlukan adrenalin untuk mengatasinya. Apabila tidak segera ditangani dengan baik dan
tepat, reaksi ini dapat berakhir fatal. Dextran juga menyebabkan gangguan pada crossmatch
darah dan pada dosis lebih dari 10 - 15 ml/kgBB akan menyebabkan gangguan pembekuan
darah.3
c. Albumin
Albumin 5% ataupun Plasma Protein Fraction adalah alternatif yang baik dari segi
volume effect. Tetapi harganya sangat mahal, sekitar 70x lipat dari harga Ringer Laktat untuk
mendapatkan volume effect yang sama.3
d. Ringer Laktat atau NaCl 0,9%
Cairan ini paling mirip komposisinya dengan cairan ECF. Meskipun pemberian infus
IVF diikuti perembesan, namun akhirnya tercapai keseimbangan juga setelah cairan
interstitial/ISF jenuh. Cairan lain seperti Dextrose dan NaCl 0,45% tidak dapat digunakan.3,4
Larutan kristaloid adalah larutan air dengan elektrolit dan atau dextrosa, tidak
mengandung molekul besar. Kristaloid dalam waktu singkat sebagian besar akan keluar dari
32

intravaskular, sehingga volume yang diberikan harus lebih banyak (2,5-4 kali) dari volume
darah yang hilang. Kristaloid mempunyai waktu paruh intravaskular 20-30 menit. Ekspansi
cairan dari ruang intravaskular ke interstisial berlangsung selama 30-60 menit sesudah infus
dan akan keluar dalam 24 - 48 jam sebagai urin. Secara umum kristaloid digunakan untuk
meningkatkan volume ekstrasel dengan atau tanpa peningkatan volume intrasel.3,4
Tabel 8. Berbagai Cairan Kristaloid3
Na+

Cairan

K+

Cl-

Ca++

HCO3

Tekanan

(mEq/L) (mEq/L) (mEq/L) (mEq/L) (mEq/L) Osmotik


Ringer

130

190

28

(mOsm/L)
273

Laktat
Ringer

130

109

28#

273

154

308

As
et
at
NaCl

0,9%
*
sebagai laktat
#

sebagai asetat

Cairan kristaloid cukup baik untuk terapi syok hipovolemik. Keuntungan cairan
kristaloid antara lain mudah tersedia, murah, mudah dipakai, tidak menyebabkan reaksi alergi
dan sedikit efek samping. Kelebihan cairan kristaloid pada pemberian dapat berlanjut dengan
edema seluruh tubuh sehingga pemakaian berlebih perlu dicegah.
Larutan NaCl isotonis dianjurkan untuk penanganan awal syok hipovolemik dengan
hiponatremia, hipokhloremia atau alkalosis metabolik. Larutan RL adalah larutan isotonis
yang paling mirip dengan cairan ekstraselular. RL dapat diberikan dengan aman dalam
jumlah besar kepada pasien dengan kondisi seperti hipovolemia dengan asidosis metabolik,
kombustio dan sindroma syok. NaCl 0,45% dalam larutan Dextrose 5% digunakan sebagai
cairan sementara untuk mengganti kehilangan cairan insensibel.3
Ringer Asetat memiliki profil serupa dengan Ringer Laktat. Tempat metabolisme
laktat terutama adalah hati dan sebagian kecil pada ginjal, sedangkan asetat dimetabolisme

33

pada hampir seluruh jaringan tubuh dengan otot sebagai tempat terpenting. Penggunaan
Ringer Asetat sebagai cairan resusitasi patut diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi
hati berat seperti sirosis hati dan asidosis laktat. Adanya laktat dalam larutan Ringer Laktat
membahayakan pasien sakit berat karena dikonversi dalam hati menjadi bikarbonat.2
Jenis cairan berdasarkan tujuan terapi:
1. Cairan rumatan (maintenance).
Bersifat hipotonis: konsentrasi partikel terlarut kurang dari konsentrasi cairan
intraselular/Intracellular Fluid (ICF); menyebabkan air berdifusi ke dalam sel. Tonisitas
< 270 mOsm/kg; misal: Dekstrosa 5%, Dekstrosa 5% dalam Saline / NaCl 0,22%
2. Cairan pengganti (resusitasi, substitusi)
Bersifat isotonis: konsentrasi partikel terlarut = ICF; tidak ada perpindahan cairan
melalui membran sel semipermeabel. Tonisitas 275 295 mOsm/kg; misal : NaCl 0,9%,
Ringer Laktat, koloid
3. Cairan khusus
Bersifat hipertonis: konsentrasi partikel terlarut > ICF; menyebabkan air keluar
dari sel, menuju daerah dengan konsentrasi lebih tinggi. Tonisitas > 295 mOsm/kg;
misal: NaCl 3 %, Manitol, Natrium-bikarbonat, Natrium laktat hipertonik.

34

BAB III
PEMBAHASAN
Pasien ny, YM usia 33 tahun dengan diagnosa G4P2A1 plasenta previa totalis dan
direncanakan untuk dilakukan operasi sectio cesaria . Setelah dilakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang pada kunjungan preoperatif dapat
disimpulkan status prognosisnya adalah ASA 2 dikarenakan pasien memiliki kelainan
sistemik ringan.
Pada tanggal 8 januari 2016 dilakukan operasi sectio caesaria + histerektomi dan
terjadi perdarahan masif 6000cc sehingga diberikan cairan pengganti yaitu kristaloid
sebanyak 6000cc dan koloid sebanyak 2500cc. Karena perdarahan pasien masuk derajat 4
(>40%) sehingga segera dilakukan transfusi darah WB 500cc, PRC 947cc, FFP 469cc dan
juga diberikan kristaloid.
Pasien sempat dilakukan intubasi dikarenakan sempat terjadi penurunan kesadaran
dan terjadi distres pernafasan (RR 8x/m) sehingga pasien dirawat di ICU setelah operasi
hingga kondisi pasien stabil.

35

DAFTAR PUSTAKA

1. Hartanto, Widya W; 2007; Terapi Cairan dan Elektrolit Perioperatif; Bandung; Bagian
Farmakologi Klinik Dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
2. Udeani; John; 2010; Hemorrhagic Shock; New York: Department of Emergency Medicine,
Charles Drew University/ UCLA School of Medicine
3. Wirjoatmodjo, Karjadi; 2000; Anestesiologi dan Reanimasi Modul Dasar untuk Pendidikan
S1 Kedokteran; Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan
Nasional
4. Steven, Parks N; 2004; Advanced Trauma Life Support (ATLS) For Doctors; Jakarta :
Ikatan Ahli Bedah Indonesia (IKABI).
5. Sukorini U, Teguh T, Budhiaty T. Transfusi darah di bidang obsetri. Yogyakarta : Bagian
Patologi Klinik FK UGM/Unit Pelayanan Transfusi Darah Instalasi Laboratorium Klinik
RSUP DR. Sardjito Yogyakarta

36

Anda mungkin juga menyukai