Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH KASUS II

makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Sistem Digestive

disusun oleh:
Kelompok Tutorial 2

Destia Khairunnisa

220110120002

Nurmawanty

220110120045

Ghina Nur Jannah

220110120008

Ridillah Vani J

220110120051

Kiki Rusdian

220110120014

Suci Nofita Sari

220110120057

Kharismanisa Nurul

220110120020

Rika Riyanti Teresa

220110120064

Viska Ayu Nirani

220110120026

Intan Sulamtiani Pratiwi

220110120070

Astri Chahya Pertiwi

220110120033

Aisyah Lestari Prihandani

220110120076

Diah Lutfiana Dewi

220110120039

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNVERSITAS PADJADJARAN
2014

KASUS
Ketidakseimbangan Cairan pada Juvenil DM
Seorang anak laki-laki berusia 13 tahun berat badan 28 kg di bawa ke rumah sakit oleh
orangtuanya. Pada saat dikaji kesadaran anak apatis, turgor anak jelek, pada saat diraba
daerah ekstremitas terasa dingin dan lembab, frekuensi nadi 108x/menit, frekuensi napas
30x/menit, anak tersebut menangis lemah tanpa keluar air mata sewaktu dilakukan
pengambilan darah tanpa didampingi ayah ibunya. Gula darah puasa 419 mg/dL, Gula darah
post prandrial : 537 mg/dL.

DIABETES MELITUS TIPE 1


I. KONSEP
1. Pengertian
Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang
yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat
kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002).
Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan
herediter, dengan tanda tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau
tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin
efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang
biasanya disertai juga gangguan metabolisme lemak dan protein. (Askandar, 2000).
2. Insidensi
Secara epidemiologi, diperkirakan bahwa pada tahun 2030 prevalensi Diabetes
Melitus (DM) di Indonesia mencapai 21,3 juta orang (Diabetes Care, 2004).
Sedangkan hasil Riset kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, diperoleh bahwa
proporsi penyebab kematian akibat DM pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah
perkotaan menduduki ranking ke-2 yaitu 14,7%. Dan daerah pedesaan, DM
menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8%. Hal tersebut disampaikan Direktur Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan RI Prof.
dr. Tjandra Yoga Aditama, Sp.P(K), MARS, DTM&H saat membuka Seminar dalam
rangka memperingati Hari Diabetes Sedunia 2009, 5 November 2009 di Jakarta.
3. Etiologi
Etiologi DM tipe 1 diakibatkan oleh kerusakan sel beta pankreas karena paparan
agen infeksi atau lingkungan, yaitu racun, virus (rubella kongenital, mumps,
coxsackievirus dan cytomegalovirus) dan makanan (gula, kopi, kedelai, gandum dan susu
sapi). Beberapa teori ilmiah yang menjelaskan penyebab diabetes mellitus tipe 1 sebagai
berikut:
1. Hipotesis sinar matahari
Teori yang paling terakhir adalah "hipotesis sinar matahari," yang menyatakan bahwa
waktu yang lama dihabiskan dalam ruangan, dimana akan mengurangi paparan sinar
matahari kepada anak-anak, yang akan mengakibatkan berkurangnya kadar vitamin
D. Bukti menyebutkan bahwa vitamin D memainkan peran integral dalam sensitivitas
dan sekresi insulin (Penckofer, Kouba, Wallis, & Emanuele, 2008). Berkurangnya
kadar vitamin D, dan jarang terpapar dengan sinar matahari, dimana masing-masing
telah dikaitkan dengan peningkatan risiko diabetes mellitus tipe

2. Hipotesis higiene "Hipotesis kebersihan"


Teori ini menyatakan bahwa kurangnya paparan dengan prevalensi patogen, dimana
kita menjaga anak-anak kita terlalu bersih, dapat menyebabkan hipersensitivitas
autoimun, yaitu kehancuran sel beta yang memproduksi insulin di dalam tubuh oleh
leukosit. Dalam penelitian lain, peneliti telah menemukan bahwa lebih banyak
eksposur untuk mikroba dan virus kepada anak-anak, semakin kecil kemungkinan
mereka menderita penyakit reaksi hipersensitif seperti alergi. Penelitian yang
berkelanjutan menunjukkan bahwa "pelatihan" dari sistem kekebalan tubuh mungkin
berlaku untuk pencegahan tipe 1 diabetes (Curry, 2009). Kukrija dan Maclaren
menunjukkan bahwa pencegahan diabetes tipe 1 mungkin yang akan datang melalui
penggunaan imunostimulasi, yakni memaparkankan anak-anak kepada bakteri dan
virus yang ada di dunia, tetapi yang tidak menyebabkan efek samping imunosupresi.
3. Hipotesis Susu Sapi
Teori ini menjelaskan bahwa eksposur terhadap susu sapi dalam susu formula pada 6
bulan pertama pada bayi dapat menyebabkan kekacauan pada sistem kekebalan tubuh
dan meningkatkan risiko untuk mengembangkan diabetes mellitus tipe 1 di kemudian
hari. Dimana protein susu sapi hampir identik dengan protein pada permukaan sel
beta pankreas yang memproduksi insulin, sehingga mereka yang rentan dan peka
terhadap susu sapi maka akan direspon oleh leukosit, dan selanjutnya akan
menyerang sel sendiri yang menyebabkan kerusakan sel beta pankreas sehingga
terjadi dibetes mellitus tipe 1. Peningkatan pemberian ASI di 1980 tidak
menyebabkan penurunan terjadinya diabetes tipe 1, tetapi terjadi peningkatan dua
kali lipat diabetes mellitus tipe 1. Namun, kejadian diabetes tipe 1 lebih rendah pada
bayi yang diberi ASI selama 3 bulan (Ekoe, Zimmet, & Williams, 2001).

Jika dirunut lebih mendalam, ada beberapa faktor yang menyebabkan diabetes
mellitus, yaitu sebagai berikut:
a. Genetik atau Faktor Keturunan
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri, tapi mewarisi suatu
predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya diabetes tipe I.
Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA
(human leucocyte antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung
jawab atas antigen transplantasi dan proses imun lainnya. Sembilan puluh lima persen
pasien berkulit putih (caucasian) dengan diabetes tipe I memperlihatkan tipe HLA yang
spesifik (DR3 atau DR4). Risiko terjadinya diabetes tipe I meningkat tiga hingga lima
kali lipat pada individu yang memiliki salah satu dari kedua tipe HLA ini. Risiko tersebut

