Anda di halaman 1dari 27

PERBANDINGAN HASIL PENANGANAN FRAKTUR COLLES TERTUTUP

DENGAN METODA MODIFIKASI BOHLER, SDFDU DAN FSPFDU


SAHALA MARULI HUTAGALUNG
Fakultas Kedokteran
Bagian Ilmu Bedah
Universitas Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Kejadian fraktur Colles cukup tinggi, tetapi sampai sekarang masih
banyak perbedaan mengenai klasifikasi, cara reposisi, metoda fiksasi, faktor
yang mempengaruhi hasil akhir serta prognosis (Kreder dkk, 1996).
Hasil yang baik dapat dicapai dengan diagnosa yang tepat, reposisi yang
akurat, fiksasi yang adekuat serta rehabilitasi yang memadai. Reposisi
tertutup biasanya tidak sulit, tetapi sulit untuk mempertahankan hasil
reposisi, terutama pada fraktur kominutif (Linden dkk,1981; Manjas, 1996).
Selama ini metoda fiksasi yang banyak dianut adalah dengan gips sirkuler
panjang sampai di atas siku dengan posisi siku fleksi 900, lengan bawah
pronasi, pergelangan tangan fleksi dan deviasi ulna seperti yang dianjurkan
oleh Salter atau Walstrom yang dikenal dengan Cotton Loader
(Salter, 1984)
Pada penelitian selanjutnya ternyata metoda ini mempunyai beberapa
kelemahan yaitu angka peranjakan ulang yang tinggi, dan mengakibatkan
malunion, penekanan saraf medianus, kaku sendi, nyeri dan gangguan
fungsi pergelangan tangan (Cooney dkk, 1980; Rhycak dkk, 1997).
Pada penelitian ini akan dilakukan perbandingan metoda di atas
dengan metoda fiksasi gips sirkuler setinggi siku, posisi lengan bawah
supinasi, pergelangan tangan dorsifleksi dan deviasi ulna, dimana metoda
terakhir ini masih dimungkinkan fleksi sendi siku, tetapi gerak pronasisupinasi serta gerak pergelangan tangan terfiksasi.

1.2.

Perumusan masalah
Pada fraktur Colles masalah utama pasca reposisi dan fiksasi adalah
malunion akibat peranjakan ulang yang mengakibatkan gangguan fungsi dan
rasa sakit pergelangan tangan.

1.3.

Tujuan penelitian
Untuk mendapatkan metoda fiksasi yang lebih efektif dan efisien yaitu
dengan membandingkan fiksasi gips sirkuler dengan metoda modifikasi
Bohler pada SDFDU (setinggi siku, posisi supinasi, dorsifleksi dan deviasi
ulna) dan FSPFDU ( di atas siku, posisi fleksi siku, pronasi, fleksi dan deviasi
ulna) baik secara anatomis maupun fungsional. Dengan metoda ini hanya
diperlukan 2-3 gulung gips 4 inci dibanding pada metoda sebelumnya 4-5
gulung gips 4 inci dalam sekali pemasangan (Manjas, 1996; Solichin, 1994;
Nugroho, 1982; Steward dkk,1984).

2003 Digitized by USU digital library

1.4.

Kontribusi penelitian
Bila hasil penelitian ini menunjukkan akurasi yang tinggi, maka
diharapkan komplikasi yang timbul akan diminimalisir serta nilai ekonomis
dari segi biaya yang dikeluarkan untuk pemasangan gips sirkuler.
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1

Sejarah
Sejak jaman Hipocrates sampai awal abad 19, fraktur distal radius
masih disalah artikan sebagai dislokasi dari npergelangan tangan. Abraham
Colles (1725 1843) pada tahun 1814 mempublikasikan sebuah artikel yang
berjudul On the fracture of the carpal extremity of the radius. Sejak saat itu
fraktur jenis ini diberi nama sebagai fraktur Colles sesuai dengan nama
Abraham Colles (Appley,1995; Salter,1984)
Fraktur Colles adalah fraktur yang terjadi pada tulang radius bagian
distal yang berjarak 1,5 inchi dari permukaan sendi radiocarpal dengan
deformitas ke posterior, yang biasanya terjadi pada umur di atas 45-50 tahun
dengan tulangnya sudah osteoporosis. Kalau ditemukan pada usia muda
disebut fraktur tipe Colles (Appley, 1995; Jupiter, 1991; Salter, 1984).

2.2

Anatomi dan Biomekanik Antebrakhii Distal


Bahagian antebrakhii distal sering disebut pergelangan tangan, batas atasnya
kira-kira 1,5 2 inchi distal radius. Pada tempat ini ditemui bagian tulang
distal radius yang relatif lemah karena tempat persambungan antara tulang
kortikal dan tulang spongiosa dekat sendi. Dorsal radius bentuknya cembung
dengan permukaan beralur-alur untuk tempat lewatnya tendon ekstensor.
Bahagian volarnya cekung dan ditutupi oleh otot pronator quadratus. Sisi
lateral radius distal memanjang ke bawah membentuk prosesus styloideus
radius dengan posisi yang lebih rendah dari prosesus styloideus ulna.
Bahagian ini merupakan tempat insersi otot brakhioradialis (Appley, 1995;
Brumfeeld et al, 1984; Salter, 1984).
Pada antebrakhii distal ini ditemui 2 sendi yaitu sendi radioulna distal
dan sendi radiocarpalia. Kapsul sendi radioulna dan radiocarpalia melekat
pada batas permukaan sendi. Kapsul ini tipis dan lemah tapi diperkuat oleh
beberapa ligamen antara lain :
1.
Ligamentum Carpeum volare (yang paling kuat).
2.
Ligamentum Carpaeum dorsale.
3.
Ligamentum Carpal dorsale dan volare.
4.
Ligamentum Collateral.

2.2.1 Gerakan Pada Pergelangan Tangan


Sendi radioulnar distal adalah sendi antara cavum sigmoid radius
(yang terletak pada bahagian dalam radius) dengan ulna. Pada permukaan
sendi ini terdapat fibrocartilago triangular dengan basis melekat pada
permukaaan inferior radius dan puncaknya pada prosesus styloideus ulna.
Sendi ini membantu gerakan pronasi dan supinasi lengan bawah, di mana
dalam keadaan normal gerakan ini membutuhkan kedudukan sumbu sendi
radioulnar proksimal dan distal dalam keadaan coaxial.

2003 Digitized by USU digital library

Adapun nilai maksimal rata-rata lingkup sendi dari pronasi dan


supinasi sebagai berikut :
1. pronasi
= 80 - 900
2. supinasi
= 80 - 900
Menurut American Academy of Orthopaedic Surgeon untuk pengukuran
lingkup sendi ini, siku harus dalam posisi fleksi 900 sehingga mencegah
gerakan rotasi pada humerus (Kaner, 1980; Kapanji, 1983).
Sendi Radio Carpalia merupakan suatu persendian yang kompleks, dibentuk
oleh radius distal dan tulang carpalia ( os navikulare dan lunatum ) yang
terdiri dari inner dan outer facet.
Dengan adanya sendi ini tangan dapat digerakkan ke arah volar, dorsal, radial
dan ulnar secara sirkumdiksi. Sedangkan gerakan rotasi tidak mungkin
karena bentuk permukaan sendi ellips.
Rata-rata gerakan maksimal pada pergelangan tangan adalah sebagai berikut
:
1. fleksi dorsal
= 50 800.
2. fleksi volar/palmar= 60 850
3. deviasi radial
= 15 - 290
4. deviasi ulnar
= 30 - 460
Menurut American Acadeny of Orthopaedic Surgeon untuk pengukuran
lingkup sendi ini dilakukan dengan memakai goniometer, dalam posisi
pronasi secara normal sendi radio carpalia ini mempunyai sudut 1 230 ke
arah palmar polar, jadi fraktur yang mengarah pada volar akan mempunyai
pragnosa baik (Appley, 1995; Brumfield & Champoux, 1984; Kaner, 1980).
2.1.1 Fungsi Tangan
Kelainan pada pergelangan tangan sebagai akibat fraktur distal radius akan
mempengaruhi fungsi tangan karena pergelangan tangan merupakan kunci
untuk mendapatkan fungsi tangan yang baik (Auliffe dkk, 1995;Brumfield
dkk, 1984).
Di bawah ini dikemukakan beberapa fungsi tangan (Appley, 1995; Palmer
dkk, 1984; Kaner, 1980) :
1. Gerakan membuka tangan merupakan gerakan ekstensi jari dan abduksi
ibu jari.
2. Gerakan menutup tangan merupakan gerakan fleksi dan adduksi jari-jari
serta gerakan fleksi, adduksi dan oposisi dari ibu jari.
3. Gerakan menggenggam :
a. Power grip
: saat menggenggam tabung
b. Ball grip
: saat menggenggam bola
c. Pinch grip
: saat mengambil barang yang tipis
d. Three point grip
: saat memegang pensil
e. Key grip
: saat membuka pintu dengan kunci
2.1.1 Anatomi Radiologi
Terdapat tiga pengukuran radiologi yang sering dipakai untuk melakukan
evaluasi radiologis dari distal radius. Pengukuran dilakukan dengan mengacu
kepada axis longitudinal dari radius. Pada foto AP dan lateral, garis ini
ditentukan sebagai garis yang menghubungkan dua titik pada jarak 3 cm dan
6 cm proksimal dari permukaan sendi yang terletak di garis tengah.
Ketiga pengukuran tersebut terdiri dari ( Bunger, 1974; Charnley, 1984) :

