PENDAHULUAN
1.1.
Hematokezia (perdarahan merah segar) lazimnya menandakan sumber perdarahan dari kolon,
meskipun perdarahan dari saluran cerna bagian atas yang banyak juga dapat menimbulkan
hematokezia atau feses warna marun. Dalam kurun waktu decade terakhir tampaknya pasien
akibat perdarahan saluran cerna meningkat secara signifikan. Mortalitas akibat perdarahan
saluran cerna bagian atas adalah 3,5-7%, sementara akibat perdarahan saluran cerna bagian
bawah adalah 3,6%.(1)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Perdarahan saluran cerna bagian bawah adalah perdarahan yang berasal dari usus di
sebelah bawah ligamentum Treitz.(1)
Hematoskezia adalah buang air besar berupa darah segar berwarna merah yang berasal
dari saluran cerna bagian bawah.(4)
2.2. Etiologi
a. Divertikulosis
Perdarahan dari divertikulum biasanya tidak nyeri dan terjadi pada 3% pasien
divertikulosis. Tinja biasanya berwarna merah marun, kadang-kadang bisa menjadi merah.
Meskipun divertikel kebanyakan ditemukan di kolon sigmoid namun perdarahan divertikel
biasanya terletak disebelah kanan. Umumnya terhenti secara spontan dan tidak berulang, oleh
karena itu tidak ada pengobatan khusus yang dibutuhkan oleh para pasien. (1)
b. Angiodisplasia
Angiodisplasia merupakan penyebab 10-40% perdarahan saluran cerna bagian bawah.
Angiodisplasia merupakan salah satu penyebab kehilangan darah kronik. Angiodisplasia
kolon biasanya multiple, ukuran kecil kurang dari diameter < 5mm dan biasa terlokalisir di
daerah caecum dan kolon sebelah kanan. Sebagaimana halnya dengan vascular ekstasia di
saluran cerna, jejas di kolon umumnya berhubungan dengan usia lanjut, insufisiensi ginjal,
dan riwayat radiasi. (1)
c. Kolitis iskemia
Kebanyakan kasus colitis iskemia ditandai dengan penurunan aliran darah visceral dan
tidak ada kaitannya dengan penyempitan pembuluh darah mesenterik. Umumnya pasien
kolisis iskemia berusia tua. Dan kadang-kadang dipengaruhi juga oleh sepsis, perdarahan
akibat lain, dan dehidrasi. (1)
d. Penyakit perianal
Penyakit perianal contohnya: hemoroid dan fisura ani biasanya menimbulkan perdarahan
dengan warna merah segar tetapi tidak bercampur dengan feses.(1) Perdarahan semacam ini
umumnya dicetuskan oleh kotoran yang keras sehingga defekasi dilakukan dengan mengejan.
(2)
Berbeda dengan perdarahan dari varises rectum pada pasien dengan hipertensi portal
kadang-kadang bisa mengancam nyawa. Polip dan karsinoma kadang-kadang menimbulkan
perdarahan mirip dengan yang disebabkan oleh hemorrhoid oleh karena itu pada perdarahan
yang diduga dari hemoroid perlu dilakukan pemeriksaan untuk menyingkirkan kemungkinan
polip dan karsinoma kolon. (1)
f. Neoplasia kolon
Tumor kolon yang jinak maupun ganas yang biasanya terdapat pada pasien usia lanjut
dan biasanya berhubungan dengan ditemukannya perdarahan berulang atau darah samar.
