Anda di halaman 1dari 33

ANESTESI PADA OPERASI

TRAUMA MATA

MODUL SEMESTER 3
OPTHALMOLOGI ANESTHESI

kejadian yang cukup sering ditemui dimana


kebanyakan dari kasus tersebut disertai dengan
gangguan visual.
paling sering terjadi adalah trauma mekanik,dan
diklasifikasikan :
trauma mata terbuka (injury with full thickness
wound to the corneosklera)
trauma mata tertutup (injury without full
thickness defect of corneosklera)
Hal yang harus diperhatikan dalam penanganan
awal trauma mata, adalah memperhatikan
dampak dari intervensi yang akan dilakukan.
(seringnya disertai head atau facial injuries)

Klasifikasi Trauma Mata

Secara skematis trauma mata dapat digambarkan


sebagai berikut :

ANATOMI MATA
Dinding bola mata yang tersusun atas :
Tunika fibrosa yang terdiri dari kornea dan sclera
Tunika vaskulosa atau uvea yang terdiri dari iris,badan siliar
dan koroid
Tunika nervosa yang terdiri dari retina dan epitel pigmen
Ruang-ruang mata,yaitu :
Kamera Okuli Anterior
Kamera Okuli Posterior
Ruang Badan Kaca (paling luas)
Isi bola mata,yaitu :
Humor akuos yang terdapat dalam kamera okuli anterior dan
kamera okulo posterior
Korpus vitreum yang menempati ruang badan kaca
Lensa kristallina

Gerakan bola mata dimungkinkan dengan adanya


otot-otot bola mata yang terdiri dari :
Muskulus rektus medialis Muskulus rektus inferior
Muskulus rektus lateralis Muskulus oblikus superior
Muskulus rektus superior Muskulus oblikus inferior

Vaskularisasi Mata
Bola mata mendapat vaskularisasi dari
a.oftalmika yang merupakan cabang a.carotis
interna.
Lapisan serebral retina divaskularisasi dari
a.retina sentral cabang a.oftalmika.
Arteri retina sentral menembus n.optikus
bercabang-cabang pada papil N II menjadi
empat cabang utama yaitu arteri retina
temporalis superior dan inferior,arteri retina
nasalis superior dan inferior.
Uvea mendapatkan vaskularisasi dari sirkulasi
siliar cabang dari a.oftalmika.

Inervasi Mata :
Saraf Motorik
N. Okulomotorius (N III) menginervasi semua
muskulus rektus kecuali m.rektus lateralis dan
menginervasi m.oblikus inferior.
N. troklearis (N IV) menginervasi m.oblikus
superior.
N. abdusen (N VI) menginervasi m.rektus lateralis
Saraf Sensorik
N. optalmikus cabang pertama dari N. trigeminus,
setelah masuk fisura orbitalis superior akan
bercabang 3 yaitu : N.Frontalis, N.Lakrimalis,
N.Nasosiliaris

Saraf Otonom
1.Saraf simpatis :
berasal dari ganglion servikalis superior berjalan ke
atas bersama a.karotis interna, lalu ke ganglion
siliaris untuk kemudian menginervasi otot muler
pada orbita, m.dilatator papillae dan otot muler
pada kelopak mata
2.Saraf parasimpatis :
mengikuti n.okulomotorius kemudian ke ganglion
siliaris selanjutnya ke m.siliaris untuk akomodasi
dan ke m.sfingter pupilae untuk mengecilkan pupil.
Sel-sel saraf parasimpatis yang menginervasi
m.siliaris jauh lebih banyak dibanding dengan yang
menginervasi muskulus sfingter pupil.

Tekanan Intra Okuler (TIO)


Dipengaruhi produksi dan sirkulasi humor akuos.
Produksi humor akuos normal 2-2,5 L/menit. Produksi
humor akuos paling minimal terjadi ketika sedang tidur.
Produksi humor akuos dipengaruhi oleh usia dimana
terjadi penurunan sebesar 2% per dekade umur.
Fungsi humor akuos adalah sebagai berikut :
mempertahankan bentuk bola mata dimana ini
dibutuhkan untuk menggabungkan struktur dan fungsi
optikal mata.
mensuplai O2, glukosa dan asam amino ke kornea,
lensa dan trabekular meshwork.
memfasilitasi respon imun selular dan humoral pada
keadaan infeksi dan inflamasi.

Humor akuos diproduksi oleh badan siliare ->


COP -> menuju COA -> menuju trabecular
meshwork -> canalis schlemm -> masuk ke
collector channel -> menuju v. episklera -> sinus
kavernosus.
Penentu TIO adalah keseimbangan antara
produksi humor akuos dan eliminasinya
(normal : 12-20 mmHg).
Hal lain yang turut mempengaruhi nilai TIO
adalah perubahan pada volume darah koroidal,
tekanan vena sentral (CVP), dan tonus otot
ekstraokuler.