2003 Digitized by USU digital library

1. Volar Angle / Dorsal Angle.


Diukur dari foto lateral, merupakan sudut yang dibentuk oleh garis yang
menghubungkan tepi dorsal dan tepi volar radius dengan garis yang tegak
lurus pada axis longitudinal (Gartland & Werley, 1951;Sarmiento,1981) :
Nilai rata-rata
: 11 120
Range
: 1 210
Standar deviasi
: 4,3
2. Radial Angle / Radial Inklinasi
Diukur dari foto antero posterior (AP), merupakan sudut yang dibentuk
antara garis yang menghubungkan ujung radial styloid dengan sudut ulnar
dari distal radius dengan garis yang tegak lurus pada axis longitudinal
(Gartland & Werley, 1951; Sarmiento, 1981) :
Nilai rata-rata
: 230
Range
: 13 300
Standar deviasi
: 2,2
3. Radial Length
Diukur dari foto AP, merupakan jarak antara dua garis yang tegak lurus
pada axis longitudinal, garis pertama melalui tepi ujung dari radial styloid,
garis kedua merupakan garis yang melalui permukaan sendi ulna
(Gartland & Werley, 1951; Sarmiento, 1981) :
Nilai rata-rata
: 12 mm
Range
: 8 18 mm
Standar deviasi
: 2,3
Gambar 1
Skema Volar Angle, Radial Angle dan Radial Length

volar angle / Radial Tilt

radial angle

radial length

Ada satu pengukuran lagi yang penting pada fraktur Colles yaitu Radial
Width. Diukur dari foto AP, merupakan antara garis axis longitudinal dan
garis yang melalui tepi paling lateral dari radial styloid.

2003 Digitized by USU digital library

Pemeriksaan foto rontgen diperlukan untuk konfirmasi diagnosa, menilai


tipe fraktur, kestabilan dan penilaian derajat peranjakan.
Penilaian terutama pada :
1. Apakah prosesus styloid / kolumn ulna ikut patah.
2. Apakah fraktur mengenai DRUJ (distal radioulnar joint).
3. Apakah fraktur mengenai radiocarpalia.
2.2

Insiden
Fraktur distal radius terutama fraktur Colles lebih sering ditemukan pada
wanita, dan jarang ditemui sebelum umur 50 tahun (Clancey, 1984; Cooney,
1982). Secara umum insidennya kira-kira 8 15% dari seluruh fraktur dan
diterapi di ruang gawat darurat. Dari suatu survey epidemiologi yang
dilakukan di Swedia, didapatkan angka 74,5% dari seluruh fraktur pada
lengan bawah merupakan fraktur distal radius (Cooney,1980).
Umur di atas 50 tahun pria dan wanita 1 berbanding 5. Sebelum umur 50
tahun, insiden pada pria dan wanita lebih kurang sama di mana fraktur Colles
lebih kurang 60% dari seluruh fraktur radius (Cooney,1980).
Sisi kanan lebih sering dari sisi kiri. Angka kejadian rata-rata pertahun
0,98%. Usia terbanyak dikenai adalah antara umur 50 59 tahun (Dias dkk,
1980; Sarmiento dkk, 1980).

2.3

Patogenesa
Umumnya fraktur distal radius terutama fraktur Colles dapat timbul setelah
penderita terjatuh dengan tangan posisi terkedang dan meyangga badan
(Appley, 1995 ; Salter, 1981).
Pada saat terjatuh sebahagian energi yang timbul diserap oleh jaringan lunak
dan persendian tangan, kemudian baru diteruskan ke distal radius, hingga
dapat menimbulkan patah tulang pada daerah yang lemah yaitu antara batas
tulang kortikal dan tulang spongiosa.
Khusus pada fraktur Colles biasanya fragmen distal bergeser ke dorsal,
tertarik ke proksimal dengan angulasi ke arah radial serta supinasi. Adanya
fraktur prosesus styloid ulna mungkin akibat adanya tarikan triangular
fibrokartilago atau ligamen ulnar collateral ( Salter, 1984).
Berdasarkan percobaan cadaver didapatkan bahwa fraktur distal radius dapat
terjadi, jika pergelangan tangan berada dalam posisi dorsofleksi 40 900
dengan beban gaya tarikan sebesar 195 kg pada wanita dan 282 kg pada pria
( Rychack, 1977).
Pada bahagian dorsal radius frakturnya sering komunited, dengan periosteum
masih utuh, sehingga jarang disertai trauma tendon ekstensor. Sebaliknya
pada bahagian volar umumnya fraktur tidak komunited, disertai oleh robekan
periosteum, dan dapat disertai dengan trauma tendon fleksor dan jaringan
lunak lainnya seperti n. medianus dan n. ulnaris.
Fraktur pada radius distal ini dapat disertai dengan kerusakan sendi radio
carpalia dan radio ulna distal berupa luksasi atau subluksasi. Pada sendi radio
ulna distal umumnya disertai dengan robekan dari triangular fibrokartilago.

2.4

Klasifikasi
Penggunaan eponyms seperti Colles, Smith atau Barton fraktur telah lama
dikenal untuk menerangkan tentang fraktur distal radius dan sampai
sekarang istilah tersebut masih dipakai (Peltier, 1984)
Namun penggunaan istilah ini tidak dapat menggambarkan tentang
hubungannya dengan pengobatan dan hasil pengobatan.

2003 Digitized by USU digital library

Supaya klasifikasi ini berguna untuk menentukan jenis terapi dan


mengevaluasi hasilnya maka harus mencakup tipe dan derajat beratnya
fraktur, ada juga secara umum dibagi berdasarkan :
1. Lokasi
2. Bentuk garis fraktur
3. Arah peranjakan fragmen distal
4. Nama dari penemu fraktur tersebut
Gartland dan Werley pada tahun 1951 serta Lidstrom pada tahun 1959
mengembangkan sistem klasifikasi yang didasarkan kepada adanya
peranjakan atau displacement pada tempat fraktur serta mengenai atau
tidaknya permukaan sendi radiocarpal.
KLASIFIKASI GARTLAND & WERLEY
(Gartland & Werley, 1951)
Klasifikasi ini didasarkan kepada ada tidaknya peranjakan tanpa menilai
menilai derajat displacement. Fraktur dibagi atas 4 kelompok, yaitu :
1.
2.
3.
4.

Group
Group
Group
Group

I
II
III
IV

:
:
:
:

Extra-articular, displaced
Intra-articular, non displaced
Intra-rticular, displaced
Non displaced extra articular fracture

KLASIFIKASI MENURUT LIDSTROM


(Lidstrom, 1959)
Dasarnya sama seperti klasifikasi menurut Gartland & Werley.
Fraktur dibagi menjadi 6 kelompok, yaitu :
1. Group I
:
2. Group IIA :
3. Group IIB :

Minimal displacement
Extra-articular, dorsal angulation
Intra-articular, dorsal angulation, joint surface non
comminuted
4. Group IIC : Extra-articular, dorsal angulation and dorsal displacement
5. Group IID : Intra-articular, dorsal angulation and displacement,
joint surface non comminuted
6. Group IIE : Intra-articular, dorsal angulation and displacement,
joint surface comminuted
KLASIFIKASI AO
(Kreder & Hanell, 1996)
Klasifikasi ini lebih rumit dan detil di mana fraktur dibagi menjadi 3 tipe
kemudian masing-masing tipe dibagi lagi menjadi sub tipe, sebagai berikut :
1. Tipe A
: Extra articular, dibagi menjadi A1, A2, A3.
2. Tipe B
: Partial articular, dibagi menjadi B1, B2, B3.
3. Tipe C
: Complete articular, dibagi menjadi C1, C2, C3.
KLASIFIKASI SARMIENTO
(Sarmiento, 1981)
Membagi fraktur berdasarkan peranjakan fragmen distal dan adanya fraktur
pada sendi radiocarpalia.

