Anda di halaman 1dari 18

CLINICAL SCIENCE SESSION

ANTIHISTAMIN
Oleh :
Albert Ivan Parasian Mangunsong ( 1301-1211-0149 )
Rizky Amalia (1301-1211-0024)
Ajeng Anugrah (1301-1211-0014)

Preceptor :
Inne Arline Diana, dr., SpKK(K)

BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2013

I. PENDAHULUAN
Anti histamin adalah zat yang digunakan untuk mencegah atau
menghambat kerja histamin pada reseptornya. Histamin sendiri berasal

dari

bahasa Yunani yaitu histos yang berarti jaringan, adalah autakoid yang berperan
penting pada aktivitas organ tubuh baik pada proses yang fisiologis maupun
patologis
Aktivitas blokade histamin pertama kali diketahui pada tahun 1937 oleh
Bovet dan Staub pada sebuah rangkaian amin dengan fungsi eter fenolik. Senyawa
ini, 2-isopropil-5-metilfenoksietildietilamin, melindungi babi guinea dari berbagai
dosis letal histamin, mengantagonisasi spasme berbagai otot polos yang diinduksi
oleh histamine, dan menurunkan gejala-gejala renjatan anafilaksis. Obat ini terlalu
toksis untuk penggunaan klinis, tetapi pada tahun 1944, Bovet dkk telah
memperkenalkan pirilamin maleat yang hingga saat ini masih menjadi salah satu
antagonis histamin yang efektif,

Goodman and gilmans

selanjutnya diikuti perkembangan

antihistamin di Amerika yang bersifat kurang toksik seperti tripelenamin,


difenhidramin dan prometazin pada tahun 1945 dan 1946. wilkin Antara akhir tahun
1980-an hingga 1990, mulai diperkenalkan suatu generasi baru dari antihistamin 1
yang tidak menembus sawar otak untuk mengurangi efek sedasi yang sering
mengganggu. Antihistamin golongan ini sering disebut sebagai antihistamin
generasi kedua atau antihistamin non-sedasi.

Wolverton

Terfenadin dan astemizole

merupakan antihistamin generasi kedua yang pertama kali dikeluarkan, namun


pada beberapa penelitian di Amerika, terfenadin dan astemizol sudah ditarik dari
peredaran karena memiliki bahaya interaksi obat yang serius berupa pemanjangan
Q-T interval yang berhubungan dengan Torsades de pointes. Dengan adanya efek
kardiotoksik itu maka dikembangkan suatu antihistamin yang non-kardiotoksik
dan non-sedatif seperti desloratadin, levocetirizin dan fexofenadin

Fitzpatrick, Rooks,

Wolverton

Antagonis reseptor H2 pertama kali disintesa tahun 1969. Reseptor H2


terdapat pada pembuluh darah, jantung, kulit dan lambung , sedangkan reseptor
H3 pada manusia diyakini terdapat dalam otak dan paru, tetapi tidak terdapat di

kulit. Reseptor histamin intraseluler dan reseptor H4 dilaporkan terdapat pada selsel dan jaringan tubuh tetapi tidak terdapat di kulit. Fitzpatrick
Dalam bidang dermatologi, antihistamin secara luas telah digunakan
sebagai terapi. Sangatlah penting untuk mengetahui farmakologi antihistamin
yang akan diberikan. Pada makalah ini akan dibahas mengenai klasifikasi,
farmakologi, efek samping maupun beberapa penggunaan klinis dari antihistamin
terutama antihistamin (AH1) baik klasik maupun non sedasi yang sering
digunakan diantaranya klorfeniramin, difenhidramin, hidroksizin, loratadin,
cetirizin dan fexofenadin. Rooks, Wilkin, Katzung, Lippincot, Wolverton

II. Klasifikasi dan Rumus Bangun


1. Antihistamin tipe H-1
a. AH-1 generasi I (klasik/sedatif)
Yang termasuk golongan ini adalah:

Alkilamin (propilamin)

