Anda di halaman 1dari 12

FILARIASIS

Filariasis adalah penyakit menular (Penyakit Kaki Gajah) yang disebabkan


oleh cacing Filaria yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Penyakit ini
bersifat menahun ( kronis ) dan bila tidak mendapatkan pengobatan dapat
menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin
baik perempuan maupun laki-laki. Akibatnya penderita tidak dapat bekerja secara
optimal bahkan hidupnya tergantung kepada orang lain sehingga menjadi beban
keluarga, masyarakat dan negara.
Di Indonesia penyakit Kaki Gajah tersebar luas hampir di seluruh provinsi.
Berdasarkan laporan dari hasil survei pada tahun 2000 yang lalu tercatat
sebanyak 1553 desa di 647 Puskesmas tersebar di 231 Kabupaten 26 Propinsi
sebagai lokasi yang endemis, dengan jumlah kasus kronis 6233 orang. Hasil
survei laboratorium, melalui pemeriksaan darah jari, rata-rata mikrofilaria rate
(Mf rate) 3,1 %, berarti sekitar 6 juta orang sudah terinfeksi cacing filaria dan
sekitar 100 juta orang mempunyai resiko tinggi untuk ketularan karena vektornya
tersebar luas.
WHO sudah menetapkan Kesepakatan Global (The Global Goal of
Elimination of Lymphatic Filariasis as a Public Health problem by The Year
2020). Program eliminasi dilaksanakan melalui pengobatan massal dengan DEC
dan Albendazol setahun sekali selama 5 tahun di lokasi yang endemis dan
perawatan kasus klinis baik yang akut maupun kronis untuk mencegah kecacatan
dan mengurangi penderitanya. Indonesia akan melaksanakan eliminasi penyakit
kaki gajah secara bertahap dimulai pada tahun 2002 di 5 kabupaten. Perluasan
wilayah akan dilaksanakan setiap tahun. Penyebab penyakit kaki gajah adalah tiga
spesies cacing filarial yaitu; Wucheria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori.
Vektor penular : di Indonesia hingga saat ini telah diketahui ada 23 spesies
nyamuk dari genus Anopheles, Culex, Mansonia, Aedes, dan Armigeres yang
dapat berperan sebagai vektor penular penyakit kaki Gajah

DEFINISI FILARIASIS
Filariasis adalah suatu penyakit yang sering pada daerah subtropik dan tropik,
disebabkan oleh parasit nematoda pada pembuluh limfe seperti Wuchereria
Bancrofti. Filariasis disebabkan oleh infeksi cacing yang menyerang jaringan
viscera,

parasit

ini

termasuk

kedalam

superfamili

Filaroidea,

family

onchorcercidae. Menurut lokasi kelainan yang ditimbulkan, terdapat dua golongan


filariasis, yaitu yang menimbulkan kelainan pada saluran limfe (filariasis limfatik)
dan jaringan subkutis (filariasis subkutan).
Penyebab utama filariasis limfatik adalah Wuchereria bancrofti, Brugia
malayi dan Brugia timori sedangkan filariasis subkutan disebabkan oleh
Onchorcercia spp. Filariasis limfatik yang disebabkan oleh W.bancrofti disebut
juga sebagai Bancroftian filariasis dan yang disebabkan oleh Brugia malayi
disebut sebagai Malayan filariasis. Filariasis limfatik ditularkan melalui gigitan
nyamuk Anopheles spp., Culex spp., Aedes spp. dan Mansonia spp. Filariasis
limfatik merupakan penyebab utama dari kecacatan didaerah endemic sehingga
merupakan masalah kesehatan masyarakat utama.Pada tahun 1997, diperkirakan
paling tidak 128 juta orang terinfeksi, diantaranya adalah anak usia dibawah 15
tahun, 115 juta oleh W. bancrofti dan 15 juta oleh Brugia spp. Penyakit ini tidak
dijumpai lagi di Amerika Utara, Australia, Jepang, dan di beberapa negara
termasuk China.
Di Indonesia, filariasis merupakan penyakit menular yang masih menjadi
masalah kesehatan masyarakat. Di Jawa Barat, hingga November 2008, sebanyak
875 orang telah positif terjangkit filariasis, bahkan 420 orang di antaranya
termasuk penderita kronik,dengan penyebab utama W.bancrofti. Pada beberapa
tahun belakangan terjadi peningkatan kasus limfatik filariasis di daerah perkotaan
( urban lymphatic filariasis) yang disebabkan oleh peningkatan populasi penderita
di per- kotaan akibat urbanisasi dan tersedianya vektor di daerah tersebut.

