TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Definisi
Congenital Dislocation of the Hip (CDH) atau dislokasi panggul kongenital adalah
deformitas ortopedik yang didapat segera sebelum atau pada saat kelahiran. CDH terjadi
ketika anak lahir dengan pinggul yang tidak stabil karena pembentukan abnormal dari
sendi panggul selama tahap-tahap awal dari perkembangan janin. Ketidakstabilan ini
memburuk sebagai anak tumbuh. Kondisi ini bervariasi dari pergeseran minimal ke
lateral sampai dislokasi komplit dari caput femoris keluar acetabulum.
Ada tiga pola yang terlihat:
a. subluxation, caput femoris berada di acetabulum dan dapat mengalami dislokasi
parsial saat pemeriksaan
b. Dysplasia asetabular (perkembangan tidak normal ), keterlambatan dalam
perkembangan asetabulum sehingga lebih dangkal dari normal, kaput femur tetap
dalam asetabulum
c. dislocated, pinggul berada dalam posisi dislokasi (paling parah) dan kaput femur
tidak bersentuhan dengan asetabulum. DDH pada akhirnya dapat berkembang
menjadi reduksi permanen, dislokasi lengkap, atau dysplasia akibat perubahan
adaptif yang terjadi pada jaringan dan tulang yang berdekatan.
2.2.
Etiologi
Kebanyakan bayi yang lahir dengan congenital dislocatoin of hip memiliki orang tua
yang jelas-jelas tidak memiliki gangguan kesehatan maupun faktor resiko. Seorang
wanita hamil yang telah mengikuti semua nasihat dokternya agar kelak melahirkan bayi
yang sehat, mungkin saja nanti melahirkan bayi yang memiliki kelainan bawaan. 60%
kasus kelainan bawaan penyebabnya tidak diketahui; sisanya disebabkan oleh faktor
lingkungan atau genetik atau kombinasi dari keduanya.
1. Teratogenik
Teratogen adalah setiap faktor atau bahan yang bisa menyebabkan atau
meningkatkan resiko suatu kelainan bawaan. Radiasi, obat tertentu dan racun
merupakan teratogen.
2. Gizi
Menjaga kesehatan janin tidak hanya dilakukan dengan menghindari
teratogen, tetapi juga dengan mengkonsumsi gizi yang baik.
Salah satu zat yang penting untuk pertumbuhan janin adalah asam folat.
Kekurangan asam folat bisa meningkatkan resiko terjadinya spina bifida atau kelainan
tabung saraf lainnya. Karena spina bifida bisa terjadi sebelum seorang wanita
menyadari bahwa dia hamil, maka setiap wanita usia subur sebaiknya mengkonsumsi
asam folat minimal sebanyak 400 mikrogram/hari.
3. Faktor fisik pada rahim
Di dalam rahim, bayi terendam oleh cairan ketuban yang juga merupakan
pelindung terhadap cedera. Jumlah cairan ketuban yang abnormal bisa menyebabkan
atau menunjukkan adanya kelainan bawaan.
Cairan ketuban yang terlalu sedikit bisa mempengaruhi pertumbuhan paruparu dan anggota gerak tubuh atau bisa menunjukkan adanya kelainan ginjal yang
memperlambat proses pembentukan air kemih.
Penimbunan cairan ketuban terjadi jika janin mengalami gangguan menelan,
yang bisa disebabkan oleh kelainan otak yang berat (misalnya anensefalus atau atresia
esofagus).
4. Faktor genetik dan kromosom
Genetik memegang peran penting dalam beberapa kelainan bawaan. Beberapa
kelainan bawaan merupakan penyakit keturunan yang diwariskan melalui gen yang
abnormal dari salah satu atau kedua orang tua.
Gen adalah pembawa sifat individu yang terdapat di dalam kromosom setiap
sel di dalam tubuh manusia. Jika 1 gen hilang atau cacat, bisa terjadi kelainan bawaan.
5. Faktor hormonal
Yaitu tingginya kadar estrogen, progesteron dan relaksin pada ibu dalam
beberapa minggu terakhir kehamilan, dapat memperburuk kelonggaran ligamentum
pada bayi. Hal ini dapat menerangkan langkanya ketidakstabilan pada bayi prematur,
yang lahir sebelum hormon- hormon mencapai puncaknya.
Ditambahkan adalah pengamatan bahwa selama periode neonatal, bayi relatif
membawa estrogen dari ibunya. Hal ini menenangkan ligamen di dalam tubuh.
