Anda di halaman 1dari 6

Definisi Fimosis

Fimosis adalah suatu kelainan dimana preputium penis yang tidak dapat
di retraksi (ditarik) ke proksimal sampai ke korona glandis. Pada fimosis,
preputium melekat pada bagian glans dan mengakibatkan tersumbatnya lubang
saluran kencing, sehingga bayi dan anak menjadi kesulitan dan rasa kesakitan
pada saat buang air kecil. 1-5
Klasifikasi Fimosis
a. Fimosis kongenital (fimosis fisiologis, fimosis palsu, pseudo phimosis)
timbul sejak lahir. Fimosis ini bukan disebabkan oleh kelainan anatomi
melainkan karena adanya faktor perlengketan antara kulit pada penis
bagian depan dengan glans penis sehingga muara pada ujung kulit
kemaluan seakan-akan terlihat sempit. Sebenarnya merupakan kondisi
normal pada anak-anak, bahkan sampai masa remaja. Kulit preputium
selalu melekat erat pada glans penis dan tidak dapat ditarik ke belakang
pada saat lahir, namun seiring bertambahnya usia serta diproduksinya
hormon dan faktor pertumbuhan, terjadi proses keratinisasi lapisan epitel
dan deskuamasi antara glans penis dan lapis bagian dalam preputium
sehingga akhirnya kulit preputium terpisah dari glans penis.

b. Fimosis didapat (fimosis patologik, fimosis yang sebenarnya, true


phimosis) timbul kemudian setelah lahir. Fimosis Patologis didefinisikan
sebagai ketidakmampuan untuk menarik preputim setelah sebelumnya
yang dapat ditarik kembali. Fimosis ini disebabkan oleh sempitnya muara
di ujung kulit kemaluan secara anatomis. Hal ini berkaitan dengan
kebersihan (higiene) yang buruk, peradangan kronik glans penis dan kulit
preputium (balanoposthitis kronik), atau penarikan berlebihan kulit
preputium (forceful retraction) pada fimosis kongenital yang akan
menyebabkan pembentukkan jaringan ikat (fibrosis) dekat bagian kulit
preputium yang membuka.

Rickwood mendefinisikan fimosis patologis adalah kulit distal penis


(preputium) yang kaku dan tidak bisa ditarik, yang disebabkan oleh
Balanitis Xerotica Obliterans (BXO).5

2.4 Patofisiologi
Fimosis yang fisiologis merupakan hasil dari adhesi lapisan-lapisan epitel
antara preputium bagian dalam dengan glans penis. Adhesi ini secara spontan
akan hilang pada saat ereksi dan retraksi preputium secara intermiten, jadi seiring
dengan bertambahnya usia (masa puber) phimosis fisiologis akan hilang.
Higienitas yang buruk pada daerah sekitar penis dan adanya balanitis atau
balanophostitis berulang yang mengarah terbentuknya scar pada orificium
preputium, dapat mengakibatkan fimosis patologis. Retraksi preputium secara
paksa juga dapat mengakibatkan luka kecil pada orificio preputium yang dapat
mengarah ke scar dan berlanjut phimosis. Pada orang dewasa yang belum
berkhitan memiliki resiko fimosis secara sekunder karena kehilangan elastisitas
kulit.3-7
Pada kasus fimosis lubang yang terdapat di prepusium sempit sehingga
tidak bisa ditarik mundur dan glans penis sama sekali tidak bisa dilihat. Kadang
hanya tersisa lubang yang sangat kecil di ujung prepusium. Pada kondisi ini, akan
terjadi fenomena balloning dimana preputium mengembang saat berkemih
karena desakan pancaran urine yang tidak diimbangi besarnya lubang di ujung
prepusium. Bila fimosis menghambat kelancaran berkemih, seperti pada balloning
maka sisa-sisa urin mudah terjebak di dalam preputium. Hal ini bisa menyebabkan
terjadinya infeksi.3-6
Fimosis juga terjadi jika tingkat higienitas rendah pada waktu BAK yang
akan

mengakibatkan terjadinya penumpukan

kotoran-kotoran

pada

glans penis sehingga memungkinkan terjadinya infeksi pada daerah glans penis
dan prepusium (balanitis) yang meninggalkan jaringan parut sehingga prepusium
tidak dapat ditarik kebelakang.1-7

Pada

lapisan

dalam

prepusium

terdapat

kelenjar

sebacea

yang

memproduksi smegma. Cairan ini berguna untuk melumasi permukaan


prepusium. Letak kelenjar ini di dekat pertemuan prepusium dan glans penis yang
membentuk semacam lembah di bawah korona glans penis (bagian kepala penis
yang berdiameter paling lebar). Di tempat ini terkumpul keringat, debris/kotoran,
sel mati dan bakteri. Bila tidak terjadi fimosis, kotoran ini

mudah

dibersihkan. Namun pada kondisi fimosis, pembersihan tersebut sulit dilakukan


karena prepusium tidak bisa ditarik penuh ke belakang. Bila yang terjadi adalah
perlekatan

prepusium

dengan

glans penis,

debris

dan

sel

mati yang terkumpul tersebut tidak bisa dibersihkan.4


Ada pula kondisi lain akibat infeksi yaitu balanopostitis. Pada infeksi ini
terjadi peradangan pada permukaan preputium dan glans penis. Terjadi
pembengkakan kemerahan dan produksi pus di antara glans penis dan prepusium.
5,6

