Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A Tinjauan Umum Apotek


1 Definisi Apotek
Pengertian apotek berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan
Republik

Indonesia

No.1027/Menkes/SK/IX/2004

tentang

Standar

Pelayanan Kefarmasian di Apotek adalah tempat dilakukannya pekerjaan


kefarmasian dan pelayanan sediaan farmasi, serta perbekalan kesehatan
lainnya kepada masyarakat. Sediaan farmasi yang dimaksud adalah obat,
bahan obat, obat tradisional dan komestika. Perbekalan kesehatan yang
dimaksud adalah semua bahan selain obat dan perlatan yang diperlukan
untuk menyelenggarakan upaya kesehatan.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 51 Tahun
2009, apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan
praktek kefarmasian oleh Apoteker. Pelayanan kefarmasian merupakan
suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang
berkaiatan dengan sediaan farmasi, tujuannya untuk meningkatkan mutu
2

kehidupan pasien
Landasan Hukum Apotek
Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan masyarakat yang
diatur dalam landasan hukum :
a. Undang-undang Republik Indonesia No. 5 tahun 1997 tentang
Psikotropika.
b. Undang-undang Republik Indonesia No. 35 tahun 2009 tentang
Narkotika.

c. Undang-undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2009 tentang


Kesehatan.
d. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 25 tahun 1980 tentang
perubahan atas PP No. 26 tahun 1965 tentang Apotek.
e. Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian.
f. Peraturan Menteri Kesehatan No. 92/MENKES/PER/X/1993 tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek.
g. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik

Indonesia

No.

889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktek, dan Izin


Kerja Tenaga Kefarmasian.
h. Keputusan
Menteri
Kesehatan

Republik

Indonesia

No.

1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri


Kesehatan Republik Indonesia No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek.
i. Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik

Indonesia

No.

1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di


Apotek.
B Fungsi dan Peranan Apotek
1 Fungsi Apotek
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1980
tentang Perubahan dan Tambahan atas Peraturan Pemerintah RI Nomor 26
Tahun 1965 tentang tugas dan fungsi Apotek :
a. Tempat pengabdian profesi seorang Apoteker yang telah mengucapkan
sumpah jabatan.
b. Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk,
pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat.
c. Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus mendistribusikan obat
yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata.

d. Sebagai sarana informasi obat kepada masyarakat dan tenaga kesehatan


lainnya
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 1965
disebutkan dalam Pasal 2, tentang fungsi apotek ialah :
a. Pembuatan, pengolahan, peracikan, pengbubahan bentuk pencampuran
dan penyerahan obat atau bahan obat.
b. Penyaluran perbekalan kesehatan di bidang farmasi meliputi : obat,
2

bahan obat, obat asli indonesia, alat-alat kesehatan dan sebagainya.


Peranan Apotek
Peranan apotek yaitu sebagai lembaga informasi obat baik kepada
rekan sejawat, tenaga kesehatan, maupun masyarakat umum tentang efek
manfaat dan toksik sediaan tertentu serta cara penggunaan atau
pemanfaatan dari alat kesehatan. Pemberian informasi kepada pasien atau
masyarakat dapat membangun suatu hubungan yang baik sehingga
mengurangi dan menghindarkan kemungkinan terjadinya kesalahan
penyerahan obat (Umar, 2011).

A. Organisasi Apotek
Organisasi apotek sangat diperlukan dalam mendirikan apotek yang
digunakan untuk mengoptimalkan suatu kinerja apotek dalam melakukan
pelayanan kesehatan yang baik. Struktur organisasi apotek diperlukan dalam
pelayanan kefarmasian sehingga terciptanya pelayanan kesehatan yang lancar
tanpa adanya suatu kendala, karena setiap anggota di apotek memiliki tugas
dan kewajiban masing-masing. Sebelum adanya organisasi apotek harus
memiliki persyaratan untuk mendirikan suatu apotek.
1. Persyaratan Pendirian Apotek
Suatu apotek baru dapat beroperasi setelah mendapat Surat Izin
Apoteker (SIA). Surat Izin Apoteker adalah surat yang diberikan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia kepada Apoteker yang bekerja sama dengan


pemilik sarana apotek untuk menyelenggarakan pelayanan apotek di suatu
tempat tertentu (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2002).
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor

1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Tata Cara Pemberian Izin Apotek, pada


BAB IV Pasal 6 menyebutkan persyaratan-persyaratan apotek yaitu :
a. Untuk mendapatkan izin apotek, Apoteker yang telah memenuhi
persyaratan baik yang bekerjasama dengan pemilik sarana atau tidak, harus
siap dengan tempat (lokasi dan bangunan), perlengkapan termasuk sediaan
farmasi dan perbekalan farmasi yang lain, merupakan milik sendiri atau
milik pihak lain.
b. Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan
pelayanan komoditi lain di luar sediaan farmasi.
c. apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar
sediaan farmasi.
Persyaratan lain yang harus diperhatikan untuk mendirikan suatu
apotek antara lain :
a. Lokasi dan Tempat
Jarak minimum antara apotek tidak lagi dipersyaratkan, tetapi tetap
mempertimbangkan segi penyebaran dan pemerataan pelayanan kesehatan,
jumlah penduduk, jumlah dokter, sarana pelayanan kesehatan dan hygiene
lingkungan. Apotek harus dapat dengan mudah diakses oleh masyarakat.
Halaman apotek terdapat papan petunjuk dengan jelas Apotek.
b. Bangunan dan Kelengkapan
Apotek harus memiliki bangunan yang memadai sehingga dapat menjamin
kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi apotek. Persyaratan teknis

bangunan apotek setidaknya terdiri dari (Menteri Kesehatan Republik


Indonesia, 2002) :
1) Ruang tunggu pasien.
2) Ruang peracikan dan penyerahan obat.
3) Ruang administrasi.
4) Ruang penyimpanan obat.
5) Ruang tempat pencucian alat.
6) Kamar kecil (WC).
Bangunan apotek harus dilengkapi :
1) Sumber air yang memenuhi persyaratan.
2) Penerangan yang cukup sehingga dapat menjamin pelaksanaan tugas
dan fungsi apotek.
3) Alat pemadam kebakaran minimal dua buah yang masih berfungsi
dengan baik.
4) Ventilasi dan sistem sanitasi yang memenuhi persyaratan hygiene
lainnya.
5) Papan nama apotek, yang memuat nama apotek, nama APA, Nomor
Surat Izin Apotek (SIA), alamat apotek dan nomor telepon apotek (bila
ada).
c. Perlengkapan Apotek (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2002)
perlengkapan yang harus tersedia di apotek yaitu :
1) Alat pembuatan, pengolahan dan peracikan, seperti timbangan, mortir
stemper dan gelas ukur.
2) Perlengkapan dan alat penyimpanan perbekalan farmasi seperti lemari
obat dan lemari pendingin.
3) Wadah pengemas dan pembungkus seperti plastik pengemas dan kertas
perkamen.
4) Tempat penyimpanan khusus narkotika, psikotropika dan bahan
beracun.
5) Alat administrasi seperti blanko pesanan obat, faktur, kwitansi, kartu
stok dan salinan resep.
6) Buku standar yang diwajibkan antara lain Farmakope Indonesia.

d. Tenaga Kerja atau Personalia Apotek


Peraturan
Menteri
Kesehatan

Republik

Indonesia

Nomor

889/MENKES/PER/V/2011, tenaga kefarmasian adalah tenaga yang


melakukan pekerjaan kefarmasian yang terdiri atas apoteker dan tenaga
teknis kefarmasian. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus
sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker.
Tenaga teknis kefarmasian adalah tenaga yang membantu apoteker dalam
menjalankan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi,
Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi atau
Asisten Apoteker.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1332 /MENKES/SK/2002, personil apotek terdiri dari :
1) Apoteker Pengelola Apotek (APA) adalah apoteker yang telah memiliki
Surat Izin Apotek (SIA).
2) Apoteker Pendamping adalah apoteker yang bekerja di apotek di
samping APA dan atau menggantikan pada jam-jam tertentu pada hari
buka apotek.
3) Apoteker Pengganti adalah apoteker yang menggantikan APA selama
APA tersebut tidak berada ditempat lebih dari 3 bulan secara terusmenerus, telah memiliki Surat IzinKerja (SIK) dan tidak bertindak
sebagai APA di apotek lain.
4) Asisten Apoteker adalah

mereka

yang

berdasarkan

peraturan

perundang-undangan berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai


asisten apoteker yang berada di bawah pengawasan apoteker
e. Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA)

