Disusun oleh:
Pembimbing:
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................................................
DAFTAR ISI...................................................................................................................................
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas sumber daya
manusia yang dilakukan secara berkelanjutan. Tujuan pembangunan tersebut dapat
dicapai dengan menyelenggarakan program pembangunan nasional secara berkelanjutan,
terencana dan terarah. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari
pembangunan nasional. Visi pembangunan nasional yang ingin dicapai melalui
pembangunan kesehatan adalah mewujudkan Indonesia sehat tahun 2010. Tujuan
diselenggarakannya pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan
dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang optimal. (Depkes RI, 2004).
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2003, diabetes melitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Hiperglikemia
kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, dan disfungsi
beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah.
Diabetes melitus adalah suatu penyakit metabolik yang ditandai adanya hiperglikemia
yang disebabkan karena defek sekresi insulin, gangguan kerja insulin atau keduanya.
Di Indonesia, prevalensi DM mencapai 15,9-32,73%, dimana diperkirakan
sekitar 5 juta lebih penduduk Indonesia menderita DM. Di masa mendatang, diantara
penyakit degeneratif diabetes adalah salah satu diantara penyakit tidak menular yang
akan meningkat jumlahnya di masa mendatang. WHO membuat perkiraan bahwa pada
tahun 2000 jumlah pengidap diabetes di atas umur 20 tahun berjumlah 150 juta orang
dan dalam kurun waktu 25 tahun kemudian, pada tahun 2025 jumlah tersebut akan
membengkak menjadi 300 juta orang (Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III, 2006).
Prevalensi diabetes mellitus makin meningkat pada usia lanjut. Di Indonesia,
prevalensi DM mencapai 15,9-32,73%, dimana diperkirakan sekitar 5 juta lebih
penduduk Indonesia menderita diabetes mellitus. Menurut penelitian epidemiologi yang
sampai saat ini dilaksanakan di Indonesia, kekerapan diabetes di Indonesia berkisar
antara 1,4 dengan 1,6%. Terjadi tendensi kenaikan kekerapan diabetes secara global
terutama disebabkan oleh karena peningkatan kemakmuran suatu populasi, maka dengan
demikian dapat dimengerti bila suatu saat atau lebih tepat lagi dalam kurun waktu 1 atau
2 dekade yang akan datang kekerapan DM di Indonesia akan meningkat dengan drastis.
Indonesia akan menempati peringkat nomor 5 sedunia dengan jumlah pengidap diabetes
sebanyak 12,4 juta orang pada tahun 2025, naik 2 tingkat dibanding tahun 1995.
Menurut penjelasan di buku Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Bab Diabetes Mellitus
di Indonesia, dikatakan bahwa dalam jangka waktu 30 tahun penduduk Indonesia akan
naik sebesar 40% dengan peningkatan jumlah pasien diabetes yang jauh lebih besar yaitu
86-138% yang disebabkan oleh karena :
a) faktor demografi
b) gaya hidup yang kebarat-baratan
c) berkurangnya penyakit infeksi dan kurang gizi
d) meningkatnya pelayanan kesehatan hingga umur pasien diabetes semakin
panjang
Mengingat jumlah pasien yang akan membengkak dan besarnya biaya perawatan
diabetes yang terutama disebabkan oleh karena komplikasinya, maka upaya yang baik
adalah pencegahan. Menurut WHO tahun 1994, upaya pencegahan pada diabetes ada tiga
jenis, antara lain :
a) Pencegahan primer. Semua aktivitas yang digunakan untuk mencegah
timbulnya hiperglikemia pada inividu yang beresiko mengidap diabetes
mellitus atau pada populasi.
b) Pencegahan sekunder. Menemukan pengidap DM sedini mungkin, misalnya
dengan tes penyaringan. Dengan demikian pasien diabetes yang sebelumnya
tidak terdiagnosis dapat terjaring.
c) Pencegahan tersier. Semua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan
akibat komplikasi tersebut.