2003 Digitized by USU digital library

1. Tipe 1

2. Tipe 2

3. Tipe 3

4. Tipe 4

Fraktur tidak beranjak tanpa


radiocarpalia
Fraktur yang beranjak, tanpa
radiocarpalia
Fraktur yang tidak beranjak
radiocarpalia
Fraktur yang beranjak dan
radiocarpalia

disertai

fraktur

disertai

fraktur

disertai

fraktur

disertai

fraktur

KLASIFIKASI MENURUT OLDER


Klasifikasi ini berdasarkan kepada derajat displacement, dorsal angulasi,
pemendekan distal fragmen radius dan derajat kominutif fragmen.
Fraktur dibagi menjadi 4 tipe :
1. Tipe I

2. Tipe II

3. Tipe III

4. Tipe IV

Dorsal angulasi sampai 5 derajat, radial length


minimal 7 milimeter.
Terdapat dorsal angulasi, radial length antara 1-7
mm, tidak kominutif.
Dorsal radius kominutif, radial length kurang dari 4
mm, distal fragmen sedikit kominutif.
Jelas kominutif, radial length biasanya negatif.

Klasifikasi ini lebih baik dalam hal memberikan gambaran kemungkinan


reduksi anatomis dan posisi anatomis pada tempat fraktur.
KLASIFIKASI MENURUT FRYKMAN
(Frykmann, 1967)
Klasifikasi ini berdasarkan biomekanik serta uji klinik, juga memisahkan
antara intra dan ekstra artikular serta ada tidaknya fraktur pada ulna distal.
Pada klasifikasi ini nomor yang lebih besar menunjukkan fase penyembuhan
yang lebih rumit dan prognosa yang lebih jelek.
1. Tipe 1

2.
3.
4.
5.

2
3
4
5

:
:
:
:

6. Tipe 6
7. Tipe 7
8. Tipe 8

:
:
:

Tipe
Tipe
Tipe
Tipe

Fraktur distal radius dengan garis fraktur extra


articular.
Tipe 1 + Fraktur prosesus styloid radius.
Tipe 1 + Fraktur permukaan sendi radiocarpalia.
Tipe 3 + Fraktur prosesus styloid radius.
Fraktur distal radius dengan garis melewati sendi
radio ulnar distal.
Tipe 5 + Fraktur prosesus styloid radius.
Tipe 5 + Fraktur permukaan sendi radiocarpalia.
Tipe 7 + Fraktur prosesus styloid radius.

2003 Digitized by USU digital library

Gambar 2
Klasifikasi Frykman

Masih banyak klasifikasi lainnya tergantung dasar pembagian klasifikasi


tersebut. Cooney dan Weber membagi fraktur berdasarkan derajat ketidakstabilan fraktur. Fernandez membagi fraktur berdasarkan mekanisme trauma.
Mc Murty dan Jupiter serta Malone membagi fraktur intra articular
berdasarkan jumlah fragmen.
2.5

Diagnosa
Biasanya penderita mengeluh deformitas pada pergelangan tangan dengan
adanya riwayat trauma sebelumnya. Pada penemuan klinis untuk fraktur
distal radius terutama fraktur Colles akan memberikan gambaran klinis yang
klasik berupa dinner fork deformity, dimana bagian distal fragmen fraktur
beranjak ke arah dorsal dan radial, bagian distal ulna menonjol ke arah volar,
sementara tangan biasanya dalam posisi pronasi, dan gerakan aktif pada
pergelangan tangan tidak dapat dilakukan (Appley, 1995; Charnley, 1970;
Collert & Issacson, 1978; Kauer, 1980; Sarmiento 1981).
Pada fraktur dengan peranjakan yang berat akan dapat menimbulkan extra
vasasi darah hingga pergelangan tangan dan tangan bahkan bagian distal
lengan bawah akan cepat membengkak ( Cooney, 1980; Howard dkk,
1989).

2.6

Penanganan
Berbagai macam metode stabilisasi dan immobilisasi telah dikemukakan. Hal
inilah yang sering menimbulkan kontroversi dalam penanganan fraktur distal
radius. Ini menunjukkan belum adanya metode immobilisasi yang benarbenar memuaskan. Tujuan utama dari pengobatan fraktur ini adalah
menghasilkan reduksi seanatomis mungkin dan mempertahankan posisi ini
sampai timbul konsolidasi tulang dan pencegahan komplikasi (Jenkins dkk,

2003 Digitized by USU digital library

1987; Jupiter, 1993). Dari kepustakaan ternyata bahwa fungsi optimal dapat
tercapai dengan reposisi seanatomis mungkin ( Clancey, 1984; Collert dkk,
1978; Peltier, 1984; Salter, 1984 ).
Untuk mendapatkan reposisi yang anatomis dan fungsi yang baik maka
haruslah diperhatikan metode anestesi, cara reposisi dan immobilisasi yang
digunakan serta tindakan rehabilitasi selanjutnya (Collert dkk, 1978;
Lidstrom, 1959; Peltier, 1984; Salter, 1984).
Penanganan fraktur distal radius ini umumnya dapat dilakukan secara :
1. Non Operatif / Konservatif
2. Operatif
2.7.1 Pengobatan Konservatif
Pengobatan konservatif meliputi reposisi tertutup dan kemudian dilanjutkan
dengan immobilisasi.
2.7.1.1
Teknik Reposisi
Reposisi dapat dilakukan dengan memakai anestesi lokal, regional blok
(plexus brachialis dan axilaris) atau anestesi umum. Sering dipakai
penggunaan infiltrasi lokal lidokain 1% atau 2% sebanyak 10-20 ml.
Tsukazaki dan Iwasah, 1993 menyatakan bahwa lokal anestesi sangat bagus
dan tidak ada resiko infeksi dari pengalamannya terhadap 280 pasien
(Tsukazaki dkk, 1993). Anestesi umum mempunyai keunggulan dalam hal
mendapatkan relaksasi otot yang baik, namun cara ini tidak dapat digunakan
untuk kasus rawat jalan.
Cara lain yang cukup aman adalah anestesi regional intravena (Biers
anaesthesia) dan blok plexus axilaris.
Reposisi harus dilakukan segera sebelum adanya edema yang dapat
mengganggu. Ada beberapa ahli (Bohler, Robert Jones dan Charnley), tetapi
secara umum prinsipnya adalah dengan melakukan Disimpaksi, Traksi,
Reposisi dan Immobilisasi.
Traksi dilakukan selama 2-5 menit, tipe Bohler melakukan traksi pasif dengan
bantuan gravitasi dan finger chinese trap selama 5-10 menit dan counter
traksi pada humerus dengan beban 3-10 kg dalam posisi siku fleksi 900.
Secara umum reposisi bukanlah hal yang sulit dibandingkan dengan
mempertahankan hasil reposisi.
Metode Charnley, impaksi dibebaskan dengan cara melakukan hiperekstensi
yang diikuti segera dengan fleksi palmar dan pronasi untuk mengunci
fragmen fraktur. Biasanya periosteum yang intak serta jaringan ikat dari
tendon sheath membentuk semacam engsel pintu yang mempertahankan
stabilitas fragmen fraktur. Tetapi harus diingat bahwa tindakan melakukan
hiperekstensi mungkin akan menambah kerusakan jaringan lunak
disekitarnya.
Fungsi yang baik tercapai jika paska reposisi angulasi dorsal < 150 dan
pemendekan radius < 3 mm (De Palma) karena itu Collert melakukan reposisi
ulang jika angulasi dorsal > 150 dan deviasi ulnar < 100.
Menurut Gartland, kalau angulasi > 100 akan menyebabkan gangguan palmar
fleksi.
2.7.1.2
Metode Immobilisasi
Berbagai teknik pemasangan cast telah dikenal. Pada prinsipnya cast tidak
boleh melebihi atau melewati sendi metacarpofalangeal, dimana jari-jari
harus dalam posisi bebas bergerak. Immobolisasi dapat dipakai gips ataupun