10

Setiap tenaga kefarmasian yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian


wajib memiliki surat izin sesuai tempat tenaga kefarmasian bekerja. Surat
izin tersebut berupa :
1) SIPA bagi apoteker penanggung jawab di fasilitas pelayanan
kefarmasian.
2) SIPA bagi apoteker pendamping di fasilitas pelayanan kefarmasian.
3) SIK bagi apoteker yang melakukan pekerjaan kefarmasian di fasilitas
produksi atau fasilitas distribusi atau penyaluran.
Untuk memperoleh SIPA sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, seorang
apoteker harus memiliki Surat Tanda Regristasi Apoteker (STRA). STRA
diperoleh dengan memenuhi persyaratan :
1)
2)
3)
4)

Memiliki ijazah apoteker.


Memiliki sertifikat kompetensi apoteker.
Surat pernyataan telah mengucapkan sumpah atau janji apoteker.
Mempuenyai keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang

mempunyai surat izin praktek.


5) Membuatn pernyataan akan memenuhi dan melaksanakan ketentuan
etika profesi.
2. Tata Cara Perizinan Apotek
Keputusan Menteri Kesehatan

Republik

Indonesia

Nomor

1332/MENKES/SK/X/2002, tentang Perubahan atas Peraturan Menteri


Kesehatan Republik Indonesia Nomor 922/MENKES/PER/X/1993, tentang
ketentuan dan tata cara pemberian pemberian izin apotek sebagai berikut :
a. Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan/Kota dengan
menggunakan formulir ATP-1.
b. Menggunakan formulir ATP-2 Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima permohonan dapat

11

meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM untuk melakukan pemeriksaan
terhadap kesiapan apoteker melakukan kegiatan.
c. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambatlambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari Kepala
Dinas Kesehatan Kapupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat dengan
menggunakan formulir APT-3.
d. Pemeriksaan sebagaimana dimaksud di dalam butir (b) dan (c), jika tidak
dilaksanakan maka apoteker pemohon dapat membuat surat pernyataan siap
melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat
dengan tembusan kepada Kepala Dinas Provinsi dengan menggunakan formulir
APT-4.
e. Jangka waktu 12 hari kerja setelah diterima laporan pemeriksaan sebagaimana
yang dimaksud butir (c) dan (d) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
setempat mengeluarkan Surat Izin Apotek dengan menggunakan formulir APT-5.
f. Hasil pemeriksaan tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM
sebagaimana dimaksud pada butir (C) jika masih belum memenuhi syarat, maka
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam waktu 12 hari kerja
mengeluarkan surat penundaan menggunakan formulir ATP-6.
g. Surat penundaan sebagaimana dimaksud dalam butif (f), apoteker diberi
kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambatlambatnya dalam jangka waktu 1 bulan sejak tanggal surat penundaan.
h. Apabila apoteker menggunakan sarana pihak lain, maka pengguna sara
dimaksudkan wajib didasarkan atas perjanjian kerjasama antara apoteteker dan
pemilik sarana.
i. Pemilik sah yang dimaksud tersebut memenuhi persyaratan tidak pernah terlibat
dalam pelanggaran peraturanperundang-undangan di bidang obat sebagaimana
dinyatakan dalam surat pernyataan yang bersangkutan