Strategi pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan melalui pendekatan
4
masyarakat yang bertujuan untuk mengubah perilaku masyarakat umum dan pendekatan
individu beresiko tinggi yang dilakukan pada individu yang beresiko mengidap diabetes
(Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III, 2006).
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) sebagai ujung tombak pelayanan
kesehatan masyarakat merupakan salah satu tataran pelaksanaan pendidikan dan
pemantauan kesehatan masyarakat. Pemantauan dan deteksi diabetes mellitus sedini
mungkin merupakan bagian dari tugas tenaga kesehatan puskesmas di wilayah kerjanya
masing-masing.
Mengingat pentingnya tugas tenaga kesehatan puskesmas dalam pemantauan dan
deteksi diabetes melitus, maka pemahaman dan keterampilan setiap petugas tenaga
kesehatan puskesmas dalam konsep teknis deteksi dan intervensi dini diabetes melitus
menjadi sangat penting. Atas latar belakang tersebut dilaksanakan mini project sosialisasi
dan pelatihan deteksi dan intervensi diabetes mellitus kepada kader kesehatan di
Kelurahan Sanan Wetan.
Puskesmas Sananwetan?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
-
Peningkatan
kualitas
pelayanan
kesehatan
masyarakat
di
Puskesmas Sananwetan?.
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat bagi Penulis
-
Menambah
pemahaman
para
tenaga
kesehatan
puskesmas
Sebagai
bahan
evaluasi
bagi
Puskesmas
Sananwetan
tentang
gambaran
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes melitus merupakan
suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena
kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Sedangkan menurut WHO 1980
dikatakan bahwa diabetes melitus sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi
yang merupakan akibat dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau
relatif dan gangguan fungsi insulin. 4
2.2 Klasifikasi
Klasifikasi Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA), 2005,
yaitu1 :
1. Diabetes Melitus Tipe 1
DM ini disebabkan oleh kekurangan insulin dalam darah yang terjadi akibat kerusakan
dari sel beta pankreas. Gejala yang menonjol adalah sering kencing (terutama malam
hari), sering lapar dan sering haus, sebagian besar penderita DM tipe ini berat badannya
normal atau kurus. Biasanya terjadi pada usia muda dan memerlukan insulin seumur
hidup.
2. Diabetes Melitus Tipe 2
DM ini disebabkan insulin yang ada tidak dapat bekerja dengan baik, kadar insulin dapat
normal, rendah atau bahkan meningkat tetapi fungsi insulin untuk metabolisme glukosa
tidak ada atau kurang. Akibatnya glukosa dalam darah tetap tinggi sehingga terjadi
hiperglikemia, dan 75% dari penderita DM type II ini dengan obesitas atau kegemukan
dan biasanya diketahui DM setelah usia 30 tahun.
3. Diabetes Melitus Tipe lain
a. Defek genetik pada fungsi sel beta
b. Defek genetik pada kerja insulin
c. Penyakit eksokrin pankreas
7
d. Endokrinopati
e. Diinduksi obat atau zat kimia
f. Infeksi
g. Imunologi
4. DM Gestasional
DM TIPE LAIN :
DM TIPE 2 :
insulin
Defisiensi
Defisiensi
insulin absolut
relatif :
akibat destuksi
1, defek sekresi
sel beta,
insulin lebih
karena:
dominan daripada
Pankreatektomy
1.autoimun
resistensi insulin.
2. idiopatik
2. resistensi insulin
hipertiroidisme
lebih dominan
daripada defek
DM
GESTASIONAL
genetik terhadap penyakit ini. Kedua, keadaan lingkungan seperti infeksi virus diyakini
merupakan satu mekanisme pemicu, tetapi agen noninfeksius juga dapat terlibat. Tahap ketiga
adalah insulitis, sel yang menginfiltrasi sel pulau adalah monosit/makrofag dan limfosit T
teraktivasi. Tahap keempat adalah perubahan sel beta sehingga dikenal sebagai sel asing.