Patofisiologi
Saat kelahiran panggul, meskipun tak stabil mungkin bentuknya normal, tetapi capsul
sering merentang dan berlebih lebihan. Selama masa bayi beberapa perubahan timbul,
beberapa di antaranya mungkin menunjukkan displasia primer pada acetabulum dan /atau
femur proksimal, tetapi kebanyakan di antaranya muncul karena adaptasi terhadap
ketidakstabilan menetap dan pembebanan sendi secara abnormal.
Caput femoris mengalami dislokasi di bagian posterior tetapi dengan ekstensi pinggul,
caput itu pertama-tama terletak posterolateral dan kemudian superolateral pada
acetabulum. Soket tulang rawan terletak dangkal dan anteversi. Caput femoris yang
bertulang rawan ukurannya normal tetapi inti tulangnya terlambat muncul dan
osifikasinya tertunda selama masa bayi.
Caput teregang dan ligamentum teres menjadi panjang dan hipertrofi. Di bagian
superior, labrum asetabulum dan tepi kapsulnya dapat didorong ke dalam soket oleh
caput femoris yang berdislokasi; libus fibrokartilaginosa ini dapat menghalangi usaha
reduksi tertutup terhadap caput femoris.
Setelah mulai menyangga badan perubahan-perubahan ini lebih hebat. Acetabulum
dan colum femur tetap anteversi dan tekanan dari caput femoris menyebabkan
terbentuknya suatu soket palsu di atas acetabulum dan m. psoas, menimbulkan suatu
penampilan jam pasir (hourglass). Pada saatnya otot di sekelilingnya menyesuaikan diri
dengan memendek.
2.4.
1.
2.
3.
4.
Manifestasi Klinis
Pergerakan yang terbatas di daerah yang terkena
Posisi tungkai yang asimetris
Lipatan lemak yang asimetris
Setelah bayi berumur 3 bulan : rotasi tungkai asimetris dan tungkai pada sisi yang
2. Uji Barlow
Uji Barlow dilakukan dengan cara yang sama, tetapi di sini ibu jari pemeriksa
di tempatkan pada lipatan paha dan dengan memegang paha bagian atas, diusahakan
mengungkit caput femoris ke dalam dan keluar acetabulum selama abduksi dan
adduksi. Kalau caput femoris normalnya berada pada posisi reduksi, tetapi dapat
keluar dari sendi dan kembali masuk lagi, panggul itu digolongkan sebagai dapat
mengalami dislokasi (yaitu tak stabil).
3. Tanda Galeazzi
Pada pemeriksaan ini kedua lutut bayi dilipat penuh dengan panggul dalam
keadaan fleksi 90 serta kedua paha saling dirapatkan. Keempat jari pemeriksa
memegang bagian belakang tungkai bawah dengan ibu jari di depan. Dalam keadaan
normal kedua lutut akan sama tinggi dan bila terdapat dislokasi panggul kongenital
maka tungkai yang mengalami dislokasi, lututnya akan terlihat lebih rendah dan
disebut sebagai tanda Galeazzi/ Allis positif.
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan biasanya agak sulit dilakukan karena pusat osifikasi sendi baru tampak
pada bayi umur 3 bulan atau lebih sehingga pemeriksaan ini hanya bermanfaat pada
umur 6 bulan atau lebih.
1. Rontgen Pelvis
Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan indeks acetabuler, garis horizontal
Hilgenreiner, garis vertikal Perkin serta garis arkuata dari Shenton.
2. Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan USG pada bayi dilakukan untuk menggantikan pencitraan
panggul dengan foto rontgen. Pada bayi baru lahir, acetabulum dan caput femoris
dihubungkan oleh tulang rawan, sehingga pada foto polos biasa tidak terlihat. Dengan
pemeriksaan USG, meskipun penderita berusia di bawah 3 bulan, hubungan antara
caput femoris dan acetabulum dapat diamati.
Persiapan pemeriksaan pada USG:
a. Persiapan pasien
a) Umur yang sesuai untuk melakukan pemeriksaan USG pada bayi adalah di
atas 6 minggu.
Penatalaksanaan
a. 3-6 bulan pertama
Kebijakan yang paling sederhana adalah menganggap semua bayi dengan latar
belakang yang berisiko tinggi (riwayat keluarga atau kelahiran sungsang dengan
ekstensi), atau dengan uji Ortholani atau uji Barlow positif, harus dicurigai dan
merawatnya dengan popok dobel atau suatu bantal abduksi selama 6 minggu
pertama. Pada stadium itu mereka diuji lagi, bayi yang panggulnya stabil dibiarkan
bebas tetapi tetap dalam pengawasan sekurang kurangnya selama 6 bulan hingga
panggul itu stabil dan rontgen memperlihatkan bahwa atap acetabulum berkembang
dengan memuaskan (biasanya 3-6 bulan).
