Anda di halaman 1dari 74

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Paru merupakan salah satu organ sistem pernafasan manusia. Secara
normal, tubuh memelihara suatu sistim dari pemeriksaan-pemeriksaan
(checks) dan keseimbangan-keseimbangan (balances) pada pertumbuhan selsel sehingga sel-sel membelah untuk menghasilkan sel-sel baru hanya jika
diperlukan. Gangguan atau kekacauan dari sistim checks dan balances ini
pada

pertumbuhan

sel

berakibat

pada

suatu

pembelahan

dan

perkembangbiakan sel-sel yang tidak terkontrol yang pada akhirnya


membentuk suatu massa yang dikenal sebagai suatu tumor.
Prevalensi timbulnya tumor di paru cukup tinggi. Tumor paru bisa
merupakan tumor primer maupun tumor sekunder. Tumor primer paru dapat
berasal dari mediastinum atau parenkim. Biasanya tumor primer ini bersifat
ganas. Kanker paru adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari saluran
napas atau epitel bronkus. Terjadinya kanker ditandai dengan pertumbuhan
sel yang tidak normal, tidak terbatas, dan merusak sel-sel jaringan yang
normal. Proses keganasan pada epitel bronkus didahului oleh masa pra
kanker. Perubahan pertama yang terjadi pada masa prakanker disebut
metaplasia skuamosa yang ditandai dengan perubahan bentuk epitel dan
menghilangnya silia.
Selain tumor primer, adanya massa pada paru dapat merupakan hasil
metastasis kanker yang terletak di luar paru. Metastasis merupakan
kemampuan suatu jaringan tumor yang menempel serta hidup dan
berkembang lebih lanjut pada jaringan tubuh lain. Misalnya kanker payudara
dapat bermetastasis hingga ke paru-paru dan menyebabkan gangguan proses
pernapasan.
Struktur paru merupakan tempat yang paling sering terjadi metastasis
pada pasien dengan penyakit keganasan, dan biasanya rongga thoraks

merupakan tempat utama terdeteksi suatu metastasis paru, pada penderita


tumor yang banyak memiliki akses pembuluh darah. Jalur metastasis bisa
melalui aliran darah, aliran limfe maupun proses terlepas langsung menempel
pada tempat tertentu. Metastasis hanya terjadi pada tumor ganas. Tumor jinak
tidak pernah bermetastasis.
Metastasis paru ini umumnya terjadi karena output dari jantung kanan
dan sistem limfatik yang mengalir melewati pembuluh darah paru. Awalnya
fragmen tumor terlepas dari fokus primernya melalui vena, dan terbawa
sebagai emboli tumor ke paru melalui sirkulasi sistemik. Mayoritas fragmen
ini akan tersangkut pada arteri kecil dan arteriol, di mana pada tempat
tersebut, fragmen tumor tersebut dapat berproliferasi dan meluas ke parenkim
paru akhirnya akan membentuk nodul. Biasanya nodul ini terletak pada ruang
subpleura maupun di dasar paru daripada di apeks paru, karena pada bagian
bagian basal inilah banyak aliran darah.
Jarang sekali emboli tumor tetap berada pada daerah interstisial
perivaskular, dan menyebar sepanjang saluran limfatik yang berada di hilus
maupun perifer paru. Mekanisme ini biasanya terjadi pada pasien dengan
limfangitis karsinomatosa. Yang kedua, juga jarang terjadi, mekanisme
berlangsung secara retrograde, menyebar dari kelenjar getah bening hilus
melalui saluran limfe.
Nodul pada paru merupakan manifestasi yang paling umum dari
neoplasma sekunder paru. Nodul biasanya terbentuk dari emboli tumor yang
tumbuh karena invasi tumor kapiler. Emboli tumor mengalir melalui vena
sistemik dan arteri pulmonalis, dan akhirnya akan menyangkut di pembuluh
darah kecil paru, kemudian menyebar ke seluruh paru. Nodul pada paru
biasanya multiple, sferis dan bervariasi ukurannya. Biasanya metastasis yang
terjadi melalui arteri bronkialis, pembuluh limfe paru, dan aspirasi
transbronkial, juga yang menembus lubang pada pleura jarang terjadi.
B. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui jenis-jenis massa paru
2. Mengetahui cara mendiagnosis tumor primer paru