A.Evaluasi Preoperatif
GA menjadi pilihan pada operasi trauma mata,
karena dapat menjaga kestabilan pasien dari
gerakan gerakan yang dapat membahayakan
jalannya pembedahan mikro pada mata.
Keberhasilan operasi pada trauma mata
tergantung dari kestabilan TIO. Pada anestesi
yang tidak adekuat dapat menimbulkan refleksrefleks yang dapat membahayakan pasien.
Peningkatan refleks ini dapat memberikan
perubahan fungsi organ jantung, sistem respirasi,
dan gastrointestinal. Refleks tersebut antara lain
refleks okulo kardiak (OCR), refleks okulo
respiratorik (ORR), dan refleks okulo emetik

Pada kasus trauma mata yang akan dilakukan


operasi emergensi evaluasi preoperative harus
dilakukan secara cermat, pada primary survey
meliputi airway (A), breathing(B), circulation(C)
dan D(disability).
Keadaan emergensi pada pasien dengan
trauma, seperti perdarahan yang bisa
menyebabkan syok, harus ditangani terlebih
dahulu sebelum dilakukan tindakan anestesi.
Perbaikan kondisi pasien sebelum dilakukan
tindakan operasi emergensi sangat penting
untuk mendapatkan hasil yang optimal.

Pada kasus operasi trauma mata emergensi, perlu


dilakukan tindakan untuk meminimalkan resiko
aspirasi pneumonia dengan menurunkan volume
gaster dan mencegah sekresi asam lambung.
Pemberian metoclopramid 10 mg iv dan dapat diulang
2-4 jam sampai operasi dimulai.
Pemberian H2 reseptor antagonis seperti cimetidin
300mg iv, ranitidine 50mg iv atau famotidin 20mg iv
juga dapat dilakukan untuk mengurangi sekresi asam
lambung.
Evakuasi isi lambung dengan menggunakan Naso
Gastric Tube (NGT) harus dipertimbangkan terlebih
dahulu karena dapat mengsang reaksi batuk dan rasa
mual pada pasien yang dapat meningkatkan TIO
secara tiba-tiba.

Pada kasus operasi trauma mata elektif,


premedikasi harus dapat mengendalikan ansietas
dan PONV tanpa mempengaruhi TIO.
Diazepam dan midazolam menurunkan TIO ketika
diberikan sebagai premedikasi. Diazepam 0,2
mg/kg peroral tidak berefek pada TIO, sementara
IV 0,15 mg/kg dan dosis ekuipoten midazolam 0,03
mg/kg secara bermakna menurunkan TIO.
Pemberian antiemetik secara dini pada kasus
trauma mata sangat diperlukan untuk mencegah
kejadian mual dan muntah. Karena terjadinya mual
dan muntah akan berhubungan dengan kenaikan
TIO yang sangat dihindari pada kasus trauma mata

B.Induksi dan Intubasi


Operasi emergensi
Tujuan utama GA adalah mencegah peningkatan TIO selama
intubasi. Disamping itu kasus trauma mata emergensi, akan
membutuhkan menejemen anestesi pasien dengan lambung penuh.
Agen induksi yang ideal adalah yang memiliki onset cepat dan tidak
meningkatkan TIO.
Agen yang direkomendasikan untuk induksi adalah propofol dan
thiopental.
Ketamin tidak direkomendasikan terutama pada kasus trauma
tembus mata karena tingginya insiden terjadinya blepharospasme
dan nystagmus paska pemberian obat ini.
Etomidat walaupun terbukti sangat berguna untuk induksi bagi
pasien dengan penyakit jantung, tapi insiden myoclonus yang
terjadi dapat berkontribusi pada peningkatan TIO. Myoclonus berat
yang terjadi setelah pemberian etomidat dapat menyebabkan
terjadinya complete retinal detachment dan vitreous prolap.

Operasi emergensi trauma mata dilakukan intubasi


dengan rapid squense induction. Penggunaan
suksinilkolin sebaiknya dihindari karena terbukti
dapat meningkatkan TIO sebesar 8mmHg dalam 4
menit setelah pemberian.
Peningkatan TIO yang terjadi akibat tindakan
laryngoskopi dan intubasi dapat meningkat hingga
10-20 mmHg.
Pilihan utama pada kasus trauma mata emergensi
adalah pelumpuh otot non depolarisasi. Obat yang
dapat digunakan diantaranya adalah rokuronium
dengan dosis 0,9-1,2 mgr/kgbb dimana onset
dapat dicapai dalam 60-90 detik.