Tetapi karena 80 90% panggul yang tak stabil pada saat kelahiran akan stabil
secara spontan dalam 2-3 minggu, tampaknya akan lebih bijaksana bila tidak
memulai pembebatan dengan segera kecuali kalau panggul itu sudah mengalami
dislokasi. Hal ini mengurangi sedikit risiko (tetapi bermakna) akan terjadinya
nekrosis epifisis yang menyertai setiap bentuk pembebatan pembatas pada neonatus.
Karena itu kalau panggul dapat mengalami dislokasi tetapi biasanya tidak terjadi
dislokasi, bayi itu tidak diberi terapi tetapi diuji lagi setiap minggu, jika setelah 3
minggu pinggul masih tak stabil, pembebatan abduksi diterapkan. Kalau panggul
sudah mengalami dislokasi pada pengujian pertama, dengan hati hati panggul di
tempatkan pada posisi reduksi dan pembebatan abduksi dilakukan dari permulaan.
Reduksi dipertahankan hingga panggul stabil, ini dapat berlangsung hanya beberapa
Kalau setelah terapi dini, panggul belum seluruhnya direduksi atau kalau anak
itu di belakang hari menunjukkan adanya dislokasi yang tersembunyi, panggul itu
harus direduksi terutama dengan metode tertutup tetapi kalau perlu dengan operasi
dan tetap direduksi hingga perkembangan acetabulum memuaskan.
Reduksi tertutup
Cara ini ideal tetapi memiliki risiko rusaknya pasokan darah pada caput
femoris dan menyebabkan nekrosis. Untuk memperkecil risiko ini dilakukan reduksi
berangsur- angsur, traksi dilakukan pada kedua kaki secara vertikal dan secara
berangsur- angsur abduksi ditingkatkan hingga dalam 3 minggu, kedua kaki terentang
lebar- lebar. Manuver ini dapat mencapai reduksi konsentrik stabil dan dicek dengan
rontgen pelvis.
Pembebatan panggul yang direduksi secara konsentrik ditahan dalam suatu
spika gips dalam keadaan 60 fleksi, 40 abduksi dan 20 rotasi internal. Setela 6
minggu spika digantikan dengan bebat yang mencegah adduksi tetapi memungkinkan
gerakan suatu pengikat Pavlik atau gips lutut dengan batang melintang. Bebat ini
dipertahankan selama 3-6 bulan lagi dan diperiksa dengan rontgen untuk memastikan
caput femoris tereduksi secara konsentrik dan atap acetabulum berkembang dengan
normal.
Operasi
Kalau setiap tahap reduksi konsentrik belum dicapai, diperlukan operasi terbuka.
c. Dislokasi menetap 18 bulan ke atas.
Pada anak yang lebih tua, reduksi tertutup kemungkinan kurang berhasil;
banyak ahli bedah langsung melakukan atrografi dan reduksi terbuka.
Traksi dilakukan jika reduksi tertutup tidak berhasil. traksi membantu
melonggarkan jaringan dan menurunkan caput femoris berhadapan dengan
acetabulum.
Operasi kapsul sendi dibuka di bagian anteriornya, setiap limbus yang ke
dalam dibuang dan caput femoris ditempatkan pada acetabulum. Biasanya diperlukan
osteotomi derotasi.
Pembebatan dilakukan setelah operasi, panggul ditahan dalam spika gips
selama 3 bulan dan kemudian dengan bebat memungkinkan beberapa gerakan
pinggul selama 1- 3 bulan dan diperiksa dengan rontgen untuk memastikan telah
tereduksi dan sedang berkembang secara memuaskan.
2.7.
Komplikasi
Prognosis
Penanganan penderita dengan dislokasi panggul kongenital termasuk dalam
kedaruratan medis, artinya harus segera dilakukan reposisi. Semakin cepat ditangani
semakin baik prognosisnya. Tindakan yang lazim dilakukan adalah reposisi, umumnya
perlu pembiusan total mengingat sakit yang berat dan otot serta jaringan penunjangnya
yang kuat. Akibat yang bisa terjadi bila terlambat ditangani adalah terjadinya nekrosis
avaskuler yang mengakibatkan kematian jaringan tulang dan sendi sampai osteoartritis
sendi yang terjadi lebih akhir dan ditandai kerusakan jaringan sendi diikuti terbentuknya
jaringan tulang baru yang abnormal. Idealnya jika kurang dari 6 jam dislokasi sudah
ditangani dapat mencegah komplikasi ini. Selain direposisi juga dilakukan pemasangan
traksi agar posisi sendi tidak bergeser lagi, lebih kurang 2 minggu.
