Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
I.1

Latar Belakang
Toksikologi adalah ilmu yang mempelajari sumber, sifat serta khasiat racun,

gejala- gejala dan pengobatan pada keracunan, serta kelainan yang didapatkan pada
korban yang meninggal. Toksikologi merupakan ilmu yang sangat luas yang
mencakup berbagai disiplin ilmu yang sudah ada seperti ilmu kimia, Farmakologi,
Biokimia, Forensik Medicine dan lain-lain. Disamping itu ilmu ini terus berkembang
sejalan dengan perkembangan ilmu-ilmu lainnya. Racun ialah zat yang bekerja pada
tubuh secara kimiawi dan fisiologik yang dalam dosis toksik akan menyebabkan
gangguan kesehatan atau mengakibatkan kematian. Berdasarkan sumber dapat
digolongkan menjadi racun yang berasal dari tumbuh-tumbuhan; opium, kokain. Dari
hewan; bisa atau toksin, ular atau laba-laba atau hewan laut. Mineral; arsen, timah
hitam. Dan berasal dari sintetik; heroin.1
Faktor yang mempengaruhi keracunan adalah cara masuk, umur, kondisi tubuh,
kebiasaan serta idiosinkrasi dan alergi pada vitamin E, penisilin, streptomisin dan
prokain. Pada korban mati akibat keracunan umumnya dapat dibagi menjadi dua
golongan, yang sejak mula sudah dicurigai kematian akibat keracunan dan kasus yang
sampai saat sebelum di autopsi dilakukan, belum ada kecurigaan terhadap
kemungkinan keracunan. Harus dipikirkan kemungkinan kematian akibat keracunan
bila pada pemeriksaan setempat (scene investigation) terdapat kecurigaan akan
keracunan, bila pada autopsi ditemukan kelainan yang lazim ditemukan pada
keracunan dengan zat tertentu, misalnya lebam mayat yang tidak biasa, luka bekas
suntikan sepanjang vena dan keluarnya buih dari mulut dan hidung serta bila pada
autopsi tidak ditemukan penyebab kematian.1
Minuman beralkohol biasa dikenal sebagai minuman keras, karena dapat
berdampak mabuk sampai kematian. Angka kematian akibat keracunan alkohol di
Indonesia belum ada, namun kematian akibat alkohol dilaporkan secara sporadis di
media masa. Keracunan alkohol didalam tubuh bisa karena disengaja misal usaha
bunuh diri atau tidak disengaja karena tidak tahu bahwa alkohol terdiri dari beberapa
jenis. Alkohol bisa berupa ethyl alkohol (ethanol), propyl alcohol (Isopropanol),
1

ethylene glycol dan methyl alcohol (methanol), dua jenis terakhir ini disebut alkohol
beracun sebab lebih cepat mematikan daripada yang lain. 2
Keracunan alkohol menyebabkan penurunan daya reaksi atau kecepatan,
kemampuan untuk menduga jarak dan keterampilan mengemudi sehingga cenderung
menimbulkan kecelakaan lalu-lintas di jalan, pabrik, dan sebagainya. Penurunan
kemampuan untuk mengontrol diri dan hilangnya kapasitas untuk berfikir kritis
mungkin menimbulkan tindakan yang melanggar hukum seperti perkosaan,
penganiayaan, dan kejahatan lain ataupun tindakan bunuh diri. Seseorang dikatakan
menderita keracunan alkohol ketika jumlah alkohol yang dikonsumsi orang tersebut
menghasilkan perubahan perilaku atau fisik. Dengan kata lain, mental dan kemampuan
fisik orang tersebut terganggu. Selain tanda-tanda gangguan fisik dan mental, tingkat
alkohol juga dapat diukur dalam darah.3,4
I.2

Definisi Intoksikasi Alkohol


Keracunan alkohol adalah kondisi toksik akut yang dihasilkan dari paparan

jumlah alkohol yang berlebihan dalam waktu singkat. Konsumsi alkohol yang cepat
dan dalam jumlah besar dapat membebani kapasitas metabolisme hati, menyebabkan
konsentrasi alkohol dalam darah meningkat pesat. Jika konsentrasi alkohol dalam
darah 0,25-0,40 gram/ dl, keracunan alkohol dapat menyebabkan ucapan yang tak
jelas, ataksia, pingsan, koma, dan akhirnya kematian. Pada titik ini, pusat-pusat otak
yang mengontrol jantung dan paru-paru, sebagian dibius, koma atau mengalami
kematian. Beberapa penelitian telah memperkirakan konsentrasi alkohol dalam darah
yang mematikan sebagai 0,50 gram/dl, namun variasi yang besar dalam toleransi
konsentrasi alkohol dalam darah telah diamati. Peminum yang berpengalaman dapat
mentolerir konsentrasi alkohol dalam darah dengan tingkat yang jauh lebih tinggi
dibandingkan peminum yang tidak berpengalaman.5
Faktor-faktor seperti jenis kelamin, ukuran, usia, kondisi medis yang sudah ada
sebelumnya (misalnya, penyakit jantung), dan apakah ada obat lain yang digunakan
dalam mengkombinasikan dengan alkohol juga memiliki peran penting. Ketika obat
lain dikombinasikan dengan alkohol maka konsentrasi alkohol dalam darah bahkan
pada tingkat lebih rendah dapat berakibat fatal sebagai akibat dari kombinasi alkohol
dan interaksi obat lainnya.5
Kematian akibat keracunan alkohol jarang terjadi jika kematian tersebut
disebabkan oleh satu penyebab dasar. (Penyebab dasar didefinisikan sebagai penyakit
2

atau cedera yang memprakarsai suatu peristiwa yang mengarah langsung atau tidak
langsung kepada kematian, atau suatu kecelakaan atau kekerasan yang menghasilkan
cedera fatal). Untuk setiap kematian, hanya ada satu penyebab yang mendasari.
Namun, jumlah kematian yang disebabkan oleh keracunan alkohol meningkat sekitar
lima kali lipat melalui analisis Multiple Cause of Death (MCOD), yang menambahkan
semua penyebab yang berkontribusi selain penyebab yang mendasari. Penyebab yang
berkontribusi terhadap kematian didefinisikan sebagai kondisi signifikan lainnya yang
berkontribusi terhadap kematian, tetapi tidak menyebabkan kematian secara langsung.
Multiple Cause of The Death telah direkomendasikan untuk memberikan analisis yang
lebih lengkap terhadap statistik kematian.5

BAB II
PEMBAHASAN
II.1

Epidemiologi
Data yang relevan untuk beberapa tahun terakhir yang tersedia (1996 sampai

1998) berasal dari beberapa penyebab kematian publik dengan menggunakan data dari
National Center for Health Statistics (NCHS). Data kematian yang dianggap berasal
dari keracunan alkohol baik sebagai penyebab yang mendasari ataupun sebagai 1
3

hingga 20 penyebab yang berkontribusi dipilih dan dianalisis. Hasilnya rata-rata


jumlah kematian tahunan akibat keracunan alkohol yang tercatat sebagai penyebab
kematian langsung adalah 317, dengan rasio angka kematian yakni 0,11 per 100.000
penduduk. Rata-rata 1.076 kematian tambahan mencatat keracunan alkohol sebagai
penyebab yang kontribusi, sehingga jumlah kematian akibat keracunan alkohol yakni
1.393 per tahun (0,49 per 100.000 populasi).5
Pria merupakan 80% dari kematian tersebut. Tingkat kematian lebih rendah
pada individu yang menikah dibandingkan individu yang belum menikah (yaitu tidak
pernah menikah, bercerai, atau janda). Di antara laki-laki, keracunan alkohol memiliki
tingkat kematian yang lebih tinggi pada penduduk Hispanik dan non-Hispanik kulit
hitam dibandingkan kulit putih non-Hispanik. Kematian akibat keracunan alkohol
cenderung paling umum didapatkan di kalangan usia 35-54, dan hanya 2 persen
keracunan alkohol lebih muda dari usia 21 tahun.5

Gambar 1: Perkiraan penggunaan konsumsi alkohol rata-rata pada tahun 2003-2005 (dikurangi
konsumsi turis) dan konsumsi alkohol yang tidak tercatat pada tahun 2005.

II.2

Farmakodinamik

Gambar 2. Bagaimana alkohol diabsorbsi dalam tubuh2

Setelah dicerna, alkohol (etanol) diserap ke dalam sistem darah dan ke cairan
di sekitarnya mengelilingi jaringan dan bagian dalam sel. Konsentrasi alkohol dalam
darah dan jaringan tergantung pada jumlah total air dalam tubuh, karena alkohol larut
dalam air. Oleh karena itu, berat badan individu penting dalam proses analisis
intoksikasi alkohol, karena kadar air dalam tubuh adalah faktor dari berat total tubuh.
Sebagai contoh jika kita melakukan percobaan dan menempatkan 100 ul dari 8%
alkohol ke dalam wadah 10 liter air, kita akan berakhir dengan kandungan alkohol di
akhir wadah yang berbeda dari wadah dengan 9,75 liter air. Setelah dicerna, alkohol
terutama diserap di usus kecil, dan sampai batas tertentu diserap dalam perut serta
usus besar. Keterlambatan pengosongan lambung akan menunda penyerapan sebagian
besar alkohol ke dalam seluruh sistem tubuh melalui usus kecil. Ini adalah poin yang
penting ketika menilai kadar alkohol dalam darah (BAC) dalam kaitannya dengan
terjadinya kecelakaan karena kita harus menilai kadar alkohol dalam darah relatif
terhadap waktu konsumsi. Kadar alkohol dalam darah merupakan alat utama dalam
menilai efek penyalahgunaan alkohol. Dari perut dan usus alkohol akan
didistribusikan melalui darah ke seluruh organ tubuh termasuk paru-paru. Ini adalah
dasar untuk ekstrapolasi dari pengukuran napas alkohol ke dalam kadar alkohol dalam
darah. 2,8,9
5

Alkohol juga dapat menyebrangi plasenta pada wanita hamil sehingga


menyebabkan suatu keadaan yang serius yaitu fetal alcohol syndrome.9,10

II.2.1 Faktor Menentukan Penyerapan Alkohol


Konsentrasi alkohol dalam individu tergantung pada jumlah cairan tubuh yang
terkandung dalam tubuh individu. Seorang individu dengan total air dalam tubuh yang
besar akan dapat mencairkan dan menyerap alkohol lebih dari seorang individu
dengan volume total air dalam tubuh yang lebih kecil. Kadar air tubuh bervariasi dan
berkisar 55-68%.9
Keterlambatan pengosongan lambung ke dalam usus kecil akan menunda
penyerapan sebagian besar alkohol. Penundaan ini penting dalam menghitung
kandungan puncak alkohol dalam darah (BAC) atau ekstrapolasi dari tingkat tertentu.
Kondisi yang dapat menunda pengosongan perut ke dalam usus seperti jaringan parut
atau spasme pilorus (titik sambungan antara perut ke usus kecil), akan menunda
penyerapan alkohol dari usus kecil juga, dan karena itu akan mempengaruhi alkohol
dalam darah kurva konten. Selain penundaan dari perut ke dalam usus kecil, faktor
jumlah alkohol yang dikonsumsi, kehadiran makanan, waktu saat alkohol itu tertelan,
dan beberapa parameter individu lain seperti penggunaan obat merupakan faktor
penting dalam menilai alkohol dalam darah tingkat dan kadar alkohol puncak.9

II.2.2 Metabolisme Alkohol


Mengatasi efek penyalahgunaan alkohol membutuhkan pemahaman metabolisme
alkohol.Hati adalah organ utama untuk metabolisme dan menghilangkan alkohol.90%
alkohol yang dikonsumsi akan dimetabolisme oleh tubuh terutama dalam hati oleh
enzim alkohol dehidrogenase atau ADH dan koenzim nikotin amida denindinukleotida
(NAD) menjadi asetaldehida dan kemudian oleh enzim aldehida dehidrogenase diubah
menjadi asam aetat. Asam asetat dengan koenzim A akan membentuk koenzim asetil,
sebagai major substrat dalam siklus krebs.1,9,10