meningkat sampai 10 hingga 20 kali lipat pada individu yang memiliki tipe HLA DR3
maupun DR4 (jika dibandingkan dengan populasi umum).y
b. Virus dan Bakteri
Virus yang diduga menyebabkan diabetes mellitus adalah rubela, mumps, dan
human coxsackievirus B4. Hasil penelitian menyebutkan bahwa virus dapat
menyebabkan diabetes mellitus melalui mekanisme infeksi sitolitik pada sel beta yang
mengakibatkan destruksi atau perusakan sel. Selain itu, melalui reaksi otoimunitas yang
menyebabkan hilangnya otoimun pada sel beta.
c. Bahan toksik atau beracun
Ada beberapa bahan toksik yang mampu merusak sel beta secara langsung, yakni
alloxan, pyrinuron (rodentisida), dan streptozotocin (produksi jenis jamur). Bahan toksik
lain berasal dari cassava atau singkong. Singkong merupakan tanaman yang banyak
tumbuh didaerah tropik, merupakan sumber kalori utama penduduk kawasan tertentu.
Singkong mengandung glikosida sianogenik yang dapat melepaskan sianida sehingga
memberi efek toksik terhadap jaringan tubuh.
d. Nutrisi
Diabetes mellitus dikenal sebagai penyakit yang berhubungan dengan nutrisi,
baik sebagai faktor penyebab maupun pengobatan. Nutrisi yang berlebihan
(overnutrition) merupakan faktor resiko pertama yang diketahui menyebabkan diabetes
mellitus. Semakin lama dan berat obesitas akibat nutrisi yang berlebihan, semakin besar
kemungkinan terjangitnya diabetes mellitus.
e. Otoimun
Disebabkan kesalahan reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta
pankreas. Respon ini merupakan proses abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan
normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolaholah sebagai jaringan asing. Otoantibodi terhadap sel-sel pulau langerhans dan insulin
endogen(internal) terdeteksi pada saat diagnosis dan bahkan beberapa tahun sebelum
timbulnya tanda-tanda klinis diabetes tipe I yang baru terdiagnosis atau pada pasien
pradiabetes (pasien dengan antibodi yang terdeteksi tetapi tidak memperlihatkan gejala
klinis diabetes). Reaksi autoimunitas tersebut dapat dipicu pula oleh adanya infeksi pada
tubuh. Ditemukan beberapa petanda imun (immune markers) yang menunjukkan
pengrusakan sel beta pankreas untuk mendeteksi kerusakan sel beta, seperti "islet cell
autoantibodies (ICAs), autoantibodies to insulin (IAAs), autoantibodies to glutamic acid
decarboxylase (GAD)", dan antibodies to tyrosine phosphatase IA-2 and IA-2.
f. Faktor lingkungan
Penyelidikan juga sedang dilakukan terhadap kemungkinan faktor-faktor
eksternal yang dapat memicu destruksi sel beta. Sebagai contoh hasil penyelidikan yang

menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang
menimbulkan detruksi sel beta. Interaksi antara faktor-faktor genetik, imunologi dan
lingkungan dalam etiologi diabetes tipe I merupakan pokok perhatian riset yang terus
berlanjut. Meskipun kejadian yang menimbulkan destruksi sel beta tidak dimengerti
sepenuhnya, namun pernyataan bahwa kerentanan genetik merupakan faktor dasar yang
melandasi proses terjadinya diabetes tipe I merupakan hal secara umum dapat diterima.
g. Idiopatik
Sebagian kecil diabetes melitus tipe 1 penyebabnya tidak jelas (idiopatik).
4. Manifestasi Klinis
Menurut Brunner & Suddart, 2002, manifestasi klinis DM tipe 1 adalah :
a. Poliuria
Kekurangan insulin untuk mengangkut glukosa melalui membrane dalam sel
menyebabkan

hiperglikemia

sehingga

serum

plasma

meningkat

atau

hiperosmolariti menyebabkan cairan intrasel berdifusi kedalam sirkulasi atau


cairan intravaskuler, aliran darah ke ginjal meningkat sebagai akibat dari
hiperosmolariti dan akibatnya akan terjadi diuresis osmotic (poliuria).
b. Polidipsia
Akibat meningkatnya difusi cairan dari intrasel kedalam vaskuler menyebabkan
penurunan volume intrasel sehingga efeknya adalah dehidrasi sel. Akibat dari
dehidrasi sel mulut menjadi kering dan sensor haus teraktivasi menyebabkan
seseorang haus terus dan ingin selalu minum (polidipsia).
c. Poliphagia
Karena glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari menurunnya kadar insulin
maka produksi energi menurun, penurunan energi akan menstimulasi rasa lapar.
Maka reaksi yang terjadi adalah seseorang akan lebih banyak makan (poliphagia).
d. Penurunan berat badan
Karena glukosa tidak dapat di transport kedalam sel maka sel kekurangan cairan
dan tidak mampu mengadakan metabolisme, akibat dari itu maka sel akan
menciut, sehingga seluruh jaringan terutama otot mengalami atrofidan penurunan
secara otomatis.
e. Malaise atau kelemahan

5. Patofisiologi

6. Klasifikasi
Klasifikasi DM tipe 1, berdasarkan etiologi sebagai berikut :
1. Tipe IA, diduga pengaruh genetik dan lingkungan memegang peran utama untuk
terjadinya kerusakan pankreas. HLA-DR4 ditemukan mempunyai hubungan yang
sangat erat dengan fenomena ini.
2. Tipe IB berhubungan dengan keadaan autoimun primer pada sekelompok
penderita yang juga sering menunjukkan manifestasi autoimun lainnya, seperti
Hashimoto disease, Graves disease, pernicious anemia, dan myasthenia gravis.
Keadaan ini berhubungan dengan antigen HLA-DR3 dan muncul pada usia
sekitar 30 - 50 tahun.
Klasifikasi Diabetes Mellitus Berdasarkan Etiologinya (ADA, 2003)
1

Diabetes Mellitus Tipe 1:


Destruksi sel umumnya menjurus ke arah defisiensi insulin absolut
A. Melalui proses imunologik (Otoimunologik)

B. Idiopatik
Diabetes Mellitus Tipe 2
Bervariasi, mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi
insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama

resistensi insulin
Diabetes Mellitus Tipe Lain
A. Defek genetik fungsi sel :

kromosom 12, HNF-1 (dahulu disebut MODY 3),


kromosom 7, glukokinase (dahulu disebut MODY 2)
kromosom 20, HNF-4 (dahulu disebut MODY 1)
DNA mitokondria

B. Defek genetik kerja insulin


C. Penyakit eksokrin pankreas:

Pankreatitis
Trauma/Pankreatektomi
Neoplasma
Cistic Fibrosis
Hemokromatosis
Pankreatopati fibro kalkulus

D. Endokrinopati:

Akromegali
Sindroma Cushing
Feokromositoma
Hipertiroidisme

E. Diabetes karena obat/zat kimia: Glukokortikoid, hormon tiroid, asam

nikotinat, pentamidin, vacor, tiazid, dilantin, interferon


F. Diabetes karena infeksi
G. Diabetes Imunologi (jarang)
H. Sidroma genetik lain: Sindroma Down, Klinefelter, Turner, Huntington,
4

Chorea, Prader Willi


Diabetes Mellitus Gestasional
Diabetes mellitus yang muncul pada masa kehamilan, umumnya bersifat

sementara, tetapi merupakan faktor risiko untuk DM Tipe 2


Pra-diabetes:
A. IFG (Impaired Fasting Glucose) = GPT (Glukosa Puasa Terganggu)
B. IGT (Impaired Glucose Tolerance) = TGT (Toleransi Glukosa
Terganggu)

7. Komplikasi
Komplikasi DM baik pada DM tipe 1 maupun 2, dapat dibagi menjadi2
kategori, yaitu komplikasi akut dan komplikasi menahun.
1. Komplikasi Metabolik Akut
a. Ketoasidosis Diabetik (khusus pada DM tipe 1)
Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami hiperglikemi dan
glukosuria berat, penurunan glikogenesis, peningkatan glikolisis, dan
peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai penumpukkan benda keton,
peningkatan keton dalam plasma mengakibatkan ketosis, peningkatan ion
hidrogen

dan

asidosis

metabolik.

Glukosuria

dan

ketonuria

juga

mengakibatkan diuresis osmotik dengan hasil akhir dehidasi dan kehilangan


elektrolit sehingga hipertensi dan mengalami syok yang akhirnya klien dapat
koma dan meninggal.
b. Hipoglikemi
Seseorang yang

memiliki

Diabetes

Mellitus

dikatakan

mengalami

hipoglikemia jika kadar glukosa darah kurang dari 50 mg/dl. Hipoglikemia


dapat terjadi akibat lupa atau terlambat makan sedangkan penderita
mendapatkan therapi insulin, akibat latihan fisik yang lebih berat dari biasanya
tanpa suplemen kalori tambahan, ataupun akibat penurunan dosis insulin.
Hipoglikemia umumnya ditandai oleh pucat, takikardi, gelisah, lemah, lapar,
palpitasi, berkeringat dingin, mata berkunang-kunang, tremor, pusing/sakit
kepala yang disebabkan oleh pelepasan epinefrin, juga akibat kekurangan

glukosa dalam otak akan menunjukkan gejala-gejala seperti tingkah laku aneh,
sensorium yang tumpul, dan pada akhirnya terjadi penurunan kesadaran dan
koma.
2. Komplikasi Vaskuler Menahun
a. Komplikasi Makrovaskular
3 jenis komplikasi makrovaskular yang umum berkembang pada
penderita diabetes adalah penyakit jantung koroner (coronary heart disease =
CAD), penyakit pembuluh darah otak, dan penyakit pembuluh darah perifer
(peripheral vascular disease = PVD). Walaupun komplikasi makrovaskular
dapat juga terjadi pada DM tipe 1, namun yang lebih sering merasakan
komplikasi makrovaskular ini adalah penderita DM tipe 2 yang umumnya
menderita hipertensi, dislipidemia dan atau kegemukan. Kombinasi dari
penyakit-penyakit komplikasi makrovaskular dikenal dengan berbagai nama,
antara lain Syndrome X, Cardiac Dysmetabolic Syndrome, Hyperinsulinemic
Syndrome, atau Insulin Resistance Syndrome. Karena penyakit-penyakit jantung
sangat besar risikonya pada penderita diabetes, maka pencegahan komplikasi
terhadap

jantung

harus

dilakukan

sangat penting

dilakukan,

termasuk

pengendalian tekanan darah, kadar kolesterol dan lipid darah. Penderita diabetes
sebaiknya selalu menjaga tekanan darahnya tidak lebih dari 130/80 mm Hg.
Untuk itu penderita harus dengan sadar mengatur gaya hidupnya, termasuk
mengupayakan berat badan ideal, diet dengan gizi seimbang, berolah raga secara
teratur, tidak merokok, mengurangi stress dan lain sebagainya.
b. Komplikasi Mikrovaskular
Komplikasi mikrovaskular terutama terjadi pada penderita diabetes tipe 1.
Hiperglikemia yang persisten dan pembentukan protein yang terglikasi (termasuk
HbA1c) menyebabkan dinding pembuluh darah menjadi makin lemah dan rapuh
dan terjadi penyumbatan pada pembuluh-pembuluh darah kecil. Hal inilah yang
mendorong

timbulnya

komplikasi-komplikasi

mikrovaskuler,

antara

lain

retinopati, nefropati, dan neuropati. Disamping karena kondisi hiperglikemia,


ketiga komplikasi ini juga dipengaruhi oleh faktor genetik. Oleh sebab itu dapat
terjadi dua orang yang memiliki kondisi hiperglikemia yang sama, berbeda risiko
komplikasi mikrovaskularnya. Namun demikian prediktor terkuat untuk
perkembangan komplikasi mikrovaskular tetap lama (durasi) dan tingkat
keparahan diabetes. Satu-satunya cara yang signifikan untuk mencegah atau
memperlambat jalan perkembangan komplikasi mikrovaskular adalah dengan
pengendalian kadar gula darah yang ketat. Pengendalian intensif dengan

menggunakan suntikan insulin multi-dosis atau dengan pompa insulin yang


disertai dengan monitoring kadar gula darah mandiri dapat menurunkan risiko
timbulnya komplikasi mikrovaskular sampai 60%.

8. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Gula Darah Puasa atau Fasting Blood Sugar(FBS)
- Tujuan : Menentukan jumlah glukosa darah pada saat puasa
- Pembatasan : Tidak makan selama 12 jam sebelum test biasanya jam 08.0020.00, minum boleh
- Prosedur : Darah diambil dari vena dan kirim ke lab
- Hasil : Normal 80-120 mg/100 ml serum
- Abnormal 140 mg/ 100 ml atau lebih
2. Pemeriksaan Gula darah Postprandial
- Tujuan : Menentukan gula darah setelah makan
- Pembatasan : Tidak ada
- Prosedur : Pasien diberi makan kira-kira 100 gr karbohidrat, 2 jam kemudian
diambil darah venanya
- Hasil : Normal kurang lebih 120 mg/ 100 ml serum
- Abnormal lebih dari 200 mg/ 100 ml atau lebih, indikasi DM
3. Pemeriksaan Toleransi Glukosa Oral/Oral Glukosa Tolerance Test (TGO)
- Tujuan : Menentukan toleransi terhadap respon pemberian glukosa
- Pembatasan : Pasien tidak makan 12 jam sebelum test dan selama test, boleh
-

minum air putih, tidak merokok, ngopi atau minum teh selama pemeriksaan
Prosedur : Pasien diberi makan tinggi karbohidrat selama 3 hari sebelum test,
kemudian puasa selama 12 jam, ambil darah puasa dan urine untuk
pemeriksaan. Berikan 100 gr glukosa ditambah juice lemon melalui mulut,