2.3. Patogenesis
Traktus gastrointestinalis mempunyai area yang sangat luas, juga kaya dengan
vaskularisasi, banyak mensekresi enzim, menjaga keseimbangan osmotic dan berfungsi untuk
absorbs. Perdarahan dapat disebabkan oleh karena erosi mukosa, malformasi pembuluh darah,
koagulopatia atau akibat hipertensi portal. Pada perdarahan akut bisa terjadi secara tiba-tiba
sering tanpa diikuti gejala lain. Walaupun demikian dapat disertai gejal seperti kelelahan, nyeri
dan lemas. Pada perdarahan kronis terutama pada PSMB, penderita dapat melena, hematemesis
berulang dengan heme feses positif, baik dengan atau tanpa disertai anemia. Pada beberapa
penderita perdarahan berlangsung perlahan dengan kompensasi system hemapoetik, juga dapat
episode perdarahan berulang disertai penurunan hematrokit akut. Tempat perdarahan pada
penderita ini biasanya dapat diketahui, tetapi pada beberapa penderita walaupun dilkukan
pemeriksaan yang intensif dan berulang, kadang-kadang sumber perdarahan tidak ditemukan
(PSM tersembunyi). Pada perdarahan tersembunyi sering ditemukan hanya anemia defisiensi
besi kronis atau berulang dengan heme feses (+), tetapi tidak ditemukan tempat perdarahan yang
nyata. Perdarahan ini menjadi dilemma baik dalam diagnosis maupun terapinya.(3)
b. Melena
Melena diartikan sebagai tinja yang berwarna hitam dengan bau yang khas. Melena
timbul bilamana hemoglobin dikonversi menjadi hematin atau hemokhrom lainnya oleh
bakteri setelah 14 jam. Umumnya melena menunjukkan perdarahan disaluran cerna bagian
atas atau usus halus, namun demikian melena dapat juga berasal dari perdarahan kolon
sebelah kanan dengan perlambatan mobilitas. Tidak semua kotoran hitam ini melena karena
bismuth, sarcol. Licorice, obat-obat yang mengandung besi (obat tambah darah) dapat
menyebabkan feses menjadi hitam. Oleh karena itu dibutuhkan test guaiac untuk menentukan
adanya hemoglobin. (1)
c. Darah samar
Darah samar timbul bilamana ada perdarahan ringan namun tidak sampai merubah warna
tinja/ feses. Perdarahan jenis ini dapat diketahui dengan test guaiac. (1)
2.6. Diagnosis
Anamnesis
Anamnesis yang teliti dan pemeriksaan jasmani yang akurat merupakan data penting untuk
menegakkan diagnosis yang tepat. riwayat hemoroid atau IBD sangat penting untuk dicatat. (1)
Riwayat penggunaan alcohol yang berlebihan atau pemakaian obat-obat anti inflamasi yang belum
lama harus menimbulkan kecurigaan terhadap kmungkinan gastritis erosif. Jika penggunaan alcohol
tersebut telah berjalan lama, varises esophagus lebih cenderung menjadi penyebab perdarahan. (2)
Nyeri abdomen atau diare merupakan petunjuk kepada colitis atau neoplasma. Keganasan kadang
ditandai dengan penurunan berat badan, anoreksia, limfadenopati atau massa yang teraba. (1) Gejala
muntah tanpa isi yang baru saja terjadi dan diikuti hematemesis menunjukkan kemungkinan
sindroma Mallory-Weiss. Awitan diare berdarah yang akut dapat menunjukkan keberadaan penyakit
usus inflamatorik atau colitis infeksiosa. (2)
Pemeriksaan fisik
Sumber perdarahan diluar intestinum harus dikesampingkan dengan pemeriksaan yang teliti
terhadap rongga mulut dan nasofaring. Stigmata pada penyakit hepar kronik seperti spider
angiomata, ginekomastia, atrofi testis, ikterus, asites dan hepatosplenomegali menunjukkan
kemungkinan adanya hipertensi portal sebagai penyebab perdarahan varises esophagus atau
lambung. Pembesaran kelenjar limfe yang signifikan atau massa dalam abdomen dapat
mencerminkan kelainan malignitas intraabdominal sebagai penyebab perdarahan tersebut.