2.9. Pathway
Teratogenik, gizi, faktor fisik pada rahim, faktor genetik dan kromosom, faktor
hormonal,malposisi intrauterine, faktor pasca kelahiran
inti tulang rawan kaput femoris terlambat muncul dan osifikasinya tertunda
sendi sekitar
Gangguan
Mobilitas Fisik
Kurang
Pengetahuan
Nyeri Akut
Gangguan Citra
tubuh
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN CDH
3.1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa
yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi,
golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab
dari disklokasi yang nantinya membantu dalam membuat rencana
tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya
penyakit.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab
dislokasi, serta penyakit yang pernah diderita klien sebelumnya
yang dapat memperparah keadaan klien dan menghambat proses
penyembuhan.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan adanya penyakit
dislokasi keturunan dan kelainan kehamilan yang mungkin dialami
ibu saat hamil klien.
e. Pemeriksaan Fisik
Pada penderita dislokasi pemeriksaan fisik yang diutamakan
adalah nyreri, deformitas, fungsiolesa : misalnya bahu tidak dapat
endorotasi pada dislokasi anterior bahu
Fokus pengkajian :
1. Look
Terlihat adanya deformitas pada panggul. Bayi yang
mengalami dislokasi congenital tidak bisa melakukan abduksi
secara sempurna pada sisi dislokasi. Pada anak yang mulai
berjalan didapatkan deformitas perubahan gaya berjalan atau
berdiri. Kadang didapatkan dislokasi unilateral atau bilateral.
Pada dislokasi anterior didapatkan posisi sendi panggul terlihat
fleksi, paha abduksi dan mengalami rotasi eksternal. Pada
dislokasi posterior terlihat deformitas pada sendi panggul yang
b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)
terbatas.
3) Kekuatan
4) Gerak abnormal : tremor, distonia, atetosis.
Fungsi motorik halus
1) Manipulasi mainan
2) Menggambar
Gaya berjalan : ayunan lengan dan kaki, gaya tumit-jari
Pengendalian postur
1) Mempertahankan posisi tegak
2) Adanya ataksia
3) Bergoyang-goyang
Persendian
1) Rentang gerak
2) Kontraktur
3) Kemerahan, edema, nyeri
4) Tonjolan abnormal
Tulang belakang
1) Lengkung tulang belakang : skoliosis, kifosis.
2) Adanya lesung pilonidal
Pinggul
1) Abduksi
2) Adduksi
Kriteria pengkajian
1) Maneuver ortolani
Suatu manuver uji DDH dengan memasukkan caput
femur ke acetabulum dengan melakukan abduksi pada
kaki bayi(gerakan ke lateral).
Positif bila :
Ada bunyi klik saat prokanter mayor ditekan ke
dalam dan terasa caput yang tadi keluar saat tes barlow
masuk ke acetabulum.
Data
Etiologi
Problem
o.
1
DS :
Nyeri akut
dislokasi
DO :
Lemas
Perubahan TTV
femoris
(meningkat akibat
nyeri)
Nyeri :
P: saat aktivitas;
bergerak, mobilisasi,
berdiri, berjalan
Q: seperti ditusuk-
hilang timbul
Meringis
Manuver ortolani: +
Manuver barlow: +
Tanda galeazzi: +
Uji tredelenberg: otot
Nyeri
panggul abduksi
DS :
Gangguan
Klien mengatakan
dislokasi
mobilitas
fisik
atau melakukan
aktivitas.
femoris
DO :
Pemasangan gips
spika.
Keterbatasan
melakukan
keterampilan motorik
halus.
Keterbatasan
Kesulitan dalam
melakukan
keterampilan motorik
-
kasar.
Keterbatasan rentang
pergerakan sendi.
Kesulitan berganti
posisi.
menggerakkan sendi
sekitar
DS :
Klien
mngungkapkan
rasa
malu
atas
Gangguan
dislokasi
citra tubuh
kondisinya.
femoris
DO :
Kurang kontak mata
Tidak asertif atau pasif
ketidaknormalan bentuk
DS :
Keluarga
klien
tidak diterima
penyakit
dan
cara penanganannya
DO :
femoris
cemas
Keluarga klien tampak
bertanya-tanya
tentang penyakit
Kurang
Pengetahu
an
Dx.
