makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Sistem Digestive
disusun oleh:
Kelompok Tutorial 2
Destia Khairunnisa
220110120002
Nurmawanty
220110120045
220110120008
Ridillah Vani J
220110120051
Kiki Rusdian
220110120014
220110120057
Kharismanisa Nurul
220110120020
220110120064
220110120026
220110120070
220110120033
220110120076
220110120039
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNVERSITAS PADJADJARAN
2014
KASUS
Ketidakseimbangan Cairan pada Juvenil DM
Seorang anak laki-laki berusia 13 tahun berat badan 28 kg di bawa ke rumah sakit oleh
orangtuanya. Pada saat dikaji kesadaran anak apatis, turgor anak jelek, pada saat diraba
daerah ekstremitas terasa dingin dan lembab, frekuensi nadi 108x/menit, frekuensi napas
30x/menit, anak tersebut menangis lemah tanpa keluar air mata sewaktu dilakukan
pengambilan darah tanpa didampingi ayah ibunya. Gula darah puasa 419 mg/dL, Gula darah
post prandrial : 537 mg/dL.
Jika dirunut lebih mendalam, ada beberapa faktor yang menyebabkan diabetes
mellitus, yaitu sebagai berikut:
a. Genetik atau Faktor Keturunan
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri, tapi mewarisi suatu
predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya diabetes tipe I.
Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA
(human leucocyte antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung
jawab atas antigen transplantasi dan proses imun lainnya. Sembilan puluh lima persen
pasien berkulit putih (caucasian) dengan diabetes tipe I memperlihatkan tipe HLA yang
spesifik (DR3 atau DR4). Risiko terjadinya diabetes tipe I meningkat tiga hingga lima
kali lipat pada individu yang memiliki salah satu dari kedua tipe HLA ini. Risiko tersebut
meningkat sampai 10 hingga 20 kali lipat pada individu yang memiliki tipe HLA DR3
maupun DR4 (jika dibandingkan dengan populasi umum).y
b. Virus dan Bakteri
Virus yang diduga menyebabkan diabetes mellitus adalah rubela, mumps, dan
human coxsackievirus B4. Hasil penelitian menyebutkan bahwa virus dapat
menyebabkan diabetes mellitus melalui mekanisme infeksi sitolitik pada sel beta yang
mengakibatkan destruksi atau perusakan sel. Selain itu, melalui reaksi otoimunitas yang
menyebabkan hilangnya otoimun pada sel beta.
c. Bahan toksik atau beracun
Ada beberapa bahan toksik yang mampu merusak sel beta secara langsung, yakni
alloxan, pyrinuron (rodentisida), dan streptozotocin (produksi jenis jamur). Bahan toksik
lain berasal dari cassava atau singkong. Singkong merupakan tanaman yang banyak
tumbuh didaerah tropik, merupakan sumber kalori utama penduduk kawasan tertentu.
Singkong mengandung glikosida sianogenik yang dapat melepaskan sianida sehingga
memberi efek toksik terhadap jaringan tubuh.
d. Nutrisi
Diabetes mellitus dikenal sebagai penyakit yang berhubungan dengan nutrisi,
baik sebagai faktor penyebab maupun pengobatan. Nutrisi yang berlebihan
(overnutrition) merupakan faktor resiko pertama yang diketahui menyebabkan diabetes
mellitus. Semakin lama dan berat obesitas akibat nutrisi yang berlebihan, semakin besar
kemungkinan terjangitnya diabetes mellitus.
e. Otoimun
Disebabkan kesalahan reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta
pankreas. Respon ini merupakan proses abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan
normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolaholah sebagai jaringan asing. Otoantibodi terhadap sel-sel pulau langerhans dan insulin
endogen(internal) terdeteksi pada saat diagnosis dan bahkan beberapa tahun sebelum
timbulnya tanda-tanda klinis diabetes tipe I yang baru terdiagnosis atau pada pasien
pradiabetes (pasien dengan antibodi yang terdeteksi tetapi tidak memperlihatkan gejala
klinis diabetes). Reaksi autoimunitas tersebut dapat dipicu pula oleh adanya infeksi pada
tubuh. Ditemukan beberapa petanda imun (immune markers) yang menunjukkan
pengrusakan sel beta pankreas untuk mendeteksi kerusakan sel beta, seperti "islet cell
autoantibodies (ICAs), autoantibodies to insulin (IAAs), autoantibodies to glutamic acid
decarboxylase (GAD)", dan antibodies to tyrosine phosphatase IA-2 and IA-2.