periksa darah dan urin 5 jam setelah pemberian glukosa


Hasil : Normal Puncaknya jam pertama setelah pemberian 140 mg/dl dan

kembali normal 2 atau 3 jam kemudian


Abnormal Peningkatan glukosa pada jam pertama tidak kembali setelah 2

atau 3 jam, urine positif glukosa


4. Pemeriksaan Glukosa Urine
Pemeriksaan ini kurang akurat karena hasil pemeriksaan ini banyak dipengaruhi
oleh berbagai hal misalnya karena obat-obatan seperti aspirin, vitamin C dan
beberapa antibiotik, adanya kelainan ginjal pada lansia dimana ambang ginjal
meningkat. Adanya glukosuria menunjukkan bahwa ambang ginjal terhadap
glukosa terganggu.
5. Pemeriksaan Keton Urine
Badan keton merupakan produk sampingan proses pemecahan lemak, dan
senyawa ini akan menumpuk pada darah dan urine. Jumlah keton yang besar pada

urin akan merubah pereaksi pada strip menjadi keunguan. Adanya ketonuria
menunjukkan adanya ketoasidosis.
6. Pemeriksaan kolesterol dan kadar serum trigliserida, dapat meningkat karena
ketidakseimbangan kontrol glikemik.
7. Pemeriksaan Hemoglobin Glikat(HbA1c)
Pemeriksaan lain untuk memantau rata-rata kadar glukosa darah adalah
glykosylated hemoglobin(HbA1c), test ini mengukur prosentasi glukosa yang
melihat pada hemoglobin. Pemeriksaan ini menunjukkan kadar glukosa darah
rata-rata selama 120 hari sebelumnya, sesuai dengan usia eritrosit. HbA1c
digunakan untuk mengkaji kontrol glukosa jsangks panjang, sehingga dapat
memprediksi risiko komplikasi. Hasil HbA1c tidak berubah karena pengaruh
kebiasaan makan sehari sebelum test. Pemeriksaan HbA1c dilakukan untuk
diagnosis dan pada interval tertentu untuk mengevaluasi penatalaksanaan DM,
direkomendasikan dilakukan 2 kali dalam setahun bagi pasien DM. Kadar yang
direkomendasikan oleh ADA < 7%.
8. Pemeriksaan C-peptide
Pemeriksaan ini digunakan untuk membedakan diabetes melitus tipe 1 dengan tipe
2. Konsentrasi C-peptide merupakan indikator yang baik untuk fungsi sel beta,
juga bisa digunakan untuk memonitor respons individual setelah operasi pankreas.
Konsentrasi Cpeptida akan meningkat pada transplantasi pankreas atau
transplantasi sel sel pulau pankreas.
9. Penatalaksanaan
Ada enam cara dalam penatalaksanaan DM tipe 1 meliputi:
1. Pemberian insulin
Yang harus diperhatikan dalam pemberian insulin adalah jenis, dosis, kapan
pemberian, dan cara penyuntikan serta penyimpanan. Terdapat berbagai jenis
insulin berdasarkan asal maupun lama kerjanya, menjadi kerja cepat/rapid acting,
kerja pendek(regular/soluble), menengah, panjang, dan campuran.
Penatalaksanaan Terapi Insulin.
- Cara pemberian /penyuntikan hormone insulin
- Indikasi dan kontra indikasi pemberian /penyuntikan hormone insulin.
- Efek samping pemberian / penyuntikan hormone insulin.dll
Suntikan insulin untuk pengobatan diabetes dinamakan terapi insulin. Tujuan
terapi ini terutama untuk :
Mempertahankan glukosa darah dalam kadar yang normal atau mendekati
normal.
Menghambat kemungkinan timbulnya komplikasi kronis pada diabetes.

Indikasi penggunaan terapi insulin harus memenuhi kriteria di bawah ini :


- Menggunakan insulin lebih dari 3 kali sehari
- Kadar glukosa darah sering tidak teratur
- Ingin mengurangi resiko hipoglikemi
- Ingin mengurangi resiko komplikasi yang berkelanjutan
- Ingin lebih bebas beraktifitas dan gaya hidup yang lebih fleksibel
Enam tipe insulin berdasarkan mulai kerja, puncak, dan lama kerja insulin
tersebut, yakni :
1. Insulin Keja Cepat (Short-acting Insulin)
2. Insulin Kerja Sangat Cepat (Quick-Acting Insulin)
3. Insulin Kerja Sedang (Intermediate-Acting Insulin)
4. Mixed Insulin
5. Insulin Kerja Panjang (Long-Acting Insulin)
6. Insulin Kerja Sangat Panjang (Very Long Acting Insulin)
Cara Pemberian Insulin
Struktur kimia hormon insulin bisa rusak oleh proses pencernaan
sehingga insulin tidak bisa diberikan melalui tablet atau pil. Satu-satunya jalan
pemberian insulin adalah melalui suntikan, bisa suntikan di bawah kulit
(subcutan/sc), suntikan ke dalam otot (intramuscular/im), atau suntukan ke
dalam pembuluh vena (intravena/iv). Ada pula yang dipakai secara terus
menerus dengan pompa (insulin pump/CSII) atau sistem tembak (tekan
semprot) ke dalam kulit (insulin medijector).
Dosis anak bervariasi berkisar antara 0,7-1,0 U/kg per hari. Dosis
insulin ini berkurang sedikit pada adanya fase remisi yang dikenal sebagai
honeymoon periode dan kemudian meningkat pada saat pubertas.
Saat awal pengobatan insulin diberikan 3-4 kali injeksi. Bila dosis
optimal dapat diperoleh, diusahakan untuk mengurangi jumlah suntikan
menjadi 2 kali dengan menggunakan insulin kerja mengengah atau kombinasi
kerja pendekb dan menengah (split-mix regimen). Penyuntikan setiap hari
secara subkutan dipaha, lengan atas, sekitar umbilicus secara bergantian.
Insulin sebaiknya disimpan dalam lemari es pada suhu 4-80C.
Penggolongan sediaan insulin berdasarkan mula dan masa kerja
(IONI, 2000 dan Soegondo, 1995b)
Jenis Sediaan Insulin
Masa kerja Singkat (Short acting/lnsulin), disebut
juga insulin reguler
Masa kerja Sedang
Masa kerja Sedang, Mula kerja cepat
Masa kerja Panjang

Mulal

Puncak

Masa

kerja(jam)

(jam)

kerja(jam)

0,5

1-4

18-24

1-2
0-5
4-6

6-12
4-15
14-20

18-24
18-24
24-36

2. Pengaturan makan/diet
Jumlah kebutuhan kalori untuk anak usia 1 tahun sampai dengan usia pubertas
dapat juga ditentukan dengan rumus sebagai berikut :
1000 usia dalam tahun x 100) = ....... Kalori/hari
Komposisi sumber kalori per hari sebaiknya terdiri atas : 50-55% karbohidrat,
10-15% protein (semakin menurun dengan bertambahnya umur), dan 30-35%
lemak.
Pembagian kalori per 24 jam diberikan 3 kali makanan utama dan 3 kali
makanan kecil sebagai berikut :
a. 20% berupa makan pagi.
b. 10% berupa makanan kecil.
c. 25% berupa makan siang.
d. 10% berupa makanan kecil.
e. 25% berupa makan malam.
f. 10% berupa makanan kecil.
Dari sisi makanan penderita diabetes atau kencing manis lebih
dianjurkan mengkonsumsi karbohidrat berserat seperti kacang-kacangan,
sayuran, buah segar seperti pepaya, kedondong, apel, tomat, salak, semangka
dll. Sedangkan buah-buahan yang terlalu manis seperti sawo, jeruk, nanas,
rambutan, durian, nangka, anggur, tidak dianjurkan.
Menurut peneliti gizi asal Universitas Airlangga, Surabaya, Prof. Dr.
Dr. H. Askandar Tjokroprawiro, menggolongkan diet atas dua bagian, A dan B.
Diet B dengan komposisi 68% karbohidrat, 20% lemak, dan 12% protein,
lebih cocok buat orang Indonesia dibandingkan dengan diet A yang terdiri atas
40 50% karbohidrat, 30 35% lemak dan 20 25% protein. Diet B selain
mengandung karbohidrat lumayan tinggi, juga kaya serat dan rendah
kolesterol. Berdasarkan penelitian, diet tinggi karbohidrat kompleks dalam
dosis terbagi, dapat memperbaiki kepekaan sel beta pankreas.
Serat makanan
Tipe diet ini berperan dalam penurunan kadar total kolesterol dan LDL
(low-density lipoprotein) kolesterol dalm darah. Peningkatan kandungan serat
dalam diet dapat pula memperbaiki kadar glukosa darah sehingga kebutuhan
insulin dari luar dapat dikurangi.
Mekanisme kerja serat terlarut diperkirakan berhubungan dengan
pembentukan gel dalam traktus gastrointestinal. Gel ini akan memperlambat

pengosongan lambung dan gerakan makanan yang melalui saluran cerna


bagian atas. Efek penurunan glukosa yang potensial oleh serat makanan
tersebut mungkin disebabkan oleh kecepatan absorpsi glukosa yang lebih
lambat. Sementara itu tingginya serat dalam sayuran jenis A(bayam, buncis,
kacang panjang, jagung muda, labu siam, wortel, pare, nangka muda)
ditambah sayuran jenis B (kembang kol, jamur segar, seledri, taoge, ketimun,
gambas, cabai hijau, labu air, terung, tomat, sawi) akan menekan kenaikan
kadar glukosa dan kolesterol darah. Bawang merah dan putih (berkhasiat 10
kali bawang merah) serta buncis baik sekali jika ditambahkan dalam diet
diabetes karena secara bersama-sama dapat menurunkan kadar lemak darah
dan glukosa darah.
Alkohol
Alkohol dapat menurunkan reaksi fisiologi normal dalam tubuh yang
memproduksi glukosa (glukoneogenesis). Jadi, jika seorang penderita diabetes
minum minuman beralkohol pada saat lambung kosong, maka kemungkinan
terjadinya hipoglikemia akan meningkat. Konsumsi alcohol yang berlebihan
dapat menggganggu kemampuan seseorang untuk mengidentifikasi serta
mengatasi keadaan hipoglikemia dengan tepat dan mengikuti rencana makan
yang sudah diresepkan untuk mencegah hipoglikemian.
3. Olahraga
Dianjurkan latihan jasmani teratur 3-4 kali tiap minggu selam kurang lebih 30
menit yang sifatnya sesuai CRIPE (Continous Rytmical Interval Progressive
Endurance Training). Latihan yang dapat dijadikan pilihan adalah jalan kaki,
jogging, lari, renang, dan bersepeda.
4. Obat hipoglikemik oral (OHO)
Jika pasien telah melakukan pengturan makan dan kegiatan jasmani yang
teratur, tetapi kadar glukosa darahnya masih belum baik, dipertimbangkan
pemakaian obat berhasiat hipoglikemik.
a. Sulfoniurea
Berfungsi untuk menstimulasin pelepasan insulin yang tersimpan, menurunkan
ambang sekresi insulin, meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat
rangsangan glukosa.
b. Biguanid
Menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai di bawah normal.
Dianjurkan untuk pasien gemuk.
c. Inhibitor glukosidase

Bersifat kompetitif menghambat kerja enzim glukosidase sehingga


menurunkan

penyerapan

glukosa

dan

menurunkan

hiperglikemia

pascaprandial.
d. Insulin sentizing agent
Berfungsi meningkatkan sensitifitas insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia.
5. Edukasi
Kegiatan edukasi meliputi pemahaman dan pengertian penyakit dan
komplikasinya, memotivasi penderita dan keluarga agar patuh berobat.
6. Pemantauan mandiri/home monitoring
Pasien serta keluarga harus dapat melakukan pemantauan kadar glukosa darah dan
penyakitnya di rumah. Halini sangat diperlukan karenasangat menunjang upaya
pencapaian normoglikemia. Pamantauan dapat dilakukan secara langsung (darah)
dan secara tidak langsung (urin).
HEALTH EDUCATION
Berikan penjelasan kepada keluarga mengenai penyakitnya, apa yang menyebabkan,
pengobatan, komplikasi dan pencegahannya.
Berikan penjelasan mengenai penggunaan insulin yang tepat.
Anjurkan klien untuk selalu menyediakan permen dan mengenali tanda-tanda
hipodlikemia.
Berikan penjelasan mengenai tanda-tanda pertumbuuhan dan perkembangan yang
ditoleransi klien.
Anjurkan keluarga klien mencatat hasil pemeriksaan gula darah dan berkonsultasi
dengan pelayan kesehatan untuk mengontrol gula darah secara berkala.

II. ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
A. Identitas :
Nama : Usia : 13 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
B. Keluhan utama
Kesadaran anak apatis
C. Riwayat kesehatan
Sekarang : BB = 28kg, Turgor jelek,ekstremitas dingin dan lembab.
Masa lalu : Keluarga : D. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum anak, kesadaran apatis
Tanda-tanda Vital :
Tekanan darah : Nadi : 108x/menit.
Pernapasan : 30x/menit.
Suhu : 2. Antopometri
Berat Badan : 28kg. (Idealnya 40kg)
Tinggi badan : Lingkar lengan : 1) Aktivitas dan Istirahat
Gejala: lemah, letih, sulit bergerak atau beijalan, kram otot, tonus otot
menurun, gangguan istirahat dan tidur.
Tanda: takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan aktivitas,
letargi, disorientasi, koma.
2) Sirkulasi
Gejala: adanya riwayat penyakit hipertensi, inpark miokard akut, klaudikasi,
kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama.
Tanda: takikardia, perubahan TD postural, nadi menurun, disritmia, krekels,
kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata cekung.
3) Integritas ego
Gejala: stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang berhubungan
dengan kondisi.
Tanda: ansietas, peka rangsang.
4) Eliminasi