Tahap kelima adalah perkembangan respon imun. Karena sel pulau sekarang dianggap
sebagai sel asing, terbentuk antibodi sitotoksik dan bekerja sama dengan mekanisme imun
seluler. Hasil akhirnya adalah perusakan sel beta dan penampakan diabetes.5
2.4.2 Diabetes Melitus Tipe 2
Pasien DM tipe 2 mempunyai dua defek fisiologik : sekresi insulin abnormal dan
resistensi terhadap kerja insulin pada jaringan sasaran (target). Abnormalitas yang utama
tidak diketahui. Secara deskriptif, tiga fase dapat dikenali pada urutan klinis yang biasa.
Pertama, glukosa plasma tetap normal walaupun terlihat resistensi insulin karena kadar
insulin meningkat. Pada fase kedua, resistensi insulin cenderung memburuk sehingga
meskipun konsentrasi insulin meningkat, tampak intoleransi glukosa dalam bentuk
hiperglikemia setelah makan. Pada fase ketiga, resistensi insulin tidak berubah, tetapi sekresi
insulin menurun, menyebabkan hiperglikemia puasa dan diabetes yang nyata.5
2.5
Manifestasi Klinik
Berdasarkan keluhan klinik, biasanya pasien Diabetes Melitus akan mengeluhkan apa
yang disebut 4P : polifagi dengan penurunan berat badan, Polidipsi dengan poliuri, juga
keluhan tambahan lain seperti sering kesemutan, rasa baal dan gatal di kulit 1.
Kriteria diagnostik :
Gejala klasik DM ditambah Gula Darah Sewaktu 200 mg/dl. Gula darah sewaktu
merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memerhatikan waktu makan
terakhir, atau
Kadar Gula Darah Puasa 126 mg/dl. Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori
tambahan sedikit nya 8 jam, atau
Kadar gula darah 2 jam pada TTGO 200 mg/dl. TTGO dilakukan dengan standard WHO,
menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang
dilarutkan dalam air.8
9
Gejala tidak klasik ditambah hasil pemeriksaan gula darah abnormal minimal 2x.3
(dengan
karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa.
Berpuasa paling sediikt 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih
2.6 Komplikasi
a. Penyulit akut
1. Ketoasidosis diabetik
KAD adalah suatu keadaan dimana terdapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan
penningkatan hormon kontra regulator (glukagon, katekolamin, kortisol dan hormon
pertumbuhan). Keadaan tersebut menyebabkan produksi glukosa hati meningkat dan
penggunaan glukosa oleh sel tubuh menurun dengan hasil akhir hiperglikemia.
Berkurangnya insulin mengakibatkan aktivitas kreb cycle menurun, asetil Ko-A dan
Ko-A bebas akan meningkat dan asetoasetil asid yang tidak dapat diteruskan dalam
kreb cycle tersebut juga meningkat. Bahan-bahan energi dari lemak yang kemudian di
oksidasi untuk menjadi sumber energi akibat sinyaling sel yang kekurangan glukosa
akan mengakibatkan end produk berupa benda keton yang bersifat asam. Disamping
itu glukoneogenesis dari protein dengan asam amino yang mempunyai ketogenic
10
effect menambah beratnya KAD. Kriteria diagnosis KAD adalah GDS > 250 mg/dl,
pH <7,35, HCO3 rendah, anion gap tinggi dan keton serum (+). Biasanya didahului
gejala berupa anorexia, nausea, muntah, sakit perut, sakit dada dan menjadi tanda khas
adalah pernapasan kussmaul dan berbau aseton.