DAUR HIDUP FILARIASIS


Larva infektif ( larva stadium 3 ) ditularkan ke tubuh manusia melalui gigitan
nyamuk, beberapa jam setelah masuk kedalam darah, larva berubah menjadi
stadium 4 yang kemudian bergerak menuju kelenjar limfe. Sekitar 9 bulan
kemudian larva ini berubah menjadi cacing dewasa jantan dan betina, cacing
dewasa ini terutama tinggal di saluran limfe aferens, terutama di saluran limfe
ekstremitas bawah ( inguinal dan obturator ), ekstremitas atas ( saluran limfe
aksila ), dan untuk W.bancrofti ditambah dengan saluran limfe di daerah genital
laki-laki ( epididimidis, testis, korda spermatikus ). Melalui kopulasi, cacing
betina mengeluarkan larva stadium 1 (bentuk embrionik/mikrofilaria ) dalam
jumlah banyak, dapat lebih dari 10.000 per hari. Mikrofilaria masuk ke dalam
sirkulasi darah mungkin melalui duktus thoracicus, mikrofilaremia ini terutama
sering ditemukan pada malam hari antara tengah malam sampai jam 6 pagi.
Pada saat siang hari hanya sedikit atau bahkan tidak ditemukan
mikrofilaremia, pada saat tersebut mikrofilaria berada di jaringan pembuluh darah
paru. Penyebab periodisitas nokturnal ini belum diketahui, namun diduga sebagai
bentuk adaptasi ekologi lokal, saat timbul mikrofilaremia pada malam hari, pada
saat itu pula kebanyakan vektor menggigit manusia. Diduga pula pH darah yang
lebih rendah saat malam hari berperan dalam terjadinya periodisitas nokturnal.
Darah yang mengandung mikrofilaria dihisap nyamuk, dan dalam tubuh nyamuk
larva mengalami pertumbuhan menjadi larva stadium 2 dan kemudian larva
stadium 3 dalam waktu 10 12 hari. Cacing dewasa dapat hidup sampai 20 tahun
dalam tubuh manusia, rata-rata sekitar 5 tahun .
KLASIFIKASI
Limfedema pada filariasis bancrofti biasanya mengenai seluruh tungkai.
Limfedema tungkai ini dapat dibagi menjadi 4 tingkat, yaitu:
Tingkat 1.

Edema pitting pada tungkai yang dapat kembali normal (reversibel) bila tungkai
diangkat.
Tingkat 2.
Pitting/ non pitting edema yang tidak dapat kembali normal (irreversibel) bila
tungkai diangkat.
Tingkat 3.
Edema non pitting, tidak dapat kembali normal (irreversibel) bila tungkai
diangkat, kulit menjadi tebal.
Tingkat 4.
Edema non pitting dengan jaringan fibrosis dan verukosa pada kulit
(elephantiasis).
GEJALA KLINIS FILARIASIS
Manifestasi gejala klinis filariasis disebabkan oleh cacing dewasa pada sistem
limfatik dengan konsekuensi limfangitis dan limfadenitis. Selain itu, juga oleh
reaksi hipersensitivitas dengan gejala klinis yang disebut occult filariasis. Dalam
proses perjalanan penyakit, filariasis bermula dengan limfangitis dan limfadenitis
akut berulang dan berakhir dengan terjadinya obstruksi menahun dari sistem
limfatik. Perjalanan penyakit berbatas kurang jelas dari satu stadium ke stadium
berikutnya, tetapi bila diurutkan dari masa inkubasi dapat dibagi menjadi:
1. Masa prepaten
Merupakan masa antara masuknya larva infektif sampai terjadinya
mikrofilaremia yang memerlukan waktu kira-kira 37 bulan. Hanya sebagian dari
penduduk di daerah endemik yang menjadi mikrofilaremik, dan dari kelompok
mikrofilaremik inipun tidak semua kemudian menunjukkan gejala klinis. Terlihat