Gambar 3. Proses metabolisme alkohol dalam hati10

Dari sudut pandang farmakologi, proses metabolisme alkohol adalah fungsi linear
waktu, dan dapat dipengaruhi oleh meningkatnya konsentrasi alkohol dalam darah.
Sebagai aturan praktis, tingkat rata-rata eliminasi alkohol adalah sekitar 10mg/kg/jam
atau sekitar 15mg/100ml/jam untuk orang dengan berat badan 70 kilo yang sesuai
dengan 8-10 cc per jam. Ini berarti membutuhkan waktu sekitar 1 -1/2 jam untuk
memetabolisme alkohol dalam 1 ons whisky atau 12 ons bir. Hal ini diterima dengan
baik bahwa waktu dari minuman terakhir untuk konsentrasi maksimal dalam darah
biasanya berkisar 30 sampai 90 menit.Namun ini dapat bervariasi antara individu,
tergantung pada berbagai kondisi fisiologis. Informasi ini penting dalam menilai
apakah penangkapan individu atau keterlibatan dalam tabrakan itu terjadi saat individu
telah mencapai tingkat puncak kadar alkohol darah.9
II.3

Batas Kadar Alkohol Dalam Urin Dan Darah


Normalnya pada serum atau plasmadarah tidak terdapat konsentrasi alkohol. Jika

terdapat konsentrasi alkohol pada darah dapat memberi efek samping sesuai jumlah
kadar atau konsentrasi alkohol pada darah tersebut.11,12

Konsentrasi alkohol dalam darah


<0,05% atau 50mg/dl
0,05%-0,15% atau 50-150mg/dl
0,15% atau 150 mg/dl
0,25% atau 250 mg/dl

Efek samping
Tidak memberi pengaruh yang berarti
Dapat memberikan pengaruh
Intoksikasi alkohol
Intoksikasi alkohol berat
7

0,30% atau 300 mg/dl


0,40% atau 400 mg/dl

Dapat menyebabkan koma


Fatal

Tabel 1. Konsentrasi alkohol dalam darah beserta efek sampingnya. 3,11

10% alkohol yang dikonsumsi akan dikeluarkan dalam bentuk utuh melalui urin,
keringat dan udara napas. Dari jumlah ini, sebagian besar dikeluarkan melalui urin
(90%).Konsentrasi alkohol dalam urin 1,2-1,3 kali besar dari darah karena adanya
tubular resorpsi air. Konsentrasi ini harus diperoleh dari urin yang keluar dari ginjal
setelah minum alkohol, sehingga pemeriksaan kadar alkohol urin harus didahului
pengosongan kandung kemih.6,12
Salah satu cara penentuan semi kuantitatif kadar alkohol dalam darah atau urin
yang cukup sederhana adalah teknik modifikasi mikrodifusi atau Conway. Sebagai
berikut:
Letakkan 2 ml reagen antie ke dalam ruang tengah cawan conway. Reagan antie
dibuat dengan melarutkan 3,70 gm kalium dikromat ke dalam 150 ml air.Kemudian
tambahkan 280 ml asam sulfat dan terus diaduk.Encerkan dengan 500 ml aquades.
Sebarkan 1 ml darah atau urin yang akan diperiksa dalam ruang sebelah luar cawan
conway dan masukkan 1 ml kalium karbonat jenuh dalam ruang sebelah luar cawan
conway pada sisi berlawanan. Tutup sel mikrodifusi, goyangkan dengan hati-hati
supaya darah atau urin bercampur dengan larutan kalium karbonat. Biarkan terjadi
difusi selama 1 jam pada temperatur ruang kemudian angkat tutup dan amati
perubahan warna pada reagen antie. Warna kuning kenari menunjukkan hasil negatif,
perubahan warna kuning kehijauan menunjukkan kadar ethanol sekitar 80 mg%
sedangkan warna hijau kekuningan sekitar 300 mg%.1
Alkohol dalam nafas, tidak seperti urine, ini hampir setara dengan yang terkandung
dalam darah, walaupun di dalam konsentrasi yang sangat kecil sekitar 1:2300.Pada
suhu 37 derajat 1 mg/100 ml pada darah setara dengan 20,43 ug/100 ml pada nafas
(sehingga 1 ug/100 ml dalam nafas ekuivalen dengan 2.28 mg/100 ml pada darah).12

II.4

Gejala-Gejala Intoksikasi Alkohol

II.4.1 Akut Intoksikasi


Intoksikasi alkohol akut adalah suatu kondisi klinis berbahaya yang
biasanya terjadi pada sejumlah besar alkohol.Pada populasi anak, mungkin hasil
dari konsumsi produk rumah tangga yang mengandung alkohol, seperti cologne,
obat kumur, tonik rambut, obat-obatan,dan pelarut.3
Beberapa faktor dapat mempengaruhi tingkat keracunan akut alkohol;
selain jumlah alkohol yang tertelan, berat badan individu dan toleransi terhadap
alkohol, persentase alkohol dalam minuman, dan periode konsumsi alcohol
sepertinya menjadi sangat penting. 3,12
Gejala terkait yang paling terpengaruh adalah daerah otak. Lobus
frontal terutama dipengaruhi pada kadardarah alkohol yang rendah. Di atas 100
mg / dL, lobus parietal dipengaruhi; pada titik ini mempengaruhi keterampilan
motorik dan perilaku sensorik.Di atas 300 mg / dL, serebelum dan lobus
oksipital dari otak yang terpengaruh.10
Pada kadar yang rendah, 10-20 mg% sudah menimbulkan gangguan
berupa penurunan keapikan keterampilan tangan dan perubahan tulisan tangan.
Pada kadar 30-40 mg% telah timbul penurunan lapangan pandang, penurunan
ketajaman penglihatan.]Sedangkan pada kadar kurang lebih 80 mg% telah
terjadi gangguan penglihatan 3 dimensi, kedalaman pandangan dan gangguan
pendengaran. Selain itu tampak pula gangguan pada kehidupan psikisnya, yaitu
penurunan kemampuan memusatkan perhatian, konsentrasi, asosiasi dan
analisa.1,4
Keterampilan mengemudi mulai menurun pada kadar alkohol darah 30-50 mg%
dan lebih jelas pada kadar 150 mg%. Alkohol dengan kadar dalam darah 200 mg%
menimbulkan gejala logorrhea, boisterous behaviour, refleks menurun, inkoordinasi
otot-otot kecil, kadang-kadang nistagmus dan sering terdapat pelebaran pembuluh
darah kulit. Peningkatan yang progresif dari drowsiness, disorientasi, dan emosional
yang labil.1,12
Dalam kadar 250-300 mg% menimbulkan gejala penglihatan kabur, tak dapat
mengenali warna, konjungtiva merah, dllatasi pupil (jarang konstriksi), diplopi, sukar
memusatkan padangan/penglihatan dan nistagmus. Bila kadar dalam darah dan otak
9

makin meningkat akan timbul pembicaraaan yang kacau, tremor tangan, dan bibir,
keterampilan menurun, inkoordinasi otot dan tonus otot muka menghilang.1
Dalam kadar 400-500 mg%, aktivitas motorik hilang sama sekali, timbul stupor
atau koma, pernafasan perlahan dan dangkal, suhu tubuh menurun.1

BAC

Gejala klinis
Penurunan

<50 mg / dl (10,9 mmol / l)

>100 mg / dl(21,7 mmol / l)

>200 mg / dl (43,4 mmol / l)

> 400 mg / dl (86.8 mmol / l)

beberapa

tugas

yang

membutuhkan keterampilan
Peningkatan berbicara
Relaksasi
Persepsi perubahan lingkungan
Ataksia
Hyper-reflexia
Keputusan yang lemah
Kurangnya koordinasi
Mood, kepribadian, dan perubahan

perilaku, nystagmus
Bicara cadel
Amnesia
Diplopia
Disartria
Hipotermia
Mual
Muntah
Depresi pernapasan
Coma
Kematian

Tabel 2. Gejala klinis utama dalam keracunan alkohol akut sesuai dengan
konsentrasi alkohol dalam darah (BAC).3

II.4.2

Intoksikasi Kronik

Penggunaan jangka panjang alkohol dapat merusak beberapa sistem organ.


Penyakit hati mungkin

adalahgangguan yang paling umum yang terkait dengan

alkoholisme. Fatty liver adalah kondisi yang umum tetapi reversibel.Sirosis ditemukan
pada 8% sampai 20% dari pecandu alkohol jangka panjang.Terkait kerusakan
10

progresif pada fungsi hati dapat berujung pada gagal hati, koma hepatik, dan kematian.
Konsumsi alkohol akan meningkatan permeabilitas interstinal terhadap substansubstan termasuk endotoxin bacterial, seperti lipopolysaccharida. Lipopolysacchardia
mensintesis sel kupfer dengan reseptor CD14. Ikatan ini akan mengaktivasi faktor
nuklear kappa B- (NF -kB) dimana ini menyebabkan transkripsi dari sitokines pro
inflamasi seperti TNF-a, IL-6 dan TGF-B..TNF-a, IL-6 umumnya terlibat dalam
cholestasis dan sintesi fase akut proteins, dan TGF-B terlibat dalam fibrogenesis
melalu aktivasi dari sel hepatik stelata.

Ini menunjukkan adanya necro-inflamsi,

apoptosis dan fibrosis yang menyebabkan penyakit hati yang progresif yang akhirnya
menyebabkan sirosis.12
Metabolisme etanol, seperti sebagai asetaldehida dan malondialdehid, sebagai
hasil dari peroksidasi lipid berinteraksi, melalui pengikatan kovalen dengan residu
lisin reaktif protein
pembentukan

yang terletak di membran hepatosit. Ini menghasilkan

protein yang stabil yang telah terbukti sebagai imunogenik (neo-

antigen). Neo-antigen ini dapat menyebabkan reaksi imunologi dengan memproduksi


antibodi atau mengaktivasi sel T atau keduanya, yang dapat mengakibatkan kerusakan
jaringan, dan mungkin menyebabkan alcoholic liver disease.9,12
Pankreatitis, sering berakibatfatal jika terjadi hemoragik yang terkait dengan
alkoholisme. Patomekanisme terjadinya kronik pankreatitis sebagai hasil konsumsi
alkohol belum terlalu jelas dan ada beberapa hipotesis yang menjelaskan hal ini.
Hipotesis yang paling meyakinkan adalah hipotesis yang dilakukan pada hewan,
bahwa penyalahgunaan alkohol kronik menyebabkan penurunan bikarbonat pankreas
dan sekresi air dan peningkatan konsentrasi protein dan kalsiumi, perubahan inipun
dapat menimbulkan

peningkatan

sekresi kelenjar eksokrin pankreas yang

menyebabkan pembentukan sumbatan protein yang menyebabkan obstruksi sekunder


dari duktus pankreas perifer. Hipotesis yang lain menjelaskan bahwa alkohol
memediasi autoaktivasi dari enzim proteolitik pada jaringan menyebabkan kematian
sel, fibrosis dan jaringan parut dari duktus pankreas.9,12
Dosis tinggi alkohol dapat menekan fungsi kardiovaskular dimana dapat
ditemukan lesi miokard intraseluler.Alkoholik Kardiomiopati dan gagal jantung
kongestif dan hipertensi dapat disebabkan konsumsi alkohol berlebih.Konsumsi
alkohol kronik dapat menyebabkan supresi imun yang kronik yang menyebabkan
11

kronik miokarditis. Peningkatan jumlah sel dari LCA-Positif leukosit , limfosit T dan
makrofag menghasilkan proses kronik yang progresif yang menyebabkan nekrosis
myocardial dan fibrosis miocardial yang tampak pada pasien dengan kardiomiopati
dilatif. 10,12
Sistem saraf pusat adalah sistem yang terkena dampak paling parah. Dalam kasus
minum sangat berat, alkohol dapat menyebabkan gangguan perilaku yang menyerupai
psikosis paranoid dan skizofrenia dan perubahan fisik.10
Kelainan neurologis yang sering terjadi pada intoksikasi alkohol kronik memiliki
karakteristik seperti:12
1. Ensefalopati alkoholik dimana gambarannya berhubungan dengan demensia
dan atrofi otak bagian dalam dan bagian luar (umumnya terjadi dibagian lobus
frontal dan temporal)
2. Wernike-korsakoff syndrome :
a) Paralisis okulomotor dengan gangguan pada pupil dan cara berjalan yang
goyah.
b) Simptom delirium yang ringan
c) Psikosis korsakoff yang ditandai dengan hilangnya memori jangka
panjang, menurunnya spontaniyas dan konsentrasi yang buruk.
3. Delirium dan halusinasi
4. Konvulsif disorder :organic brain seizures (grand mall) telah ditemukan terjadi
pada 5%-35% alkoholik. Ini bisa terjadi setelah episode mengkonsumsi alkohol
dalam jumlah banyak atau selama penghentian alkohol.
5. Gejala penghentian : penghentian ethanol setelah kronik eksposure dapat
mengakibatkan hipereksitabilitas dari sistem saraf pusat. Pada kasus yang berat
kejang tonik klonik diobersvasi selama penghentian dari pemakaian etanol yang
kronik.
Analisis kerusakan otak-alkohol tertentu baru-baru ini diterbitkan oleh Harper
(1998, lihat juga Gass dan Hennerici 1999), yang menjelaskan gejala-gejala primer
dari alkohol intoksikasi:12
1. Cedera pada bagian

"white matter" otak dengan atropi pada

interior dan

eksterior otak.
2. Kehilangan sel saraf pada korteks serebral, hipothalamus , dan cerebellum (tapi
tidak pada hippocampus).
3. Kerusakan dendritik dan sinaptik bersama dengan reseptor dan transmiter
menyebabkan perubahan fungsional dan kognitif. Kematian sel serta kematian
12

astrocytuc dapat meningkatkan mediator inflamasi.

II.5

Cara Mendiagnosis Intoksikasi Alkohol Pada Korban Hidup

Meskipun seringkali sulit, anamnesis diperlukan dalam mengumpulkan informasi


penting, termasuk kuantitas alkohol dan jenis minuman yang dikonsumsi, waktu, gejala,
keadaan, dan akhirnya cedera.Pemeriksaan fisik harus mencakup analisis tanda-tanda vital
serta status gizi, hidrasi, dan tanda-tanda kecanduan alkohol-terkait.Selain itu, juga harus
mencakup pemeriksaan jantung dan dada, pemeriksaan perut, dan pemeriksaan
neurologis.Pemeriksaan fisik harus sering diulang untuk menindaklanjuti keracunan
alkohol yang berhubungan dengan perubahan akut.Berkenaan dengan analisis
laboratorium, penentuan BAC yang paling penting. Namun, pemeriksaan ini memiliki
beberapa keterbatasan karena tidak selalu berkorelasi dengan presentasi klinis dan tidak
memprediksi keparahan klinis atau hasil . Tingkat alkohol juga dapat ditentukan dengan
analisis napas

atau dengan dipstick air liur, meskipun metode ini kurang dapat

diandalkan. Selain itu, tingkat bebas etanol dan etanol konjugat dapat diukur dalam
urin.Penentuan osmolalitas serum biasanya menunjukkan hiperosmolalitas dengan "gap
osmolal". Secara khusus, osmolalitas serum meningkat sekitar 22 mOsm / l untuk setiap /
100 ml kenaikan 100 mg di BAC. osmolalitas serum dapat menjadi penting, terutama
ketika BAC tidak tersedia. Memperhatikan lebih sering perubahan klinis, juga penting
untuk menentukan tingkat natrium, kalium, klorida, bikarbonat, nitrogen urea, glukosa,
kalsium, magnesium, amilase, parameter hati, toksikologi layar, gas darah arteri, dan
darah atau urine keton. Radiografi dada dan elektrokardiografi harus dilakukan. Selain itu,
computed tomography (CT) otak harus dimasukkan bila gejala neurologis hadir dan / atau
trauma kepala dicurigai.3,7
Beberapa faktor dapat membingungkan gambar diagnostik dan mempengaruhi
pilihan terapi.Oleh karena itu, pasien harus dievaluasi oleh dokter ahli, bahwa diagnosis
keracunan dapat menyebabkan beberapa dokter untuk tidak mencari penyakit berat
tambahan. Untuk alasan ini, setelah pengukuran alkohol tindakan atau penentuan BAC,
pemeriksaan tambahan harus dipertimbangkan, tergantung pada fitur klinis pasien, untuk
mengevaluasi alkohol yang berhubungan berpotensi berbahaya dan penyakit non-alkohol
terkait. Perhatian khusus harus diberikan pada perubahan status mental pasien.Kondisi
psikopatologis pada pasien dengan keracunan alkohol dapat berkisar dari depresi, lesu
dan delirium. Untuk pasien dengan riwayat episode keracunan sebelumnya, perubahan
13

status mental cenderung mirip dengan setiap serangan pada saat pesta minuman keras.
Perubahan status mental yang nyata seperti biasanya pola keracunan pasien sebelumnya
adalah sering merupakan tanda peringatan bahwa penilaian yang lebih agresif diperlukan
untuk cedera kepala, pendarahan otak, kelainan elektrolit, dan konsumsi obat-obatan
terlarang bersama-sama dengan minuman beralkohol.3,7
II.6

Cara Mendiagnosis Intoksikasi Alkohol pada Korban Post Mortem


Mekanisme kematian pada alkoholisme kronik terutama akibat gagal hati dan ruptur

varises esofagus akibat hipertensi portal.Selain itu dapat disebabkan secara sekunder oleh
pneumonia dan TBC.Peminum alkohol sering terjatuh dalam keadaan mabuk dan
meninggal. Pada autopsi dapat ditemukan memar pada korteks serebri, hematoma
subdural akut atau kronik.1
Depresi pusat pernafasan terjadi pada kadar alkohol otak >450 mg% . Pada kadar
500-600 mg% dalam darah, penderita biasanya meninggal dalam 1-4 jam setelah koma
selama 10-16 jam.1
Kelainan yang ditemukan pada korban mati tidak khas, Mungkin ditemukan gejalagejala yang sesuai dengan asifiksia, Seluruh organ menunjukkan tanda perbendungan,
darah lebih encer, berwarna gelap.Mukosa lambung menunjukkan tanda perbendungan,
kemerahan dan tanda inflamasi tapi kadang-kadang tidak ada kelainan.Organ-organ
termasuk otak dan darah berbau alkohol. Pada pemeriksaan histopatologik dapat dijumpai
edema dan pelebaran pembuluh darah otak dan selaput otak, degenerasi bengkak keruh
pada bagian parenkim organ dan inflamasi mukosa saluran cerna..1
Dari pemeriksaan pada kasus keracunan kronik yang meninggal, jantung dapat
memperlihatkan fibrosis interstitial, hipertrofi serabut otot jantung, sel-sel radang kronik
pada beberapa tempat, gambaran serat lintang otot jantung menghilang, hialinisasi, edema
dan vaskuolisasi serabut otot jantung. Schneider melaporkan miopati alkoholik

akut

dengan miohemoglobinuri yang disebabkan oleh nekrosis tubuli ginjal dan kerusakan
miokardium. Pada hati didapatkan adanya pembesaran hati dengan metamorfosis lemak
yang hebat.11
Penentuan kualitatif dan kuantitatif etanol dalam spesimen post-mortem telah menjadi
prosedur analitis yang relatif sederhana dengan hasil yang mungkin akurat, tepat, dan
14

spesifik. Namun, dengan menafsirkan hasil postmortem BAC (Blood alcoholic Content,
Kadar Alkohol dalam Darah) dan menarik kesimpulan yang benar mengenai tingkat
antemortem dan keadaan seseorang saat mabuk dan derajat kerusakan perilaku pada saat
saat kematian. 2

Kondisi tubuh, waktu antara kematian dan otopsi, kondisi lingkungan (suhu dan
kelembaban), dan sifat spesimen dikumpulkan untuk analisis adalah faktor yang penting
untuk dipertimbangkan.Dalam beberapa kondisi alkohol mungkin dihasilkan setelah
kematian oleh aktivitas mikroba dan fermentasi glukosa, yang merupakan masalah yang
nyata jika mayat telah mengalami dekomposisi. Difusi alkohol postmortem dari perut ke
tempat pusat pengambilan sampel darah merupakan faktor rumit lain jika seseorang
meninggal tak lama setelah periode minum berat. Perawatan diperlukan untuk memastikan
bahwa spesimen biologi tidak terkontaminasi dengan etanol atau pelarut asing lainnya
selama perawatan untuk menyelamatkan jiwa atau sehubungan dengan pemeriksaan luar
tubuh atau jika sampel darah untuk analisis alkohol diambil sebelum melakukan otopsi
lengkap.5
Beberapa praktisi forensik menganggap bahwa darah dari bilik jantung utuh sesuai
untuk analisis toksikologi etanol, sedangkan yang lain menyarankan menggunakan vena
perifer untuk pengambilan sampel,

sebaiknya vena femoralis setelah visualisasi dan

lintas-klem proksimal. 5
BAC yang diperlukan untuk menyebabkan kematian sering menimbulkan pertanyaan
terbuka dan banyak tergantung pada usia seseorang, pengalaman minum dan derajat
perkembangan toleransi. Kecepatan minum berperan dalam toksisitas alkohol seperti
halnya jenis minuman yang dikonsumsi, apakah bir (5% v/v) atau liquor (40% v/v) dan
khususnya setiap masking dari rasa alkohol dengan menambahkan gula atau perasa buah.
Banyak pengemudi mabuk telah ditangkap dengan konsentrasi darah-etanol lebih dari 400
mg/100 ml dan beberapa telah melebihi 500 mg / 100 ml. 5
Tampaknya masuk akal untuk mengasumsikan bahwa BAC saat autopsi akan hampir
selalu lebih rendah dari BAC maksimum yang dicapai selama pesta minum, karena
metabolisme etanol berlangsung sampai saat kematian.

Selama setelah penghentian

minum sampai mati, BAC dapat menurun tergantung pada kecepatan eliminasi alkohol
15

dari darah, yang pada peminum berat bisa melebihi 20 atau 30 mg /100 ml per jam (0.02
atau 0.03 g% per h) dalam toksikologi postmortem, BAC kurang dari 10 mg / 100 ml (0,1
mg / mL) harus dilaporkan sebagai negatif.5
Hubungan kuantitatif antara konsentrasi urine dan alkohol (UAC) dan BAC telah
dipelajari secara ekstensif.Selain konten air yang lebih tinggi dalam urin (99-100%)
dibandingkan dengan darah (80%), kurva konsentrasi-waktu bergeser dalam waktu.Jadi
dengan menghitung rasio UAC / BAC melengkapi informasi yang berguna tentang status
penyerapan alkohol pada saat kematian. Menemukan rasio kurang dari atau mendekati
satu menunjukkan penyerapan alkohol yang belum komplit pada semua cairan tubuh pada
saat kematian, yang menunjukkan baru saja mengkonsumsi minuman beralkohol dan
beberapa alkohol tertelan mungkin tetap tidak terserap di perut, sedangkan menemukan
rasio 1,25 atau lebih menunjukkan penyerapan dan distribusi etanol telah komplit pada
saat kematian.5
Urine adalah spesimen yang berguna untuk analisis etanol karena terutama terdiri atas
air dan risiko mikroba atau ragi menyerang kandung kemih setelah kematian tampaknya
kurang dibandingkan dengan risiko terkontaminasinya spesimen darah. Selain itu, urine
yang dihasilkan oleh orang yang sehat tidak mengandung sejumlah besar glukosa
meskipun ini adalah keterbatasan utama jika almarhum menderita diabetes dan
glikosuria.5
Glukosa merupakan substrat untuk sintesis etanol post mortem dalam darah dan
urin.Menemukan UAC tinggi dalam spesimen dari diabetes dan konsentrasi negatif dalam
darah biasanya berarti bahwa etanol diproduksi dalam urin setelah kematian, misalnya
dengan fermentasi ragi glukosa.