Intervensi
.
1
hasil
Setelah dilakukan
NOC :
dislokasi
tidankan
keperawatan selama
1x24 jam diharapkan
nyeri berkurang atau
hilang.
Kriteria hasil :
- Memperlihatkan
NIC :
1. Kaji nyeri secara
komprehensif
2. Beri edukasi tentang
penyebab nyeri dan
pengendalian nyeri
- Nyeri
antisipasi.
3. Ajarkan teknik distraksi
berkurang/hilang
- Skala nyeri 0-1
- Ttv :
S: 36-37,5 0C
N: 60-80 x/menit
RR:16-20 x/menit
TD:110-120/80-90
dan relaksasi
4. Beri posisi nyaman (semi
mmHg
- Klien tampak
2
1. Pain level
2. Pain control
3. Comfort level
fowler).
5. Berikan kompres hangat
pada lokasi dislokasi.
6. Observasi keadaan umum
(nyeri dan TTV).
7. Kolaborasi dalam
Gangguan
pemberian analgetik.
NOC :
mobilitas fisik
tidankan
b.d gangguan
keperawatan selama
bentuk dan
pergerakan
klien dapat
NIC :
mobilitas pasien
2. Berikan health education
tentang latihan fisi
3. Ajarkan ROM exercise.
4. Ajarkan cara merubah
posisi
5. Berikan bantuan
perawatan diri:
berpindah.
6. Observasi keadaan umum
(tingkat mobilitas dan
kekuatan otot).
7. Kolaborasi dengan ahli
fisioterapi dalam
memberikan terapi yang
Gangguan
Setelah dilakukan
citra tubuh
tindakan
b.d
keperawatan selama
diharapakan klien
tubuh
dapat
menungkapkan
tepat.
NOC :
1. Body image
2. Self esteem
NIC
1. Kaji konsep diri
2. Jelaskan tentang
pengobatan, perawatan,
kemajuan, dan prognosis
tingkat persepsi
penyakit
positif tentang situasi 3. Bantu klien
hidup saat ini.
Kriteri hasil :
- Mengungkapkan
penerimaan diri
secara verbal.
- Mempertahankan
kontak mata.
- Mengenali kekuatan
diri.
- Mengungkapkan
mengungkapkan
masalahanya.
4. Ajarkan keterampilan
untuk bersikap positif
melalui bermain peran,
model peran, diskusi, dll.
5. Kolaborasi dengan
psikiatrik dan layanan
keagamaan.
keinginan untuk
mendapatkan
konseling.
- Melatih perilaku yang
dapat
meningkatkan rasa
percaya diri.
4
Kurang
Setelah dilakukan
NOC :
pengetahuan
tindakan
1. Knowledge
b.d kurang
keperawatan selama
pajanan
1x24 jam
process
2. Knowledge
informasi
diharapakan keluarga
klien dapat
mengetahui proses
penyakit dan
penanganannya
Kriteria hasil :
- Keluarga pasien
menyatakan
pemahaman
tentang penyakit
- Keluarga pasien
mampu
menjelaskan
kembali apa yang
disease
health
behavior
NIC :
1. Kaji tingkat pengetahuan
keluarga pasien tentang
penyakit
2. Jelaskan patofisiologi dari
penyakit dengan anatomi
fisiologi,
yang tepat
3. Sediakan
dengan
cara
informasi
tentang
kondisi
kesehatan
pasien,
telah dijelaskan
oleh perawat/ tim
kesehatan lain
3.5.
Evaluasi
Hasil yang diharapkan :
1. Pinggul bayi atau anak tetap pada posisi yang diharapkan.
2. Kulit bayi atau anak akan tetap utuh tanpa kemerahan atau kerusakan.
DAFTAR PUSTAKA
Sjamsuhidajat, Dejong Wim.2005.Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi ke-2. EGC: Jakarta
http://www.scribd.com/doc/95664848/Congenital-Dislocation-of-the-Hip (diakses tanggal 20
Oktober 2015)
https://www.scribd.com/doc/248526572/Konsep-Asuhan-Keperawatan-Pada-Pasien-DenganCongenital-Hip-Dislocation (diakses tanggal 22 Oktober 2015)
https://fkunand2010.files.wordpress.com/2013/03/ddh.pdf (diakses tanggal 20 Oktober 2015)
http://www.healthline.com/health/developmental-dysplasia-of-the-hip#Overview1(diakses
tanggal 22 Oktober 2015)