Gejala: perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa nyeri terbakar,


kesulitan berkemih, ISK, nyeri tekan abdomen, diare.
Tanda: urine encer, pucat, kuning, poliuri, bising usus lemah, hiperaktif pada
diare.
5) Makanan dan cairan
Gejala: hilang nafsu makan, mual muntah, tidak mengikuti diet, peningkatan
masukan glukosa atau karbohidrat, penurunan berat badan, haus, penggunaan
diuretik.
Tanda: kulit kering bersisik, turgor jelek, kekakuan, distensi abdomen, muntah,
pembesaran tiroid, napas bau aseton.
6) Neurosensori
Gejala: pusing, kesemutan, kebas, kelemahan pada otot, parastesia, gangguan
penglihatan.
Tanda: disorientasi, mengantuk, letargi, stupor/koma, gangguan memori,
refleks tendon menurun, kejang.
7) Pernapasan
Gejala: merasa kekurangan oksigen, batuk dengan atau tanpa sputum.
Tanda: pernapasan cepat dan dalam, frekuensi meningkat.
8) Seksualitas
Gejala: rabas vagina, impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita.
9) Penyuluhan
Gejala: fakor resiko keluarga DM, PJK, HT, stroke, penyembuhan yang
lambat, penggunaan obat steroid, diuretik, dilantin, fenobarbitol. Mungkin atau
tidak memerlukan obat diabetik.
E. Pemeriksaan Laboratorium
Gula darah puasa : 419mg/dl
Gula darah pos prandial : 573mg/dl
2. Analisa Data
Data Yang Menyimpang
DO : turgor anak jelek,

Etiologi
Hiperglikemia

Masalah Keperawatan
Kekurangan volume cairan

anak menangis lemah

dan elektrolit

tanpa keluar air mata


DS : -

Ginjal tidak mereabsorbsi


glukosa

Osmotik diuresis
Perpindahan cairan dari
intraseluler ke intrasel

Ekstrasel

Poliuria

Sel kekurangan cairan

Dehidrasi

kekurangan volume cairan


DO:
- gula darah puasa=
-

419 ml/dl
gula darah post

prandial= 573 ml/dl


DS : -

tubuh
Defisiensi insulin

Nutrisi Kurang Dari

Kebutuhan

Glukosa tidak dapat diserap


oleh sel-sel tubuh

Sel tubuh kekurangan bahan


bakar

Pemecahan glikogen menjadi


glukosa (habis)

Tubuh menggunakan
cadangan lemak, protein,
karbo untuk menghasilkan
energy

Cadangan makanan

BB

Gangguan nutrisi kurang dari


DO:
- RR = 30 x/menit
- Nadi = 108 x/menit
DS : -

kebutuhan
Defisiensi insulin

Starvation cells

Peningkatan katabolisme
lemak,protein

Oksidasi as. Lemak

Terbentuk keton bodies

Asidosis metabolik

Hiperventilasi

pola napas tidak efektif

Pola Nafas Tidak Efektif

3. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan keseimbangan cairan kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
dieresis osmotic ditandai dengan turgor anak jelek, anak menangis lemah tanpa
keluar air mata.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien akan mendemonstrasikan
hidrasi adekuat, dengan
Kriteria Hasil :
Nadi perifer dapat teraba, turgor kulit baik.
Vital sign dalam batas normal, haluaran urine lancar.
Kadar elektrolit dalam batas normal
Intervensi
1. Kaji pengeluaran urine

Rasional
1. Membantu dalam memperkirakan
kekurangan volume total, tanda dan
gejala mungkin sudah ada pada
beberapa waktu sebelumnya, adanya
proses infeksi mengakibatkan demam

2. Pantau tanda-tanda vital

dan keadaan hipermetabolik yang


menigkatkan kehilangan cairan
2. Perubahan tanda-tanda vital dapat
diakibatkan oleh rasa nyeri dan
merupakan indicator untuk menilai

3. Monitor pola napas

keadaan perkembangan penyakit.


3. Paru-paru mengeluarkan asam karbonat
melalui pernapasan menghasilkan
alkalosis respiratorik, ketoasidosis
pernapasan yang berbau aseton

4. Observasi frekuensi dan kualitas


pernapasan

berhubungan dengan pemecahan asam


aseton dan asetat
4. Koreksi hiperglikemia dan asidosis akan
mempengaruhi pola dan frekuensi
pernapasan. Pernapasan dangkal, cepat,
dan sianosis merupakan indikasi dari

5. Timbang berat badan

kelelahan pernapasan, hilangnya


kemampuan untuk melakukan
kompensasi pada
asidosis.

6. Kolaborasi pemberian cairan sesuai

dengan indikasi

5. Memberikan perkiraan kebutuhan akan


cairan pengganti fungsi ginjal dan
keefektifan dari terapi yang diberikan.
6. Tipe dan jenis cairan tergantung pada
derajat kekurangan cairan dan respon

2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan defisiensi insulin.


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien akan mengkonsumsi
secara tepat jumlah kebutuhan kalori atau nutrisi yang di programkan dengan
Kriteria Hasil :
Peningkatan barat badan.
Pemeriksaan albumin dan globulin dalam batas normal.
Turgor kulit baik, mengkonsumsi makanan sesuai program.
Intervensi
1. Timbang berat badan.
2. Auskultasi bowel sound.

Rasional
1. Penurunan berat badan menunjukkan
tidak ada kuatnya nutrisi klien.
2. Hiperglikemia dan ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit menyebabkan
penurunan motilifas usus. Apabila
penurunan motilitas usus berlangsung
lama sebagai akibat neuropati syaraf
otonom yang berhubungan dengan
sistem pencernaan.
3. Pemberian makanan oral dan lunak

3. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam


pemberian makanan. Berikan makanan
lunak / cair. Penurunan berat badan

berfungsi untuk meresforasi fungsi usus


dan diberikan pada klien dengan tingkat
kesadaran baik.

menunjukkan tidak ada kuatnya nutrisi


klien. Hiperglikemia dan
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
menyebabkan penurunan motilifas usus.
4. Observasi tanda hipoglikemia misalnya :
penurunan tingkat kesadaran, permukaan
teraba dingin, denyut nadi cepat, Lapar,
kecemasan dan nyeri kepala.
5. Berikan Insulin.

4. Metabolisme KH akan menurunkan


kadarglukosa dan bila saat itu diberikan
insulin akan menyebabkan
hipoglikemia.
5. Akan mempercepat pengangkutan
glukosa kedalam sel.

3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien dapat bernafas dengan


baik.
Kriteria Hasil :
Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif dan mengalami perbaikan
pertukaran gas pada paru
Intervensi
Rasional
1. Pastikan individu bahwa tindakan tersebut 1. Untuk menjamin keamanan
dilakukan
2. Untuk mengatur frekuensi nafas agar
2. Tetap bersama pasien dan latih untuk
stabil
bernapas perlahan-lahan, bernapas lebih
efektif
3. Jelaskan seorang dapat belajar untuk 3. Pembelajaran mengatasi hiperventilasi,
mengatasi hiperventilasi melalui kontrol
pernapasan

secara

sadar

penyebabnya tidak diketahui.

apabila

agar pola nafas efektif.