Operasi elektif
Pada operasi trauma mata elektif, obat yang
direkomendasikan untuk induksi adalah propofol
dan thiopental.Sedangkan untuk pelumpuh otot
yang dipilih adalah golongan non depolarisasi
seperti rokuronium,vekuronium dan atrakurium
dimana obat-obatan tersebut tidak berpotensi
meningkatkan TIO.
Hal-hal yang perlu dilakukan (3-5 menit sebelum
intubasi) untuk menumpulkan respon saat intubasi
antara lain:
pemberian lidokain IV 1,5 mg/kgBB sufentanyl
0,05-0,15 mg/kgBB
fentanyl 1-3 g/kgBB

C. Monitoring dan Maintenance


Monitoring standar bagi anestesi meliputi tekanan
darah, EKG, SiO2, FiO2, kapnografi pada setiap kasus.
Target yang diharapkan dari anestesi adalah
menurunkan TIO, menjaga kedalaman anestesi yang
adekuat untuk mencegah gerakan-gerakan pasien
yang tidak diinginkan selama operasi.
Agen inhalasi telah menurunkan TIO sebanding
dengan tingkat kedalaman anestesi.
Relaksasi maksimal sangat penting pada kasus trauma
mata terbuka.
Pasien dengan nafas spontan, halothane, enflurane
dan isoflurane menurunkan TIO 20-30%. Penurunan
TIO ini dihasilkan oleh proses peningkatan aliran
humor aqueous dan penurunan tonus otot ekstraokuli.

Menjaga normokapnia dengan ventilasi


terkontrol, agen inhalasi terbukti dapat
menurunkan TIO.
Asidosis respiratorik dan hiperkapnia dapat
meningkatkan TIO. Pada level PCO2 rendah,
pembuluh darah koroid mengalami
vasokonstriksi sehingga meningkatkan TIO dan
menurunkan pembentukan humor aqueous
disebabkan penurunan aktifitas carbonic
anhidrase.
Selama periode hipoksia, sirkulasi koroidal
mengalami dilatasi yang akan meningkatkan
TIO.

Tabel . Efek obat anestesi terhadap TIO

Tabel. Efek variasi kardiak dan respirasi terhadap


TIO

Pada operasi trauma mata terutama penetrating


eye injury, operator sering menyuntikan gas ke
dalam bola mata. Fungsi dari gas tersebut
adalah untuk menjaga retina supaya tetap
menempel pada dinding bola mata.
Gas itu terdiri dari Sulfurhexafluorid
(SF6),perfluoropropane (C3F8) dan udara.
Pemberian N2O harus dihentikan pemberiannya
sekitar 10 menit sebelum injeksi gas tersebut.
Hal ini dilakukan karena N2O dapat berdifusi
secara cepat kedalam gas yang akhirnya akan
meningkatkan tekanan dalam bola mata.

D.Ekstubasi dan Emergence


Ekstubasi harus dilakukan secara smooth tanpa
menimbulkan batuk atau mengejan. Penggunaan
reverse pelumpuh otot dapat digunakan.
Neostigmin dan atropine untuk mereverse efek
dari pelumpuh otot nondepolarisasi.
Pilihan lain dengan memberikan lidokain iv 1,5
mg/kgbb kira-kira 5-10 menit sebelum ekstubasi.
Mual dan muntah dapat meningkatkan TIO,
sehingga dapat merusak hasil operasi. Sebaiknya
diberikan premedikasi seperti metoklopramid dan
profilaksis lain seperti ondansetron,
deksametason untuk PONV.

Oculo Cardiac Reflex


Oculo cardiac reflex (OCR) adalah refleks
trigeminovagal yang khas.
Klinis terjadi bradikardi dan gangguan irama
jantung (blok atrioventrikular, ventrikel bigemini,
ventrikel takikardi dan asistole) akibat
manipulasi pada mata khususnya setelah traksi
pada otot ekstraokuler.
Refleks ini lebih sering terjadi pada anak dengan
operasi strabismus tapi juga bisa terjadi pada
semua kelompok umur dan pada berbagai
prosedur(enukleasi, ekstraksi katarak, dan
operasi ablatio retina).

Skema patofisiologi refleks okulo kardiak

Jalur aferen mengikuti n.ciliaris longus dan


n.ciliaris brevis ke ganglion ciliaris lalu ke
ganglion gaseri di sepanjang n. ophtalmik
cabang n.trigeminus (n. V). Jalur aferen berakhir
di nukleus trigeminus utama di dasar ventrikel IV.
Impuls eferen dimulai di otot dari n. vagal kardiak
depresor yang menyebabkan inotropik negatif
dan efek konduksi.
Kekuatan dan tipe stimulus menentukan
insidensi OCR. m. rektus medialis paling sensitif
karena letaknya yang kurang aksesibel sehingga
membutuhkan manipulasi lebih banyak, serta
otot ini paling banyak dimanipulasi selama
operasi strabismus.

Premedikasi dengan antikolinergik sebelum


operasi (atropine dan glikopirolat) dapat
mencegah OCR. Hati-hati pemberian
antikolinergik pada orang tua yang sering
mempunyai penyakit penyerta arteri koroner.
Kedalaman anestesi dan penggunaan blok
retrobulber dapat bermanfaat, tapi blok
retrobulber sendiri dapat menyebabkan OCR.

Penatalaksanaan OCR sebagai berikut :


Penghentian manipulasi pada mata sampai
denyut nadi meningkat, dan teraba kuat.
Konfirmasi ventilasi yang adekuat, oksigenasi,
dan kedalaman anestesi.
Pemberian atropin 10 g/kg iv jika denyut nadi
masih belum meningkat setelah manipulasi
dihentikan.

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai