Nim
: 112014286
Perdarahan kelas 1, didefinisikan sebagai kehilangan darah <15% dari total volume darah,
mendorong pada tidak adanya perubahan terukur pada kecepatan jantung atau pernafasan,
tekanan darah, atau tekanan nadi dan membutuhkan sedikit atau tidak adanya perawatan
sama sekali.
Perdarahan kelas 2 didefinisikan sebagai kehilangan darah 15-30% volume darah (7501500 ml), dengan tanda-tanda klinis termasuk takikardia dan takipnoe. Tekanan darah sistolik
mungkin hanya sedikit menurun, khususnya ketika pasien berada pada posisi supinasi, akan
tetapi tekanan nadi menyempit. Urin output hanya menurun sedikit (yaitu, 20-30 ml/jam).
Pasien dengan perdarahan kelas 2 biasanya dapat diresusitasi dengan larutan kristaloid saja,
namun beberapa pasien mungkin membutuhkan transfusi darah.
Perdarahan kelas 3 didefinisikan sebagai kehilangan 30-40% (1500-2000 ml) volume
darah. Perfusi yang tidak adekuat pada pasien dengan perdarahan kelas 3 mengakibatkan
tanda takikardia dan takipnoe, ekstremitas dingin dengan pengisian kembali kapiler yang
terhambat secara signifikan, hipotensi, dan perubahan negatif status mental yang signifikan.
Perdarahan kelas 3 menampakkan volume kehilangan darah terkecil yang secara konsisten
menghasilkan penurunan pada tekanan darah sistemik. Resusitasi pada pasien ini seringnya
membutuhkan transfusi darah sebagai tambahan terhadap pemberian larutan kristaloid.
Perdarahan kelas 4 didefinisikan sebagai kehilangan darah > 40% volume darah (> 2000
ml) mewakili perdarahan yang mengancam jiwa. Tanda-tandanya termasuk takikardia,
tekanan darah sistolik yang tertekan secara signifikan, dan tekanan nadi yang menyempit
atau tekanan darah diastolik yang tidak dapat diperoleh. Kulit menjadi dingin dan pucat, dan
status mental sangat tertekan. Urin output sedikit. Pasien-pasien ini membutuhkan transfusi
segera untuk resusitasi dan seringkali membutuhkan intervensi bedah segera.
AsidosisMetabolik
Ciri: [HCO3-] <22mEq/L dan pH <7,35 kompensasi dengan hiperventilasi PaCO2,
kompensasi akhir ginjal ekskresi H+, sebagai NH4+ atau H3PO4
Risiko NaHCO3 yang berlebihan: penekanan pusat nafas, alkalosis respiratorik, hipoksia
jaringan, alkalosis metabolik, hipokalsemia, kejang, tetani
Alkalosis Metabolik
Ciri: [HCO3-] >26mEq/L dan pH >;7,45 kompensasi dengan hipoventilasi PaCO2,
kompensasi
akhir
oleh
ginjal
ekskresi
[HCO3-]
yang
berlebihan.
Penyebab:
Pemberian KCl secara IV dalam salin 0,9% (diberikan jika Cl- urine <10mEq/L)
menghilangkan rangsangan aldosteron ekskresi NaHCO3 Jika Cl- urine >20mEq/L
disebabkan aldosteron yang berlebihan tidak dapat diobati dengan salin IV, tapi dengan
diuretic.
4. Pola pernapasan berdasarkan lesi di otak
Gangguan kontrol respirasi sentral mungkin memiliki peranan langsung pada gangguan respirasi
akibat penyakit saraf pusat, misalnya pada stroke, sklerosis multipel, atau penyakit
Parkinson.Central periodic breathing (CPB), termasuk pernapasan Cheyne-Stokes dan central
sleep apnea (CSA) ditemukan pada penderita stroke.5-7
Pernapasan Cheyne-Stokes adalah suatu pola pernapasan yang amplitudonya mula-mula naik
kemudian turun bergantian dengan periode apnea. Pola pernapasan ini sering dijumpai pada
pasien stroke, akan tetapi tidak memiliki korelasi anatomis yang spesik. Salah satu penelitian
melaporkan CPB terjadi pada kurang lebih 53% pasien penderita stroke Selain menimbulkan
gangguan kontrol respirasi sentral, hemiplegi akut pada stroke berhubungan dengan risiko
kematian akibat infeksi paru. Kemungkinan infeksi paru cukup besar pada pasien dengan aspirasi
dan hipoventilasi. Kontraksi otot diafragma pada sisi yang lumpuh akibat stroke akan berkurang
pada pernapasan volunter, tidak berpengaruh pada pernapasan involunter. Emboli paru juga
pernah dilaporkan terjadi pada 9% kasus stroke
Central neurogenic hyperventilation pertama kali digambarkan oleh Plum dan Swanson tahun
1959, merupakan hiperpnea yang terjadi saat bangun dan tidur akibat gangguan di pons.