ASUHAN KEPERAWATAN
ANAK DENGAN REAKSI HOSPITALISASI
1. PENGERTIAN
Reaksi Hospitalisasi adalah reaksi yang bersifat individual dan sangat tergantung pada
usia perkembangan anak,pengalaman sebelumnya terhadap sakit,sistem pendukung yang
tersedia dan kemampuan koping yang dimilikinya,pada umumnya,reaksi anak terhadap sakit
adalah kecemasan karena perpisahan,kehilangan, perlukaan tubuh,dan rasa nyeri.
2. REAKSI ANAK PADA HOSPITALISASI
Reaksi anak pada hospitalisasi dapat dibagi pada beberapa tahap yaitu :
a.

Masa bayi (0-1 th)


Dampak perpisahan
Pembentukan rasa P.D dan kasih sayang
Usia anak > 6 bln terjadi stanger anxiety /cemas
Menangis keras
Pergerakan tubuh yang banyak
Ekspresi wajah yang tak menyenangkan
b.
Masa todler (2-3 th)
Sumber utama adalah cemas akibat perpisahan. Disini respon perilaku anak dengan

tahapnya.
Tahap protes menangis, menjerit, menolak perhatian orang lain
Putus asa menangis berkurang,anak tak aktif,kurang menunjukkan minat bermain,
sedih, apatis > Pengingkaran/ denial
Mulai menerima perpisahan
Membina hubungan secara dangkal
Anak mulai menyukai lingkungannya
c.
Masa prasekolah ( 3 sampai 6 tahun )
Menolak makan
Sering bertanya
Menangis perlahan
Tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan
Perawatan di rumah sakit :
-

Kehilangan kontrol
Pembatasan aktivitas

Sering kali dipersepsikan anak sekolah sebagai hukuman. Sehingga ada perasaan
malu, takut sehingga menimbulkan reaksi agresif, marah, berontak,tidak mau
bekerja sama dengan perawat.

d.

Masa sekolah 6 sampai 12 tahun


Perawatan di rumah sakit memaksakan meninggalkan lingkungan yang
dicintai , keluarga, kelompok sosial sehingga menimbulkan kecemasan. Kehilangan
kontrol berdampak pada perubahan peran dlm keluarga, kehilangan kelompok sosial,
perasaan takut mati, kelemahan fisik. Reaksi nyeri bisa digambarkan dgn verbal dan
non verbal

e.

Masa remaja (12 sampai 18 tahun )


Anak remaja begitu percaya dan terpengaruh kelompok sebayanya. Saat MRS
cemas karena perpisahan tersebut Pembatasan aktifitas kehilangan control.
Reaksi yang muncul :
Menolak perawatan / tindakan yang dilakukan
Tidak kooperatif dengan petugas
Perasaan sakit akibat perlukaan menimbulkan respon :
bertanya-tanya
menarik diri
menolak kehadiran orang lain

3. REAKSI ORANG TUA TERHADAP HOSPITALISASI


Perasaan yang muncul dalam hospitalisasi : Takut dan cemas,perasaan sedih dan frustasi.
Kehilangan anak yang dicintainya :
-

Prosedur yang menyakitkan

Informasi buruk tentang diagnosa medis

Perawatan yang tidak direncanakan

Pengalaman perawatan sebelumnya

Perasaan sedih : Kondisi terminal perilaku isolasi /tidak mau didekati orang lain.

Perasaan frustasi : Kondisi yang tidak mengalami perubahan Perilaku tidak


kooperatif, putus asa.
Reaksi saudara kandung terhadap perawatan anak di RS : Marah,cemburu,benci,rasa
bersalah.
4. INTERVENSI PERAWATAN DALAM MENGATASI DAMPAK HOSPITALISASI
Fokus intervensi keperawatan adalah
-

meminimalkan stressor
memaksimalkan manfaat hospitalisasi memberikan dukungan psikologis pada anggota

keluarga
mempersiapkan anak sebelum masuk rumah sakit
Upaya meminimalkan stresor atau penyebab stress dapat dilakukan
dengan cara :
Dapat dilakukan dengan cara :
-

Mencegah atau mengurangi dampak perpisahan


Mencegah perasaan kehilangan control
Mengurangi / meminimalkan rasa takut terhadap perlukaan tubuh dan rasa nyeri
Upaya mencegah / meminimalkan dampak perpisahan

1. Melibatkan orang tua berperan aktif dalam perawatan anak


2. Modifikasi ruang perawatan
3. Mempertahankan kontak dengan kegiatan sekolah
4. Surat menyurat, bertemu teman sekolah
Mencegah perasaan kehilangan control
-

Hindarkan pembatasan fisik jika anak dapat kooperatif.


Bila anak diisolasi lakukan modifikasi lingkungan
Buat jadwal untuk prosedur terapi,latihan,bermain
Memberi kesempatan anak mengambil keputusan dan melibatkan orang tua dalam
perencanaan kegiatan
Meminimalkan rasa takut terhadap cedera tubuh dan rasa nyeri

Mempersiapkan psikologis anak dan orang tua untuk tindakan prosedur yang

menimbulkan rasa nyeri


Lakukan permainan sebelum melakukan persiapan fisik anak
Menghadirkan orang tua bila memungkinkan
Tunjukkan sikap empati

Pada tindakan elektif bila memungkinkan menceritakan tindakan yang dilakukan


melalui cerita, gambar. Perlu dilakukan pengkajian tentang kemampuan psikologis anak
menerima informasi ini dengan terbuka
Memaksimalkan manfaat hospitalisasi anak

Membantu perkembangan anak dengan memberi kesempatan orang tua untuk belajar >

Memberi kesempatan pada orang tua untuk belajar tentang penyakit anak.
Meningkatkan kemampuan kontrol diri.
Memberi kesempatan untuk sosialisasi.
Memberi support kepada anggota keluarga.
Mempersiapkan anak untuk mendapat perawatan di rumah sakit

Siapkan ruang rawat sesuai dengan tahapan usia anak.


Mengorientasikan situasi rumah sakit.

Pada hari pertama lakukan tindakan :


-

Kenalkan perawat dan dokter yang merawatnya


Kenalkan pada pasien yang lain.
Berikan identitas pada anak.
Jelaskan aturan rumah sakit.
laksanakan pengkajian .
Lakukan pemeriksaan fisik.
Pengertian bermain

Cara alamiah bagi anak untuk mengungkapkan konflik dalam dirinya yang tidak

disadari
Kegiatan yang dilakukan sesuai dengan keinginan sendiri untuk memperoleh
kesenangan.
Bermain merupakan kegiatan

Menyenangkan / dinikmati
Fisik.
Intelektual.
Emosi.
Sosial.
Untuk belajar.
Perkembangan mental.
Bermain dan bekerja
Tujuan bemain di rumah sakit

Untuk dapat melanjutkan tumbuh kembang yang normal selama di rawat


Untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan dan fantasinya melalui permainan

Prinsip bermain di rumah sakit


-

Tidak membutuhkan banyak energi


Waktunya singkat.
Mudah dilakukan
Aman
Kelompok umur.
Tidak bertentangan dengan terapi.
Melibatkan keluarga.
Fungsi bermain

Aktifitas sensori motorik


Perkembangan kognitif
Sosialisasi
Kreatifitas
Perkembangan moral therapeutic
Komunikasi.
Klasifikasi bermain

Isi permainan
1. Sosial affective play
Belajar memberi respon terhadap lingkungan
* Orang tua berbicara/memanjakan - anak senang,tersenyum,mengeluarkan suara,dll
2. Sense of pleasure play
Anak memperoleh kesenangan dari suatu obyek disekitarnya. Contohnya bermain
air/pasir.
3. Skill play
Anak
memperoleh

keterampilan

sepeda,memindahkan balon,dll.
4. Dramatic play/tole play
Anak
berfantasi
menjalankan

tertentu.

peran

Contohnya

tertentu.