12

j. Permohonan izin apotek dan APA atau lokasi tidak sesuai dengan pemohon, maka
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam jangka waktu selambatlambatnya 12 hari kerja wajib mengeluarkan surat penolakan disertai dengan
alasan menggunakan formulir APT-7.
B. Kegiatan Pokok Apotek
1. Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014,
Pengelolaan sediaan farmasi dan alat kesehatan dan bahan medis habis
pakai dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan,
pemusnahan, pengendalian, pencatatan dan pelaporan.
a. Perencanaan
Pembuatan perencaan pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan
bahan medis habis pakai perlu diperhatikan pola penyakit, pola
konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat.
b. Pengadaan
Pengadaan untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka
pengendalian pengadaan sediaan farmasi haru melalui jalur resmi sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. Penerimaan
Kegiatan menjamin jenis spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan
dan harga dalam surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.
d. Penyimpanan
1) Obat atau bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik.
Pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain,
maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis
informasi yang jelas pada wadah baru. Wadah sekurang-kurangnya
memuat nama obat, nomor batch dan tanggal kadaluarsa.

13

2) Semua obat atau bahan obat harus disimpan pada kondisi yang
sesuai sehingga terjamin keamanan dan stabilitasnya.
3) Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk
sediaan dan kelas terapi obat serta disusun secara alfabetis.
4) Pengeluaran obat memakai sistem FEFO (First Expire Fist Out) dan
FIFO (First In First Out).
e. Pemusnahan
1) Obat kadaluarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis
dan bentuk sediaan. Pemusnahan obat kadaluarsa atau rusak yang
mengandung narkotika atau psikotropika dilakukan oleh apoteker
dan disaksikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Pemusnahan
obat selain narkotika dan psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan
disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain yang memiliki surat izin
praktek atau surat izin kerja. Pemusnahan dibuktikan dengan berita
acara pemusnahan menggunakan Formulir 1 sebagaimana terlampir.
2) Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun
dapat dimusnahkan. Pemusnahanresep dilakukan oleh Apoteker
disaksikan oleh sekurang-kurangnya petugas lain di Apotek dengan
cara dibakar atau pemusnahan lain yang dibuktikan dengan Berita
Acara Pemusnahan Resep menggunakan Formulir 2 sebagaimana
terlampir dan selanjutnya dilaporkan kepada dinas kesehatan
Kabupaten/Kota.
f. Pengendalian
Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah
persediaan sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem
pesanan atau pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran. Hal tersebut
bertujuan untuk menghindari terjadinya kelebihan, kekurangan,

14

kekosongan, kerusakan, kadaluarsa, kehilangan serta pengembalian


pesanan. Pengendalian persediaan dilakukan menggunakan kartu stok
sekurang-kurangnya memuat nama obat, tanggal kadaluarsa, jumlah
pemasukan, jumlah pengeluaran dan sisa persediaan.
g. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan sediaan farmasi,
alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai meliputi pengadaan (surat
pesanan, faktur), penyimpanan (kartu stock), penyerahan (nota atau
struk penjualan) dan pencatatan lainnya yang disesuaikan dengan
kebutuhan.
Pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan eksternal. Pelaporan
internal merupakan pelaporan yang digunakan untuk kebutuhan
manajemen Apotek, meliputi keuangan, barang dan laporan lainnya.
Pelaporan eksternal merupakan pelaporan yang dibuat untuk
memenuhhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan meliputi pelaporan narkotika (menggunakan Formulir 3
sebagaimana terlampir), psikotropika (menggunakan Formulir 4
sebagaimana terlampir) dan pelaporan lainnya.
2. Kegiatan Administrasi
Menurut Menteri Kesehatan Republik Indonesia tahun 2004, dalam
menjalankan pelayanan kefarmasian di apotek, perlu dilaksanakan
kegiatan administrasi yang meliputi :
1) Administrasi Umum
Administrasi umum terdiri dari pencatatan, pelaporan narkotika,
psikotropika dan dokumentasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2) Administrasi Pelayanan
Administrasi pelayanan terdiri dari pengarsipan resep, catatan
pengobatan pasien, pengarsipan hasil monitoring obat.