f. Faktor lingkungan
Penyelidikan juga sedang dilakukan terhadap kemungkinan faktor-faktor
eksternal yang dapat memicu destruksi sel beta. Sebagai contoh hasil penyelidikan yang
menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang
menimbulkan detruksi sel beta. Interaksi antara faktor-faktor genetik, imunologi dan
lingkungan dalam etiologi diabetes tipe I merupakan pokok perhatian riset yang terus
berlanjut. Meskipun kejadian yang menimbulkan destruksi sel beta tidak dimengerti
sepenuhnya, namun pernyataan bahwa kerentanan genetik merupakan faktor dasar yang
melandasi proses terjadinya diabetes tipe I merupakan hal secara umum dapat diterima.
g. Idiopatik
Sebagian kecil diabetes melitus tipe 1 penyebabnya tidak jelas (idiopatik).
4. Manifestasi Klinis
Menurut Brunner & Suddart, 2002, manifestasi klinis DM tipe 1 adalah :
a. Poliuria
Kekurangan insulin untuk mengangkut glukosa melalui membrane dalam sel
menyebabkan
hiperglikemia
sehingga
serum
plasma
meningkat
atau
5. Patofisiologi
6. Klasifikasi
Klasifikasi DM tipe 1, berdasarkan etiologi sebagai berikut :
1. Tipe IA, diduga pengaruh genetik dan lingkungan memegang peran utama untuk
terjadinya kerusakan pankreas. HLA-DR4 ditemukan mempunyai hubungan yang
sangat erat dengan fenomena ini.
2. Tipe IB berhubungan dengan keadaan autoimun primer pada sekelompok
penderita yang juga sering menunjukkan manifestasi autoimun lainnya, seperti
Hashimoto disease, Graves disease, pernicious anemia, dan myasthenia gravis.
Keadaan ini berhubungan dengan antigen HLA-DR3 dan muncul pada usia
sekitar 30 - 50 tahun.
Klasifikasi Diabetes Mellitus Berdasarkan Etiologinya (ADA, 2003)
1
B. Idiopatik
Diabetes Mellitus Tipe 2
Bervariasi, mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi
insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama
resistensi insulin
Diabetes Mellitus Tipe Lain
A. Defek genetik fungsi sel :
Pankreatitis
Trauma/Pankreatektomi
Neoplasma
Cistic Fibrosis
Hemokromatosis
Pankreatopati fibro kalkulus
D. Endokrinopati:
Akromegali
Sindroma Cushing
Feokromositoma
Hipertiroidisme
7. Komplikasi
Komplikasi DM baik pada DM tipe 1 maupun 2, dapat dibagi menjadi2
kategori, yaitu komplikasi akut dan komplikasi menahun.
1. Komplikasi Metabolik Akut
a. Ketoasidosis Diabetik (khusus pada DM tipe 1)
Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami hiperglikemi dan
glukosuria berat, penurunan glikogenesis, peningkatan glikolisis, dan
peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai penumpukkan benda keton,
peningkatan keton dalam plasma mengakibatkan ketosis, peningkatan ion
hidrogen
dan
asidosis
metabolik.
Glukosuria
dan
ketonuria
juga
memiliki
Diabetes
Mellitus
dikatakan
mengalami
glukosa dalam otak akan menunjukkan gejala-gejala seperti tingkah laku aneh,
sensorium yang tumpul, dan pada akhirnya terjadi penurunan kesadaran dan
koma.