: bromfeniramin maleat, klorfeniramin

maleat dan tanat, deksbromfeniramin maleat, deksklorfeniramin


maleat, dimentinden maleat, tripolidin hidroklorida, feniramin
maleat/pirilamin maleat

Etanolamin (Aminoalkil eter) :karbioksamin maleat, difenhidramin


sitrat

dan

hidroklorida,

doksilamin

suksinat,

embramin

hidroklorida, mefenhidramin metilsulfat, trimetobenzamin sitrat,


dimenhidrinat, klemastin fumarat

Etilendiamin : mepiramin maleat, pirilamin maleat, tripenelamin


sitrat dan hidroklorida, antazolin fosfat

Fenotiazin : dimetotiazin mesilat, mekuitazin, metdilazin dan


metdilazin hidroklrida, prometazin hidroklorida dan teoklat,
trieprazin tartrat

Piperidin

azatadin

maleat,

siproheptadin

hidroklorida,

difenilpralin hidroklorida, fenindamin tartrat

Piperazin : hidroksizin hidroklorida dan pamoat (fitzpatrick)

Rumus bangun

Antihistamin pada umumnya

Difenhidramin

Tripelenamin

Ciproheptadin

Hidroksizin

Klorfeniramin

Prometazin

b. Low sedating atau antihistamin AH 1 generasi II dan III


Beberapa AH-1 yang diperkenalkan dalam 2 dekade terakhir
ditemukan dengan cara menyaring beberapa komponen dan secara kimia
berhubungan AH-1 generasi yang lama. Sebagai contoh misalnya:
akrivastin berhubungan dengan tripolidin, cetirizin adalah metabolit dari

hidroksizin, levocetirizin adalah enantiomer dari cetirizin, desloratadin


adalah metabolik dari terfenadin. (Simons)
- AH 1 generasi II
Yang termasuk golongan ini adalah:

Akrivastin

Astemizole

Cetirizin

Loratadin

Mizolastin

Terfenadin

Ebastin

Rumus bangun

Cetirizine

- AH-1 generasi III


Yang termasuk golongan ini adalah:

Levocetirizin

Desloratadin

Fexofenadin

Rumus bangun

Fexofenadine

Desloratadine

Levocetirizine
2. Antihistamin tipe H-2
Yang termasuk golongan ini adalah :

Simetidin

Ranitidin

Famotidin

Nizatidin

Rumus bangun

Antihistamin tipe H1 Klasik

Mekanisme kerja:
Antihistamin tipe H1 bekerja dengan cara competitif inhibitor terhadap
histamin pada reseptor jaringan, sehingga mencegah histamin berikatan serta
mengaktivasi reseptornya.

(Fitzpatrick, Wolverton, Katzung Arndt)

Ikatannya reversibel dan dapat

digantikan oleh histamin dalam kadar yang tinggi.

(Fitzpatrick,

Katzung).

Dengan

menghambat kerja dari histamin, terjadi berbagai pengaruh yang ditimbulkan


antihistamin, yaitu menghambat peningkatan permeabilitas kapiler dan edema
yang disebabkan oleh histamin serta menghambat vasokonstriksi. Obat ini lebih
efektif jika diberikan sebelum pelepasan histamin. Pada pemberian awal,
antihistamin dapat mencegah edema dan pruritus selama reaksi hipersensitivitas,
sehingga banyak keuntungan yang didapat jika digunakan untuk pencegahan
urtikaria kronik idiopatik.Wilkin Antihistamin tipe H1 klasik ini juga memiliki
aktivitas antikolinergik, efek anestesi lokal,
perjalanan.(Fitzpatrick,

Goodman and Gillman)

antiemetik, dan anti mabuk

Beberapa antihistamin tipe H1 mempunyai

kemampuan untuk menghambat reseptor -adrenergik atau reseptor muskarinik


kolinergik, sedangkan obat lain mempunyai efek antiserotonin. (Fitzpatrick)

Farmakologi
Setelah pemberian secara oral, antihistamin akan diabsorbsi dengan baik
dalam saluran cerna. Efeknya dapat terlihat dalam 30 menit, mencapai konsentrasi
puncak plasma dalam 1-2 jam, dan dapat bertahan 4-6 jam, dan beberapa obat
lainnya dapat bertahan lebih lama. (Fitzpatrick,