2003 Digitized by USU digital library

functional brace, yang dapat dipasang di atas atau di bawah siku. Yang paling
sering dipakai dan hasilnya cukup stabil ialah pemasangan below elbow cast.
2.7.1.2.1 Posisi pergelangan tangan
Dilakukan dengan posisi palmar fleksi 150 dan ulnar deviasi 200, karena
dengan posisi tersebut tendon ekstensor dan otot brakhioradialis sedikit
teregang sehingga dapat menambah stabilitas hasil reposisi. Tetapi posisi
palmar fleksi dan ulnar deviasi yang ekstrim akan menimbulkan komplikasi
berupa edema dan kompresi saraf medianus, sehingga jari sukar digerakkan
yang akhirnya dapat menimbulkan kekakuan.
Bohler menganjurkan posisi pergelangan tangan netral anatar volar dan
dorsal fleksi yang dikombinasi dengan deviasi ke ulnar.
Charnley menganjurkan untuk memakai posisi sedikit volar fleksi.
Wiker menempatkan pergelangan tangan pada posisi netral dengan membuat
penekanan pada bagian dorsal dan radial dari cast untuk mencegah
displacement / pergeseran (Wiker, 1987)
Stewart menyimpulkan bahwa posisi dari immobilisasi tidak mempengaruhi
hasil akhir dari anatomi.
2.7.1.2.2 Posisi lengan bawah
Below elbow cast menghasilkan posisi netral dari lengan bawah, sehingga
pronasi dan supinasi tidak dikurangi secara penuh. Beberapa penulis
menganjurkan posisi supinasi dalam pemakaian above elbow cast. Posisi ini
dikemukakan oleh Sarmiento dan kawan-kawan dengan dasar hasil
pemeriksaan EMG menunjukkan penurunan aktivitas otot brakhioradialis yang
berinsersi pada distal radius berperanan penting terhadap penyebab
redislokasi pada fraktur Colles.
Seperti diketahui bahwa otot brakhioradialis merupakan otot fleksi sendi siku
yang cukup kuat, dengan insersi pada prosesus styloideus radius akan
teregang dan cenderung berkontraksi untuk menarik fragmen distal ke arah
dorsal. Karena itu Sarmiento menganjurkan posisi supinasi untuk
immobilisasi. Wahlstorm juga membuktikan bahwa otot pronator quadratus
yang melekat pada distal radius bila berkontraksi menyebabkan redislokasi
dari fraktur distal radius. Otot pronator quadratus berkontraksi terutama
ketika posisi lengan bawah dalam supinasi sehingga posisi pronasi lebih stabil
(Collert dkk,1974). Rosetzky menemukan dalam penelitian prospektifnya
bahwa above elbow cast tidak mempunyai kelebihan dibandingkan dengan
below elbow cast (Rosetzky, 1982).
Keuntungan Posisi Supinasi :
1. Mengurangi aksi otot brakhioradialis.
2. Mengurangi kecenderungan redislokasi.
3. Terbaik dalam penyembuhan ligamentum collateral radius.
4. Mudah menilai pemeriksaan radiologis.
5. Mudah untuk latihan jari-jari.
6. Mobilisasi mudah karena posisi pronasi dibantu gravitasi.
7. Jika ada gangguan pronasi dapat dikompensasi oleh adduksi bahu.
2.7.1.2.3 Lama Immobilisasi
Lama pemasangan gips bervariasi antara 3 6 minggu. Wahlstorm dengan
bone scanning membuktikan bahwa setelah 28 hari fraktur sudah cukup stabil
dan boleh mobilisasi. Sarmiento menganjurkan pemakaian ini setelah 1

2003 Digitized by USU digital library

10

minggu dengan gips. Selama pemasangan gips akan terjadi perubahan ratarata VA 0-150, RA 0-80 dan RL 0-8 mm.
Pada kasus yang minimal displacement immobilisasi cukup 3 4 minggu,
sedang pada tindakan operatif berkisar 6 12 minggu.
2.7.2 Pengobatan Operatif
Dilakukan pada kasus-kasus yang tidak stabil seprti fraktur yang kominutif,
angulasi hebat > 200, serta adanya kerusakan pada permukaan sendi
terutama pada penderita usia muda atau adanya redislokasi dini dengan cara
pengobatan konservatif.
Teknik alternatif antara lain fiksasi interna dan fiksasi eksterna.
Fiksasi Interna (Rickli dkk, 1996) :
1. Fiksasi interna (Roger Anderson technical)
2. Fiksasi interna dengan K-wire (Ulnar pinning) atau Ellis butress
plate
3. Percutaneus Pinning Post Reposition (sering untuk umur tua)
4. Cancelous bone grafting
5. Ligamentotaxis + bone grafting
Fiksasi Eksterna :
Conney (1983) menganjurkan eksternal fiksasi pada,
1. Frykman tipe 5-8
2. Dorsal angulasi > 250
3. Pemendekan radius > 10 mm
4. Fraktur intra artikuler kominutif
5. Redislokasi setelah reposisi
6. Fraktur bilateral
2.7.3 Fisioterapi atau Rehabilitasi
Bertujuan agar fungsi tangan kembali normal dan penderita dapat bekerja seperti
biasa setelah 3-4 bulan. Periode ini saat dari pengangkatan cast, brace atau fiksasi
skeletal sampai pulihnya fungsi. Latihan fungsional harus dilakukan oleh penderita
sendiri dengan pengawasan dokter. Fisioterapi hanya dilakukan terhadap penderita
yang kurang motivasi dan penyembuhan yang kurang progresif. Waktu 4 bulan
dapat dikatakan normal untuk bisa bekerja lagi. Tetapi hasil akhir penyembuhan
baru bisa ditentukan sekitar 1 tahun setelah trauma. Kekuatan menggemgam bisa
dipakai sebagai parameter yang baik untuk perbaikan fungsi rehabilitasi. Sarmiento
meyatakan mobilisasi awal dengan fungsional brace memungkinkan untuk perbaikan
fungsi gerak dan rehabilitasi (Sarmiento, 1980)
Komplikasi
Penting karena komplikasi ini akan mempengaruhi hasil akhir fungsi yang
tidak memuaskan. Umumnya akan selalu ada komplikasi. Menurut Cooney,
hanya ada 2,9% kasus yang tidak mengalami disabiliti dan gangguan fungsi
(Cooney, 1980).
Adapun komplikasi yang mungkin terjadi :
A. DINI
- Kompresi / trauma saraf ulnaris dan medianus
- Kerusakan tendon
- Edema paska reposisi
- Redislokasi

2003 Digitized by USU digital library

11

B. LANJUT
- Arthrosis dan nyeri kronis
- Shoulder Hand Syndrome
- Defek kosmetik ( penonjolan styloideus radius )
- Ruptur tendon
- Malunion / Non union
- Stiff hand ( perlengketan antar tendon )
- Volksman Ischemic Contracture
- Suddeck Athrophy
2.8.1 Kompressif Neuropathy
Umumnya terjadi akibat anestesi lokal, teknik reposisi yang salah dan posisi
ekstrem dari palmar fleksi dan ulnar deviasi sehingga terjadi neuropati
terutama median neuropati, 0,2-5% dari kasus yang terjadi, kebanyakan
mengenai n.medianus pada carpal tunnel. Stewart, menemukan tidak ada
hubungan antara kompresi saraf dengan displacement awal. Nampaknya
delayed carpal tunnel berhubungan dengan akhir volar angle shift. Indikasi
operasi bila ada rasa sakit dan hilangnya sensasi yang berat. Kompresi
n.ulnaris jarang, parastesia dari n. radialis tidak sering dan biasanya hilang
spontan dalam beberapa minggu.
2.8.2 Ruptur Tendon
Sering terjadi karena trauma dari fragmen fraktur dan jarang disebabkan
abrasi kalus yang terjadi sesudah 2 bulan pertama. Tendon yang sering
dikenai adalah : EPL, FPL dan FDP, sekitar 0,4-1% dari kasus. Ruptur terjadi
pada bony groove dari radius distal.Terapi berupa tendon transfer dari
ekstensor indicis propius. Stenosing tenosynovitis terjadi pada 0,6-1,4% dari
kasus.
2.8.3 Redislokasi
Adalah bergesernya kembali fragmen distal ke posisi semula pada 2 minggu.
Biasanya berkisar antara 11-42%. Gartland & Werley mendapatkan
perubahan VA 3-6 0, RA 2-40, dan RL 1,5 2,5 mm pada minggu pertama.
Stewart HD dan kawan-kawan 1984, mendapatkan perubahan VA rata-rata
9,90, RA 2-40 dan RL 1,7 mm selama immobilisasi 6 minggu. Secara umum
dari kepustakaan akan didapatkan perubahan VA 0-150, RA 0-80 dan RL 0-8
mm.
Collert dan Isacson melakukan reposisi ulang kalau angulasi > 150 dan ulnar
deviasi > 100. Sedang De Palma menyatakan bahwa untuk mendapatkan
fungsi yang baik, angulasi dorsal < 50 dan pemendekan radius < 3 mm.
Gartland & Werley mendapatkan bahwa angulasi dorsal > 100, maka palmar
fleksi akan terganggu (hanya sampai 300), sedangkan perubahan RA dan
pemendekan radius (RL) tidak begitu berpengaruh pada fungsi pergelangan
tangan.
Rhycak dan kawan-kawan, menyatakan bahwa adanya residual dorsal tilt >
100 tidak akan menimbulkan gangguan yang nyata pada gerakan dorsi dan
palmar fleksi, dan pemendekan radius 2-6 mm tidak menimbulkan gangguan
pada pronasi dan supinasi.
Sedangkan menurut Kapanji, kalau terjadi perubahan sumbu radio ulnar
distal, apakah itu akibat perubahan radial angle atau volar angle akan
menimbulkan subluksasi / dislokasi yang mengakibatkan gerakan pronasi dan
rotasi akan terbatas dan nyeri.