2. Komplikasi Vaskuler Menahun
a. Komplikasi Makrovaskular
3 jenis komplikasi makrovaskular yang umum berkembang pada
penderita diabetes adalah penyakit jantung koroner (coronary heart disease =
CAD), penyakit pembuluh darah otak, dan penyakit pembuluh darah perifer
(peripheral vascular disease = PVD). Walaupun komplikasi makrovaskular
dapat juga terjadi pada DM tipe 1, namun yang lebih sering merasakan
komplikasi makrovaskular ini adalah penderita DM tipe 2 yang umumnya
menderita hipertensi, dislipidemia dan atau kegemukan. Kombinasi dari
penyakit-penyakit komplikasi makrovaskular dikenal dengan berbagai nama,
antara lain Syndrome X, Cardiac Dysmetabolic Syndrome, Hyperinsulinemic
Syndrome, atau Insulin Resistance Syndrome. Karena penyakit-penyakit jantung
sangat besar risikonya pada penderita diabetes, maka pencegahan komplikasi
terhadap
jantung
harus
dilakukan
sangat penting
dilakukan,
termasuk
pengendalian tekanan darah, kadar kolesterol dan lipid darah. Penderita diabetes
sebaiknya selalu menjaga tekanan darahnya tidak lebih dari 130/80 mm Hg.
Untuk itu penderita harus dengan sadar mengatur gaya hidupnya, termasuk
mengupayakan berat badan ideal, diet dengan gizi seimbang, berolah raga secara
teratur, tidak merokok, mengurangi stress dan lain sebagainya.
b. Komplikasi Mikrovaskular
Komplikasi mikrovaskular terutama terjadi pada penderita diabetes tipe 1.
Hiperglikemia yang persisten dan pembentukan protein yang terglikasi (termasuk
HbA1c) menyebabkan dinding pembuluh darah menjadi makin lemah dan rapuh
dan terjadi penyumbatan pada pembuluh-pembuluh darah kecil. Hal inilah yang
mendorong
timbulnya
komplikasi-komplikasi
mikrovaskuler,
antara
lain
8. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Gula Darah Puasa atau Fasting Blood Sugar(FBS)
- Tujuan : Menentukan jumlah glukosa darah pada saat puasa
- Pembatasan : Tidak makan selama 12 jam sebelum test biasanya jam 08.0020.00, minum boleh
- Prosedur : Darah diambil dari vena dan kirim ke lab
- Hasil : Normal 80-120 mg/100 ml serum
- Abnormal 140 mg/ 100 ml atau lebih
2. Pemeriksaan Gula darah Postprandial
- Tujuan : Menentukan gula darah setelah makan
- Pembatasan : Tidak ada
- Prosedur : Pasien diberi makan kira-kira 100 gr karbohidrat, 2 jam kemudian
diambil darah venanya
- Hasil : Normal kurang lebih 120 mg/ 100 ml serum
- Abnormal lebih dari 200 mg/ 100 ml atau lebih, indikasi DM
3. Pemeriksaan Toleransi Glukosa Oral/Oral Glukosa Tolerance Test (TGO)
- Tujuan : Menentukan toleransi terhadap respon pemberian glukosa
- Pembatasan : Pasien tidak makan 12 jam sebelum test dan selama test, boleh
-
minum air putih, tidak merokok, ngopi atau minum teh selama pemeriksaan
Prosedur : Pasien diberi makan tinggi karbohidrat selama 3 hari sebelum test,
kemudian puasa selama 12 jam, ambil darah puasa dan urine untuk
pemeriksaan. Berikan 100 gr glukosa ditambah juice lemon melalui mulut,
urin akan merubah pereaksi pada strip menjadi keunguan. Adanya ketonuria
menunjukkan adanya ketoasidosis.
6. Pemeriksaan kolesterol dan kadar serum trigliserida, dapat meningkat karena
ketidakseimbangan kontrol glikemik.
7. Pemeriksaan Hemoglobin Glikat(HbA1c)
Pemeriksaan lain untuk memantau rata-rata kadar glukosa darah adalah
glykosylated hemoglobin(HbA1c), test ini mengukur prosentasi glukosa yang
melihat pada hemoglobin. Pemeriksaan ini menunjukkan kadar glukosa darah
rata-rata selama 120 hari sebelumnya, sesuai dengan usia eritrosit. HbA1c
digunakan untuk mengkaji kontrol glukosa jsangks panjang, sehingga dapat
memprediksi risiko komplikasi. Hasil HbA1c tidak berubah karena pengaruh
kebiasaan makan sehari sebelum test. Pemeriksaan HbA1c dilakukan untuk
diagnosis dan pada interval tertentu untuk mengevaluasi penatalaksanaan DM,
direkomendasikan dilakukan 2 kali dalam setahun bagi pasien DM. Kadar yang
direkomendasikan oleh ADA < 7%.
8. Pemeriksaan C-peptide
Pemeriksaan ini digunakan untuk membedakan diabetes melitus tipe 1 dengan tipe
2. Konsentrasi C-peptide merupakan indikator yang baik untuk fungsi sel beta,
juga bisa digunakan untuk memonitor respons individual setelah operasi pankreas.
Konsentrasi Cpeptida akan meningkat pada transplantasi pankreas atau
transplantasi sel sel pulau pankreas.
9. Penatalaksanaan
Ada enam cara dalam penatalaksanaan DM tipe 1 meliputi:
1. Pemberian insulin
Yang harus diperhatikan dalam pemberian insulin adalah jenis, dosis, kapan
pemberian, dan cara penyuntikan serta penyimpanan. Terdapat berbagai jenis
insulin berdasarkan asal maupun lama kerjanya, menjadi kerja cepat/rapid acting,
kerja pendek(regular/soluble), menengah, panjang, dan campuran.
Penatalaksanaan Terapi Insulin.
- Cara pemberian /penyuntikan hormone insulin
- Indikasi dan kontra indikasi pemberian /penyuntikan hormone insulin.
- Efek samping pemberian / penyuntikan hormone insulin.dll
Suntikan insulin untuk pengobatan diabetes dinamakan terapi insulin. Tujuan
terapi ini terutama untuk :
Mempertahankan glukosa darah dalam kadar yang normal atau mendekati
normal.
Menghambat kemungkinan timbulnya komplikasi kronis pada diabetes.
Mulal
Puncak
Masa
kerja(jam)
(jam)
kerja(jam)
0,5
1-4
18-24
1-2
0-5
4-6
6-12
4-15
14-20
18-24
18-24
24-36
2. Pengaturan makan/diet
Jumlah kebutuhan kalori untuk anak usia 1 tahun sampai dengan usia pubertas
dapat juga ditentukan dengan rumus sebagai berikut :
1000 usia dalam tahun x 100) = ....... Kalori/hari
Komposisi sumber kalori per hari sebaiknya terdiri atas : 50-55% karbohidrat,
10-15% protein (semakin menurun dengan bertambahnya umur), dan 30-35%
lemak.
Pembagian kalori per 24 jam diberikan 3 kali makanan utama dan 3 kali
makanan kecil sebagai berikut :
a. 20% berupa makan pagi.
b. 10% berupa makanan kecil.
c. 25% berupa makan siang.
d. 10% berupa makanan kecil.
e. 25% berupa makan malam.
f. 10% berupa makanan kecil.
Dari sisi makanan penderita diabetes atau kencing manis lebih
dianjurkan mengkonsumsi karbohidrat berserat seperti kacang-kacangan,
sayuran, buah segar seperti pepaya, kedondong, apel, tomat, salak, semangka
dll. Sedangkan buah-buahan yang terlalu manis seperti sawo, jeruk, nanas,
rambutan, durian, nangka, anggur, tidak dianjurkan.
Menurut peneliti gizi asal Universitas Airlangga, Surabaya, Prof. Dr.
Dr. H. Askandar Tjokroprawiro, menggolongkan diet atas dua bagian, A dan B.
Diet B dengan komposisi 68% karbohidrat, 20% lemak, dan 12% protein,
lebih cocok buat orang Indonesia dibandingkan dengan diet A yang terdiri atas
40 50% karbohidrat, 30 35% lemak dan 20 25% protein. Diet B selain
mengandung karbohidrat lumayan tinggi, juga kaya serat dan rendah
kolesterol. Berdasarkan penelitian, diet tinggi karbohidrat kompleks dalam
dosis terbagi, dapat memperbaiki kepekaan sel beta pankreas.
Serat makanan
Tipe diet ini berperan dalam penurunan kadar total kolesterol dan LDL
(low-density lipoprotein) kolesterol dalm darah. Peningkatan kandungan serat
dalam diet dapat pula memperbaiki kadar glukosa darah sehingga kebutuhan
insulin dari luar dapat dikurangi.