3. Mengetahui cara mendiagnosis adanya metastasis pada paru

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tumor Primer
1. Kanker Paru
a. Definisi
Kanker paru adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari
saluran napas atau epitel bronkus. Terjadinya kanker ditandai dengan
pertumbuhan sel yang tidak normal, tidak terbatas, dan merusak sel-sel
jaringan yang normal. Proses keganasan pada epitel bronkus didahului
oleh masa pra kanker. Perubahan pertama yang terjadi pada masa
prakanker disebut metaplasia skuamosa yang ditandai dengan perubahan
bentuk epitel dan menghilangnya silia.
b. Etiologi
Seperti umumnya kanker yang lain penyebab yang pasti dari pada
kanker paru belum diketahui, tapi paparan atau inhalasi berkepanjangan
suatu zat yang bersifat karsinogenik merupakan faktor penyebab utama
disamping adanya faktor lain seperti kekebalan tubuh, genetik dan lainlain.3
Dari beberapa kepustakaan telah dilaporkan bahwa etiologi kanker
paru sangat berhubungan dengan kebiasaan merokok. Lombard dan
Doering (1928), telah melaporkan tingginya insiden kanker paru pada
perokok dibandingkan dengan yang tidak merokok. Terdapat hubungan
antara rata-rata jumlah rokok yang dihisap per hari dengan tingginya
insiden kanker paru. Dikatakan bahwa, 1 dari 9 perokok berat akan
menderita kanker paru.3 Hidrokarbon karsinogenik telah ditemukan dalam
ter dari tembakau rokok yang jika dikenakan pada kulit hewan,
menimbulkan tumor.7

Laporan beberapa penelitian terakhir ini mengatakan bahwa


perokok pasif pun akan berisiko terkena kanker paru. Anak-anak yang
terpapar asap rokok selama 25 tahun pada usia dewasa akan terkena risiko
kanker paru dua kali lipat dibandingkan dengan yang tidak terpapar, dan
perempuan yang hidup dengan suami/pasangan perokok juga terkena
risiko kanker paru 2-3 kali lipat. Diperkirakan 25 % kanker paru dari
bukan perokok adalah berasal dari perokok pasif.3
Insiden karsinoma paru yang tinggi pada penambang kobalt di
Schneeberg dan penambang radium di Joachimsthal (lebih dari 50 %
meninggal akibat kanker paru) berkaitan dengan adanya bahan radioaktif
dalam bentuk radon. Bahan ini diduga merupakan agen etiologi operatif. 8
Insiden yang tinggi juga terjadi pada pekerja yang terpapar karbonil nikel
(pelebur nikel) dan arsenic (pembasmi rumput). Pekerja pemecah hematite
dan orangorang yang bekerja dengan asbestos dan kromat juga
mengalami peningkatan insiden.5 Mereka yang tinggal di kota mempunyai
angka kanker paru yang lebih tinggi dari pada mereka yang tinggal di desa
dan walaupun telah diketahui adanya karsinogen dari dan uap diesel dalam
atmosfer di kota.8
Dilaporkan bahwa rendahnya konsumsi betakaroten, selenium dan
vitamin A menyebabkan tingginya resiko terkena kanker paru.3,9,10
Pemberian Nutrisi dan supplement dapat mengurang gejala yang
disebabkan oleh kanker paru. Vitamin D dan Fe sangat baik untuk
diberikan oleh penderita penyakit kanker paru, Begitu pula dengan
makanan antioxidant seperti cherri, dan buah tomat. 9,10 Terdapat
perubahan/mutasi beberapa gen yang berperanan dalam kanker paru,
yakni: Proto oncogen, Tumor suppressor gene, Gene encoding enzyme. 3,8
c. Patofisiologi
Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus
menyebabkan cilia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan
karsinogen. Dengan adanya pengendapan karsinogen maka menyebabkan
metaplasia, hyperplasia dan displasia. Bila lesi perifer yang disebabkan
oleh metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang pleura,