2.5 Manisfestasi Klinis1-7


1. Penis membesar dan menggelembung akibat tumpukan urin (balloning )
2. Kadang-kadang keluhan dapat berupa ujung kemaluan menggembung saat
mulai buang air kecil yang kemudian menghilang setelah berkemih. Hal
tersebut disebabkan oleh karena urin yang keluar terlebih dahulu tertahan
dalam ruangan yang dibatasi oleh kulit pada ujung penis sebelum keluar
melalui muaranya yang sempit.
3. Biasanya bayi menangis dan mengejan saat buang air kecil karena timbul
rasa sakit.
4. Kulit penis tak bisa ditarik kearah pangkal ketika akan dibersihkan
5. Air seni keluar tidak lancar. Kadang-kadang menetes dan kadang-kadang
memancar dengan arah yang tidakdapat diduga
6. Bisa juga disertai demam
7. Iritasi pada penis.
2.6 Diagnosis1-7
Untuk menegakkan diagnosis didapatkan dari anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Pada anamnesis didapatkan keluhan berupa ujung kemaluan menggembung

saat mulai buang air kecil yang kemudian menghilang setelah berkemih dan
Biasanya bayi menangis dan mengejan saat buang air kecil karena timbul rasa
sakit.
Pada pemeriksaan fisik kasus fimosis, dapat ditemukan kulit yang tidak
dapat diretraksi melewati gland penis. Pada fimosis fisiologis, bagian preputial
orifice tidak ada luka dan terlihat sehat, sedangkan pada fimosis patologis terdapat
jaringan fibrus berwana putih yang melingkar.5,6

2.7 Penatalaksanaan 4-6


Sebagai pilihan terapi konservatif dapat diberikan salep kortikoid (0,050,1%) dua kali sehari selama 20-30 hari. Terapi ini tidak dianjurkan untuk bayi
dan anak-anak yang masih memakai popok, tetapi dapat dipertimbangkan untuk
usia sekitar tiga tahun.
Tidak dianjurkan melakukan dilatasi atau retraksi yang dipaksakan pada
penderita fimosis, karena akan menimbulkan luka dan terbentuk sikatriks pada
ujung prepusium sebagai fimosis sekunder. Indikasi medis utama dilakukannya
tindakan sirkumsisi pada anak-anak adalah fimosis patologik. Pada kasus dengan
komplikasi, seperti infeksi saluran kemih berulang atau balloning kulit prepusium
saat miksi, sirkumsisi harus segera dilakukan tanpa memperhitungkan usia pasien.
2.7 Komplikasi
Ketidaknyamanan/nyeri saat berkemih
Akumulasi sekret dan smegma di bawah preputium yang kemudian terkena

infeksi sekunder dan akhirnya terbentuk jaringan parut.


Pada kasus yang berat dapat menimbulkan retensi urin.
Pembengkakan/radang pada ujung kemaluan yang disebut ballonitis.

Infeksi saluran kemih

2.8 Diagnosis Banding1-7


Parafimosis adalah suatu keadaan dimana prepusium penis yang diretraksi
sampai di sulkus koronarius tidak dapat dikembalikan pada keadaan semula dan

menimbulkan jeratan pada penis dibelakang sulkus koronarius. Warna gland penis
akan semakin berwarna pucat dan bengkak. Seiring perjalanan waktu keadaan ini
akan mengakibatkan nekrosis sel di gland penis, warnanya akan menjadi biru atau
hitam dan gland penis akan terasa keras saat di palpasi.4,5,6

Gambar Parafimosis
2.9 Prognosis
Prognosis dari fimosis akan semakin baik bila cepat didiagnosis dan
ditangani.

DAFTAR PUSTAKA
1. Basuki B Purnomo. Dasar-dasar Urologi. Edisi Kedua. Jakarta: Sagung
Seto; 2009.
2. Santoso A.

Fimosis

dan

Parafimosis.

Tim

Penyusun

Panduan

Penatalaksanaan Pediatric Urologi di Indonesia. Jakarta: Ikatan Ahli


Urologi Indonesia; 2005.
3. Sjamsuhidajat, R , Wim de Jong. Saluran kemih dan Alat Kelamin Lelaki.
Buku-Ajar Ilmu Bedah.Ed.2. Jakarta : EGC, 2004. p 801
4. Tanagho, EA and McAninch, JW. Smiths General Urology. Sixteen
edition. USA: Appleton and Lange; 2004.
5. Spilsbury K, Semmens JB, Wisniewski ZS, Holman CD. "Circumcision
for phimosis and other medical indications in Western Australian boys".
Med.

J.

Aust.

178

(4):

1558;

2003.

Diunduh

dari

URL:

http://www.mja.com.au/public/issues/178_04_170203/spi10278_fm.html
6. Hina Z, Ghory MD. Phimosis and Paraphimosis. Diunduh dari URL:
(http://emedicine.medscape.com/article/777539-overview)
7. Brunicardi FC, et al. Schwartzs Principle of Surgery Eight Edition
Volume 2. USA: Mc Graw Hill.

Anda mungkin juga menyukai