2003 Digitized by USU digital library

12

2.8.4 Arthrosis
Lebih sering terjadi pada sendi radio ulnar dari pada radio carpalia terutama
pada Frykman. Arthrosis ini terjadi karena mal-alignment dari sigmoid dengan
kapitulum ulna, imobilisasi dalam posisi pronasi yang lama serta adanya
pemendekan radius.
2.8.5 Shoulder Hand Syndrome
Dikenal dengan upper limb dystrophy / pain dysfunction dengan gejala
sympathetic dominan seperti perubahan suhu, nyeri, kekakuan pada tangan.
Hal ini terjadi akibat adanya carpal tunnel syndrome, arthrosis dan malunion.
2.8.6 Stiff Hands
Akibat arthro-fibrosis atau perlengketan tendon fleksor dengan manifestasi
berupa oedema jari-jari tangan disertai gangguan pergelangan tangan.
2.8.7 Sudeck Dystrophy
Adalah suatu istilah yang luas dengan nyeri dan kaku pada jari-jari
berhubungan dengan post trauma refleks dystrophy, post trauma sympathetic
dystrophy, shoulder hand syndrome, osteoneurodystrophy dan causalgic
syndroma. Insidens pada Colles fraktur 0,1-16% dan kita duga bila rasa
sakit, pembengkakan, kekakuan sendi melebihi dari derajat trauma.
Terdapat 3 tahap dari Sudeck dystrophy :
Tahap I
: Puffy
oedem,
kemerahan,
rasa
sakit
yang
berlebihan,hiperestesia, hiperhidrosis, gerakan sendi
berkurang, x-ray spotty demineralization setelah 3
minggu.
Tahap II
: Pembengkakan yang fusiform, kulit yang mengkilat,
rasa sakit yang meningkat dan difus, banyak keringat,
kemerahan, gerakan makin menurun, sendi menjadi
kaku,benjolan akut akibat palmar fasciitis, atrofi
jaringan subkutaneus, kuku rapuh.
Tahap III : Tangan pucat, dingin dan kering, kulit tipis, kaku dan
mengkilap, neuralgia yang menyebar, tangan yang
kaku, demineralisasi yang difus dari tulang.
Etiologi tidak jelas.
Faktor yang harus dipertimbangkan :
- Symphatetic over activity
- Reflex vasomotor
- Insufisiensi peredaran darah
- Trauma waktu reposisi fraktur
- Bengkak
- Re-reposisi
- Penggantian cast yang sering
- Malunion
- Faktor psikologis
- Faktor endogen

2003 Digitized by USU digital library

13

2.8.8 Malunion
Tidak ada kriteria yang jelas. Kebanyakan terjadi akibat redislokasi dan
kemungkinan menyebabkan limitasi gerak, deformity kosmetik dan rasa sakit.
Terapi : wedge osteotomy.
2.8.9 Hilangnya integritas radioulnar
Gejalanya meliputi gerakan supinasi dan pronasi yang terhambat dan sakit
kadang disertai bunyi klik, kelemahan menggenggam, rasa sakit yang
menetap pada penekanan di daerah distal ulna dan sendi radioulna,
penonjolan distal ulna, dan kelemahan dari sendi radioulna distal.
Frykman menemukan insidens sebanyak 19% dan menyatakan ini merupakan
penyebab penting dari ketidak-puasan akan hasil akhir fungsional.
2.8.10 Arthritis post trauma
Tidak ada kesepakatan mengenai definisi arthritis di sini. Klinis : rasa sakit
pada gerakan dan gangguan gerakan. X-ray : penyempitan rongga sendi,
sclerosis, subchondral clearing, osteofit.
Insidens bervariasi mulai 5-40%, terutama terjadi setelah fraktur
intraartikuler.
Terapi dapat berupa :
- fusi pergelangan tangan
- proximal row carpectomy
- total prostetic arthroplasty
2.8.11 Gangguan gerakan dan fungsi
Defek permanen yang sering adalah menurunnya kemampuan volar fleksi
95% kasus menurut Cooney. Frykman menemukan hilangnya kekuatan
menggenggam pada 24-25%, kekakuan sendi pada 1-18%. Bunger
menemukan 80% dengan penurunan kekuatan pronasi dan supinasi, tidak
berhubungan dengan derajat malunion.
2.8.12 Kontraktur Dupuytrens
Insidens 0,2-3%.
Klinis berupa palmar nodulus dan band.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1

3.2

Rancangan penelitian
Penelitian ini merupakan uji klinis komparatif terbuka secara acak
yaitu perbandingan hasil dari tindakan konservatif reposisi modifikasi Bohler
dan fiksasi SDFDU dan FSPFDU pada kasus fraktur Colles atau tipe Colles
tertutup.
Lokasi penelitian
Penelitian ini dilakukan secara mandiri terhadap fraktur Colles atau
tipe Colles tertutup di IGD/UGD dan Poliklinik Bagian Bedah Orthopaedi RSUP
H Adam Malik dan RSUD Dr Pirngadi serta RS tempat pendidikan, selama 9
bulan.

2003 Digitized by USU digital library

14

3.3

Populasi penelitian
Subjek penelitian adalah semua penderita dewasa dengan fraktur
Colles atau tipe Colles tertutup tanpa cedera lain dan setuju menjadi subjek
penelitian.Sedangkan populasi yang tidak termasuk dalam penelitian adalah
fraktur terbuka, fraktur lain yang bersamaan pada sisi ipsilateral, trauma
berganda dan fraktur lebih dari tiga hari.
Peralatan yang digunakan adalah :
a. Alat traksi modifikasi Bohler (Chinese Finger Strap).
b. Light box untuk menilai pemeriksaan radiologis.
c. Busur derajat untuk mengukur jarak dengan ketelitian sampai 1 mm.
d. Pencatatan dilakukan dengan menggunakan form khusus.
Gambar 3
Cara Traksi Memakai Finger Straps

3.4

Pelaksanaan penelitian
Data dicatat pada lembar pengumpul data dari ruangan pada hari 0
(pasca reposisi tertutup modifikasi Bohler), dilakukan kontrol foto pasca
tindakan, dan dilanjutkan di poliklinik 2 minggu kemudian, kontrol foto
Rontgen diukur angka peranjakan ulang (migrasi) yaitu Radial Angle (RA),
Radial Length (RL), dan Radial Tilt (RT) (Sanjaya, 1993; Steward, 1984).
Selanjutnya 4 minggu pasca tindakan : gips dibuka, dinilai deformitas, fungsi
pergelangan tangan dengan foto kontrol, dievaluasi RA, RL dan RT. Tiga bulan
pasca tindakan kembali dikontrol foto dan dinilai RA, RL dan RT; evaluasi
fungsi dengan kriteria Gartland dan Werley (Gartland & Werley, 1951),
kemudian analisa statistik dan kesimpulan.

2003 Digitized by USU digital library

15

Gambar 4
Contoh Pemasangan Gips Sirkuler
SDFDU dan FSPFDU

Pemeriksaan radiologis dipergunakan plain foto pada proyeksi anteroposterior (AP) dan proyeksi lateral (L). Foto AP, lengan bawah diletakkan
dalam posisi pronasi di atas meja, kaset film diletakkan di bawah lengan
bawah dan pergelangan tangan. Tangan sedikit melengkung pada sendi MCP.
Sinar diarahkan tegak lurus pada daerah midcarpal. Foto lateral, dibuat
dengan posisi sendi siku 900, lengan bawah dan pergelangan tangan
diletakkan pada posisi lateral. Sinar diarahkan tegak lurus pada pergelangan
tangan.
Gambar 5
Contoh Hasil Foto Rontgen AP/L dan Parameter
Pengukuran RA, RL dan RT

RT

3.5

RT

RA & RL

Pengolahan / analisa data


Data yang diperoleh dari sampel yang memenuhi kriteria penerimaan
dan penolakan secara acak untuk mendapatkan sampel yang homogen.

2003 Digitized by USU digital library

16

Selanjutnya dilakukan analisa statistik terhadap hasil anatomis yaitu RA, RL


dan RT serta hasil fungsional setelah 3 bulan dengan kriteria Gartland dan
Werley yaitu Student T-test.
Suatu perbedaan dinyatakan bermakna bila p<0,05. Perubahan pada
tiap kelompok perlakuan dianalisis dengan one way Anova .
Bila perubahan fungsi pergelangan tangan diperhitungkan dengan kriteria
Gartland dan Werley, maka data yang diperoleh dianalisis dengan X2-test
(chi-square test).

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.
4.1

HASIL
Umum
Selama penelitian ini berlangsung dari mulai bulan Maret 2002 sampai
selesai, telah dilakukan pemasangan below elbow cast posisi lengan bawah
supinasi pada 17 kasus (SDFDU, disebut kelompok A), 2 kasus drop out dan
above elbow cast dengan posisi lengan bawah pronasi pada 19 kasus
(FSPFDU, disebut kelompok B), 4 kasus drop out karena tidak melakukan
follow-up ke lokasi penelitian. Jadi sampel yang dimasukkan ke dalam
penelitian adalah sejumlah 30 pasien.
Tabel 1
Distribusi Umur dan Jenis Kelamin Antara Kelompok A (SDFDU) dan
Kelompok B (FSPFDU)

Umur
(th)
<20
20-29
30-39
40-49
>50
Total
X SD

Jenis
Klp.A
Lk
Pr
1
1
4
2
3
0
2
1
1
0
11
4
32,067 12,203

Kelamin
Klp.B
Lk
Pr
1
2
4
1
2
1
2
0
1
1
10
5
32,933 14,335

Total

5
16,67
11
36,66
6
20,0
5
16,67
3
10,0
30
100
P = 0,4299

Pada tabel di atas terlihat bahwa, jenis kelamin terbanyak untuk kedua
kelompok A dan B adalah laki-laki sekitar 70% lebih kurang sama, sehingga
kedua kelompok tidak berbeda bermakna menurut jenis kelamin.
Kelompok usia terbanyak adalah 20-29 tahun sekitar 35-40% lebih kurang
sama, tidak berbeda bermakna (p>0,05).
Usia rata-rata antara kedua kelompok adalah 32,5 tahun dengan rentang usia
penderita antara 17 sampai 62 tahun.

2003 Digitized by USU digital library

17

Tabel 2
Distribusi Sisi Tangan Fraktur Terhadap Jenis Kelamin
Kedua Kelompok A dan B
Lengan

Klp.A
Lk
9
2
11

Kanan
Kiri
Total

Jenis Kelamin
Klp.B
Pr
Lk
Pr
3
7
3
1
3
2
4
10
5

Total

22
8
30

73,33
26,67
100,00

Dari hasil penelitian terhadap 30 kasus didapatkan bahwa seluruh penderita


mempunyai tangan kanan yang dominan. Ternyata pada penelitian ini fraktur
Colles atau tipe Colles menimpa tangan kanan sebanyak 22 kasus (73,33%
dan tangan kiri 8 kasus (26,67%). Perbandingan tangan kanan dan kiri kirakira 3:1 dan laki-laki dibanding perempuan 21 (70%) : 9 (30%).
Tabel 3
Distribusi Umur dan Penyebab Fraktur Colles atau Tipe Colles
Pada Kedua Kelompok A dan B
Penyebab
Laka
Lalin
Kerja
Terjatuh
Total

<20
A
B
2
0
0
0
2

20-29
A
B
2 5
5
11
0
0
0
3 6

U m u r (th)
30-39
40-49
A
2
1
0

5 3

3
0
0

1
2
0

B A
2
0
0
2

>50

0
0
1
1

B
0 22(73,33)
0
2 5(16,67)
3(10,0)
2 30(100)

Pada penelitian ini ternyata fraktur Colles atau tipe Colles paling banyak
disebabkan kecelakaan lalu lintas 22 kasus ( 73,33%) kemudian diikuti
karena kecelakaan kerja 5 kasus (16,67%). Sedangkan akibat jatuh sendiri
sebanyak 3 kasus (10%). Ternyata semakin muda umur penderita, maka
penyebab kecelakaaan lalu lintas semakin tinggi. Sebaliknya semakin tua,
maka makin disebabkan oleh jatuh sendiri.
4.2

Khusus
4.2.1 Data Pra Reposisi Tertutup

2003 Digitized by USU digital library

18

Tabel 4
Tipe Fraktur Berdasarkan Sistem Frykman
Pada Kedua Kelompok A dan B

Dari 30 kasus yang dilakukan penelitian bahwa fraktur Colles atau tipe
Colles terbanyak adalah Tipe I sebanyak 12 kasus (40,00%). Distribusi tipe
fraktur menurut Frykman pada kedua kelompok terlihat hampir merata
kecuali pada tipe I yang lebih banyak pada kelompok A sebanyak 7 kasus.
Tabel 5
Radial Angle, Radial Length dan Radial Tilt Sisi Sehat
Kedua Kelompok A dan B

2003 Digitized by USU digital library

19

Dari 30 kasus yang diteliti ternyata pada sisi sehat atau sisi kontralateral didapatkan
RA , RL dan RT kedua kelompok merata dengan signifikansi tidak bermakna dimana
p>0,05.
Tabel 6
Perubahan Rata-rata Radial Angle, Radial Length dan Radial Tilt
Pada Sisi Fraktur

Setelah didapatkan pengukuran RA, RL dan RT pada sisi sehat, maka dapat dicari
nilai perubahan yang terjadi pada sisi fraktur dengan membandingkannya pada sisi
sehat. Seperti pada tabel di atas dari 30 kasus kedua kelompok ternyata RA, RL dan
RT kelompok A maupun B tidak bermakna di mana p>0,05.
4.2.2 Hasil Pasca Reposisi Tertutup dan Fiksasi
Perubahan rata-rata Radial Angle, Radial Length dan Radial Tilt pada sisi fraktur
pasca reposisi dan fiksasi.
Setelah dilakukan reposisi tertutup dengan anestesi lokal dan pemasangan gips
dengan membandingkan kedua kelompok A (SDFDU) dan B (FSPFDU), didapatkan
sebagai berikut :
Tabel 7
RA, RL dan RT Pasca Reposisi dan Fiksasi Awal

2003 Digitized by USU digital library

20

Pasca reposisi dan fiksasi awal nilai RT pada kelompok A secara statistik lebih
kecil (p<0,05) dari pada nilai kelompok B sehingga perbedaan kedua
kelompok signifikan.
Tabel 8
RA, RL dan RT 2 Minggu Pasca Reposisi dan Fiksasi
Parameter
RA
RL
RT

Klp.A = 15
Mean

SD

23,930
5,85
7,40mm
1,40
18,070
3,39

Klp.B = 15
Mean
SD
22,800
4,52
5,73mm
2,12
21,730
6,88

P
0,2788
0,0085
0,0374

Dua minggu pasca reposisi dan fiksasi, nilai RL pada kelompok A secara
statistik lebih besar (p<0,05) daripada kelompok B dan nilai RT pada
kelompok A lebih kecil secara statistik (p<0,05) daripada kelompok B.
Tabel 9
RA, RL dan RT 4 Minggu Pasca Reposisi dan Fiksasi
Klp.A = 15
Parameter

RA
RL
RT

Mean

SD

23,930
5,89
7,13mm
1,30
17,470
3,02

Klp.B = 15
Mean
SD
22,400
4,44
5,27mm
1,75
20,470
5,97

0,2139
0,0013
0,0468

Empat minggu pasca reposisi dan fiksasi nilai RL pada kelompok A secara
statistik
lebih besar (p<0,05) daripada kelompok B dan nilai RT pada
kelompok A lebih kecil (p<0,05) daripada kelompok B.
Tabel 10
RA, RL dan RT 3 Bulan Pasca Reposisi dan Fiksasi
Parameter
RA
RL
RT

Klp.A = 15
Mean
SD
22,400
4,70
7,13mm
1,30
17,470
2,89

2003 Digitized by USU digital library

Klp.B = 15
Mean
SD
21,400
3,64
5,00mm
1,56
20,000
5,57

P
0,2601
0,0002
0,0465

21

Tiga bulan pasca reposisi dan fiksasi, nilai RL kelompok A secara statistik
lebih besar (p<0,05) daripada kelompok B dan nilai RT kelompok A secara
statistik lebih kecil (p<0,05) daripada kelompok B.
Tabel 11
Rata-rata Fungsi Setelah 3 Bulan
( Kriteria Gartland dan Werley )
FUNGSI

Klp.A = 15

Klp.B = 15

Jumlah

Sempurna

9
60%

4
26,7%

13
43,3%

Baik

3
20%

2
13,3%

5
16,7%

Cukup

3
20%

3
20%

6
20%

Kurang

6
40%

6
20%

X2 = 8,123
Df = 3
P = 0,0435
Pada kelompok A tidak seorangpun mengalami fungsi pergelangan tangan
yang kurang/jelek (0 dari 15) dibandingkan dengan kelompok B (6 dari 15).
Pada kelompok A yang mengalami perbaikan fungsi sempurna (9 dari 15 ;
60%) adalah dua kali lebih banyak daripada kelompok B (4 dari 15; 26,7%)
Tabel 12
Hubungan Perubahan RA,RL dan RT pada Fiksasi Awal Sampai 3
Bulan Pada Kelompok A
Parameter

Awal

2 mgg

4 mgg

3 bln

RA

24,80
5,710

23,93
5,850

23,93
5,890

22,40
4,700

0,484

0,6950

7.40
7,73
7,13
1,49mm 1,40mm 1,30 mm

7,13
4,70mm

0,643

0,5907

18,07
3,39

17,47
2,89

0,465

0,7076

RL
RT

18,67
3,680

17,47
3,02

Peranjakan atau displacement dari waktu ke waktu selama dipasang gips


secara statistik pada kelompok A tidak signifikan (p>0,05).

2003 Digitized by USU digital library

22

Tabel 13
Hubungan Perubahan RA, RL dan RT pada Fiksasi Awal Sampai 3
Bulan Pada Kelompok B
Paramete
r

Awal

2 mgg

4 mgg

3 bln

RA

25,53
5,780

22,80
4,520

22,40
4,440

21,40
3,640

2,168

0,1030

RL

8,13
1,64
mm

5,73
2,12

5,27
1,75

5,00
1,56

9,705

0,0001

21,73
6,88

20,47
5,97

20,00
5,57

0,912

0,4411

RT

23,60
7,51

Peranjakan atau displacement selama dipasang gips pada fiksasi dari waktu
ke waktu (mulai fiksasi awal sampai 4 minggu) secara statistik tidak
signifikan, kecuali perubahan fungsi RL pada kelompok B, setelah 3 bulan
dinilai fungsi pergelangan tangan.
B.

PEMBAHASAN
Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap 30 kasus fraktur Colles atau tipe
Colles selama 9 bulan dengan 2 kelompok perlakuan antara fiksasi gips
sirkular SDFDU dan FSPFDU didapatkan penderita terbanyak adalah laki-laki
70% seperti pada penelitian terbaru (Solichin,Nugroho B,Manjas M,
Wihandono dkk, 1998), insiden terbanyak pada usia muda (60%), penyebab
fraktur terbanyak adalah kecelakaan lalu lintas (73,33%), karena diperlukan
trauma yang agak berat untuk terjadinya fraktur, sedangkan usia tua jatuh
sendiri terjadi fraktur karena tulang sudah osteoporotik. Dari kepustakaan
didapatkan bahwa fraktur distal radius banyak ditemui pada wanita dan umur
tua (Conwell,Vesley,1992; Jupiter, 1991,Peltier, 1984; Wahlstorm, 1982).
Sisi tangan yang dikenai pada penelitian ini ditemukan pada sisi kanan lebih
banyak fraktur (71,3%). Hal ini mungkin karena kasus yang diteliti umumnya
usia muda dengan mobilitas tinggi, sehingga tangan kanan yang dominan
lebih berfungsi sebagai proteksi. Penemuan ini sesuai dengan laporan dari
Chapman, 1992; Collert, 1978; Peltier, 1984).
Distribusi tipe fraktur menurut sistem Frykman pada kedua kelompok merata,
secara keseluruhan tipe I paling banyak ditemui (40%). Hal ini terjadi karena
kasus terbanyak adalah umur muda di mana menurut kepustakaan tulangnya
belum osteoporotik dengan periosteumnya masih tebal dan intak. (Appley,
1995; Kapanji, 1983; Salter, 1984).
Pengukuran yang dilakukan pada sisi kontralateral (sisi yang sehat) diperoleh
angka rata-rata Radial Angle (RA) 20,47 2,05130, Radial Length (RL) 11
1,38 mm dan Radial Tilt (RT) 11,67 2,8690 tidak bermakna pada kedua
kelompok A dan B di mana p>0,05. Besarnya pengukuran ini ternyata tidak
berbeda bila dibandingkan dengan kepustakaan. Umumnya rata-rata berkisar
RA 16-300 , RL 8-14 mm dan RT 2-280.
Nilai rata-rata RA sisi sehat di atas sesuai juga dengan penelitian Sanjaya,
1993; Manjas, 1996; untuk orang Indonesia dan lebih kecil dibanding orang
Kaukasia.

2003 Digitized by USU digital library

23

Rata-rata RA dan perubahan RA pasca reposisi dan fiksasi awal, 2 minggu, 4


minggu dan 3 bulan pada kedua kelompok tidak berbeda bermakna (p>0,05),
hal ini karena posisi pergelangan tangan pada kedua kelompok sama-sama
pada posisi deviasi ulna (Cooney, 1980; Manjas, 1996; Sarmiento, 1980;
Solichin, 1994).
Rata-rata RL dan perubahan RL pasca reposisi dan fiksasi 2 minggu, 4
minggu dan 3 bulan berbeda bermakna kecuali fiksasi awal (p<0,05). Hal ini
membuktikan pada posisi supinasi tarikan oleh otot brakhioradialis lebih kecil
dibanding posisi pronasi. Efek otot brakhioradialis ini telah dibuktikan oleh
Sarmiento baik secara klinis maupun EMG (Sarmiento, Zakarsky, Sinclair, 1980).
Rata-rata RT pasca reposisi dan fiksasi awal, 2 minggu, 4 minggu dan 3 bulan
kedua kelompok berbeda bermakna (p<0,05). Hal ini membuktikan bahwa
deforming force pada dorsofleksi lebih kecil dibanding pada posisi fleksi
pergelangan tangan. Seperti yang telah dibuktikan dalam penelitian Ajay
Gupta (Gupta, 1991; Kreder & Hanell, 1996).
Penilaian fungsi dilakukan setelah 3 bulan pasca tindakan berdasarkan kriteria
Gartland dan Werley. Hasil sangat baik kelompok A = 69,2%; B = 30,8%;
hasil baik kelompok A = 60%; B = 40%. Hasil kurang atau jelek tidak
terdapat pada kelompok A, tetapi B terdapat 6 subyek atau 100% dibanding
kelompok A atau 20% dari total subyek penelitian.
Kedua kelompok berbeda bermakna (p<0,05). Hal ini sesuai dengan hasil
pengukuran anatomis, di mana nilai RA, RL dan RT kelompok A lebih baik dari
kelompok B, sesuai dengan penelitian sebelumnya (Sarmiento, 1980;
Gupta,1991; Solichin,1994; Manjas, 1996; Wihandono dkk, 1998).
Hubungan perubahan peranjakan dari waktu ke waktu secara statistik tidak
signifikan pada kelompok A maupun kelompok B kecuali perubahan
peranjakan RL pada kelompok B.Hal ini disebabkan jumlah sampel yang
sedikit.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.

Kesimpulan
Dari 30 kasus fraktur Colles atau tipe Colles yang diteliti, maka pada
penelitian ini dapat diambil kesimpulan :
1.
Fraktur tipe Colles lebih sering terjadi pada usia muda akibat kecelakaan lalu
lintas.
2.
Berat fraktur berhubungan dengan penyebabnya (force trauma), sisi kanan
lebih sering dibanding sisi kiri.
3.
Nilai rata-rata RA = 20,47 2,050 ; RL = 11 1,38mm; RT =11,67 2,870.
Kedua kelompok homogen.
4.
RA hasil reposisi dan fiksasi kedua kelompok tidak berbeda bermakna, tetapi
berbeda bermakna pada RL dan RT, baik secara anatomis (RL dan RT) dan
fungsional kelompok A lebih baik dari kelompok B.
5.
Metoda reposisi modifikasi Bohler disertai fiksasi gips sirkuler setinggi siku,
posisi supinasi, lengan bawah dan pergelangan tangan dorsifleksi serta
deviasi ulna (SDFDU) lebih efektif dan efisien dibandingkan dengan metoda
fiksasi gips sirkuler di atas siku, posisi siku fleksi 900, lengan bawah pronasi
dan pergelangan tangan fleksi serta deviasi ulna (Cotton Loader) FSPFDU
yang selama ini digunakan.

2003 Digitized by USU digital library

24

6.

Perbaikan peranjakan atau displacement dari waktu ke waktu selama


dipasang gips secara statistik tidak signifikan baik pada kelompok A maupun
kelompok B, kecuali perubahan fungsi RL pada kelompok B.

5.2.

Saran

1.

Dari hasil penelitian yang dilakukan terbukti bahwa metoda reposisi


modifikasi Bohler disertai fiksasi dengan gips sirkuler setinggi siku, posisi
lengan bawah supinasi, pergelangan tangan dorsifleksi serta deviasi ulna
(SDFDU) ini dapat dipertimbangkan untuk dipergunakan sebagai salah satu
metoda penanganan fraktur Colles atau tipe Colles tertutup terutama fraktur
Colles ekstra artikuler.
Penelitian ini hanya pada 30 kasus dan diikuti sampai 3 bulan pertama, maka
untuk lebih baik diperlukan penelitian lanjut yang dapat melihat fungsi
pergelangan tangan secara keseluruhan pada jumlah kasus yang lebih
banyak.

2.

BAB VI
KEPUSTAKAAN
Appleys AG : System of orthopaedic and fractures. 7th ed. ELBS with ELBS with
Bitterwarth Heineman , 595 599, 1995.
Auliffe Mc TB, Hillar KM, Cooles CJ : Early mobilization of Colles fractures a
prospective trial. J.Bone and Joint Surg. 69(5), 727-729, 1987.
Brumfeeld RH, Champoux JA : A biomechanical study of normal functional wrist
motion Clin.Orthop. 187, 23-25, 1984.
Bunger C, Solound K, Rasmussen P : Early result after Colles fractures, functional
bracing in supination vs dorsal plaster immobilization. Arch Orthop.Trauma
Surg. 113, 163-166, 1974.
Charnley : The closed treatment of common fractures. 3rd ed. 128-142, 1984.
Clancey GJ : Percutaneus Kirschner wire fixation of Colles fracture. J Bone and Joint
Surg. 66A, 1008-1014, 1984.
Collert S, Issacson : Management of redislocated Colles fracture. Clin Orthop. 135,
183-186, 1974.
Cooney, William P et al : Complication of Colles fractures. J Bone and Jont Surg.
62A, 613-619, 1980.
Dias JJ, Wray CC et al : The value of early mobillization in the treatment of Colles
Fractures. J.Bone and Joint Surg. 69B, 463-467, 1980.
Frykmann G : Fracture of the distal
108, 1967.

radius including sequelle. Acta Orthop Scand

Gartland JJ.,Werley CW.: Evaluation of healed Colles Fracture.J Bone Joint Surgery
33A, 895-907, 1951.

2003 Digitized by USU digital library

25

Gupta A : The treatment of Colles fracture. J Bone and Joint Surg. 73B, 311-315,
1991.
Howard Pw, Stewart HD et al : External fixation or plaster for severely displaced
comminuted Colles fracture. A prospective study of anatomical and functional
result.J.Bone and Joint Surg. 71B, 68-73, 1989.
Jenkins NH, Jonee DG : External fixation of Colles fractures. J Bone and Joint Surg.
69B (2), 207-211, 1987.
Jupiter JB : Current concept review fractures of the distal end of the radius. J Bone
and Joint Surg. 73A, 461-469, 1991.
Kaner JMG : Functional anatomy of the wrist. Clin Orthop. 149, 9-19, 1980.
Kapanji JA : The physiology of the Joint.2nd ed. Vol 1 Upper Limb, Wong King Tong
Co, Ltd, 1983.
Kreder HJ, Hanell DP : Consistency of AO fracture classification for distal radius. J
Bone and Joint Surg. 78B(5), 726-731, 1996.
Lidstrom A : Fracture of the distal end radius.Acta Orthop. Scand Suppl 41, 1959.
Linden VDW, Ericson R. : Colles fracture. How should its displacement be measured
and how should it be immobilized? J.Bone and Joint Surg. 63(8), 1285 1288,
1981.
Manjas M: Hasil reposisi tertutup fraktur distal radius antara traksi dan non traksi pra
Reposisi. Makalah bebas Program Studi Ilmu Bedah Orthopaedi FKUI, 1996.
Nugroho B, Simbardjo D : Penanggulangan fraktur Colles di RSCM.September
1981 Juli 1982. Makalah bebas Program Studi Ilmu Bedah Orthopaedi
FKUI/RSCM, 1982.
Palmer AK, Werner FW: Biomechanic of distal radioulnar joint. Clin Orthop. 187, 2635, 1981.
Peltier LF : Fracture of the distal end of the radius. Clin Orthop. 187,12-22, 1984.
Rickli DA, Rigazzoni P : Fracture of the distal end of the radius treated by internal
fixation and early function. A preliminary report of 20 cases. J.Bone and Joint
Surg. 78B(4), 588-592, 1996.
Rosetzky A : Colles fractures treated by plaster and polyurethrane braces. A
controlled Clinical study. J.Taruma. 22(11), 910-913, 1982.
Rhycak JS, Akerder, Maryland : Injury to the median and ulnar nerves secondary to
the fracture of the radius. J.Bone and Joint Surg.A,414-415, 1997.
Salter RB : Text book of disorder and injuries of the musculoskeletal system. William
Wilkin Co Ltd. P, 487-491, 1984.

2003 Digitized by USU digital library

26

Sanjaya G : Gambaran nilai rata-rata axis sudut radius distal normal pada
pengunjung di RSCM. Makalah bebas. Program Studi Ilmu Bedah Orthopaedi
FKUI/RSCM Jakarta, 1993.
Sarmiento A, Zakarsky JB, Sinclair WF : Functional bracing of Colles fracture. A
prospective study of immobilization in supination vs pronation. Clin.Orthop.
146, 175-183, 1980.
Solichin I : Penanganan konservatif fraktur distal radius dengan below elbow cast di
RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo. Makalah bebas Program Studi Ilmu Bedah
Orthopaedi FKUI. 1994.
Steward HD, Innes AR, Burke FD : Functional cast bracing for Colles fracture. J Bone
and Joint Surg. 66B, 749-753, 1984.
Tsukazaki T, Iwasah K : Ulnar wrist pain after Colles fracture. Acta Orthop. Scand,
64(4), 4462-4464, 1993.
Wiker ER : A rational approach for the recognition and treatment of Colles fracture.
Clin Orthop. 3(1), 13-21, 1987.
Wihandono HS, Sofyanuddin, Reksoprodjo,S: Penanganan fraktur Colles tertutup
dengan reposisi tertutup dan immobilisasi dengan gips sirkuler setinggi siku,
posisi supinasi, dorsifleksi dan deviasi ulna. Makalah bebas SMF Bedah
Orthopaedi RSUP Fatmawati dan Sub Bagian Bedah Orthopaedi FKUI/RSCM,
1998.
-----------------------

2003 Digitized by USU digital library

27

Anda mungkin juga menyukai