biasanya akan timbul efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada
kosta dan korpus vertebra.11
Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus
yang terbesar. Lesi ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan
diikuti dengan supurasi di bagian distal. Gejala gejala yang timbul dapat
berupa batuk, hemoptysis, dispneu, demam, dan dingin. Wheezing
unilateral dapat terdengar pada auskultasi.11
Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya menunjukkan
adanya metastase, khususnya pada hati. Kanker paru dapat bermetastase ke
struktur struktur terdekat seperti kelenjar limfe, dinding esofagus,
pericardium, otak, tulang rangka.11
d. Manifestasi
Pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukan gejalagejala klinis. Bila sudah menampakan gejala berarti pasien dalam stadium
lanjut.3
Gejala-gejala dapat bersifat 3:
1. Lokal (tumor tumbuh setempat)
a. Batuk baru atau batuk lebih hebat pada batuk kronis
b. Batuk darah
c. Mengi karena ada obstruksi saluran napas
d. Kadang terdapat kavitas seperti abses paru
e. Atelektasis
2. Invasi lokal
a. Nyeri dada
b. Sesak karena cairan pada rongga pleura
c. Invasi ke perikardium terjadi tamponade atau aritmia
d. Sindrom vena cara superior
e. Sindrom Horner (facial anhidrosis, ptosis, miosis)
f. Suara serak, karena penekanan pada nervus laryngeal recurrent
g. Sindrom Pancoast, karena invasi pada pleksus brakialis dan saraf
3.

4.

simpatis servikalis
Gejala Penyakit Metastasis
a. Pada otak, tulang, hati, adrenal
b. Limfadenopati servikal dan supraklavikula (sering menyertai
metastasis)
Sindrom Para neoplastik (10% pada Ca Paru), dengan gejala:
Sistemik : penurunan berat badan, anoreksia, demam
Hematologi : leukositosis, anemia, hiperkoagulasi
Hipertrofi osteoartropati
Neurologik : dementia, ataksia, tremor, neuropati perifer

Neuromiopati
Endoktrin: sekresi berlebihan hormon paratiroid (hiperkalsemia)
Dermatologik : eritema multiform, hyperkeratosis, jari tabuh
Renal: Syndrome of inappropriate andiuretic hormone (SIADH)
5. Asimtomatik dengan kelainan radiologi
e. Klasifikasi
Memiliki 2 tipe utama, yaitu:
Small cell lung cancer (SCLC)
SCLC adalah jenis sel yang kecil-kecil (banyak) dan memiliki
daya pertumbuhan yang sangat cepat hingga membesar. Biasanya
disebut oat cell carcinomas (karsinoma sel gandum). Tipe ini
sangat erat kaitannya dengan perokok, Penanganan cukup
berespon baik melalui tindakan kemoterapi dan radioterapi.10
Stadium (Stage) SCLC ada 2 yaitu13:
Stage terbatas (limited) jika hanya melibatkan satu sisi paru

(hemitoraks)
Stage luas (extensived) jika sudah meluas dari satu

hemitoraks atau menyebar ke organ lain


Non-small cell lung cancer (NSCLC).
NSCLC adalah merupakan pertumbuhan sel tunggal, tetapi
seringkali menyerang lebih dari satu daerah di paru-paru, 10
mencakup adenokarsinoma, karsinoma sel skuamosa, karsinoma
sel besar (Large Cell Ca) dan karsinoma adenoskuamosa.13
Stage NSLCLC dibagi atas : Stage 0, IA, IB, IIA, IIB,
IIIA, IIIB dan IV yang ditentukan menurut International Staging
System for Lung Cancer 1997, berdasarkan sistem TNM. 13
Stadium
Occult carcinoma
0
IA
IB
IIA
IIB
IIIA
IIIB
IV

TNM
Tx N0 M0
Tis N0 M0
T1 N0 M0
T2 N0 M0
T1 N1 M0
T2 N1 M0, T3 N0 M0
T1 N2 M0, T2 N2 M0, T3 N1 M0, T3 N2
M0
berapapun T N3 M0, T4 berapapun N M0
berapapun T berapapun N M1

Kategori TNM untuk Kanker Paru 13:


T

: Tumor Primer

To : Tidak ada bukti ada tumor primer


Tx : Tumor primer sulit dinilai, atau tumor primer terbukti dari
penemuan sel tumor ganas pada sekret bronkopulmoner
tetapi tidak tampak secara radiologis atau bronkoskopis.
Tis : Karsinoma in situ
T1 : Tumor dengan garis tengah terbesar tidak melebihi 3 cm,
dikelilingi oleh jaringan paru atau pleura viseral dan secara
bronkoskopik invasi tidak lebih proksimal dari bronkus
lobus (belum sampai ke bronkus utama). Tumor sembarang
ukuran dengan komponen invasif terbatas pada dinding
bronkus yang meluas ke proksimal bronkus utama.
T2 :Setiap tumor dengan ukuran atau perluasan sebagai berikut: :
- Garis

tengah

terbesar

lebih

dari

cm

- Mengenai bronkus utama sejauh 2 cm atau lebih distal


dari

karina,

dapat

mengenai

pleura

viseral

- Berhubungan dengan atelektasis atau pneumonitis


obstruktif yang meluas ke daerah hilus, tetapi belum
mengenai seluruh paru.
T3

: Tumor sembarang ukuran, dengan perluasan langsung pada


dinding dada (termasuk tumor sulkus superior), diafragma,
pleura mediastinum atau tumor dalam bronkus utama yang
jaraknya kurang dari 2 cm sebelah distal karina atau tumor
yang berhubungan dengan atelektasis atau pneumonitis
obstruktif seluruh paru.

T4 : Tumor sembarang ukuran yang mengenai mediastinum atau


jantung, pembuluh besar, trakea, esofagus, korpus vertebra,
karina, tumor yang disertai dengan efusi pleura ganas atau
tumor satelit nodul ipsilateral pada lobus yang sama dengan
tumor primer.

: Kelenjar getah bening regional (KGB)

Nx : Kelenjar getah bening regional tak dapat dinilai


No : Tak terbukti keterlibatan kelenjar getah bening
N1 : Metastasis pada kelenjar getah bening peribronkial
dan/atau hilus ipsilateral, termasuk perluasan tumor secara
langsung
N2 : Metastasis pada kelenjar getah bening mediatinum
ipsilateral dan/atau KGB subkarina
N3 : Metastasis pada hilus atau mediastinum kontralateral atau
KGB skalenus/supraklavikula ipsilateral/kontralateral
M : Metastasis (anak sebar) jauh
Mx : Metastasis tak dapat dinilai
Mo : Tak ditemukan metastasis jauh
M1 : Ditemukan metastasis jauh. Nodul ipsilateral di luar lobus
tumor primer dianggap sebagai M1
f. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Sesuaikan atau cocokkan dengan manifestasi dari Ca Paru yang
2.

dijelaskan sebelumnya.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik harus dilakukan secara menyeluruh dan teliti..
Tumor paru ukuran kecil dan terletak di perifer dapat memberikan
gambaran normal pada pemeriksaan. Tumor dengan ukuran besar,
terlebih bila disertai atelektasis sebagai akibat kompresi bronkus, efusi
pleura atau penekanan vena kava akan memberikan hasil yang lebih
informatif,

pada 50% pasien NSCLC dan 25% pasien SCLC

didapatkan adanya sindrom vena cava.14


Pemeriksaan ini juga dapat memberikan data untuk penentuan
stage kanker, seperti pembesaran KGB (kelenjar getah bening) atau
tumor diluar paru. Metastasis ke organ lain juga dapat dideteksi
dengan perabaan hepar, pemeriksaan funduskopi untuk mendeteksi
peninggian tekanan intrakranial dan terjadinya fraktur sebagai akibat
metastasis ke tulang. 5

3.

Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi
Untuk kanker paru pada pemeriksaan foto toraks PA/lateral
akan dapat dilihat bila masa tumor dengan ukuran tumor lebih
dari 1 cm. Tanda yang mendukung keganasan adalah tepi yang
ireguler, disertai identasi pleura, tumor satelit. Pada foto, tumor
juga dapat ditemukan telah invasi ke dinding dada, efusi pleura,
efusi perikard dan metastasis intrapulmoner.5
- Gambaran radiologis Small Cell Lung Carcinoma (SCLC)

Tampak gambaran opasitas pada paru bagian kiri atas. Juga


tampak gambaran nodul pada paru kanan bagian bawah yang
diduga deposit metastasis. Peningkatan opasitas pada
paratracheal
paru
kanan
yang
mengindikasikan
limfadenopathy. Efusi pleura yang minimal dengan blunting
sudut costiphrenicus.

Tampak peningkatan opasitas pada hilus dan region


peretracheal kanan dengan penebalan garis paratracheal
kanan. Pengurangan volume juga terlihat pada lobus bawah
paru kanan. SCLC sering muncul sebagai massa pada hilus
atau mediastinal.
-

Gambaran radiologis Non Small Cell Lung Carcinoma

Tampak gambaran efusi pleura dan berkurangnya volume sekunder


dari NSCLC pada lobus basal paru kiri. Pemeriksaan pada cairan efusi
pleura didapatkan hasil maligna dan lesi tidak dapat dioperasi

NSCLC, kolaps pada puncak paru kiri yang hampir selalu disebabkan
oleh carcinoma endobronchial brokhogenik.

NSCLC, kolaps penuh pada paru kiri sekunder dari carcinoma


bronkhogenik pada bronkus utama kiri.
CT-Scan dapat menentukan kelainan di paru secara lebih
baik daripada foto toraks. CT-scan dapat mendeteksi tumor

dengan ukuran lebih kecil dari 1 cm secara lebih tepat. Demikian


juga tanda-tanda proses keganasan juga tergambar secara lebih
baik, bahkan bila terdapat penekanan terhadap bronkus, tumor
intra bronkial, atelektasis, efusi pleura yang tidak masif dan telah
terjadi invasi ke mediastinum dan dinding dada meski tanpa
gejala. Lebih jauh lagi dengan CT-scan, keterlibatan KGB yang
sangat berperan untuk menentukan stage juga lebih baik karena
pembesaran KGB (N1 s/d N3) dapat dideteksi. Demikian juga
ketelitiannya mendeteksi kemungkinan metastasis intrapulmoner.
USG abdomen dapat melihat ada tidaknya metastasis di hati,
kelenjar adrenal dan organ lain dalam rongga perut.5

Kanan :CT scan posisi mediastinal pria 68 tahun dengan gejala batuk
produktif dan hemoptysis. Gambaran hiperdens, carcinoid
endobonchial pada bronchus intermedius. Kiri, CT scan potongan
paru memperlihatkan kistik postobstuktif bronkiektasis yang berat.
b.

Bronkoskopi
Bertujuan diagnostik sekaligus dapat mengambil jaringan
atau bahan agar dapat dipastikan ada tidaknya sel ganas.
Pemeriksaan ada tidaknya masa intrabronkus atau perubahan
mukosa saluran napas, seperti terlihat kelainan mukosa tumor
misalnya, berbenjol-benjol, hiperemis, atau stinosis infiltratif,
mudah berdarah. Tampakan yang abnormal sebaiknya di ikuti
dengan tindakan biopsi tumor/dinding bronkus, bilasan, sikatan
atau kerokan bronkus.5

c.

Biopsi Aspirasi Jarum


Apabila biopsi tumor intrabronkial tidak dapat dilakukan,
misalnya karena amat mudah berdarah, atau apabila mukosa licin
berbenjol, maka sebaiknya dilakukan biopsi aspirasi jarum,
karena bilasan dan biopsi bronkus saja sering memberikan hasil

d.

negatif.5
Sitologi sputum
Sitologi sputum adalah tindakan diagnostik yang paling
mudah dan murah. Kekurangan pemeriksaan ini terjadi bila tumor
ada di perifer, penderita batuk kering dan tehnik pengumpulan
dan pengambilan sputum yang tidak memenuhi syarat. Dengan
bantuan inhalasi NaCl 3% untuk merangsang pengeluaran sputum
dapat

ditingkatkan.

Semua

bahan

yang

diambil

dengan

pemeriksaan tersebut di atas harus dikirim ke laboratorium


Patologi Anatomik untuk pemeriksaan sitologi/histologi. Bahan
berupa cairan harus dikirim segera tanpa fiksasi, atau dibuat
sediaan apus, lalu difiksasi dengan alkohol absolut atau minimal
alkohol 90%. Semua bahan jaringan harus difiksasi dalam
e.

formalin 4%.5
Pemeriksaan Cairan Pleura (Kalau ditemukan efusi pleura)
Cairan efusi dapat bersifat transudat maupun eksudat, dan
juga bersifat hemoragik karena dapat dilewati sel-sel darah

terutama eritrosit, kadar glukosa rendah.


g. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding dari kanker paru antara lain:
1. Kanker Mediastinum
2. Tuberculosis
h. PENATALAKSANAAN
Pengobatan kanker paru adalah combined modality therapy (multimodaliti terapi). Kenyataanya pada saat pemilihan terapi, sering bukan
hanya diharapkan pada jenis histologis, derajat dan tampilan penderita saja
tetapi juga kondisi non-medis seperti fasilitas yang dimiliki rumah sakit
dan ekonomi penderita juga merupakan faktor yang amat menentukan.5
Adapun penanganan Kanker paru yang dapat dilakukan adalah:
1.

Pembedahan

Indikasi pembedahan pada kanker paru adalah untuk NSCLC


stadium I dan II. Pembedahan juga merupakan bagian dari combine
modality therapy, misalnya kemoterapi neoadjuvan untuk NSCLC
stadium IIIA. Indikasi lain adalah bila ada kegawatan yang
memerlukan intervensi bedah, seperti kanker paru dengan sindroma
vena kava superiror berat.5
Prinsip pembedahan adalah sedapat mungkin tumor direseksi
lengkap berikut jaringan KGB intrapulmoner, dengan lobektomi
maupun pneumonektomi. Segmentektomi atau reseksi baji hanya
dikerjakan jika faal paru tidak cukup untuk lobektomi. Tepi sayatan
diperiksa dengan potong beku untuk memastikan bahwa batas sayatan
bronkus bebas tumor. KGB mediastinum diambil dengan diseksi
sistematis, serta diperiksa secara patologi anatomis. Hal penting lain
yang penting dingat sebelum melakukan tindakan bedah adalah
mengetahui toleransi penderita terhadap jenis tindakan bedah yang
akan dilakukan. Toleransi penderita yang akan dibedah dapat diukur
dengan nilai uji faal paru dan jika tidak memungkin dapat dinilai dari
2.

hasil analisis gas darah (AGD).5


Radiasi
Pada beberapa kasus, radioterapi dilakukan sebagai pengobatan
kuratif dan bisa juga sebagai terapi adjuvant/ paliatif pada tumor
dengan komplikasi, seperti mengurangi efek obstruksi/ penekanan
terhadap pembuluh darah/ bronkus. Pada terapi kuratif, radioterapi
menjadi bagian dari kemoterapi neoadjuvan untuk NSCLC stadium
IIIA. Pada kondisi tertentu, radioterapi saja tidak jarang menjadi
alternatif terapi kuratif. 5,15
Radiasi sering merupakan tindakan darurat yang harus dilakukan
untuk meringankan keluhan penderita, seperti sindroma vena kava
superiror, nyeri tulang akibat invasi tumor ke dinding dada dan
metastasis tumor di tulang atau otak. 5,15

3.

Kemoterapi

Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan


tumor, untuk menangani pasien SCLC atau dengan metastase luas
serta untuk melengkapi bedah atau terapi radiasi. Kemoterapi dapat
diberikan pada semua kasus kanker paru. Syarat utama harus
ditentukan jenis histologis tumor dan tampilan (performance status)
harus lebih dari 60 menurut skala Karnosfky atau 2 menurut skala
WHO. Kemoterapi dilakukan dengan menggunakan beberapa obat
antikanker dalam kombinasi regimen kemoterapi. Pada keadaan
tertentu, penggunaan 1 jenis obat anti kanker dapat dilakukan.5
Geftinib dapat digunakan untuk terapi lini pertama pada pasien
NSCLC, yang dipilih berdasarkan mutasi EGFR yang mampu
meningkat angka kelangsungan hidup, dengan toksisitas yang dapat
diterima, dibandingkan dengan kemoterapi laiinya. 2
Prinsip pemilihan jenis antikanker dan pemberian sebuah regimen
kemoterapi adalah5:
a. Platinum based therapy ( sisplatin atau karboplatin)
b. Respons obyektif satu obat antikanker sebesar 15%
c. Toksisiti obat tidak melebihi grade 3 skala WHO
d. Terapi harus dihentikan atau diganti bila setelah pemberian 2
4.

siklus pada penilaian terjadi tumor progresif.


Photodynamic Therapy (PDT)
Satu terapi yang lebih baru yang digunakan untuk beberapa tipe
dan tingkatan dari kanker paru (begitu juga beberapa kanker-kanker
lain) adalah photodynamic therapy. Pada perawatan photodynamic,
suatu 15ocal15 photosynthesizing (seperti suatu porphyrin, suatu
15ocal15 yang terjadi secara alami di tubuh) disuntikkan kedalam
aliran darah beberapa jam sebelum operasi.16
Selama waktu ini, 15ocal15 ini menempatkan dirinya secara
selektif pada sel-sel yang tumbuh dengan cepat seperti sel-sel kanker.
Suatu prosedur kemudian mengikutinya dimana dokter menggunakan
suatu sinar dengan panjang gelombang tertentu melalui suatu tongkat
yang dipegang tangan langsung ke tempat dari kanker dan jaringanjaringan sekitarnya. Energi dari sinar mengaktifkan 15ocal15

photosensitizing, menyebabkan produksi dari suatu racun yang


menghancurkan sel-sel tumor.16
PDT mempunyai keuntungan-keuntungan yang mana ia dapat
secara tepat mengenai sasaran dari lokasi kanker, lebih tidak
16ocal16si daripada operasi, dan dapat diulang pada tempat yang
sama jika diperlukan. Kelemahan-kelemahan dari PDT adalah bahwa
ia hanya bermanfaat dalam merawat kanker-kanker yang dapat dicapai
dengan suatu sumber sinar dan tidak cocok untuk perawatan kankerkanker yang luas/ekstensif. Penelitian sedang berlangsung untuk lebih
jauh menentukan keefektivitasan PDT pada kanker paru.16
Tujuan pengobatan kanker dapat berupa15 :
1.

Kuratif, yaitu untuk memperpanjang masa bebas penyakit dan

2.

meningkatkan angka harapan hidup klien.


Paliatif , untuk mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas

3.

hidup.
Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal, untuk mengurangi
dampak fisis maupun psikologis kanker baik pada pasien maupun

4.

keluarga.
Suportif, untuk menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal
seperti pemberian nutrisi, tranfusi darah dan komponen darah, obat

anti nyeri dan anti infeksi


i. PROGNOSIS
Prognosis dari kanker paru merujuk pada kesempatan untuk
penyembuhan dan tergantung dari lokasi dan ukuran tumor, kehadiran
gejala-gejala, tipe kanker paru, dan keadaan kesehatan secara keseluruhan
dari pasien.16
SCLC mempunyai pertumbuhan paling agresif, dengan suatu
waktu kelangsungan hidup median (angka yang ditengah-tengah) hanya
dua sampai empat bulan setelah didiagnosis jika tidak dirawat. (Itu adalah
pada dua sampai empat bulan separuh dari semua pasien-pasien telah
meninggal). Bagaimanapun, SCLC adalah juga tipe kanker paru yang
paling 16ocal16sive pada terapi radiasi dan kemoterapi. Karena SCLC
menyebar sangat cepat dan biasanya berhamburan pada saat diagnosis,

metode-metode seperti pengangkatan secara operasi atau terapi radiasi


17ocal berkurang efektif dalam merawat tipe tumor ini. Bagaimanapun,
ketika kemoterapi digunakan sendiri atau dalam kombinasi dengan
metode-metode lain, waktu kelangsungan hidup dapat diperpanjang empat
sampai lima kali.16 Namun, kelangsungan hidup secara keseluruhan ratarata pasien dengan pengobatan kombinasi hanya 12 bulan saja.1
Dari semua pasien-pasien dengan SCLC, hanya 5%-10% masih
hidup lima tahun setelah diagnosis. Kebanyakan dari mereka yang selamat
(hidup lebih lama) mempunyai tingkat yang terbatas dari SCLC.16 Pada
non-small cell lung cancer (NSCLC), hasil-hasil dari perawatan standar
biasanya keseluruhannya jelek namun kebanyakan kanker yang terlokalisir
dapat diangkat secara operasi. Bagaimanapun, pada tingkat I kanker dapat
diangkat sepenuhnya, angka kelangsungan hidup lima tahun dapat
mendekati 75%. Terapi radiasi dapat menghasilkan suatu penyembuhan
pada suatu minoritas dari pasien-pasien dengan NSCLC dan menjurus
pada pembebasan gejala-gejala pada kebanyakan pasien-pasien.16
Prognosis keseluruhan untuk kanker paru adalah jelek jika
dibandingkan

dengan

beberapa

kanker-kanker

lain.

