Oleh :
Kelompok
VI
Nama
(131411023)
2. Rika Mustika
(131411024)
3. Sahara Tulaini
(131411025)
3A
BAB 1
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
Air limbah merupakan salah satu masalah yang dihadapi oleh berbagai industri termasuk
industri pencelupan atau pencucian jeans. Keberadaan air limbah yang dihasilkan dari
industri ini memberikan dampak yang luas terhadap lingkungan. Hal ini disebabkan oleh
karakteristik fisik maupun karakteristik kimianya yang memberikan dampak negatif terhadap
lingkungan. Untuk mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan terhadap lingkungan, maka
diperlukan pengolahan air limbah yang tepat sehingga resiko beban pencemaran yang ada
dapat diminimalisir.
Salah satu teknologi pengolahan air limbah pencucian jeans yang dapat dilakukan adalah
dengan proses koagulasi-flokulasi. Koagulasi-flokulasi merupakan proses penggabungan
partikel-partikel koloid dengan menambahkan zat kimia untuk membantu proses
pengendapan (Endang, 2012). Proses ini berlangsung dalam 2 tahap, yaitu dengan melakukan
pengadukan yang cepat (koagulasi) dan diikuti dengan pengadukan yang lambat (flokulasi).
Sebagian besar pengolahan limbah secara koagulasi-flokulasi dilakukan dengan cara
menambahkan bahan kimia, seperti tawas, garam Fe (II), garam Fe (III) dan PAC yang
berperan sebagai penggumpal. Flokulan yang digunakan adalah polyacrylamide (aquaclear)
karena memiliki daya ikat yang kuat terhadap partikel yang tersuspensi dalam air. Untuk
mengetahui optimasi kondisi dalam proses koagulasi-flokulasi untuk pengolahan air limbah
pencucian jeans ini, maka dari itu dilakukan percobaan dengan judul, Penentuan dosis
optimum kombinasi koagulan dan flokulan dalam proses koagulasi-flokulasi untuk
pengolahan air limbah pencucian jeans.
2
Tujuan
Dalam percobaan ini, terdapat beberapa tujuan yang ingin dicapai, antara lain:
- Membandingkan efektifitas dari penggunaan koagulan tawas dan FeSO 4 terhadap air
-
Ruang Lingkup
ppm, 275 ppm, 300 ppm, 325 ppm, dan 350 ppm pada masing-masing gelas kimia.
Dosis flokulan yang ditambahkan adalah sebanyak 7.142 ppm pada masing-masing gelas
5
6
kimia.
Metode pengujian koagulasi-flokulasi dengan cara jartest.
Proses koagulasi-flokulasi dengan cara jartest terdiri dari 3 langkah, yaitu :
Proses koagulasi melalui pengadukan cepat dengan kecepatan 100 rpm selama 1
menit.
Proses flokulasi melalui pengadukan yang diperlambat dengan kecepatan 40 rpm
selama 15 menit.
Proses sedimentasi selama 60 menit.
7 Parameter yang akan diuji melingkupi :
a pH
b Padatan terlarut (TDS)
c Kondutivitas (DHL)
d Kekeruhan
e Tinggi endapan
BAB 2
LANDASAN TEORI
Industri tekstil menghasilkan limbah cair yang berbahaya bagi lingkungan. Oleh
karena itu perlu dilakukan pengolahan terlebih dahulu sebelum melakukan pembuangan
limbah ke lingkungan. Salah satu metoda yang dapat digunakan dalam proses pengolahan air
limbah adalah koagulasi dan flokulasi.
2.1 Koagulan dan Flokulan yang Digunakan
2.1.1 Tawas
Persenyawaan Al2(SO4)3, disebut juga tawas, merupakan bahan koagulan yang
paling banyak digunakan karena bahan ini paling ekonomis (murah), mudah didapatkan
di pasaran, serta mudah penyimpanannya. Selain itu bahan ini cukup efektif untuk
menurunkan kadar karbonat. Dengan demikian, makin banyak dosis tawas yang
ditambahkan pH makin turun karena dihasilkan asam sulfat, sehingga perlu dicari dosis
tawas optimum yang harus ditambahkan. Pemakaian tawas paling efektif antara pH 5,87,4.
2.1.2 Ferro Sulfat
Besi (II) sulfat adalah garam berupa kristal hijau muda dengan rumus kimia
FeSO4.7H2O. Garam ini digunakan untuk memberi warna hitam kepada tekstil juga
digunakan untuk pembuatan tinta. Selain itu, zat ini digunakan sebagai desinfektan dan
bahan pembersih air. Larutan yang semula jernih kehijauan akan cepat berubah menjadi
keruh dan cokelat. Perubahan tersebut disebabkan oleh oksidasi dari fero menjadi feri,
sementara feri hidroksida tak semudah fero hidroksida saat larut dalam air. Sifat-sifat
inilah yang dimanfaatkan untuk membersihkan air karena feri hidroksida akan
mengambang atau tenggelam bersama kotoran.