Goodman and Gillman, Katzung, Wolverton, Lippincot)

Antihistamin tipe H1 dimetabolisme oleh sistem enzim sitokrom hepar P450


(CYP) CYP3S4, dikonjugasi membentuk glukuronida dan hampir seluruhnya
diekskresikan ke urin setelah 24 jam pemberian. (Fitzpatrick)
Kegunaan klinis
Antihistamin tipe H1 generasi I digunakan untuk menghilangkan pruritus,
pengobatan urtikaria akut, urtikaria kronis, angioedema dan reaksi alergi kulit
lainnya temasuk reaksi obat.

(Fitzpatrick, Wilkin)

Apabila salah satu dari kelompok

antihistamin tipe H1 tidak efektif, maka dapat diganti dengan obat dari kelompok
yang lain. (Fitzpatrick)
Antihistamin tipe H1 digunakan untuk terapi pruritus pada penderita
dermatitis atopik. Efeknya berhubungan dengan menekan ansietas dan sedasinya.
Pruritus yang disebabkan hal lain, seperti dermatitis kontak alergi dan bentuk lain
dermatitis, liken planus, gigitan nyamuk dan pruritus yang terjadi sekunder karena
penyakit lain atau yang bersifat idiopatik, juga dapat dihilangkan dengan
penggunaan antihistamin tipe H1. (Fitzpatrick)
Kontraindikasi pemberian obat ini adalah pada bayi baru lahir atau bayi
prematur, kehamilan, ibu menyusui, glaukoma sudut sempit, retensi urin, dan
asma. (Wilkin)
Panduan penggunaan antihistamin tipe H1 wanita hamil terbatas. Sebagian
besar antihistamin tipe H1 pada wanita hamil oleh United States of Food and Drug
Administration (FDA) digolongkan sebagai kategori B atau C. (Fitzpatrick)

Efek samping:
Sifat lipofilik dari antihistamin AH1 klasik menyebabkan distribusi
jaringan yang luas dan dapat melewati sawar darah otak, plasenta dan air susu ibu,
(Wilkin)

karena itu dapat memberikan efek pada:

Sistem saraf pusat


Komplikasi tersering pada orang dewasa adalah depresi SSP, sedasi
dan pusing. Pada anak-anak dan orang tua

dapat terjadi:

kecemasan, iritabilitas, insomia, tremor dan mimpi buruk.


Bangkitan dapat terjadi, walaupun jarang. Pernah dilaporkan
terjadinya diskinesia wajah dan mulut pada penggunaan kombinasi
antihistamin-dekongestan. (Fitzpatrck, Katzung, Wolverton Simon and Simon, Wilkin, Goodman
and Gilman)

Gastrointestinal

Dapat terjadi mual, muntah, anoreksia, konstipasi dan diare.


(Fitzpatrick, Wolverton, Wilkin, Goodman and Gilman)

Jantung
Takikardia, disritmia, hipotensi yang bersifat sementara

(Wolverton,

Fitzpatrick)

Genitourinaria
Disuria, disfungsi ereksi, retensi urin (Wolverton, Simon and Simon, Arndt)

Darah
Klorfeniramin dapat menebabkan pansitopenia, agranulositosis,
trombositopenia, leukopenia dan anemia aplastik.

(Wilkin, Fitzpatrick,

Goodman and Gilman)

Kulit
Reaksi kulit yang dapat terjadi berupa dermatitis, petekie, fixed
drug eruption dan fotosensitif. (Fitzpatrick)

Efek samping lainnya


Terdapat efek samping antikolinergik yang dapat berupa muka
merah, dilatasi pupil, hipertermia kekeringan pada membran
mukosa dan penglihatan yang buram. (Fitzpatrick, Arndt, Goodman and Gilman)
Antihistamin lainnya seperti ciproheptadin dapat menyebabkan
peningkatan berat badan (Wilkin)