Pemeriksaan rectum yang cermat sangat penting untuk menyingkirkan kelainan patologi setempat
disamping untuk melihat warna tinja.(2)
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan pendahuluan harus mencakup hematokrit, hemoglobin, pemeriksaan morfologi sel
darah merah yang teliti (sel darah merah hipokromik mikrositik menunjukkan bahwa kehilangan
darah terjadi secara kronik), jumlah leukosit, hitung jenis dan jumlah trombosit. Waktu protombin,
waktu trombolpastin parsial dan pemeriksaan koagulasi lainnya diperlukan untuk menyingkirkan
kemungkinan adanya kelainan pembekuan darah yang primer atau sekunder. Radiografi abdomen
jarang membantu menegakkan diagnosis kecuali jika lesi iskemik atau perforasi dicurigai.(2)
2.8. Penatalaksanaan
a. Resusitasi
Resusitasi pada perdarahan saluran cerna bagian bawah yang akut mengikuti protocol
yang juga dianjurkan pada perdarahan saluran cerna bagian atas. Dengan langkah awal
menstabilkan hemodinamik. (1)
b. Medikamentosa
Hemoroid fisura ani dan ulkus rectum soliter dapat diobati dengan bulk-forming agent,
sitz baths, dan menghindari mengedan. Salep yang mengandung steroid dan obat supositoria
serng digunakan namun manfaatnya masih dipertanyakan. (1)
Kombinasi esterogen dan progesterone dapat mengurangi perdarahan yang timbul pada
pasien yang menderita angiodisplasia. IBD biasanya member respon terhadap obat-obatan
anti inflamasi. Pemberian formalin intrarektal dapat memperbaiki perdarahan yang timbul
pada proktitis radiasi. Respon serupa juga terjadi pada pemberian oksigen hiperbarik. (1)
c. Terapi endoskopi
Colonoscopic bipolar cautery, monopolar cautery, heater probe application, argon
plasma, coagulation, and Nd:YAG laser bermanfaat untuk mengobati angiodisplasia dan
perubahan vaskulr pada koliis radiasi. Kolonoskopi juga dapat digunakan untuk melakukan
ablasi dan reseksi polip yang berdarah atau mengendalikan perdarahan yang timbul pada
kanker kolon. Sigmoidoskopi dapat mengatasi perdarahan hemoroid internal dengan ligasi
maupun teknik termal. (1)
d. Angiografi terapeutik
Bilamana kolonoskopi gagal atau tidak dapat dikerjakan maka angiografi dapat
digunakan untuk melakukan tindakan terapeutik. Embolisasi arteri secara selektif dengan
polyvinyl alcohol
mengatasi perdarahan saluran cerna bagian bawah. Embolisasi angiografi merupakan pilihan
terakhir karena dapat menimbulkan infark kolon sebesar 13-18%.(1)
e. Terapi bedah
Pada beberapa diagnostik (seperti divertikel meckel atau keganasan) bedah merupakan
pendekatan utama setelah keadaan pasien stabil. Bedah emergensi menyebabkan morbiditas
dan mortalitas yang tinggi dan dapat memperburuk keadaan klinis. Pada kasus-kasus dengan
perdarahan berulang tanpa diketahui sumber perdarahannya maka hemikolektomi kana atau
hemikolektomi subtotal dapat dipertimbangkan dan memberikan hasil yang baik. (1)
2.9. Komplikasi
Perdarahan saluran cerna bagian bawah yang masif dapat menimbulkan sequel yang
nyata. Perdarahan saluran cerna bagian bawah yang berulang atau kronik berhubungan dengan
morbiditas dan dapat menyebabkan kebutuhan transfusi yang lebih sering dan juga dapat
menguras sumber pembiayaan kesehatan. Perdarahan yang persisten biasanya berasal dari usus
halus dan tidak dapat dijangkau dengan tindakan terapi endoskopi, hanya dapat dilakukan
diagnosis saja.(1)
2.10. Prognosis
Dubia ad bonam
DAFTAR RUJUKAN
1.
Dahlan Zul. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiadi S, editors. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Buku kedokteran EGC ; 2006. P.293-297.
2. Isselbacher KJ, Brounwald E, Wilson JD, Martin JB, Fauci AS, Kasper DL, editors.
Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : EGC ; 1999. P 259-262.
3. Sudaryat S, dr.SpAK. Kapita Selekta Gastroentrologi Anak. Jakarta : CV Sagung Seto ;
2007.
4. Rani AA, Soegono S, Nasir AU, Wijaya IP, Nafrialdi, Mansjoer A, editors. Panduan
Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, Jakarta : PB
PAPDI ; 2008.