2. Koma Hiperosmolar Non Ketotik
Ditandai dengan penurunan kesadaran dengan gula darah lebih besar dari 600 mg%
tanpa ketosis yang berartidan osmolaritas plasma melebihi 350 mosm. Keadaan ini
jarang mengenai anak-anak, usia muda atau diabetes tipe non insulin dependen karena
pada keadaan ini pasien akan jatuh kedalam kondisi KAD, sedang pada DM tipe 2
dimana kadar insulin darah nya masih cukup untuk mencegah lipolisis tetapi tidak
dapat mencegah keadaan hiperglikemia sehingga tidak timbul hiperketonemia
3. Hipoglikemia
Ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah < 60 mg% tanpa gejala klinis atau
GDS < 80 mg% dengan gejala klinis. Dimulai dari stadium parasimpatik: lapar, mual,
tekanan darah turun. Stadium gangguan otak ringan : lemah lesu, sulit bicara
gangguan kognitif sementara. Stadium simpatik, gejala adrenergik yaitukeringat
dingin pada muka, bibir dan gemetar dada berdebar-debar. Stadium gangguan otak
berat, gejala neuroglikopenik : pusing, gelisah, penurunan kesadaran dengan atau
tanpa kejang.
b. Penyulit menahun
1. Mikroangiopati
Terjadi pada kapiler arteriol karena disfungsi endotel dan trombosis
Retinopati Diabetik
retinopati diabetik nonproliferatif, karena hiperpermeabilitas dan inkompetens vasa.
Kapiler
membentuk
kantung-kantung
kecil
menonjol
seperti
titik-titik
11
Pada retinopati diabetik prolferatif terjadi iskemia retina yang progresif yang
merangsang neovaskularisasi yang menyebabkan kebocoran protein-protein serum
dalam jumlah besar. Neovaskularisasi yang rapuh ini berproliferasi ke bagian dalam
korpus vitreum yang bila tekanan meninggi saat berkontraksi maka bisa terjadi
perdarahan masif yang berakibat penurunan penglihatan mendadak. Dianjurkan
penyandang diabetes memeriksakan matanya 3 tahun sekali sebelum timbulnya gejala
dan setiap tahun bila sudah mulai ada kerusakan mikro untuk mencegah kebutaan.
Faktor utama adalah gula darah yang terkontrol memperlambat progresivitas
kerusakan retina.
Nefropati Diabetik
Ditandai dengan albuminura menetap > 300 mg/24 jam atau > 200 ig/menit pada
minimal 2x pemeriksaan dalam waktu 3-6 bulan. Berlanjut menjadi proteinuria akibat
hiperfiltrasi patogenik kerusakan ginjal pada tingkat glomerulus. Akibat glikasi
nonenzimatik dan AGE, advanced glication product yang ireversible dan
menyebabkan hipertrofi sel dan kemoatraktan mononuklear serta inhibisi sintesis
nitric oxide sebagai vasadilator, terjadi peningkatan tekanan intraglomerulus dan bila
terjadi terus menerus dan inflamasi kronik, nefritis yang reversible akan berubah
menjadi nefropati dimana terjadi keruakan menetap dan berkembang menjadi chronic
kidney disease.9
Neuropati diabetik
Yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer, berupa hilangnya sensasi
distal. Berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi. Gejala yang sering
dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri dan lebih terasa sakit di malam
hari. Setelah diangnosis DM ditegakkan, pada setiap pasien perlu dilakukan skrining
untuk mendeteksi adanya polineuropati distal dengan pemeriksaan neurologi
sederhana, dengan monofilamen 10 gram, dilakukan sedikitnya setiap tahun.6
2. Makroangiopati
12
2.7
Penatalaksanaan
Tujuan pengobaan mencegah komplikasi akut dan kronik, meningkatkan kualitas hidup
dengan menormalkan KGD, dan dikatakan penderita DM terkontrol sehingga sama dengan
orang normal. Pilar penatalaksanaan Diabetes mellitus dimulai dari :
1.
Edukasi
Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga dan
masyarakat.
2.
1.
2.
3.
4.
13
infeksi berat dimana terjadi proses katabolisme yang tinggi perlu dipertimbangkan
pemberian nutrisi khusus. Masalah lain yang tidak kalah pentingnya adalah masalah
status ekonomi, lingkungan
mg/kg BB/hari .