Interaksi obat
Efek depresi SSP akan semakin meningkat apabila antihistamin tipe H1
diminum bersamaan dengan alkohol atau obat lain yang bersifat depresif terhadap
SSP seperti diazepam. Antihistamin kelompok fenotiazin menghambat dan
sebaliknya epinefrin mempunyai efek vasosupresi. Kontra indikasi pemberian
antihistamin tipe H1 adalah penderita yang mendapat inhibitor monoamine
oksidase,

seperti

isokarboksazid,

nialamid,

fenelzim(Fitzpatrick)

10

moklobemid,

ranilsipromin,

Low sedating atau antihistamin H1 generasi ke-2 dan ke-3


Mekanisme kerja
Antihistamin tipe H1 low sedating merupakan antagonis dari histamin
pada reseptor H1, berikatan secara tidak kompetitif, tidak mudah diganti oleh
antihistamin, dilepaskan secara perlahan dan kerjanya lebih lama
Fitzpatrick)

(Wolverton, Wilkin,

Antihistamin H1 ini, kurang bersifat lipofilik, sangat sedikit menembus

sawar darah otak, dan lebih mengikat reseptor H1 di perifer secara lebih spesifik.
(Fitzpatrick, Wilkin, Wolverton, Arndt)

Beberapa obat ini mempunyai membrane stabilizing atau

efek seperti kuinidine pada otot jantung, dan menyebabkan perpanjangan masa
refraksi jantung serta aritmia ventrikuler torsades de pointes.

(Fitzpatrick)

Walaupun

golongan ini sering dikatakan nonsedasi, obat-obat ini tetap dapat menyebabkan
efek sedasi, namun dalam banyak penelitian dikatakan insidensi sedasi jauh lebih
sedikit

dibandingkan

antihistamin

H1

klasik,

demikian

pula

antikolinergiknya lebih jarang terjadi dibanding antihistamin H1 klasik.

efek
(Wilkin)

Cetirizine berpengaruh pada perpindahan sel dalam kulit dan jaringan lainnya,
pelepasan atau pembuatan dan pelepasan mediator inflamasi serta ekspresi
molekul adhesi. (Fitzpatrick)
Farmakologi:
Antihistamin tipe H1 low sedating diabsorbsi dari saluran cerna dan
mencapai puncak konsetrasi plasma dalam 2 jam. Obat tersebut menghilangkan
urtikaria dan reaksi eritema sekitar 1-24 jam. Terfenadin, astemizol, loratadin,
aktivastin, mizolastin, ebastin dan oksatomid dimetabolisme di hepar melalui
sisitem enzim CYP dalam hepar CYP3A4. Cetirizin, metabolit asam karboksilik
dari terfenadin, dan desloratadin tidak dimetablisme dalam hepar. (Fitzpatrick)
Astemizol mempunyai efek jangka panjang, namun onset mulai kerjanya
dan konsentrasi dalam keadaan stabil dicapai dalam 3-4 minggu. Efek astemizol
berlangsung lama dan obat harus dihentikan 4-6 minggu sebelum dilakukan uji
tusuk. Waktu paruh eliminasi cetirizin dan feksofenadin pada anak-anak sama
dengan dewasa (Fitzpatrick)

11

Kegunaan klinis
Antihistamin tipe ini terutama digunakan untuk pengobatan rinitis alergi
dan urtikaria kronis. (Katzung, Wilkin)
Kontra indikasi dari antihistamin low sedating ini adalah pada kehamilan
dan ibu menyusui. (Wilkin)
Efek samping
Antihistamin tipe low sedating memiliki efek sedasi dan antikolinergik
yang sedikit, juga mempunyai efek samping yang lebih sedikit dibandingkan
dengan antihistamin tipe H1 klasik. (Fitzpatrick)

Kardiovaskular
Efek

samping

kardiovaskular

berupa

fibrilasi

ventrikel,

pemanjangan interval QT dan takiaritmia ventrikular atipikal


berhubungan dengan pemakaian astemizole dan terfenadin.