bahwa kelompok ini termasuk kelompok yang asimtomatik baik mikrofilaremik


ataupun amikrofilaremik.
2. Masa inkubasi
Merupakan masa antara masuknya larva infektif hingga munculnya gejala
klinis yang biasanya berkisar antara 8-16 bulan.
3. Gejala klinik akut
Gejala klinik akut menunjukkan limfadenitis dan limfangitis yang disertai
panas dan malaise. Kelenjar yang terkena biasanya unilateral. Penderita dengan
gejala klinis akut dapat mikrofilaremik ataupun amikrofilaremik.
Filariasis bancrofti
Pada filariasis yang disebabkan Wuchereria bancrofti pembuluh limfe alat
kelamin laki-laki sering terkena disusul funikulitis, epididimitis dan orchitis.
Limfadenitis inguinal atau aksila, sering bersama dengan limfangitis retrograd
yang umumnya sembuh sendiri dalam 3-15 hari. Serangan biasanya terjadi
beberapa kali dalam setahun.
Filariasis brugia
Pada filariasis yang disebabkan Brugia malayi dan Brugia timori limfadenitis
paling sering mengenai kelenjar inguinal, sering terjadi setelah bekerja keras.
Kadang-kadang disertai limfangitis retrograd. Pembuluh limfe menjadi keras dan
nyeri, dan sering terjadi limfedema pada pergelangan kaki dan kaki. Penderita
tidak mampu bekerja selama beberapa hari. Serangan dapat terjadi 12 kali dalam
satu tahun sampai beberapa kali perbulan. Kelenjar limfe yang terkena dapat
menjadi abses, memecah, membentuk ulkus dan meninggalkan parut yang khas,
setelah 3 minggu hingga 3 bulan.
4. Gejala menahun
Gejala menahun terjadi 10-15 tahun setelah serangan akut pertama.

Mikrofilaria jarang ditemukan pada stadium ini, sedangkan limfadenitis masih


dapat terjadi. Gejala kronis ini menyebabkan terjadinya cacat yang mengganggu
aktivitas penderita serta membebani keluarganya.
Filariasis bancrofti
Keadaan yang sering dijumpai adalah hidrokel. Di dalam cairan hidrokel
dapat ditemukan mikrofilaria. Limfedema dan elefantiasis terjadi di seluruh
tungkai atas, tungkai bawah, skrotum, vulva atau buah dada, dengan ukuran
pembesaran di tungkai dapat 3 kali dari ukuran asalnya.C hyl uri a dapat terjadi
tanpa keluhan, tetapi pada beberapa penderita menyebabkan penurunan berat
badan dan kelelahan.
Filariasis brugia
Elefantiasis terjadi di tungkai bawah di bawah lutut dan lengan bawah.
Ukuran pembesaran ektremitas umumnya tidak melebihi 2 kali ukuran asalnya.
DIAGNOSA
1.

Diagnosis Klinik
Diagnosis klinik ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan klinik.

Diagnosis klinik penting dalam menentukan angka kesakitan akut dan


menahun(Acute and Chronic Disease Rate). Pada keadaan amikrofilaremik, gejala
klinis yang mendukung dalam diagnosis filariasis adalah gejala dan tanda
limfadenitis retrograd, limfadenitis berulang dan gejala menahun.
2.