15

Menurut

Menteri

Kesehatan

Republik

Indonesia

Tahun

1993,

menyebutkan hal lain yang harus diperhatikan dalam pengelolaan apotek


adalah :
1) Apoteker berkewajiban menyediakan, menyimpan dan menyerahkan
perbekalan farmasi yang bermutu baik dan keabsahannya terjamin.
2) Obat dan perbekalan farmasi lainnya yang karena suatu hal tidak dapat
digunakan, harus dimusnahkan dengan cara dibakar atau ditanam atau
dengan cara lain yang ditetapkan.
3. Pelayanan Kefarmasian (Pharmaceutical care)
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014,
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, disebutkan bahwa
untuk meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian di Apotek yang
berorientasi kepada keselamatan pasien, diperlukan suatu standar yang
dapat digunakan sebagai acuan dalam pelayanan kefarmasian di Apotek.
Standar pelayanan kefarmasian adalah tolak ukur yang dipergunakan
sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan
pelayanan kefarmasian. Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan
langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaiatan dengan
sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk
meningkatkan mutu kehidupan pasien.
Pengaturan standar pelayanan kefarmasian di Apotek bertujuan untuk :
a. Meningkatkan mutu dan pelayanan kefarmasian.
b. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian.
c. Melindungi pasien dan masyarakat dan penggunaan obat yang tidak
rasional dalam rangka keselamatan pasien.
Standar pelayanan kefarmasian di Apotek meliputi standar :

16

a. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis


pakai, meliputi :
1) Perencanaan
2) Pengadaan
3) Penerimaan
4) Penyimpanan
5) Pemusnahan
6) Pengendalian
7) Pencatatan dan pelaporan
b. Pelayanan farmasi klinik di Apotek merupakan bagian dari pelayanan
kefarmasian yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien
berkaitan dengan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien :
1) Pengkajian resep
2) Dispensing
3) Pelayanan informasi obat (PIO)
4) Konseling
5) Pelayanan kefarmasian di rumah (home pharmacy care)
6) Pemantauan terapi obat (PTO)
7) Monitoring efek samping obat (MESO)

C. Tinjauan Kimia Farma


1.
Sejarah PT Kimia Farma (PESERO) Tbk
PT Kimia Farma Tbk. adalah salah satu perusahaan farmasi terbesar di
Indonesia. Kimia Farma merupakan pioner dalam industri farmasi

17

Indonesia. Awal mula pada tahun 1917 nama perusahaan awalnya bernama
NV Chemicalien Handle Rathcamp & Co perusahaan pertama di Hindia
Timur. Tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah perusahaan farmasi
menjadi PNF Bhineka Kimia Farma, selanjutnya pada tangal 16 Agustus
1971, bentuk badan hukum PNF diubah menjadi Perseroan Terbatas,
sehingga nama perusahaan berubah menjadi PT. Kimia Farma (Persero).
Tanggal 4 Juli 2001, PT. Kimia Farma (Persero) tercatat sebagai
perusahaan publik di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya.
Berbekal tradisi yang panjang selama lebih dari 187 tahun dan nama yang
identik dengan mutu, sekarang Kimia Farma telah berkembang menjadi
sebuah perusahaan pelayanan kesehatan utama di Indonesia yang kian
memainkan peranan penting dalam pengembangan dan pembangunan
bangsa dan masyarakat (Anonim, 2015).
2.
Pabrik Kimia Farma
Hasil riset dan pengembangan segmen usaha dikelola oleh perusahaan
induk memproduksi obat jadi dan obat tradisional, yodium, kina dan
produk-produk turunannya, serta minyak nabati. Lima fasilitas produksi
yang tersebar di kota-kota besar Indonesia sebagai salah satu segmen
industri yang terpenting.
Plant jakarta memproduksi sediaan tablet, tablet salut, kapsul, granul, sirop
kering, suspensi/sirop, tetes mata, krim, antibiotik dan injeksi. Unit ini
merupakan satu-satunya pabrik obat di Indonesia yang mendapat tugas
dari pemerintah untuk memproduksi obat golongan narkotika. Industri
formulasi telah memperoleh sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik
(CPOB) clan ISO-9001.