(Murphy)

Kelainan ini dapat tejdadi terutama pada wanita dan penderita


dengan kelainan jantung organik yang sebelumnya telah ada
(seperti iskemia, kardiomiopati), arritmia, ataupun penderita
dengan gangguan eletrolit (seperti hipokalemia, hipokalsemia dan
hipomagnesemia) (Simons FER)

Sistem saraf pusat


Dalam beberapa penelitian dikatakan tefenadin, astemizole dan
loratadin memiliki efek sedasi yang lebih rendah dibandingkan
antihistamin H1 klasik. (Wilkin)

Kulit
Fotosensitivitas, urtikaria, erupsi makulopapular, eritema serta
pengelupasan kulit tangan dan kaki. Selain itu juga dilaporkan
adanya reaksi fotoalergi dan alopesia yang diduga berhubungan
dengan penggunaan terfenadin. Dilaporkan juga suatu kasus
psoriasis yang mengalami eksaserbasi selama menggunakan
terfenadin. (Wilkin)

12

Hepar
Hepatotoksisitas jarang terjadi, namun dilaporkan adanya kasus
hepatitis yang berhubungan dengan penggunaan terfenadin selama
5 bulan. Peningkatan serum transaminase dengan kadar ringan
sampai sedang kadang-kadang dapat terjadi. (wilkin)

Efek samping lainnya


Dilaporkan adanya sakit kepala, mual, kekeringan pada mukosa
mulut

dan beberapa efek antikolinergik lainnya, namun

insidensinya sangat rendah. (Wilkin)


Peringatan
Karena terbatasnya penelitian pada manusia, penggunaan antihistamin non sedasi
pada wanita hamil dan ibu menyusi sebaiknya dihindari.Wilkin
Interaksi obat
Perpanjangan QT interval dapat terjadi pada penderita yang megkonsumsi
terfenadin bersamaan dengan ketokonazol dan intrakonazol, antibiotik makrolid,
seperti eritromisin dan klaritromisin, troleandomisin, lovastatin, inhibitor protease
dan flavonoid, seperti naringin dalam sari buah anggur.
Obat-obatan lain yang dapat berpengaruh pada peningkatan kadar
antihistamin serum dan yang memiliki risiko kardiovaskular adalah Human
Immunodeficiency Virus-1 (HIV-1) protease inhibitors, Selective Serotonin
Reuptake Inhibitors (SSRI) antidepresant, seperti quinin, zileuton. (Wolverton)
Klorfeniramin
Klorfeniramin merupakan antihistamin sedatif dari golongan alkilamin
yang paling poten dan stabil. Setelah pemberian dosis tunggal per oral,
klorfeniramin diabsorbsi dengan baik dan cepat pada saluran pencernaan,
mencapai kadar puncak plasma dalam waktu 30-60 menit, melalui metabolisme
pertama di hati dan di mukosa saluran pencernaan selama proses absorbsi,
kemudian didistribusikan secara luas ke seluruh tubuh termasuk susunan saraf

13

pusat.(Jalbani, Murphy). Sebanyak 50% dari dosis yang diberikan diekskresikan terutama
melalui urin dalam waktu 12 jam dalam bentuk asal dan metabolitnya.

(Murphy)

Lama kerja dari klorfeniramin adalah 4-6 jam.(Goodman and Gilman) Dosis yang
diberikan 4-6 mg peroral dapat diberikan 3-4x/hari, dengan dosis maksimal 24 mg
per hari baik pada anak-anak dan dewasa. (Arndt)
Sediaan:
-

Klorfeniramin elixir, 2 mg/5ml: 120 ml, 480 ml (Arndt)

Klorfeniramin tablet 2 mg dan 4 mg (Arndt)

Klorfeniramin retarded tablet 8 mg dan 12 mg (Arndt)