II.7

Pemeriksaan Kedokteran Forensik


II.7.1

Etanol
Pada orang hidup, bau alkohol yang keluar dari udara pernapasan

merupakan petunjuk awal. Petunjuk ini harus dibuktikan dengan pemeriksaan


kadar alkohol darah, baik melalui pemeriksaan udara pernapasan atau urin,
maupun langsung dari darah vena.3
Kelainan yang ditemukan pada korban mati tidak khas. Mungkin
ditemukan

gejala-gejala

yang

sesuai

dengan

asfiksia.

Seluruh

organ
16

menunjukkan tanda perbendungan, darah lebih encer, berwarna merah gelap.


Mukosa lambung menunjukkan tanda perbendungan, kemerahan dan tanda
inflamasi tapi kadang-kadang tidak ada kelainan.3
Organ-organ termasuk otak dan darah berbau alkohol. Pada pemeriksaan
histopatologik dapat dijumpai edema dan pelebaran pembuluh darah otak dan
selaput otak, degenerasi bengkak keruh pada bagian parenkim organ dan
inflamasi mukosa saluran cerna.3
Pada kasus keracunan

kronik

yang

meninggal,

jantung

dapat

memperlihatkan fibrosis interstitial, hipertrofi serabut otot jantung, sel-sel radang


kronik pada beberapa tempat, gambaran seran lintang otot jantung menghilang,
hialinisasi, edema dan vakuolisasi serabut otot jantung. Schneider melaporkan
miopati alkoholik akut dengan miohemoglobinuri yang disebabkan oleh nekrosis
tubuli ginjal dan kerusakan miokardium.3
II.7.2 Metil Alkohol
Tanda-tanda yang ditemukan pada jenazah tidak khas. Pada pemeriksaan
luar mungkin hanya tercium bau khas dan tanda-tanda asfiksia. Pada
pembedahan jenazah dapat ditemukan perbendungan alat-alat dalam, perdarahan
pada permukaan paru dan mukosa alat dalam dan bintik-bintik perdarahan pada
selaput otak (meningen).3 Pada pemeriksaan histopatologik dapat dijumpai
degenerasi bengkan keruh pada hati dan ginjal serta edema otak.3

Gambar 4. Bukti penentuan keterlibatan alkohol dalam derajat intoksikasi.12

II.8 Pemeriksaan Laboratorium

17

II.8.1

Etanol
Bau alkohol bukan merupakan diagnosis pasti keracunan. Diagnosis pasti

hanya dapat ditegakkan dengan pemeriksaan kuantitatif kadar alkohol darah.


Kadar alkohol dari udara ekspirasi dan urin dapat dipakai sebagai pilihan kedua.
Untuk korban meninggal, sebagai pilihan kedua dapat diperiksa kadar alkohol
dalam otak, hati atau organ lain atau cairan tubuh lain seperti cairan
serebrospinal.3
Penentuan kadar alkohol dalam lambung saja tanpa menentukan kadar
alkohol dalam darah hanya menunjukkan bahwa orang tersebut telah minum
alkohol. Pada mayat, alkohol dapat berdifusi dari lambung ke jaringan
sekitarnya termasuk ke dalam jantung, sehingga untuk pemeriksaan toksilogi,
diambil darah dari pembuluh darah vena perifer (kubiti atau femoralis).3
Salah satu cara penentuan semikuantitatif kadar alkohol dalam darah
atau urin yang cukup sederhana adalah teknik modifikasi mirodifusi (Conway),
sebagai berikut:3
Letakkan 2 ml reagen Anti eke dalam ruang tengah. Reagen Antie
dibuat dengan melarutkan 3.70 gm Kalium dikromat ke dalam 150 ml air.
Kemudian tambahkan 280 ml asam Sulfat dan terus diaduk. Encerkan dengan
500 ml akuades.3
Sebarkan 1 ml darah atau urin yang akan diperiksa dalam ruang sebelah
luar dan masukan 1 ml kalium karbonat jenuh dalam ruang sebelah luar pada
sisi berlawanan. Tutup sel mikrodifusi, goyangkan dengan hati-hati supaya
darah/ urin bercampur dengan larutan kalium karbonat. Biarkan terjadi difusi
selama 1 jam pada temperatur ruang. Kemudian angkat tutup dan amati
perubahan warna pada reagen Antie.3
Warna kuning kenari menunjukkan hasil negative. Perubahan warna
kuning kehijauan menunjukkan kadar etanol sekitar 80 mg%, sedangkan warna
hijau kekuningan sekitar 300 mg%.3
Kadar alkohol darah yang diperoleh pada pemeriksaan belum
menunjukkan kadar alkohol darah pada saat kejadian. Hal ini akibat dari
pengambilan darah dilakukan beberapa saat setelah kejadian, sehingga
perhitungan kadar alkohol darah saat kejadian harus dilakukan. Meskipun
kecepatan eliminasi kira-kira 14-15 mg%, namun dalam perhitungan harus
juga dipertimbangkan kemungkinan kesalahan pengukuran dan kesalahan
perkiraan kecepatan eliminasi. Gruner (1975) menganjurkan angka 10 mg%
per jam digunakan dalam perhitungan. Sebagai contoh, bila ditemukan kadar
18

50 mg% yang diperiksa 3 jam setelah kejadian, akan memberikan angka 80 mg


% pada saat kejadian.3

II.8.2 Metil Alkohol


Bahan-bahan yang perlu diambil untuk pemeriksaan toksikologik
adalah darah, otak, hati, ginjal, dan urin. Dalam urin dapat ditemukan metil
alkohol dan asam formiat sampai 12 hari setelah keracunan.3
II.9

Kondisi Hukum
1) Dalam UU No. 23/1992 tentang Kesehatan, masalah minuman beralkohol,
tidak diatur secara eksplisit. Dalam Pasal 44 UU No. 23/1992 berbunyi:9

a) Pengamanan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif,


diarahkan agar tidak mengganggu dan membahayakan kesehatan
perorangan, keluarga, masyarakat, dan lingkungannya.

b) Produksi, peredaran, dan penggunaan bahan yang mengandung zat


adiktif, harus memenuhi standar dan atau persyaratan yang ditentukan.
c) Ketentuan mengenai pengaman bahan yang mengandung zat adiktif,
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.