Diagnosis Parasitologik
Diagnosis parasitologik ditegakkan dengan ditemukannya mikrofilaria pada

pemeriksaan darah kapiler jari pada malam hari. Pemeriksaan dapat dilakukan
siang hari, 30 menit setelah diberi DEC 100 mg. Dari mikrofilaria secara

morfologis dapat ditentukan species cacing filaria.


3.

Radiodiagnosis
Pemeriksaan dengan ultrasonografi (USG) pada skrotum dan kelenjar limfe

inguinal penderita akan memberikan gambaran cacing yang bergerak- gerak


(filarial dance sign). Pemeriksaan limfosintigrafi dengan menggunakan dekstran
atau albumin yang dilabel dengan radioaktif akan menunjukkan adanya
abnormalitas sistem limfatik, sekalipun pada penderita yang mikrofilaremia
asimtomatik.
4.

Diagnosis Immunologi
Pada keadaan amikrofilaremia seperti pada keadaan prepaten, inkubasi,

amikrofilaremia dengan gejala menahun, occult filariasis, maka deteksi antibodi


dan/atau antigen dengan cara immunodiagnosis diharapkan dapat menunjang
diagnosis. Adanya antibodi tidak menunjukkan korelasi positif dengan
mikrofilaremia, tidak membedakan infeksi dini dan infeksi lama. Deteksi antigen
merupakan deteksi metabolit, ekskresi dan sekresi parasit tersebut, sehingga lebih
mendekati diagnosis parasitologik. Gib 13, antibodi monoklonal terhadapO.
Gibsoni menunjukkan korelasi yang cukup baik dengan mikrofilaremiaW.bancr
ofti di Papua New Guinea.
DIAGNOSA BANDING FILARIASIS
Pasien yang datang dengan pitting edema, lihat apakah kurang dari 40 detik
atau lebih dari 40 detik. Jika kurang dari 40 detik maka hipoalbuminemia yang
dapat disebabkan oleh penurunan sintesis protein atau peningkatan kehilangan
protein. Jika lebih dari 40 detik maka normoalbuminemia yang dapat disebabkan
olehv e nous hypertension dan identifikasi apakah ada peningkatan tekanan vena
leher. Jika ada maka systemic venous hypertension (cardiac diseases) dan jika
tidak makav e nous insufficiencyata u obstruction.

Selain itu, perlu kita ketahui apakah edema unilateral atau bilateral. Jika
edema unilateral maka lihat apakahn onpitting dannont e nde r? Jika ya, maka
kemungkinan adalah limfedema, obstruksi oleh filariasis, infeksi streptokokkus
yang berulang, dan malignancy. Jikapitti ng dant ender, maka kemungkinan
adalah trombosis, kista Baker, dan akut selulitis.
Bilateral edema, perlu diketahui apakah non pitting dan non tender? Jika ya,
maka kemungkinan adalah limfedema. Jika pitting dan tender, lihat apakah cepat
atau lambat. Jika lambat maka kemungkinan adalah oleh venous hypertension dan
identifikasi apakah ada peningkatan tekanan vena leher. Jika ada maka edema
jantung. Jika tidak maka venous hypertension atau occlusion. Jika cepat maka
apakah ada penurunan protein. Jika ada maka kemungkinan penurunan sintesis
protein atau peningkatan kehilangan protein. Selain itu, diagnosa banding dari
filariasis adalah hernia inguinalis, knobs, kiluria, pembesaran ekstremitas.
Diagnosa banding untuk TPE.
OBAT FILARIASIS
Dietilkarbamasin sitrat (DEC) merupakan obat filariasis yang ampuh, baik
untuk filariasis bancrofti maupun brugia, bersifat makrofilarisidal dan
mikrofilarisidal. Obat ini ampuh, aman dan murah, tidak ada resistensi obat, tetapi
memberikan reaksi samping sistemik dan lokal yang bersifat sementara. Reaksi
sistemik dengan atau tanpa demam, berupa sakit kepala, sakit pada berbagai
bagian tubuh, persendian, pusing, anoreksia, kelemahan, hematuria transien,
alergi, muntah dan serangan asma.
Reaksi lokal dengan atau tanpa demam, berupa limfadenitis, abses, ulserasi,
limfedema transien, hidrokel, funikulitis dan epididimitis. Reaksi samping
sistemik terjadi beberapa jam setelah dosis pertama, hilang spontan setelah 2-5
hari dan lebih sering terjadi pada penderita mikrofilaremik. Reaksi samping lokal
terjadi beberapa hari setelah pemberian dosis pertama, hilang spontan setelah
beberapa hari sampai beberapa minggu dan sering ditemukan pada penderita

dengan gejala klinis. Reaksi sampingan ini dapat diatasi dengan obat simtomatik.
Reaksi samping ditemukan lebih berat pada pengobatan filariasis brugia,
sehingga dianjurkan untuk menurunkan dosis harian sampai dicapai dosis total
standar, atau diberikan tiap minggu atau tiap bulan. Karena reaksi samping DEC
sering menyebabkan penderita menghentikan pengobatan, maka diharapkan dapat
dikembangkan penggunaan obat lain (seperti Ivermectin) yang tidak/kurang
memberi efek samping sehingga lebih mudah diterima oleh penderita. DEC tidak
dapat dipakai untuk khemoprofilaksis.
Pengobatan diberikan peroral sesudah makan malam, diserap cepat, mencapai
konsentrasi puncak dalam darah dalam 3 jam, dan diekskresi melalui air kemih.
DEC tidak diberikan pada anak berumur kurang dari 2 tahun, ibu hamil/menyusui,
dan penderita sakit berat atau dalam keadaan lemah. Pada filariasis bancrofti,
Dietilkarbamasin diberikan selama 12 hari sebanyak 6 mg/kg berat badan,
sedangkan untuk filariasis brugia diberikan 5 mg/kg berat badan selama 10 hari.
Pada occult filariasis dipakai dosis 5 mg/kg berat badan selama 23 minggu.
Pengobatan sangat baik hasilnya pada penderita dengan mikrofilaremia, gejala
akut, limfedema, chyluria dan elephantiasis dini. Sering diperlukan pengobatan
lebih dari 1 kali untuk mendapatkan penyembuhan sempurna.
Elephantiasis dan hidrokel memerlukan penanganan ahli bedah. Pengobatan
nonfarmako pada filariasis adalah istirahat di tempat tidur, pengikatan di daerah
pembendungan untuk mengurangi edema, peninggian tungkai, perawatan kaki,
pencucian dengan sabun dan air, ekstremitas digerakkan secara teratur untuk
melancarkan aliran, menjaga kebersihan kuku, memakai alas kaki, mengobati luka
kecil dengan krim antiseptik atau antibiotik, dekompresi bedah, dan terapi nutrisi
rendah lemak, tinggi protein dan asupan cairan tinggi Pemberantasan filariasis
ditujukan pada pemutusan rantai penularan, dengan cara pengobatan untuk
menurunkan morbiditas dan mengurangi transmisi oleh vektor.

Pemberantasan filariasis di Indonesia dilaksanakan oleh Puskesmas dengan


tujuan:
1.

Menurunkan Acute Disease Rate (ADR) menjadi 0%

2.

Menurunkan microfilarial(mf) rate menjadi < 5%

3.

Mempertahankan Chronic Disease Rate (CDR)


Sasaran pemberantasan adalah daerah endemis lama yang potensial masih ada

penularan dan daerah endemis baru. Dengan prioritas sasaran ditujukan pada:
1. Daerah endemis lama dengan mf rate> 5%
2. Daerah

endemis

lama

dan

baru

yang

merupakan

daerah

pembangunan,transmigrasi, pariwisata dan perbatasan .