Difenhidramin
Difenhidramin adalah derivat etanolamin yang sering digunakan dalam
praktek sehari-hari, diabsorbsi dengan baik setelah pemberian per oral. Obat ini
mengalami metabolisme pertama di hati, dan hanya 40%-60%

dari dosis

pemberian yang mencapai sirkulasi sistemik, didistribusikan secara luas ke


seluruh tubuh, termasuk sistem saraf pusat. Kadar puncak plasma dicapai dalam
waktu kurang lebih 1-5 jam dan bertahan selama 2 jam. Waktu paruh bervariasi
dari 2,4 sampai 10 jam. (Goodman and Gillman, Murphy)
Difenhidramin tidak dapat diberikan secara subkutan, intradermal atau
perivaskular karena sifatnya yang iritatif dan dapat menyebabkan nekrosis
setempat pada pemberian secara subkutan dan intradermal. Difenhidramin tidak
dapat menembus jaringan kulit yang intak pada pemberian secara topikal, bahkan
dapat menyebabkan reaksi hipersensitivitas. (Murphy)
Dosis pemberian adalah 25 mg-50 mg per oral, dosis maksimal 300
mg/hari, dengan lama kerja 4-6 jam. (Arndt, Goodman and Gilman) Pemberian 100 mg atau
lebih dapat menyebabkan hipertensi, takikardia, perubahan gelombang T dan
pemendekan dari diastole. (Arndt)
Sediaan :
-

Difenhidramin kapsul 25 dan 50 mg (Arndt)

Difenhidramin elixir (12,5 mg/5 ml): 120 cc, 480 cc (Arndt)

Difenhiramin injeksi (50 mg/ml) : 1 ml ampul

Difenhidramin spray : 60 ml (Arndt)

14

Hidroksizin
Hidroksizin merupakan derivat dari piperazin, sering digunakan sebagai
transquilizer, sedatif, antipruritus dan antiemetik. Kadar plasma biasanya dicapai
dalam 2-3 jam setelah pemberian per oral, dengan waktu paruh 6 jam kemudian
diekskresikan ke dalam urin.

(Murphy)

Hidroksizin merupakan obat pilihan untuk

pengobatan dermatografisme dan urtikaria kolinergik, dapat digunakan sendirian


ataupun kombinasi dengan antihistamin lainnya untuk manajemen pengobatan
urtikaria kronis, urtikaria akut, dermatitis kontak, dermatitis atopik dan pruritus
yang diinduksi oleh histamin. Lama kerja dari obat ini adalah 6-24 jam dengan
dosis pemberian 10 mg sampai 50 mg peroral, setiap 4 jam.(Arndt)
Sediaan:
-

Hidroksizin tablet 10 mg, 25 mg, 50 mg dan 100 mg (Arndt)

Hiroksizin injeksi 25 mg/ml, 50 mg/ml (Arndt)

Hidroksizin sirup 10 mg/5ml: 240 ml, 480 ml(Arndt)

Loratadin
Loratadin adalah trisiklik piperidin long acting yang mempunyai aktivitas
yang selektif dengan efek sedatif dan antikolinergik yang minimal pada dosis
yang direkomendasikan, merupakan antihistamin yang mempunyai masa kerja
yang lama. Metabolik utamanya, deskarboetoksi-loratadin, adalah biologikal
aktifnya.
Loratadin cepat diabsorbsi setelah pemberian dosis 10 mg, sekali sehari
dan mencapai konsentrasi plasma maksimum dalam 1-1,5 jam. Eliminasi waktu
paruhnya sekitar 8-11 jam, diekskresikan melalui urine 40%, feses 42% dan air
susu 0,029%. Loratadin diindikasikan untuk rinitis alergi dan urtikaria kronik
idiopatik pada pasien diatas 6 tahun. Loratadin mempunyai efek terhadap fungsi
dari miokardial potasium channel tetapi tidak menyebabkan disritmia jantung.

15

Loratadin merupakan long acting antihistamin dengan lama kerja 24 jam.