Pada gangguan fungsi ginjal, jumlah asupan protein diturunkan sampa 0,85 gr/kg BB/hari
14
Batasi konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh, jumlah maksimal 10% dari
B. Kebutuhan Kalori
Menetukan kebutuhan kalori basa yang besarnya 25-30 kalori/ kg BB ideal ditambah atau
dikurangi bergantung pada beberapa factor yaitu jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan
dan lain-lain.
Koreksi :
umur
40-59 th
: -5%
60-69
: -10%
>70%
: -20
aktivitas
Istirahat
: +10%
Aktivitas ringan
: +20%
Aktivitas sedang
: +30%
Aktivitas berat
: +50%
15
berat badan
Kegemukan
: - 20-30%
Kurus
: +20-30%
stress metabolik
: + 10-30%
Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi 20%, makan siang 30% dan
makan malam 25%, serta 2-3 porsi ringan 10-15% diantara porsi besar.
Berdasarkan IMT dihitung berdasarkan berat badan (kg) dibagi dengan tinggi badan
kuadrat (m2).
Kualifikasi status gizi :
BB kurang : < 18,5
BB normal : 18,5 22,9
BB lebih : 23 24,9
3.
Latihan Jasmani
Kegiatan fisik bagi penderita diabetes sangat dianjurkan karena mengurangi resiko
kejadian kardiovaskular dimana pada diabetes telah terjadi mikroangiopati dan
peningkatan lipid darah akibat pemecahan berlebihan yang membuat vaskular menjadi
lebih rentan akan penimbunan LDL teroksidasi subendotel yang memperburuk
kualitas hidup penderita. Dengan latihan jasmani kebutuhan otot akan glukosa
meningkat dan ini akan menurunkan kadar gula darah.
Aktivitas latihan :
5-10 menit pertama : glikogen akan dipecah menjadi glukosa
10-40 menit berikutnya : kebutuhan otot akan glukosa akan meningkat 7-20x. Lemak
juga akan mulai dipakai untuk pembakaran sekitar 40%
> 40 menit : makin banyak lemak dipecah 75-90% .
Dengan makin banyaknya lemak dipecah, makin banyakk pula benda keton yang
terkumpul dan ini menjadi perhatian karena dapat mengarah ke keadaan asidosis.
Latihan berat hanya ditujukan pada penderita DM ringan atau terkontrol saja,
sedangkan DM yang agak berat, GDS mencapai > 350 mg/dl sebaiknya olahraga yang
16
Interval,
Progressive,
Endurance.
Continous
maksudnya
Intervensi Farmakologis
Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai degan
pengaturan makanan dan latihan jasmani.
17
18
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah untuk kemudian
diinaikan secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa darah. Untuk kombinasi OHO
dengan insulin, yang banyak dipakai adalah kombinasi OHO dan insulin basal (kerja
menengah atau kerja lama) yang divberikan pada malam hari atau menjelang tidur. Dengan
pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa yag baik dengan
dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang
diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai
kadar gula darah puasa keesokan harinya. Bila dengan cara seperti ini kadar gula darah
sepanjang hari masih tidak terkendali, maka OHO dihentikan dan diberikan insulin
2.8.
PENCEGAHAN
Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok yang memiliki faktor
resiko, yakni mereka yang belum terkena tetapi berpotensi untuk mendapat DM dan
kelompok intoleransi glukosa. Materi penyuluhan meliputi program penurunan berat
badan, diet sehat, latihan jasmani dan menghentikan kebiasaan merokok. Perencanaan
kebijakan kesehatan ini tentunya diharapkan memahami dampak sosio-ekonomi
penyakit ini, pentingnya menyediakan fasilitas yang memadai dalam upaya
pencegahan primer6.
Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya penyulit
pada pasien yang telah menderita DM. Program ini dapat dilakukan dengan pemberian
pengobatan yang cukup dan tindakan deteksi dini penyulit sejak awal pengelolaan
penyakit DM. Penyulihan ditujukan terutama bagi pasien baru, yang dilakukan sejak
pertemuan pertama dan selalu diulang pada setiap pertemuan berikutnya. Pemberian
antiplatelet dapat menurunkan resiko timbulnya kelainan kardiovaskular pada
penyandang Diabetes.