Kegiatan pemberantasan meliputi pengobatan, pemberantasan nyamuk dan
penyuluhan. Pengobatan merupakan kegiatan utama dalam pemberantasan
filariasis, yang akan menurunkan ADR dan mf rate. Di suatu daerah yang
diperkirakan

endemik

filariasis,

perlu

diselenggarakan

suatu

surveilans

epidemiologis.
Pada daerah tersebut 10% dari penduduknya perlu diperiksa untuk
menentukan Acute Disease Rate dan mf rate. Pengobatan massal dilakukan bila
ADR> 0%, dan mf rate > 5%; sedangkan pengobatan selektif dilakukan bila ADR
= 0%, dan mf rate < 5%. Dalam pelaksanaan pemberantasan dengan pengobatan
menggunakan DEC ada beberapa cara yaitu dosis standard, dosis bertahap dan
dosis rendah. Dianjurkan Puskesmas menggunakan dosis rendah yang mampu
menurunkan mf rate sampai < 1%. Pelaksanaan melalui peran serta masyarakat
dengan prinsip dasa wisma. Penduduk dengan usia kurang dari 2 tahun, hamil,
menyusui dan sakit berat ditunda pengobatannya.
DEC diberikan setelah makan dan dalam keadaan istirahat.

1. Dosis standar
Dosis tunggal5 mg/kg berat badan; untuk filariasis bancrofti selama 15 hari, dan
untuk filariasis brugia selama 10 hari.
2. Dosis bertahap
Dosis tunggal 1 tablet untuk usia lebih dari 10 tahun, dan 1/2 tablet untuk usia
kurang dari 10 tahun; disusul 5 mg/kg berat badan pada hari 5-12 untuk filariasis
bancrofti dan pada hari 5-17 untuk filariasis brugia.
3. Dosis rendah
Dosis tunggal 1 tablet untuk usia lebih dari 10 tahun, 1/2 tablet untuk usia < 10
tahun, seminggu sekali selama 40 minggu.
Kegiatan pemberantasan nyamuk terdiri atas:
1. Pemberantasan nyamuk dewasa
a.

.Anopheles : residual indoor spraying

b.

Aedes : aerial spraying

2. Pemberantasan jentik nyamuk


a.

Anopheles : Abate 1%

b.

Culex : minyak tanah

c.

Mansonia : melenyapkan tanaman air tempat perindukan, mengeringkan rawa dan


saluranair

3. Mencegah gigitan nyamuk

a.

Menggunakan kawat nyamuk/kelambu

b.

Menggu na ka n repellent

Penyuluhan tentang penyakit filariasis dan penanggulangannya perlu


dilaksanakan sehingga terbentuk sikap dan perilaku yang baik untuk menunjang
penanggulangan filariasis. Sasaran penyuluhan adalah penderita filariasis beserta
keluarga dan seluruh penduduk daerah endemis, dengan harapan bahwa penderita
dengan gejala klinik filariasis segera memeriksakan diri ke Puskesmas, bersedia
diperiksa darah kapiler jari dan minum obat DEC secara lengkap dan teratur serta
menghindarkan diri dari gigitan nyamuk. Evaluasi hasil pemberantasan dilakukan
setelah 5 tahun, dengan melakukan pemeriksaan vektor dan pemeriksaan darah
tepi untuk deteksi mikrofilaria.
PROGNOSIS FILARIASIS
Pada kasus kasus dini dan sedang, prognosis baik terutama bila pasien
pindah dari daerah endemik. Pengawasan daerah endemik tersebut dapat
dilakukan dengan pemberian obat, serta pemberantasan vektornya. Pada kasus
kasus lanjut terutama dengan edema tungkai, prognosis lebih buruk.
Partono, Felix dan Agnes Kurniawan. 2006. Wuchereria bancrofti. Srisasi
Gandahusada, Herry D. Ilahude, dan Wita pribadi. Parasitologi Kedokteran edisi
ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.35-44.
Pohan, Herdiman T. 2007. Filariasis. Aru W. Sudoyo, Bambang Setiyohadi,
IdrusAlwi,dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III edisi IV. . Jakarta:
BalaiPenerbit FKUI.1767-1770

Anda mungkin juga menyukai