Berperan

mengendarai

sebagai:

Perawat,dokter,ayah,ibu,dll.
Karakteristik Sosial
Solitary play
Dilakukan oleh balita ( todler)
Bermain dalam kelompok 1 thn merupakan asyik dengan permainannya sendiri yang
berlainan
-

Dilakukan oleh balita atau pre school


Bermain dalam kelompok, permainan sejenis,tak ada interaksi,tak tergantung
Bermain dalam kelompok,aktivitas sama,tetapi belum terorganisasi dengan baik
Belum ada pembagian tugas, bermain sesuai dengan keinginannya

Bermain dalam kelompok,aktivitas sama,tetapi belum terorganisasi dengan baik


Belum ada pembagian tugas, bermain sesuai dengan keinginannya
School age/ adolescent
Faktor-faktor yang mempengaruhi bermain
1.
2.
3.
4.

Tahap perkembangan anak


Status kesehatan
Jenis kelamin
Alat permain

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita. 2006.Penuntun Diet . Jakarta: Gramedia Pustaka Utama


Baradero, Mary. 2009. Klien Gangguan Endokrin: Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
Brashers, Valentina L. 2008. Aplikasi Klinis Patofisiologi: Pemeriksaan & Manajemen ed.2.
Jakarta: EGC.
Guyton, Arthur C. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Lanywati, Endang. 2001. Diabetes Mellitus. Yogyakarta:Kanisius
Nanda. 2006. Panduan Diagnosa keperawatan Nanda. Jakarta:EGC.
Panduan Pelayanan Medik/editornya M Farid Aziz, Julianto Witjaksono, Imam Rasjidi.
Jakarta:EGC, 2008.
Suddarth, & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Suriadi,dan Rita. 2010. Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta:Perpustakaan Nasional RI.
Wong,Donna L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong. Jakarta: EGC.
Diabetes Mellitus. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3720/1/fkmhiswani4. Pdf

Lampiran
KASUS II
Chair

: Ridillah Vani J

Scriber I

: Rika Riyanti Teresa

Scriber II

: Ghina Nur Jannah

SGD (Step I V)

STEP I
1. Post Pandrial (Riri) :Gula darah setelah makan (Intan).

STEP II
1. Astri
2. Aisya
3. Ghina
4. Viska
5. Riri
6. Kharismanisa
7. Destia
8. Intan
9. Rika
10. Riri
11. Destia
12. Suci
13. Diah
14. Kiki
15. Nurma

: Beapa normal gula darah?


: Adakah TTV yang tidak normal?
: Kenapa ekstremitas terasa dingin?
: Apaka Gula darah post pandrial normal atau tidak?
: Kenapa nangis tidak keluar air mata?
: Adakah faktor genetik?
: Apa dampak psikologis pada anak?
: Apakah bisa berkembang menjadi penyakit DM tipe 2?
: Kenapa turgor anak jelek?
: Apa faktor penyebab?
: Apa penyebab anak apatis?
: Penyebab utama penyakit?
: Perbedaan gula darah puasa dan post pandrial?
: Apa komplikasi DM?
: Peran perawat terhadap psikologi anak, ketika si anak telah ditemani

ibu?
16. Kharismanisa : Apa penyebab insulin rendah?
17. Aisya
: Faktor resiko penyakit DM?
18. Destia
: Perbedaan sistem endokrin pada orang normal dan DM?

STEP III

1. Diah
: Normal = 80 120.
2. Kharismanisa : Nadi : 108x/menit.

Pernapasan : 30x/menit.
3. Ghina

: Karena terjadi dehidrasi sehingga tekanan darah menurun, perfusi jaringan

menurun dan ATP menurun sehingga akreal dingin.


4. Astri
: tidak normal, normalnya 200
Intan
: 100-125 untuk pradiabetes
Suci
: < 140 2 jam setelah makan
5. Kiki
: Kemungkinan jika ada tanda turgor jelek menandakan dehidrasi sehingga
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.

berpengaruh terhadap pengeluaran cairan di air mata.


Semua
: ada, tetapi tergantung pola hidup.
Aisya
: Anak menjadi apatis, jauh sama orang tua.
Rika
: Anak cengeng dan merasa takut.
Ridillah
: turgor jelek karena anak mengalami dehidrasi.
Destia
: Faktor penyebab DM tipe 1 pola hidup tidak sehat.
Nurma
: faktor keturunan, penyakit obesitas, hipertermi.
Destia
: konsumsi makanan instan angka triglycelid yang tinggi
Aisya
: Insulin menurun, kerusakan pankreas.
Kiki
: Penyebab utama adalah kurang insulin.
Nurma
: Gula darah puasa adalah gula darah sebelum makan.
Viska
: Gula darah puasa diukur setelah klien puasa selama minimal 8 jam
Gula post pandrial pengukuran gula darah 2 jam setelah makan.
Astri
: Komplikasi : Hipoglikemia, Neuropati, Nefropati.
Viska
: Memberikan rasa percaya diri, aman, dan nyaman terhadap anak agar anak

bersedia untuk dilakukan tindakan.


16. Ghina
: karena adanya kerusakan pada sel betha pankreas.
17. Destia
: Faktor resiko pola hidup tidak sehat.
18. Ghina
: Pada orang normal insulin dieksresikan oleh sel betha pankreas, pada DM
terjadi kerusakan sel betha pankreas, sehingga mengakibatkan defisiensi insulin.
STEP IV
Mind map
Faktor Resiko
(Genetik, Imunologi, Lingkungan)

Kerusakan sel beta pankreas

Defisiensi insulin
(Deabetes Melitus Tipe 1)

Manifestasi Klinis :
-

Kesadaran anak apatis


Turgor anak jelek
Ektremitas terasa dingin dan

lembab
Anak menangis tanpa keluar

Pemeriksaan Diagnostik
-

Frekuensi nadi 108x/menit


Frekuensi napas 30x/menit
Gula darah puasa 419 mg/dL
Gula darah post pandrial 573
mg/dL

Penatalaksanaan
Terapi Insulin

STEP V
1. Penyebab reaksi hospitalisasi pada anak DM dan bagaimana responnya.

Anda mungkin juga menyukai