18

Plant Bandung memproduksi bahan baku kina dan turunan-turunannya,


rifampicin, obat asli Indonesia dan alat kontrasepsi dalam rahim. Unit
produksi telah mendapat US-FDA Approval. Plant Bandung juga
memproduksi tablet, sirup, serbuk dan produk kontrasepsi pil KB, unit
produksi ini relah menerima sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik
(CPOB) dan ISO-9002.
Plant Semarang mengkhususkan pada produksi minyak jarak, minyak
nabati dan kosmetik (bedak), untuk menjamin kualitas hasil produksi unit
ini secara konsisten menerapkan sistem manajemen mutu ISO-9001 serta
telah memperoleh sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan
US-FDA Approval.
Plant Sarolangun di Jambi Barat mengkhususkan memproduksi minyak
jarak, minyak nabati dan kosmetik (bedak), untuk menjamin kualitas hasil
produksi unit ini secara konsisten menerapkan sistem manajemen mutu
ISO-9001 serta telah memperoleh sertifikat Cara Pembuatan Obat yang
Baik (CPOB) dan US-FDA Approval.
Plant Watudakon di Jawa Timur merupakan satu-satu pabrik yang
mengolah tambang yodium di Indonesia. Unit ini memproduksi yodiurn
dan garam-garamnya, bahan baku ferro sulfat sebagai bahan utama
pembuatan tablet besi untuk obat tambah darah, dan kapsul lunak Yodiol
yang merupakan obat pilihan untuk pencegahan gondok. Plant Watudakon
juga mempunyai fasilitas produksi formulasi seperti tablet, tablet salut,
kapsul lunak, salep, sirop, clan cairan obat luar atau dalam. Unit telah
memperoleh sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan ISO9002 clan ISO-14001.

19

Plant Tanjung Morawa di Medan Sumatera Utara, dikhususkan untuk


memasok kebutuhan obat di wilayah Sumatera. Produk yang dihasilkan
oleh pabrik yang telah memperoleh sertifikat Cara Pembuatan Obat yang
Baik (CPOB) ini meliputi sediaan tablet, krim dan kapsul (Anonim, 2015).
3.
Distribusi dan Perdagangan
PT. Kimia Farma Trading dan Distribution (KFTD) adalah anak
perusahaan yang dibentukoleh Kimia Farma yang berperan penting dalam
upaya peningkatan penjualan produk-produk Perseroan. PT. Kimia Farma
Trading dan Distribution memiliki jaringan sebanyak 46 cabang dan
tenaga salesman sejumlah 611 orang untuk melayani 45.173 outlet yang
terdaftar di seluruh Indonesia, disamping mendistribusikan produk-produk
Kimia Farma, KTFD juga bertindak sebagai distributor untuk produkproduk principaari dalam dan luar negeri.
4.

Kimia Farma Apotek


PT. Kimia Farma Apotek adalah anak perusahaan yang dibentuk oleh
Kimia Farma untuk mengelola Apotek-apotek milik perusahaan yang ada,
dalam upaya meningkatkan kontribusi penjualan untuk memperbesar

5.

penjualan konsolidasi PT. Kimia Farma Tbk (Anonim, 2015).


Visi dan Misi PT. Kimia Farma (Persero), Tbk.
a. Visi
Menjadi korporasi bidang kesehatan terintegrasi dan

mampu

menghasilkan pertumbuhan nilai yang berkesinambungan melalui


konfigurasi dan koordinasi bisnis yang sinergis.
b. Misi
1) Industri kimia dan farmasi dengan basis
pengembangan produk yang inovatif.
2) Perdagangan dan jaringan distribusi.