Mekanisme kerja serat terlarut diperkirakan berhubungan dengan
pembentukan gel dalam traktus gastrointestinal. Gel ini akan memperlambat
penyerapan
glukosa
dan
menurunkan
hiperglikemia
pascaprandial.
d. Insulin sentizing agent
Berfungsi meningkatkan sensitifitas insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia.
5. Edukasi
Kegiatan edukasi meliputi pemahaman dan pengertian penyakit dan
komplikasinya, memotivasi penderita dan keluarga agar patuh berobat.
6. Pemantauan mandiri/home monitoring
Pasien serta keluarga harus dapat melakukan pemantauan kadar glukosa darah dan
penyakitnya di rumah. Halini sangat diperlukan karenasangat menunjang upaya
pencapaian normoglikemia. Pamantauan dapat dilakukan secara langsung (darah)
dan secara tidak langsung (urin).
HEALTH EDUCATION
Berikan penjelasan kepada keluarga mengenai penyakitnya, apa yang menyebabkan,
pengobatan, komplikasi dan pencegahannya.
Berikan penjelasan mengenai penggunaan insulin yang tepat.
Anjurkan klien untuk selalu menyediakan permen dan mengenali tanda-tanda
hipodlikemia.
Berikan penjelasan mengenai tanda-tanda pertumbuuhan dan perkembangan yang
ditoleransi klien.
Anjurkan keluarga klien mencatat hasil pemeriksaan gula darah dan berkonsultasi
dengan pelayan kesehatan untuk mengontrol gula darah secara berkala.
Etiologi
Hiperglikemia
Masalah Keperawatan
Kekurangan volume cairan
dan elektrolit
Osmotik diuresis
Perpindahan cairan dari
intraseluler ke intrasel
Ekstrasel
Poliuria
Dehidrasi
419 ml/dl
gula darah post
tubuh
Defisiensi insulin
Kebutuhan
Tubuh menggunakan
cadangan lemak, protein,
karbo untuk menghasilkan
energy
Cadangan makanan
BB
kebutuhan
Defisiensi insulin
Starvation cells
Peningkatan katabolisme
lemak,protein
Asidosis metabolik
Hiperventilasi
3. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan keseimbangan cairan kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
dieresis osmotic ditandai dengan turgor anak jelek, anak menangis lemah tanpa
keluar air mata.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien akan mendemonstrasikan
hidrasi adekuat, dengan
Kriteria Hasil :
Nadi perifer dapat teraba, turgor kulit baik.
Vital sign dalam batas normal, haluaran urine lancar.
Kadar elektrolit dalam batas normal
Intervensi
1. Kaji pengeluaran urine
Rasional
1. Membantu dalam memperkirakan
kekurangan volume total, tanda dan
gejala mungkin sudah ada pada
beberapa waktu sebelumnya, adanya
proses infeksi mengakibatkan demam
dengan indikasi
Rasional
1. Penurunan berat badan menunjukkan
tidak ada kuatnya nutrisi klien.
2. Hiperglikemia dan ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit menyebabkan
penurunan motilifas usus. Apabila
penurunan motilitas usus berlangsung
lama sebagai akibat neuropati syaraf
otonom yang berhubungan dengan
sistem pencernaan.
3. Pemberian makanan oral dan lunak
secara
sadar
apabila
ASUHAN KEPERAWATAN
ANAK DENGAN REAKSI HOSPITALISASI
1. PENGERTIAN
Reaksi Hospitalisasi adalah reaksi yang bersifat individual dan sangat tergantung pada
usia perkembangan anak,pengalaman sebelumnya terhadap sakit,sistem pendukung yang
tersedia dan kemampuan koping yang dimilikinya,pada umumnya,reaksi anak terhadap sakit
adalah kecemasan karena perpisahan,kehilangan, perlukaan tubuh,dan rasa nyeri.
2. REAKSI ANAK PADA HOSPITALISASI
Reaksi anak pada hospitalisasi dapat dibagi pada beberapa tahap yaitu :
a.
tahapnya.