2.1.3 Poli Akril Amida (PAA)/ Aquaclear
Poli Akril Amida (PAA) merupakan polimer dari akril amida. Polimer ini banyak
digunakan sebagai koagulan atau flokulan sintetik untuk menjernihkan air minum dan
pengolahan limah air. Selain itu digunakan dalam penyulingan minyak, pengolahan
tanah, pertanian, dan digunakan dalam bidang biomedical. PAA merupakan cairan yang
sangat viskos, bahkan sulit larut dalam air sehingga biasanya digunakan larutan yang
hanya mengandung sekian persen PAA. PAA memiliki berat molekul yang sangat tinggi
sehingga sangat efektif digunakan untuk pembentukan mikroflok pada waktu koagulasi
untuk menghasilkan mikroflok yang besar (Ricky, 2008).
selain dipergunakan untuk menentukan dosis chemical yang paling tepat juga dapat
digunakan untuk menentukan jenis bahan kimia yang paling tepat untuk proses
koagulasi pada air.
Jar Test dilakukan pada skala laboratorium sehingga Jar test adalah langkah pra
pengolahan. Prinsip dasar Jar Test adalah membandingkan hasil koagulasi dan
pengendapan yang terbentuk setelah sejumlah tertentu air (air limbah) ditambahkan
dengan sejumlah dosis bahan koagulan dan flokulan pada suhu kamar disertai
pengadukan kontinyu.
Pada pengolahan air bersih atau air limbah dengan proses kimia selalu dibutuhkan
bahan kimia tertentu pula untuk menurunkan kadar polutan yang ada di dalam air atau
air limbah. Penambahan bahan kimia tidak dapat dilakukan sembarang, harus dengan
dosis yang tepat dan bahan kimia yang cocok serta harus memperhatikan pHnya.
Sehingga jartest bertujuan untuk menpotimalkan pengurangan polutan dengan:
kualitas umum dari air. Sumber padatan terlarut total dapat mencakup semua kation
dan anion terlarut (Oram, B.,2010). Sumber utama untuk TDS dalam perairan adalah
limpahan dari pertanian, limbah rumah tangga, dan industri. Unsur kimia yang paling
umum adalah kalsium, fosfat, nitrat, natrium, kalium dan klorida. Bahan kimia dapat
berupa kation, anion, molekul atau aglomerasi dari ribuan molekul. Kandungan TDS
yang berbahaya adalah pestisida yang timbul dari aliran permukaan. Beberapa padatan
total terlarut alami berasal dari pelapukan dan pelarutan batu dan tanah. Standar
kualitas air minum yang telah ditentukan oleh Amerika Serikat sebesar 500 mg / l.
Banyaknya dissolved solid (zat terlarut) dalam air perlu disesuaikan agar cocok
dipakai untuk keperluan rumah
solid
mempunyai pengaruh cukup besar terhadap penyediaan air. Prinsip pengukuran zat
padat yang terkandung dalam air berdasarkan gravimetri, yakni dengan melakukan
penimbangan
tingkat
keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. Ia didefinisikan sebagai
kologaritma aktivitas ion hidrogen (H+) yang terlarut. Dalam penerapan koagulasiflokulasi, pH digunakan sebagai parameter karena air yang jernih atau terbebas dari
limbah memiliki pH yang netral. Selain itu air yang asam mengindikasikan bahwa air
tersebut telah tercemar. Sehingga dengan adanya pengukuran pH maka dapat
diketahui bahwa koagulasi-flokulasi yang dilakukan
optimum atau tidak. Koagulasi-flokulasi berjalan optimum dimana air yang telah
mengalami koagulasi-flokulasi memiliki pH mendekati netral atau bahkan netral.
2.3 Limbah Cair Industri Pewarna
Limbah tekstil merupakan limbah cair dominan yang dihasilkan industri tekstil karena
terjadi proses pemberian warna (dying) yang memerlukan bahan kimia juga memerlukan air
sebagai
media
pelarut. Limbah
industri
tekstil
Berwarna
Bersifat sangat basa
BOD sangat tinggi
Padatan tersuspensi tinggi
Suhu tinggi
Tekstil terbagi menjadi tiga kelompok yaitu katun, wol dan bahan sintetis yang
kotoran
bahan
alami, oleh
Scouring dan pemucatan ringan, sehingga limbah yang keluar dari kedua proses ini
juga lebih ringan dibanding yang keluar dari proses yang sama pada industri katun.
Proses selanjutnya dilakukan pada alat yang sama serta dengan cara yang sama
dengan penanganan katun. Potensi pencemaran air buangan industri tekstil sangat
bervariasi tergantung pada proses dan kapasitas produksi serta kondisi lingkungan
tempat pembuangan, sehingga akibat pencemaran juga berbeda-beda.
Harus diakui bahwa masih banyak industri tekstil yang hingga saat ini belum atau
kurang memperhatikan masalah air buangan bekas proses pengolahan tekstil hingga
tidak mengherankan apabila kadang-kadang terjadi keluhan maupun protes dari
masyarakat yang merasa terganggu oleh adanya air buangan tersebut. Industri
pencucian jeans adalah industri pencucian yang mengembangkan kegiatan menjadi
industri pencucican dan pelunturan, keberadaan industri pencucian pengolahan air
jeans berkembang sejalan dengan meningkatnya komoditi pakaian jadi Indonesia.
Dalam hal ini industri pakaian jadi (konveksi) mengadakan kerjasama dengan
industri pencucian. Dalam
melaksanakan kegiatan
jeans tidak selalu mengadakan proses-proses seperti tersebut diatas tetapi kegiatannya
berdasarkan pesanan dari industri konveksi, misalnya industri konveksi hanya
membutukan
pelunturan.
Berdasarkan proses kegiatan industri pencucian jeans dibagi menjadi:
jadi jeans
dengan menggunakan bahan yang sama dengan batu apung sebagai bahan
penggosok atau peluntur.
(b) Proses stone bleanching yaitu proses pelunturan warna pakaian jadi
selain menggunakan bahan yang sama dengan stone wash juga ditambah
dengan sodium hipochlorite yang berfungsi untuk pemutih. Penggunaan
sodium Hipochlorite ini tidak banyak tentunya tergantung permintaan (sesuai
BAB 3
METODOLOGI PERCOBAAN
1
1
Nama Alat
Bola hisap
Gelas kimia
Gelas kimia
Kerucut imhoff
Konduktometer
Peralatan Jar-Test
pH-meter
Pipet ukur
Pipet ukur
Turbidity meter
Spesifikasi
Jumlah
1000 mL
100 mL
25 mL
5 mL
-
1 buah
6 buah
6 buah
12 buah
1 buah
1 buah
1 buah
1 buah
1 buah
1 buah
Bahan
Tabel 3.2 Bahan yang Digunakan dalam Praktikum
No
.
1
2
3
4
5
Nama Bahan
Aquadest
Air kran
FeSO4
Limbah cair pencucian jeans
sintetis (Wantex)
Tawas
Spesifikasi
250;265;280;295;310;325 ppm
250;265;280;295;310;325 ppm
Skema Kerja
Limbah Cair Pencucian
Jeans Sintetis
Analisa Umpan
Kekeruhan
pH
DHL
TDS
Proses
Koagulasi
Koagulan
Tawas
Pengendapan
Koagulan
FeSO4
Kekeruhan
pH
DHL
TDS
Tinggi Endapan
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil praktikum dibahas dalam pembahasan sebagai berikut.
Oleh : Rd. Ajeng Feby Lailani Belladina (NIM. 131411023)
Pada praktikum kali ini dilakukan proses pengolahan limbah cair pewarnaan jeans dengan
cara koagulasi-flokulasi. Limbah cair yang digunakan merupakan limbah sintetis dimana
limbah diperoleh dengan cara melarutkan wantex sintetis dalam air. Kondisi fisik dari limbah
cair pewarnaan jeans berwarna biru, ungu atau hitam, berbau kaporit yang menyengat serta
terdapat busa berwarna. Selain itu terdapat zat- zat tersuspensi dari batu apung yang hancur
dari proses pelunturan sehingga dapat mengendap di saluran air dan menyebabkan
pendangkalan. Sedangkan kondisi limbah cair sintetis yang digunakan pada saat praktikum
berupa cairan berwarna hitam pekat. Data pengamatan awal limbah cair sintetis ialah adalah
diantaranya nilai pH sebesar 6,7; nilai kekeruhan sebesar 74,92 NTU; nilai TDS sebesar 253
mg/L; dan nilai DHL sebesar 0,376 mS. Pengukuran awal pada parameter-parameter tersebut
bertujuan untuk menentukan perubahan kualitas limbah setelah dan sebelum diolah, selain itu
untuk menentukan yang kondisi optimal untuk pengolahan. Tujuan dari percobaan ini ialah
membandingkan efektifitas dari penggunaan koagulan tawas dan FeSO4 terhadap air limbah
pencucian jeans, menentukan dosis optimum flokulan aquaclear yang paling efektif dalam
pengolahan air limbah pencucian jeans, dan menentukan dosis optimum koagulan yang
paling efektif dengan dikombinasikan flokulan aquaclear dalam mereduksi komponenkomponen koloid dan partikel tersuspensi pada air limbah pencucian jeans.
Proses koagulasi merupakan proses pengumpulan partikel-partikel penyusun kekeruhan
yang tidak dapat diendapkan secara gravitasi untuk menjadi partikel yang lebih besar
sehingga perlu diendapkan dengan cara pemberian koagulan yang merupakan bahan kimia.
Pada proses koagulasi dilakukan pengadukan cepat yaitu 100 rpm selama 1 menit., hal
tersebut bertujuan agar koloid menjadi tidak stabil. Koloid dan partikel yang stabil berubah
menjadi tidak stabil karena terurai menjadi partikel yang bermuatan positif dan negatif.
Pembentukan ion positif dan negatif juga dihasilkan dari proses penguraian koagulan. Proses
ini berlanjut dengan pembentukan ikatan antara ion positif dari koagulan dengan ion negatif
dari partikel yang menyebabkan pembentukan inti flok (presipitat). Setelah terbentuk inti
flok, dilakukan proses flokulasi, yaitu penggabungan inti flok menjadi flok berukuran lebih
besar yang memungkinkan partikel dapat mengendap. Penggabungan flok kecil menjadi flok
besar terjadi karena adanya tumbukan antar flok. Pada flokulasi dilakukan pengadukan
lambat yaitu 40 rpm selama 15 menit, hal tersebut bertujuan agar rantai-rantai yang terbentuk
dari masing-masing ion yang tak stabil tersebut tidak rusak atau tidak terurai kembali menjadi
ion-ion tak stabil.
Proses koagulasi-flokulasi dilakukan dengan secara Batch dengan metode Jar-Test. Jar
test merupakan suatu percobaan yang berfungsi untuk menentukan dosis optimal dari
koagulan dan flokulan yang digunakan. Koagulan yang digunakan ialah tawas dan FeSO4
dengan variasi dosis tawas yang digunakan ialah . FeSO4 yang digunakan adalah 225, 250,
275, 300, 325 dan 350 ppm. dan flokulan Poli Akril Amida (PAA)/aquaclear dengan
konsentrasi 1% sebanyak 0.5 mL. Berikut terlampir spesifikasi jenis koagulan yang
digunakan beserta pH optimumnya.
Tabel 4.1 Jenis Koagulan Yang Sering Digunakan
Nama
Formula
Bentuk
Tawas/Aluminium
Al2(SO4)3.xH2O,x =
Bongkah,
sulfat,Alum sulfat,
14,16,18
bubuk
Alum, Salum
Ferro sulfat
FeSO4.7H2O
Kristal halus
Reaksi
pH
Dengan Air
Optimum
Asam
6,0 7,8
Asam
> 8,5
Setelah proses koagulasi dan flokulasi selesai, dilanjutkan dengan proses sedimentasi
yang merupakan proses terakhir dari pengolahan limbah cair tersebut. Limbah cair yang telah
diolah secara koagulasi dan flokulasi dimasukan kedalam imhoff cone selama 1 jam untuk
mengetahui tinggi endapan yang terbentuk. Setelah itu dilakukan pengukuran serta
perbandinginganparameter akhir setelah pengolahan dengan parameter awal sebelum limbah
cair diolah.
4.1 Pengaruh Koagulan Tawas dan FeSO4 serta Flokulan Aquaclear terhadap pH
sebesar 247 mg/L pada penambahan konsentrasi koagulan FeSO4 sebesar 250 ppm. TDS
(Total Dissolved Solid) menunjukkan jumlah padatan terlarut yang terdiri dari semua mineral,
garam, logam, serta kation anion yang terlarut dalam air. Penggunaan koagulan dan flokulan
pada pengolahan air limbah seharusnya menyebabkan penurunan nilai TDS karena proses
koagulasi-flokulasi bertujuan untuk mengubah TDS menjadi TSS sehingga mudah
mengalami pengendapan. Kenaikan harga TDS dapat terjadi karena penambahan bahan
koagulan dan flokulan yang terbaca sebagai TDS.
Berdasarkan gambar 4.5, pembentukan endapan maksimum yaitu sebesar 23 mL dicapai pada
penambahan konsentrasi koagulan tawas sebesar 300 ppm, sedangkan pembentukan endapan
maksimum yaitu sebesar 9 mL dicapai pada penambahan konsentrasi koagulan FeSO 4 sebesar
275 ppm. Secara teoritis, semakin jernih air limbah yang dihasilkan maka semakin banyak
flok-flok yang terbentuk dan terendapkan. Dengan demikian, semakin besar konsentrasi
koagulan yang ditambahkan dalam pengolahan air limbah, maka semakin banyak endapan
yang terbentuk.
Penentuan dosis optimum flokulan aquaclear
Penentuan dosis optimum flokulan aquaclear dilakukan dengan membandingkan hasil
percobaan ini dengan hasil percobaan yang telah dilakukan sebelumnya dengan koagulan dan
flokulan yang digunakan sama, namun yang membedakan ialah konsentrasi flokulan yang
dipakai, dimana pada percobaan sebelumnya digunakan flokulan aquaclear 1% sebanyak 1
mL atau konsentrasi sebesar 14.284 ppm. Pada penentuan dosis optimum flokulan aquaclear,
digunakan parameter kekeruhan dan tinggi endapan, sehingga diperoleh hasil sebagai berikut.
Tabel 4.2 Penentuan Dosis Optimum Flokulan Aquaclear
Tawas
Parameter
Tanpa
Flokulan
Flokulan
Tanpa
Flokulan
Flokulan
7.142 ppm
14.284 ppm
flokulan
7.142 ppm
14.284 ppm
18.01
17.75
19.81
27.52
35.7
30
21
23
21
flokula
n
Kekeruhan
(NTU)
Tinggi
endapan (mL)
FeSO4
Berdasarkan hasil percobaan pada tabel 4.2, maka diperoleh konsentrasi optimum
penambahan flokulan aquaclear dalam proses pengolahan air limbah pencucian jeans adalah
sebesar 7.142 ppm. Selain itu, penggunaan koagulan tawas juga lebih efektif dibanding
penggunaan FeSO4 dengan dosis optimum penggunaan koagulan tawas yang dikombinasikan
dengan flokulan aquaclear 7.142 ppm adalah sebesar 300 ppm.
dilakukan dengan membandingkan hasil percobaan ini dengan hasil percobaan yang
dilakukan kelompok sebelumnya.
Pada proses koagulasi dilakukan pengadukan cepat dengan kecepatan 100 rpm selama
1 menit. Pengadukan cepat ini bertujuan untuk mempercepat dan menyeragamkan
penyebaran zat kimia melalui air yang diolah, untuk menghasilkan dispersi yang seragam dari
partikel-partikel koloid, serta untuk meningkatkan kesempatan partikel untuk kontak dan
bertumbukan satu sama lain. Kemudian pada proses flokulasi dilakukan pengadukan lambat
dengan kecepatan 40 rpm selama 15 menit. Pengadukan lambat ini bertujuan untuk untuk
menggumpalkan partikel-partikel terfokulasi berukuran mikro menjadi partikel-partikel flok
yang lebih besar. Flok-flok ini kemudian akan berkumpul dengan partikel-partikel tersuspensi
lainnya (Duliman, 1998). Proses selanjutnya adalah sedimentasi agar flok-flok yang telah
terbentuk mengendap dengan sendirinya. Proses sedimentasi dilakukan dalam imhoff cone
dan dibiarkan selama 60 menit. Setalah proses sedimentasi berakhir, selanjutnya dilakukan
pengukuran parameter akhir setelah pengolahan yang meliputi pengukuran pH, TDS, DHL,
kekeruhan, serta tinggi endapan yang terbentuk. Berikut adalah hasil analisis air limbah
pencucian jeans setelah dilakukan pengolahan :
4.1 Pengaruh Koagulan Tawas dan FeSO4 serta Flokulan Aquaclear terhadap pH
PH merupakan salah satu parameter yang penting dalam penentuan kelayakan sebagai
air minum. pH dalam air akan mempengaruhi rasa, korosifitas air dan efisiensi klorinasi
(Anggriani, 2008). Penurunan pH biasanya disebabkan oleh peningkatan kadar sulfur, dalam
hal ini sulfur yang berasal dari koagulan tawas (Al 2(SO4)3) dan FeSO4 (Shammas, 2005).
Selain itu, pada penggunaan koagulan tawas terjadi reaksi pembebasan ion H+ sehingga pH
larutan berkurang.
Kekeruhan adalah keadaan dimana suatu cairan tidak dapat meneruskan cahaya yang
dipaparkan disebabkan oleh partikel yang terperangkap dalam air yang terdiri dari bahan
organik dan anorganik.Semakin besar konsentrasi koagulan yang ditambahkan pada air
limbah maka semakin banyak pula partikel-partikel koloid yang akan terdestabilisasi lalu
berikatan dengan koagulan, sehingga flok yang terbentuk semakin banyak. Karena pada
prinsipnya proses koagulasi-flokulasi bertujuan untuk mengurangi kekeruhan dalam air
limbah, maka pengolahan air limbah dianggap baik jika air limbah memiliki nilai kekeruhan
yang kecil. Pada penggunaan koagulan tawas, nilai kekeruhan terendah yaitu 17.75 NTU
dicapai pada penambahan konsentrai koagulan sebesar
penggunaan koagulan FeSO4, nilai kekeruhan terendah yaitu 35.7 NTU dicapai pada
penambahan konsentrai koagulan sebesar 250 ppm.
4.3 Pengaruh Koagulan Tawas dan FeSO4 serta Flokulan Aquaclear terhadap TDS
TDS (Total Dissolved Solid) menunjukkan jumlah padatan terlarut yang terdiri dari
semua mineral, garam, logam, serta kation anion yang terlarut dalam air. Penggunaan
koagulan dan flokulan pada pengolahan air limbah seharusnya menyebabkan penurunan nilai
TDS karena proses koagulasi-flokulasi bertujuan untuk mengubah TDS menjadi TSS
sehingga mudah mengalami pengendapan. Kenaikan harga TDS mungkin saja terjadi karena
penambahan koagulan dan flokulan yang terlalu banyak sehingga terjadi restabilisasi flokflok yang telah terbentuk dan menyebabkan terbentuknya kembali partikel koloid dalam air.
Berdasarkan grafik tersebut diperoleh nilai TDS minimum sebesar 271 mg/L pada
penambahan konsentrasi koagulan tawas sebesar
sebesar 247 mg/L pada penambahan konsentrasi koagulan FeSO4 sebesar 250 ppm.
4.4 Pengaruh Koagulan Tawas dan FeSO4 terhadap DHL
Daya hantar listrik (DHL) merupakan kemampuan suatu cairan untuk menghantarkan
arus listrik (disebut juga konduktivitas). DHL pada air merupakan ekspresi numerik yang
menunjukkan kemampuan suatu larutan untuk menghantarkan arus listrik Besarnya nilai
DHL bergantung kepada kehadiran ion-ion anorganik, valensi, suhu, serta konsentrasi total
maupun relatifnya. (http://analisisairdanmineralarmilah16.blogspot.co.id/).
DHL memiliki korelasi dengan TDS dimana garam-garam mineral yang terlarut dalam
air akan mengalami disosiasi ion sehingga mampu menghantarkan listrik. Sama seperti nilai
TDS, nilai DHL seharusnya semakin berkurang seiring bertambahnya konsentrasi koagulan
yang ditambahkan. Penambahan koagulan terlalu banyak dapat menyebabkan ion-ion bebas
dalam air akan bertambah sehingga nilai DHL akan meningkat. Berdasarkan grafik tersebut
diperoleh nilai DHL minimum sebesar 0.42 mS pada penambahan konsentrasi koagulan
tawas sebesar 225 ppm, sedangkan DHL minimum sebesar 0.399 mS pada penambahan
konsentrasi koagulan FeSO4 sebesar 250 ppm.
4.5 Pengaruh Koagulan Tawas dan FeSO4 terhadap Tinggi Endapan
Dalam pengolahan limbah air, semakin jernih air limbah yang dihasilkan maka
semakin banyak flok-flok yang terbentuk dan terendapkan. Dengan demikian, semakin besar
konsentrasi koagulan yang ditambahkan dalam pengolahan air limbah, maka semakin banyak
endapan yang terbentuk. Berdasarkan grafik tersebut, pembentukan endapan maksimum yaitu
sebesar 23 mL dicapai pada penambahan konsentrasi koagulan tawas sebesar 300 ppm,
sedangkan pembentukan endapan maksimum yaitu sebesar 9 mL dicapai pada penambahan
konsentrasi koagulan FeSO4 sebesar 275 ppm.
Tanpa
Flokulan
Flokulan
Tanpa
Flokulan
Flokulan
7.142 ppm
14.284 ppm
flokulan
7.142 ppm
14.284 ppm
18.01
17.75
19.81
27.52
35.7
30
21
23
21
flokula
n
Kekeruhan
(NTU)
Tinggi
endapan (mL)
FeSO4
Berdasarkan Grafik 3 semakin besar konsentrasi koagulan maka semakin tinggi nilai
TDS (Total Dissolved Solid/Jumlah Padatan Terlarut) yang diperoleh, hal ini disebabkan
masih belum sempurnanya proses pembentukkan flok sehingga pengotor (wantex), koagulan,
maupun flokulan menambah jumlah padatan yang terlarut.
4.4 Pengaruh Koagulan Tawas dan FeSO4 terhadap DHL
Berdasarkan Grafik 4 sama halnya dengan data TDS yang diperoleh bahwa semakin besar
konsentrasi koagulan yang digunakan baik tawas maupun FeSO 4, semakin tinggi nilai DHL
yang diperoleh hal ini dapat disebabkan oleh ion-ion yang terkandung dalam pengotor
(wantex), koagulan, dan flokulan yang belum bergabung sempurna menjadi flok menambah
jumlah daya hantar listrik.
4.5 Pengaruh Koagulan Tawas dan FeSO4 terhadap Tinggi Endapan
tawas
koagulan tawas sebesar 300 ppm karena memiliki nilai kekeruhan paling rendah dan tinggi
endapan yang paling besar. Untuk konsentrasi flokulan aquaclear, tinggi endapan yang
dihasilkan dengan konsentrasi aquaclear 7,142ppm lebih tinggi dari penelitian sebelumnya
yaitu pada konsentrasi aquaclear 14,284ppm.
350 ppm. Dosis ini dipertimbangkan setelah melihat kondisi awal dari limbah pencucian
jeans kelompok praktikum sebelumya. Kondisi awal limbah pencucian jeans kelompok
sebelumya pH 7, kekeruhan 73,53 NTU, TDS 257 mg/L dan DHL 0,371 mS, sedangkan
kondisi awal limbah pencucian jeans praktikan adalah pH 6.7, TDS sebesar 253 mg/L,
kekeruhan 74,92 NTU dan DHL sebesar 0.376 mS . kondisi awal limbah kelompok praktikan
memiliki nilai TDS yang lebih besar dibanding limbah pencucian jeans kelompok sebelumya,
namun limbah pencucian jeans kelompok sebelumya memiliki nilai pH yang lebih besar
dibanding limbah pencucian jeans praktikan.
PH merupakan salah satu parameter yang diukur dalam penelitian ini karena dalam
pengolahan air limbah parameter ini penting sebelum air dibuang ke lingkungan. pH dalam
air akan mempengaruhi rasa, korosifitas air dan efisiensi klorinasi (Anggriani, 2008).
4.1 Pengaruh Dosis Koagulan FeSO4 dan Tawas terhadap pH
Dilihat dari gambar 4.1, pH optimum pada penggunaan koagulan tawas maupun
penggunaan koagulan FeSO4, yaitu dosis koagulan sebesar 250 ppm dengan pH 6.8 untuk
penggunaan koagulan tawas dan dosis koagulan dengan rentang 225-250 ppm dengan pH 6.5
untuk penggunaan koagulan FeSO4.
Kekeruhan adalah keadaan dimana suatu cairan tidak dapat meneruskan cahaya yang
dipaparkan disebabkan oleh partikel yang terperangkap dalam air yang terdiri dari bahan
organik dan anorganik.
Pada gambar 4.2, dapat dilihat baik penggunaan koagulan tawas maupun penggunaan
koagulan FeSO4 dapat ditentukan dosis koagulan maksimum. Dosis optimum koagulan dapat
diketahui apabila setelah penurunan kekeruhan terjadi kenaikan kekeruhan secara kontinyu.
Pada penggunaan koagulan tawas nilai kekeruhan meningkat dibandingkan run penggunaan
koagulan FeSO4. Penambahan flokulan sebesar 0.5 ml mempengaruhi nilai kekeruhan apabila
flokulan yang ditambahkan melebihi dosis optimum yang seharusnya. Pemberian flokulan
diatas dosis maksimum dapat menyebabkan kenaikan kembali nilai kekeruhannya, hal ini
diakibatkan oleh restabilisasi partikel koloid.
Pada gambar tersebut, dapat dilihat baik penggunaan koagulan tawas maupun
penggunaan koagulan FeSO4 dapat ditentukan dosis koagulan maksimum, yaitu pada
konsentrasi 300 ppm dengan kekeruhan sebesar 17.75 NTU untuk penggunaan koagulan
tawas dan pada konsentrasi 250 ppm dengan kekeruhan sebesar 18.04 NTU untuk
penggunaan koagulan FeSO4. penggunaan koagulan tawas lebih efektif dibandingkan
penggunaan koagulan FeSO4
4.3 Pengaruh Koagulan FeSO4 terhadap TDS (Total Dissolved Solid)
Total dissolved Solid (TDS) merupakan seluruh padatan terlarut yang terdiri dari
semua mineral, garam, logam, serta kation anion yang terlarut dalam air
Pada gambar 4.3 dapat dilihat bahwa nilai TDS minimum koagulan untuk penggunaan
koagulan tawas dan penggunaan koagulan FeSO4 dapat diketahui , yaitu pada konsentrasi 225
ppm dengan kekeruhan sebesar 271 mg/l untuk penggunaan koagulan tawas dan pada
konsentrasi 250 ppm dengan kekeruhan sebesar 247 mg/l untuk penggunaan koagulan FeSO 4.
Penambahan flokulan untuk parameter TDS tidak terlalu mempengaruhi hasil pengukuran
TDS, karena tidak semua padatan terlarut dapat mengion walaupun ditambahkan bahan
kimia.
4.4 Pengaruh Koagulan FeSO4 terhadap DHL (Daya Hantar Listrik)
Parameter DHL menentukan banyaknya ion-ion terlarut di dalam air.
Berdasarkan gambar 4.4 dapat dilihat bahwa nilai DHL minimum untuk penggunaan
koagulan tawas dan penggunaan koagulan FeSO4 dapat diketahui , yaitu pada konsentrasi 225
ppm dengan kekeruhan sebesar 0.42 mS untuk penggunaan koagulan tawas dan pada
konsentrasi 225-250 ppm dengan kekeruhan sebesar 0.399 mS untuk penggunaan koagulan
FeSO4. Penambahan flokulan untuk parameter DHL tidak terlalu mempengaruhi hasil
pengukuran DHL sama seperti parameter TDS. Akan tetapi, penambahan koagulan
mempengaruhi nilai parameter DHL. Penambahan terlalu banyak koagulan dapat
menyebabkan ion-ion bebas dalam air akan bertambah sehingga nilai DHL akan meningkat.
Nilai DHL berbanding lurus dengan TDS, semakin besar nilai TDS maka semakin besar nilai
DHL.
4.5 Pengaruh Koagulan FeSO4 terhadap Tinggi Endapan
Parameter tinggi endapan bisa menjadi acuan dalam pemilihan koagulan. Semakin
tinggi endapan yang diperoleh dari proses pengendapan maka proses koagulasi-flokulasi
semakin efektif karena proses pembentukan flok-flok cepat sehingga pada saat pengendapan
flok-flok yang terendapkan semakin banyak.
gambar 4.5 Kurva Hubungan antara Dosis Koagulan terhadap Tinggi endapan
dibandingkan dengan koagulan FeSO4 dengan flokulan. Dosis optimum koagulan tawas
dengan flokulan, yaitu pada dosis 300 ppm dengan tinggi endapan sebesar 23 ml. Sedangkan
dosis optimum koagulan FeSO4 dengan flokulan didapat pada dosis 275 ppm dengan tinggi
endapan sebesar 9 ml.
BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN
5.1
Simpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan beberapa hal
sebagai berikut :
1. Penggunaan koagulan Tawas lebih efektif dari koagulan FeSO4, karena pada penggunaan
koagulan Tawas tinggi endapan yang dihasilkan lebih tinggi dan nilai kekeruhan yang
diperoleh lebih rendah
2. Dosis flokulan PAA/aquaclear pada 7,142 ppm menghasilkan tinggi endapan lebih tinggi
dari penggunaan flokulan pada penelitian sebelumnya yaitu pada 14,284 ppm.
3. Dosis koagulan Tawas optimum yang diperoleh pada 300 ppm.
5.2 Saran
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka ada beberapa saran yang dapat
dijadikan sebagai masukkan untuk kelompok selanjutnya, yaitu sebagai berikut :
1. Dosis flokulan yang digunakan berada pada 7,142 ppm hanya menambah tinggi endapan
sebesar 1 mm, sehingga untuk memperoleh dosis yang tepat nilai tersebut sebaiknya
diperluas.
2. Proses flokulasi sebaiknya dapat dilakukan dalam waktu yang lebih lama dari 15 menit.
3. Proses pengendapan dalam imhoff cone sebaiknya dilakukan dalam waktu yang lebih
lama, untuk memperoleh hasil yang lebih maksimal..
4. Pada penelitian ini belum dilakukan korelasi antara nilai kekeruhan terhadap nilai COD
dan BOD, oleh karena itu pada penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan parameter
penurunan nilai COD dan BOD sehingga karakteristik air limbah dapat ditinjau secara
kimiawi dan biologi. Penelitian lebih lanjut dapat dilakukan dengan pembahasan
mengenai pemanfaatan air buangan dari hasil pengolahan ini menjadi sumber air bersih
untuk air produksi, dimana pengolahannya bisa dilakukan secara kimia dengan
penambahan desinfektan atau bahan kimia lainnya maupun secara fisika dengan sistem
membran atau adsorpsi menggunakan karbon aktif.
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, Dewi. 2008. Pemilihan Koagulan Untuk Pengolahan Air Bersih Di PDAM Badak
Singa Kota Bandung. Bandung: Jurusan Teknik Lingkungan ITB.
Permatasari, Tri Juliana dan Erna Apriliani. 2013. Optimasi Penggunaan Koagulan Dalam
Proses Penjernihan Air. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS).
Rambe, Ahmad. 2009. Pemanfaatan Biji Kelor (Moringga Oleifi) Sebagai Koagulan
Alternatif dalam Proses Penjernihan Limbah Cair Industri Tekstil. Medan: Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Shammas, Nazih K. 2005. Physicochemical Treatment Processes Volume 3 Human Press:
Lenox.
Sutapa, Ignasius D.A. Kajian Jar Test Koagulasi-Flokulasi sebagai Dasar Perancangan
Instalasi Pengolahan Air Gambut (Ipag) Menjadi Air Bersih. Bogor: Research Centre
for Limnology LIPI.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Foto Pada Saat Praktikum
N
o
1.
Gambar
Keterangan
Proses koagulasi limbah pencucian jeans
tanpa flokulan dengan kecepatan putaran
cepat 100 rpm selama 1 menit dan
dilanjutkan dengan proses flokulasi dengan
kecepatan putaran 40 rpm selama 30 menit.
2.
Setelah proses koagulasi dan flokulasi,
dilakukan proses sedimentasi dalam corong
inchoff selama 1 jam untuk mengetahui
tinggi endapan yang terbentuk.
3.
Flokulan aquaclear 1% yang ditambahkan
secara bersamaan pada saat proses flokulasi
sebanyak 0.5 mL pada masing-masing
sampel dengan dosis koagulan berbeda.
4.
Dosis koagulan FeSO4 yang ditambahkan
secara bersamaan pada saat proses koagulasi
dengan pengadukan cepat.
5.
Kecepatan putar pengaduk yang tak stabil
harus dijaga agar tetap konstan.
Lampiran 2. Perhitungan
a. Konsentrasi Koagulan Tawas
Konsentrasi Tawas I = 10.000 ppm
Volume Tawas II = 700 mL
C1 V 1=C 2 V 2
V 1=
C2 V 2
C1
V 1=
21 mL
V 1=
V 1=
17,5 mL
V 1=
V 1=
V 1=
19,25 mL
x mg
225 mg
1L
=
700 mL
1L
1000 mL
225 mg
x=
700 mL
1000mL
x= 157,5 mg =
0,1575 g
x mg
250 mg
1L
=
700 mL
1L
1000 mL
x=
250 mg
700 mL
1000mL
0,175 g
x= 175 mg =
x mg
275 mg
1L
=
700 mL
1L
1000 mL
x=
x=
x mg
325 mg
1L
=
700 mL
1L
1000 mL
275 mg
700 mL
1000mL
x= 192,5 mg
= 0,1925 g
x mg
300 mg
1L
=
700 mL
1L
1000 mL
300 mg
700 mL
1000mL
x= 210 mg = 0,21 g
x=
325 mg
700 mL
1000mL
x= 227,5 mg =
0,2275 g
FeSO4 350 ppm
x mg
350 mg
1L
=
700 mL
1L
1000 mL
x=
350 mg
700 mL
1000mL
x= 245 mg = 0, 245
C2 700 mL
7,142 ppm