19
Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang telah mengalami
penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih menlanjut. Pada pencegahan
tersier tetap dilakukan penyuluhan kepada pasien dan juga kelurganya dengan materi upaya
rehabilitasi yang dapat dilakakukan untuk mencapai kualitas hidup yang optimal. Upaya
rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin sebelum kecacatan menetap, misalnya
pemberian aspirin dosis rendah80-325 mg/hari untuk mengurangi dampak mikroangiopati.
Kolaborasi yang baik antar para ahli di berbagai disiplin, jantung, ginjal, mata, bedah
ortopedi, bedah vaskular, radiologi, rehabilitasi medik, gizi, pediatrist dll sangat diperlukan
untuk menunjang keberhasilan pencegahan tersier.
2.9. Gambaran Wilayah Kecamatan Sanan Wetan
Sananwetan
berbatas
wilayah
sebelah
utara
dengan
Kecamatan Sanankulon Kabupaten Blitar dan Kec. Kanigoro Kabupaten Blitar, dan sebelah
barat berbatasan dengan Kecamatan Kepanjenkidul Kota Blitar dan Kecamatan Sukorejo,
Kota Blitar.
2.9.1.2 Pembagian wilayah administrasi
Kecamatan Sananwetan terdiri dari 7 Kelurahan pada lahan seluas 12,149 km 2 yang
merupakan kecamatan dengan wilayah yang paling luas di kota Blitar.
20
21
Wilayah Kecamatan Sananwetan terletak pada ketinggian 156 meter dpl,suhu rata-rata
29 0C, dan curah hujan rata-rata 13,75 mm per tahun.
Kecamatan Sananwetan terbagi dalam 7 Kelurahan, 74 RW dan 249 RT. Dilihat dari
komposisi RW dan RT, Kelurahan Sananwetan memiliki jumlah RW dan RT terbanyak, yaitu
17 RW dan 60 RT, sedangkan kelurahan yang memiliki wilayah paling besar adalah
Kelurahan Gedog yakni 2,65 km2.
2.9.1.3 Data penduduk
Jumlah penduduk Kecamatan Sananwetan pada tahun 2013 telah mencapai 54.945
jiwa, bertambah 382 jiwa dibandingkan dengan tahun 2012. Jumlah penduduk laki-laki
sebesar 27.389 jiwa atau sebesar 49,84 persen dan penduduk perempuan 27.556 jiwa atau
sebesar 50.16 persen dari total penduduk kecamatan Sananwetan.
Berikut merupakan tabel data penduduk di 7 desa di Kecamatan Sananwetan
Jumlah Penduduk sampai dengan tahun 2014 berdasarkan data statistik tiap kelurahan
di Kecamatan Sananwetan sejumlah 53.821 jiwa dengan jumlah KK 17.995 serta mayoritas
penduduk memeluk agama Islam. Adapun jumlah Penduduk Gakin / non Gakin dapat dilihat
pada tabel berikut :
Distribusi jumlah penduduk gakin dan non gakin di Wilayah Kecamatan Sananwetan
tahun 2014 (berdasarkan data survei tahun 2009)
22
Berdasarkan data diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar masyarakat di Wilayah
Kecamatan Sananwetan merupakan masyarakat non gakin (88.23%), sedangkan jumlah
masyarakat miskin sebesar 11,77% untuk data tahun 2010 belum diadakan pendataan ulang
maskin 2010.
2.9.2 Profil Kelurahan Terpilih
2.9.2.1. Kondisi geografis
Kelurahan Sananwetan berbatas wilayah sebelah utara dengan Kelurahan Bendogerit
dan Kelurahan Gedog. Desa ini berbatas wilayah sebelah utara Sungai Lahor Kecamatan
Sumberpucung, sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Gedog, sebelah selatan
dengan Kelurahan Karangtengah dan Kelurahan Plosokerep.
2.9.2.2. Topografi
Kelurahan Sananwetan secara umum memiliki wilayah yang cukup padat yang
ditunjang sarana jalan propinsi dan jalan kota yang rata rata hampir jalan aspal meskipun
sebagian kecil belum di aspal, dan untuk sarana transportasi menggunakan kendaraan milik
pribadi serta tersedia sarana telekomunikasi. Ketinggian wilayah Kecamatan Sananwetan
dari permukaan air laut lebih kurang 156 dpl dengan jenis tanah dataran.
2.9.2.3. Kondisi demografis
Kelurahan Sananwetan memiliki luas wilayah 2,1279 km2 dengan lahan pertanian yang
terdiri dari tanah sawah 64 Ha, lahan kering 146,985 Ha, lahan lainnya 0,835 Ha.
2.9.2.4. Kependudukan
Kelurahan Sananwetan merupakan kelurahan dengan jumlah KK dan penduduk
terbanyak yaitu 4.241 KK dengan 18.175 orang yang terdiri dari laki-laki 13.934 orang,
perempuan 4.241 orang.
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat
mewujudkan
derajat
kesehatan
yang
optimal.
Pembangunan
kesehatan
meliputi
kesehatan
dasar
yang
bermutu
untuk
mencapai
masyarakat
24
baik
yang
disebabkan
karena
penyakit
termasuk
gangguan
2.
3.
Keuangan
4.
5.
Pengelola sarpras
6.
Loket
7.
Caraka
Upaya Kesehatan Masyarakat dan Perorangan
Upaya Kesehatan Wajib
25
2.
Laboratorium
3.
Apotik
Upaya Pelayanan Inovasi
1.
PONED
2.
MTBS
3.
PKPR/Jiwa
Jaringan Pelayanan Puskesmas
Puskesmas Pembantu
3.2.4. Susunan Kepegawaian dan Perlengkapan
a. Susunan Kepegawaian
Adapun Distribusi jumlah dan jenis tenaga kesehatan yang ada di UPTD.
Puskesmas Kecamatan Sananwetan Kota Blitar dapat dilihat pada tabel berikut :
Distribusi Jenis Tenaga Kesehatan di UPTD. Puskesmas Kecamatan
Sananwetan Kota Blitar tahun 2014
26
27
b. Perlengkapan
Sarana Fisik Gedung Puskesmas
TAHU
o.
BANGUNAN
KONDISI FISIK
DAYA
LUAS
DIBA
LISTR
J
ML
BUA
H
LUAS
TANAH
BANGUNAN
NGUN
IK
( WAT
m2
2136.4
m2
496.5
420
1975
2005
T)
1300
3000
Pusk.Induk
Rawat Inap
Puskesmas
1
1
Pembantu
a. Pustu Bendil
b. Pustu
6
1
336
70
1980
1300
Bendogerit
c. Pustu Gedog
d. Pustu
1
1
660
0
70
0
1990
0
900
0
Plosokerep
e. Pustu Klampok
f. Pustu Rembang
Poskesdes
1
1
1
7
5
155.26
450
308
56
70
70
1979
1996
1990
900
900
900
Posyandu
Jum
Jenis
lah
B
AIK
Kendaraan
Roda 4
KONDISI
SED
RUS
ANG
AK
KELAYAKAN
TIDA
YA
( Empat )
Kendaraan
2 Roda
2 ( dua )
8 1
a. Alat-alat Kesehatan
Alat alat kesehatan yang ada di UPTD puskesmas Sananwetan terdiri dari :
1. PERALATAN UNTUK DIAGNOSTIK KLINIK
28
Pengobatan
2. Program Manajemen Puskesmas
Program manajemen puskesmas di Puskesmas Sananwetan terdiri dari :
b.
c.
d.
Kesehatan Jiwa
e.
f.
g.
h.
i.
29
j.
k.
Pengembangan Ukbm
l.