Tahap protes menangis, menjerit, menolak perhatian orang lain
Putus asa menangis berkurang,anak tak aktif,kurang menunjukkan minat bermain,
sedih, apatis > Pengingkaran/ denial
Mulai menerima perpisahan
Membina hubungan secara dangkal
Anak mulai menyukai lingkungannya
c.
Masa prasekolah ( 3 sampai 6 tahun )
Menolak makan
Sering bertanya
Menangis perlahan
Tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan
Perawatan di rumah sakit :
-
Kehilangan kontrol
Pembatasan aktivitas
Sering kali dipersepsikan anak sekolah sebagai hukuman. Sehingga ada perasaan
malu, takut sehingga menimbulkan reaksi agresif, marah, berontak,tidak mau
bekerja sama dengan perawat.
d.
e.
Perasaan sedih : Kondisi terminal perilaku isolasi /tidak mau didekati orang lain.
meminimalkan stressor
memaksimalkan manfaat hospitalisasi memberikan dukungan psikologis pada anggota
keluarga
mempersiapkan anak sebelum masuk rumah sakit
Upaya meminimalkan stresor atau penyebab stress dapat dilakukan
dengan cara :
Dapat dilakukan dengan cara :
-
Mempersiapkan psikologis anak dan orang tua untuk tindakan prosedur yang
Membantu perkembangan anak dengan memberi kesempatan orang tua untuk belajar >
Memberi kesempatan pada orang tua untuk belajar tentang penyakit anak.
Meningkatkan kemampuan kontrol diri.
Memberi kesempatan untuk sosialisasi.
Memberi support kepada anggota keluarga.
Mempersiapkan anak untuk mendapat perawatan di rumah sakit
Cara alamiah bagi anak untuk mengungkapkan konflik dalam dirinya yang tidak
disadari
Kegiatan yang dilakukan sesuai dengan keinginan sendiri untuk memperoleh
kesenangan.
Bermain merupakan kegiatan
Menyenangkan / dinikmati
Fisik.
Intelektual.
Emosi.
Sosial.
Untuk belajar.
Perkembangan mental.
Bermain dan bekerja
Tujuan bemain di rumah sakit
Isi permainan
1. Sosial affective play
Belajar memberi respon terhadap lingkungan
* Orang tua berbicara/memanjakan - anak senang,tersenyum,mengeluarkan suara,dll
2. Sense of pleasure play
Anak memperoleh kesenangan dari suatu obyek disekitarnya. Contohnya bermain
air/pasir.
3. Skill play
Anak
memperoleh
keterampilan
sepeda,memindahkan balon,dll.
4. Dramatic play/tole play
Anak
berfantasi
menjalankan
tertentu.
peran
Contohnya
tertentu.
Berperan
mengendarai
sebagai:
Perawat,dokter,ayah,ibu,dll.
Karakteristik Sosial
Solitary play
Dilakukan oleh balita ( todler)
Bermain dalam kelompok 1 thn merupakan asyik dengan permainannya sendiri yang
berlainan
-
DAFTAR PUSTAKA
Lampiran
KASUS II
Chair
: Ridillah Vani J
Scriber I
Scriber II
SGD (Step I V)
STEP I
1. Post Pandrial (Riri) :Gula darah setelah makan (Intan).
STEP II
1. Astri
2. Aisya
3. Ghina
4. Viska
5. Riri
6. Kharismanisa
7. Destia
8. Intan
9. Rika
10. Riri
11. Destia
12. Suci
13. Diah
14. Kiki
15. Nurma
ibu?
16. Kharismanisa : Apa penyebab insulin rendah?
17. Aisya
: Faktor resiko penyakit DM?
18. Destia
: Perbedaan sistem endokrin pada orang normal dan DM?
STEP III
1. Diah
: Normal = 80 120.
2. Kharismanisa : Nadi : 108x/menit.
Pernapasan : 30x/menit.
3. Ghina
Defisiensi insulin
(Deabetes Melitus Tipe 1)
Manifestasi Klinis :
-
lembab
Anak menangis tanpa keluar
Pemeriksaan Diagnostik
-
Penatalaksanaan
Terapi Insulin
STEP V
1. Penyebab reaksi hospitalisasi pada anak DM dan bagaimana responnya.