Pernapasan klaster adalah hiperventilasi bergantian dengan apnea secara cepat yang
disebabkan gangguan di mesensefalon. Pernapasan ataksik merupakan pernapasan yang memiliki
irama dan amplitudo ireguler disebabkan gangguan pada medula oblongata. Gangguan medula
oblongata bagian bawah membuat pernapasan tidak dipengaruhi oleh respon kimiawi, akan tetapi
kontrol volunter masih intak (Ondines curse). Bila tidak diatasi dengan support ventilator malam
hari, dapat menyebabkan kematian mendadak. Lesi herniasi transtentorial akan memberikan
gambaran respirasi progresif mulai dari pernapasan Cheyne-Stokes, kemudian mengalami central
neurogenic hyperventilation, dan akhirnya irregular gasping
preterminal.Pasien dengan lesi batang otak atau medula spinalis servikal atas akan mengalami
gangguan pernapasan volunter dan involunter. Pada kondisi ini diperlukan bantuan ventilator,
dan tindakan trakeostomi untuk pembersihan trakea (tracheal suction).
Pernapasan Apneustik, Ditandai oleh jeda inspirasi singkat sekitar 2-3 detik sering bergantuan
dengan jeda akhir ekspirasi. Pola ini khas untuk infrak didaerah pons, dapat ditemukan pada
ensefalopati anoksik atau meningitis berat. Ataksik, Tidak ada pola napas. Terjadi kerusakan
medulla oblongata.
5. Wanita umur 27 tahu, datang ke igd Rs Koja cedera pinggul akibat dilindas container,
30 menit SMRS, os sedanga jalan keserempet motor, kelindas tronton karena jatuh
dibawah. Tidak bisa menggerakan kaki, keluar darah dar vagina dan terjadi
pemanjngan kaki. N: 120x/m, Td: 100/60 mmHg, somnolen, napas cepat >30x akral
dingin. Foto x ray tampak fraktur pelvic B2, sebagai dr Igd apa yg harus dilakukan?
Primary survey dan resusitasi
Airway
Look: lihat adanya agitasi (tanda hipoksia), sianosis, retraksi, dan penggunaan
Breathing
paru
Pemberian oksigen konsentrasi tinggi
Circulation
Disability
Exposure
Buka seluruh pakaian pasien untuk memeriksan dan evaluasi penderita. Setelah
dibuka diberi kehangatan dengan memberi selimut agar tidak kedinginan
Secondary survey:
nyeri
Thorax : adakah jejas, luka, hematom, penggunaan otot pernapasan tambahan,
PP
Penatalaksanaan
Nacl 0,9% 20 tpm
Bactesyn 2 x 1,5 gr IV
Ketorolac 3 x 30 mg IV
Injeksi asam traneksamat 3 x 1
Tetanus toksoid 0,5 ml
Transfuse PRC 250 cc bila Hb < 10 dan terdapat perdarahan aktif
Konsul ke spesialis orthopedi, obgyn dan urologi
6. Jelaskan cara insersi chest tube
Resusitasi cairan dan monitor tanda vital
Tentukan tempat insersi, biasanya setinggi putting (sela iga IV) anterior linea
untuk mecegah melukai organ yang lain dan melepaskan perlekatan bekuan darah
Klem ujung proskimal tube torakostomi dan dorong tube ke dalam rongga pleura
Water Seal Drainage (WSD) atau chest tube adalah Suatu sistem drainage yang menggunakan
water seal untuk mengalirkan udara atau cairan dari cavum pleura ( rongga pleura)
Tujuan :
Dalam keadaan normal rongga pleura memiliki tekanan negatif dan hanya terisi
sedikit cairan pleura / lubrican.
derajat di siku
Identifikasi tendon:minta pasien memflexikan di siku sementara pemeriksa
mengamati dan meraba fossa antecubital. Tendon akan terlihat dan terasa seperti
b.
tali tebal.
Cara : ketukan pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada tendon m.biceps
di pangkuan pasien.
Cara : ketukan pada tendon otot brakioradialis (Tendon melintasi (sisi ibu jari
pada lengan bawah) jari-jari sekitar 10 cm proksimal pergelangan tangan. posisi
d. Reflek patella
posisi klien: dapat dilakukan dengan duduk atau berbaring terlentang
Reflex patologis
a. Reflek babinski:
Pesien diposisikan berbaring supinasi dengan kedua kaki diluruskan,tangan kiri
pemeriksa memegang pergelangan kaki pasien agar kaki tetap pada tempatnya,
posterior ke anterior
Respon amati ada tidaknya gerakan dorsofleksi ibu jari, disertai mekarnya
Amati ada tidaknya gerakan dorso fleksi ibu jari kaki, disertai mekarnya
(fanning) jari-jari kaki lainnya.