Program Gizi
30
BAB III
METODE PENGUMPULAN DATA, PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI
data tentang pengetahuan terkait definisi, tanda dan gejala, komplikasi serta pencegahan
Diabetes Mellitus
3.1.5
Semua jenis data yang dikumpulkan pada mini project ini adalah data berupa hasil
intervensi. Pengumpulan data yang dilakukan dengan pengisian kuesioner dengan langkahlangkah sebagai berikut:
a. Pelaksana dalam hal ini dokter internship Puskesmas Sananwetan meminta persetujuan
responden untuk melakukan pengisian kuesioner.
b. Memberikan penjelasan tentang tujuan pengumpulan data dan sifat keikutsertaan
responden dalam hal ini.
31
c. Membagikan
kuesioner
kepada
responden
yaitu
kader
Posyandu
Kelurahan
Sananwetan.
d. Memberikan penjelasan kepada responden pada masing-masing pertanyaan yang belum
jelas dan mendampingi selama pengisian kuesioner.
e. Kuesioner yang telah diisi, dikumpulkan dan diperiksa kelengkapannya.
3.2 Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
3.2.1 Metode Intervensi
Metode intervensi yang digunakan dalam mini project ini adalah penyuluhan group
discussion dengan alat bantu slide dengan kuesioner yang dibagikan sebelumnya.
Kuesioner akan diberikan dalam bentuk soal pilihan ganda.
3.2.2
Petugas Penyuluhan
Sasaran Penyuluhan
Sasaran kegiatan mini project ini adalash kader Posyandu Kelurahan Sananwetan
32
BAB IV
HASIL
Berdasarkan hasil test yang diperoleh dari total lima puluh orang
subjek, ditemukan kenaikan nilai sebagai berikut.
Nilai 22
Nilai 57
Nilai 71
Nilai 85
Nilai 100
Komplikasi
Sign Symptom
Definisi
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
33
Nilai 50
Komponen
berikutnya,
yakni
Nilai 100
tanda
dan
gejala,
menunjukkan
34
Nilai 0
Nilai 50
Nilai 100
Nilai 100
Nilai 50
Nilai 0
35
BAB V
KESIMPULAN
36
DAFTAR PUSTAKA
1. Gustaviani R. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Dalam : buku ajar ilmu
penyakit dalam. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I dkk, editor. Jilid III. Edisi IV. Jakarta :
balai penerbit FKUI, 2006; 1857.
2. Persi.Faktor Lingkungan dan Gaya Hidup Berperan Besar Memicu Diabetes.2008
[ diakses tanggal 12 Januari 2011] http: //pdpersi.co.id
3. Waspadji S. Komplikasi kronik diabetes : mekanisme terjadinya, diagnosis dan strategi
pengelolaannya. Dalam : buku ajar ilmu penyakit dalam. Sudoyo AW, Setiyohadi B,
Alwi I dkk, editor. Jilid III. Edisi IV. Jakarta : balai penerbit FKUI, 2006; 1906.
4. Soegondo S. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus tipe 2 di
Indonesia 2011. Jakarta : PERKENI, 2011
5. Foster DW.Diabetes melitus. Dalam : Harrison Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam.
Asdie, A, editor. Volume 5. Jakarta : EGC, 2000; 2196.
6. PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia.
2006. Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Jakarta. 2006
7. Waspadji S. Komplikasi Kronik Diabetes : Mekanise Terjadinya, Diagnosis, dan Strategi
Pengelolaan. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi III. Departemen Ilmu Panyakit
Dalam FKUI; 2006; hal. 1920
8. Gustavani R. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi III. Departemen Ilmu Panyakit Dalam FKUI; 2006; hal. 1873
9. Price, Sylvia Aderson. Pankreas: Metabolisme glukosa dan diabetes mellitus.
Patofisiologi : Konsep klinis proses-proses/ Sylvia Anderson price, Lorraine Mc Carty
Wilson; alih bahasa, Brahm U. Pendit[et.al.]editor bahasa Indonesia. Jakarta;2005;
hal.1259
37
38