2)

Dalam Penjelasan Pasal 44 tersebut dikatakan bahwa:9

a) Bahan yang mengandung zat adiktif adalah bahan yang penggunaannya


dapat menimbulkan kerugian bagi dirinya atau masyarakat sekelilingnya;
19

b) Penetapan standar diarahkan agar zat adiktif yang dikandung oleh


bahan tersebut dapat ditekan dan untuk mencegah beredarnya bahan
palsu. Penetapan persyaratan penggunaan bahan yang mengandung zat
adiktif ditujukan untuk menekan dan mencegah penggunaan yang
mengganggu atau merugikan kesehatan orang lain.

BAB III
PENUTUP

Alkohol adalah sekelompok senyawa yang terdiri atas ethyl alcohol, methyl
alcohol,

ethylene

glycol,

isopropyl

alcohol;

dimetabolisme

oleh

alcohol

dehidrogenase. Etanol atau etil alkohol merupakan cairan tidak berwarna, jernih,
berbau khas dan merupakan komponen minuman keras dengan berbagai konsentrasi.
Zat ini banyak dipakai di bidang kesehatan sebagai desinfektans. Etilen glikol adalah
larutan alkohol yang tidak berbau, terasa manis dan sering dipakai untuk antifreezing
dan deicing. Etilen glikol biasa digunakan untuk cairan transmisi, rem dan kosmetik
tertentu. Metanol berupa cairan jernih tidak berwarna,disebut juga wood alcohol,
karena hasil distilasi kayu. Larutan ini sering dipakai dalam industri mebel. Isopropil
alkohol merupakan cairan jernih, tidak berwarna terasa pahit dan berbau khas.
Senyawa ini sering dipakai untuk kosmetik, desinfektans dan antifreeze. Hasil
metabolisme etilen glikol dan metil alkohol menghasilkan anion gap dan osmolal gap
yang tinggi, sedangkan isopropyl alkohol menghasilkan aceton dan etil alkohol bisa
mengakibatkan ketoasidosis. Etilen glikol dan methyl alkohol disebut Toxic Alcohol,
meskipun tidak berarti bahwa ethanol tidak toksis.1
Keracunan alkohol dapat mengakibatkan gangguan sistim saraf pusat yang
berat, gangguan abdomen dan ginjal bahkan kematian. Jadi keracunan alkohol beracun
20

(ethylene glycol atau methanol) perlu dicurigai pada pasien dengan riwayat peminum
alkohol disertai asidosis metabolik berat, anion gap yang tinggi dan napas tidak
berbau. Pemberian ethanol , thiamin, pyridoxine dan asam folat untuk menghentikan
pembentukan metabolit yang beracun disarankan segera dimulai pada pasien yang
dengan .1

DAFTAR PUSTAKA

1. Dharma M. S., Ertaliza, Anita T. Investigasi Kematian Dengan Toksikologi Forensik.


FK UNRI. Pekanbaru, Riau. 2008.
2. Wibisono A. S. Laporan Kasus : Keracunan Alkohol Beracun. Dalam : Majalah
Kedokteran Terapi Intensif. 2012. Hal. 109-15.
3. Budiyanto.A, Widiatmaka. W, dkk. In : Budiyanto.A, Widiatmaka. W, dkk, editors.
Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta; Bagian Kedokteran Forensik Universitas
Indonesia; 1997. Hal. 113-20.
4. Balentine. J, Doerr. S. Alcohol Intoxication. [online]. 2014. [Cited 18 March 2014].
Available

from

URL:

http://www.emedicinehealth.com/alcohol_intoxication/page2_em.htm
5. Yoon. Y, Stinson.F,et all. Accidental Alcohol Poisoning Mortality in the United States,
1996-1998. [online]. 2014. [Cited 18 March 2014]. Available from : URL:
http://pubs.niaaa.nih.gov/publications/arh27-1/110-120.htm
6. DiMaio. V, Dimaio D. Interpretative Toxicology: Drug Abuse and Drug Deaths. In:
DiMaio. V, Dimaio D , editors. Forensic Pathology. 2 nd ed. USA. CRC Press; 2001. P:
530-4.
7. Knight, Benard. Alcohol. In : Bernard, Knight,editor. Simpsons Forensic Medicine.
11th ed. London. Arnold Publishers; 2001. P: 176-8.
8. Fenton, J. Alcohols. In: Fenton, J, editor. Toxicology A Case-Oriented Approach.
USA. CRC Press; 2001. P: 239-56.

21

9. Presiden Republik Indonesia. Undang Undang No. 23 Tahun 1992 Tentang :


Kesehatan. Jakarta. LN 1992/100; TLN NO. 3495; 1992.
10. Moss M., Burnham E. L. Alcohol abuse in the critically ill patient. In : Lancet. USA.
2006. P: 2231-39.
11. Kraut J. A., Kurtz I. Toxic Alcohol Ingestion: Clinical Features, Diagnosis, and
Management. In: American Society of Nephrology. Los Angeles, California. 2008. P:
209-22.
12. World Health Organization. Summary of the Report from the WHO Collaborative

Study on Alcohol and Injuries. In. Alcohol and Injury in Emergency Departments.
France. 2007.

22

Anda mungkin juga menyukai