(Goodman and Gilman)

Dosis yang direkomendasikan 10 mg dosis oral, pada anak-anak (<

30 kg) adalah 5 mg/kg BB dosis tunggal. Meskipun loratadin tidak mempunyai


kontraindikasi pada penderita hati dan ginjal kronis, disarankan untuk mengurangi
dosis yang diberikan. (Wolverton, Wilkin)
Sediaan:
-

Loratadin sirup (1 mg/ml): 480 ml (Arndt, Wolverton)

Loratadin tablet 10 mg(Arndt, Wolverton)

Loratadin reditabs 10 mg(Arndt, Wolverton)

Cetirizin
Merupakan metabolit karboksil asid dari hidroksin. Obat ini pada manusia
hanya mempunyai transformasi metabolik yang minimal menjadi bentuk metabolit
aktif dan obat ini terutama diekskresi lewat urin. Karena cetirizin cepat diabsorbsi
dan sedikit yang dimetabolisme, dan juga diekskresi lewat urin, maka dosis obat
ini harus dikurangi pada pasien dengan gangguan ginjal.
Kadar puncak plasma dicapai dalam 1 jam dan waktu paruh plasma sekitar
7 jam, diekskresikan dalam urine sebanyak 60% dan feses 10%. Cetirizin dapat
menghambat eosinofil, netrofil dan basofil dan menghambat IgE serta
menurunkan prostaglandin D2. Cetirizin diindikasikan untuk terapi urtikaria
kronik di Amerika Serikat. Beberapa studi kemudian mendukung khasiat cetirizin
untuk kondisi ini dan juga ditemukan khasiatnya untuk terapi cold urtikaria.
Dosis yang direkomendasikan untuk dewasa 10 mg/hari (maksimal 20 mg)
dosis tunggal, pada anak-anak adalah 0,3 mg/kgBB sedangkan pada pasien dengan
gangguan ginjal kronik dan hepar dosis yang diberikan adalah 5 mg/hari. Lama
kerja dari cetirizin adalah 12-24 jam. (Goodman and Gilman)
Sediaan:
-

Cetirizin tablet 5 mg, 10 mg (Arndt)

Cetirizin sirup 5mg/ml: 120 ml (Arndt)

Feksofenadin

16

Feksofenadin, metabolit aktif utama dari terfenadin, merupakan reseptor


kompetitif antagonis H-1 yang selektif dengan sedikit atau tanpa efek samping
antikolinergik dan non sedatif, serta bersifat non kardiotoksik(Wolverton, Arndt, Wilkin)
Feksofenadin diabsorbsi cepat setelah pemberian dosis tunggal atau dua
kapsul 60 mg dengan waktu rata-rata mencapai konsentrasi plasma maksimum 1-3
jam setelah pemberian per oral. Feksofenadin terikat pada protein plasma sekitar
60-70%, terutama pada albumin dan 1-acid gylcoprotein. Waktu paruh
feksofenadin adalah 11-15 jam,

(Wolverton)

diekskresikan sebanyak 80% pada urine

dan 12% pada feses.(Fitzpatrick, Wolverton)


Feksofenadin diindikasikan pada penderita rinitis alergi dan urtikaria
idiopatik kronis.(Arndt)Pemberian feksofenadin bersama antibiotik golongan
makrolid dan obat anti jamur golongan imidazol tidak menunjukkan adanya
interaksi obat sehingga tidak terdapat pemanjangan interval QT.(Wolverton)
Sediaan :
-

Feksofenadin kapsul 30 dan 60 mg (Arndt)

Feksofenadin tablet 60 mg (Arndt)

17

DAFTAR PUSTAKA

1.

Katzung GB, Julius DJ. Histamine, serotonin, and the ergot alkaloids. Dalam:
Katzung BG, penyunting. Basic and clinical pharmacology. Edisi ke-6. San
Fransisco: Prentice-Hall International Incorporation; 1995.

2.

Mycek MJ, Harvey RA, Champe PC. Farmakologi Ulasan Bergambar, autacoid
dan antagonis autacoid Edisi ke-2. Philadelphia: Lippincott; 2000.

3.

Soter NA. Antihistamines. Dalam: Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen
KF, Goldsmith LA, Katz SI, penyunting. Fitzpatricks dermatology in
general medicine. Edisi ke-6. New York: McGraw-Hill Incorporation; 2003.

4.

MIMS INDONESIA. Volume 32 No. 3; 2003

18

Anda mungkin juga menyukai