20

penelitian

dan

3) Pelayanan kesehatan yang berbasis jaringan retail farmasi dan


jaringan pelayanan kesehatan lainnya.
4) Pengelolaan aset-aset yang dikaitkan dengan perkembangan usaha
6.

perusahaan.
Maksud dan Tujuan PT. Kimia Farma (Persero), Tbk.
Maksud dan tujuan Perseroan adalah turut melaksanakan dan menunjang
program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional pada
umumnya, khususnya kegiatan usaha di bidang industrikimia, farmasi,
biologi dan kesehatan serta industri makanan dan minuman dengan
menerapkan prinsip-prinsip tata kelola usaha perusahaan yang baik untuk
mencapai maksud dan tujuan tersebut, Perseroan melaksanakan kegiatan
usaha, baik dilakukan sendiri ataupun kerjasama dengan pihak lain,
sebagai berikut :
1) Mengadakan, menghasilkan, mengolah bahan kimia, farmasi, biologi
dan lainnya yang diperlukan guna pembuatan sediaan farmasi,
kontrasepsi, kosmetik, obat tradisional, alat kesehatan, produk makanan
atau minuman dan produk lainnya termasuk bidang perkebunan dan
pertambahan yang ada hubungannya dengan produksi sebagaimana
disebutkan.
2) Memproduksi produk unggulan baik dari pengembangan sendiri
maupun kerjasama dengan pihak luar.
3) Memproduksi produk unggulan baik dari pengembangan sendiri
maupun kerjasama dengan pihak luar.
4) Menyelenggarakan kegiatan pemasaran, perdagangan dan distribusi dari
hasil produksi seperti pada poin (a), baik hasil produksi sendiri maupun
hasil produksi pihak ketiga, termasuk barang umum, baik di dalam

21

maupun di luar negeri serta kegiatan-kegiatan lain yang berhubungan


dengan usaha Perseroan.
5) Berusaha di bidang jasa, yang berhubungan dengan kegiatan usaha
Perseroan, serta upaya dan sarana pemeliharaan dan pelayanan
kesehatan pada umumnya termasuk jasa konsultasi kesehatan.
6) Jasa penunjang lainnya termasuk pendidikan, penelitian

dan

pengembangan sejalan dengan maksud dan tujuan Perseroan, baik yang


dilakukan sendiri maupun kerja sama dengan pihak lain.
7.
Budaya Perusahaan Kimia Farma
Budaya perusahaan antara lain :
1) Profesionalisme
Kesadaran dalam berfikir, berbicara dan bertindak dalam menjalani
tugas dan fungsinya dengan penuh semangat dan berbekal pengetahuan
dan ketrampilan yang memadai dalam situasi dan kondisi apapun.
2) Kerjasama
Bekerja dalam kebersamaan dalam langkah dan pikiran yang tercermin
dalam kerjasama tim antar karyawan yang erat dan solid untuk
mendapatkan hasil terbaik bagi perusahaan.
3) Integritas
Merupakan sikap mental yang positif yang melandasi semangat dan
antusiasme dalam bekerja secara profesional.
Nilai-nilai inti PT. Kimia Farma antara lain :
1) Innovative (I) : budaya berpikir out of the box, smart, dan kreatif untuk
membangun produk unggulan.
2) Customer First (C) : mengutamakan pelanggan sebagai mitra kerja.
3) Accountability (A) : deengan senantiasa bertanggung jawab atas
amanah yang dipercayakan oleh perusahaan dengan memegang teguh
profesionalisme, integritas dan kerjasama.

22

4) Respontibility (R) : memiliki tanggung jawab pribadi untuk bekerja


tepat waktu, tepat sasaran dan dapat diandalkan serta senantiasa
berusaha untuk tegar dan bijaksana dalam menghadapi setiap masalah.
5) Eco-Friendly (E) : menciptakan dan menyediakan baik produk maupun
8.

jasa layanan yang ramah lingkungan.


Struktur Organisassi Perusahaan
PT. Kimia Farma (Persero) Tbk, dipimpin oleh seorang Direktur Utama
yang membawahi empat Direktur, yaitu Direktur Pemasaran, Direktur
Produksi, Direktur Keuangan dan Direktur Utama dan SDM. Upaya
perluasan, penyebaran, pemecatan dan pendekatan pelayanan kefarmasian
pada masyarakat, PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. mempunyai dua anak
perusahaan yaitu, PT. Kimia Farma Traiding and Distribution dan PT.
Kimia Farma Apotek yang masing-masing berperan dalam penyaluran
sediaan farmasi, baik distribusi melalui PBF maupun pelayanan
kefarmasian melalui apotek.

23

Anda mungkin juga menyukai