Angka-angka

kelangsungan hidup untuk kanker paru umumnya lebih rendah daripada


yang untuk kebanyakan kanker-kanker, dengan suatu angka keseluruhan
kelangsungan hidup lima tahun untuk kanker paru sebesar 16%
dibandingkan dengan 65% untuk kanker kolon, 89% untuk kanker
payudara, dan lebih dari 99% untuk kanker prostat.16
2. Kanker Mediastinum
Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di dalam mediastinum
yaitu rongga yang berada diantara paru kanan dan kiri. Mediastinum berisi
jantung, pembuluh darah arteri, pembuluh darah vena,trakea, kelenjar timus,
syaraf, jaringan ikat, kelenjar getah bening dan salurannya. Secara garis besar
mediastinum dibagi atas 4 bagian penting yaitu mediastinum superior,anterior,
posterior dan mediastinum medial. Rongga mediastinum ini sempit dan tidak
dapat diperluas, maka pembesaran tumor dapat menekan organ di dekatnya dan

dapat menimbulkan kegawatan yang mengancam jiwa(1).

Adapun frekuensi tumor mediastinum dikepustakaan luar berdasarkan


penelitian retrospektif dari tahun 1973 sampai dengan 1995 di New Mexico, USA
didapatkan 219 pasien tumor mediastinum ganas yang diidentifikasi dari 110.284
pasien penyakit keganasan primer, jenis terbanyak adalah limfoma 55%, sel
germinal 16%, timoma 14%, sarkoma 5%, neurogenik 3% dan jenis lainnya 7%(2).
Sedangkan data frekuensi tumor mediastinum di Indonesia antara lain
didapat dari SMF bedah Thorak RS Persahabatan Jakarta dan RSUD Dr. Sutomo
Surabaya. Pada tahun1970 - 1990 di RS Persahabatan dilakukan operasi terhadap
137 kasus, jenis tumor yang ditemukan adalah 32,2% teratoma, 24% timoma,8%
tumor syaraf, 4,3% limfoma. Data RSUD Dr. Soetomo menjelaskan lokasi tumor
pada mediastinum anterior 67% kasus, mediastinum medial 29% dan mediastinum
posterior 25,5%(3).
Kebanyakan tumor mediastinum tanpa gejala dan ditemukan pada saat
dilakukan foto toraks untuk berbagai alasan. Keluhan penderita biasanya berkaitan
dengan ukuran dan invasi atau kompresi terhadap organ sekitar, misalnya sesak
napas berat, sindrom vena kava superior (SVKS) dan gangguan menelan.
Untuk melakukan prosedur diagnostik tumor mediastinum perlu dilihat
apakah pasien datang dengan kegawatan (napas, kardiovaskular atau saluran
cerna) atau tidak. Bila pasien datang dengan kegawatan yang mengancam jiwa,
maka prosedur diagnostik dapat ditunda. Sementara itu diberikan terapi atau
tindakan untuk mengatasi kegawatan, bila telah memungkinkan prosedur
diagnostik dilakukan(3).
Penatalaksanaan tumor mediastinum sangat bergantung pada sifat tumor,
jinak atau ganas. Tindakan untuk tumor mediastinum yang bersifat jinak adalah
bedah, sedangkan untuk tumor ganas tergantung dari jenisnya tetapi secara umum
terapi untuk tumor mediastinum ganas adalah multimodaliti yaitu bedah,
kemoterapi dan radiasi(3).

Reperat ini dibuat untuk lebih mengetahui diagnosis dan penatalaksanan


tumor mediastinum

BAB II

TUMOR MEDIASTINUM

Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di dalam mediastinum


yaitu rongga yang berada diantara paru kanan dan kiri. Mediastinum berisi
jantung, pembuluh darah arteri, pembuluh darah vena,trakea, kelenjar timus,
syaraf, jaringan ikat, kelenjar getah bening dan salurannya. Rongga mediastinum
ini sempit dan tidak dapat diperluas, maka pembesaran tumor dapat menekan
organ di dekatnya dan dapat menimbulkan kegawatan yang mengancam jiwa.
Kebanyakan tumor mediastinum tumbuh lambat sehingga pasien sering datang
setelah tumor cukup besar, disertai keluhan dan tanda akibat penekanan tumor
terhadap organ sekitarnya(3).
Secara garis besar mediastinum dibagi atas 4 bagian penting(3) :
1. Mediastinum superior, mulai pintu atas rongga dada sampai ke vertebra
torakal ke-5 dan bagian bawah sternum.
2. Mediastinum anterior, dari garis batas mediastinum superior ke diafargma
di depan jantung.
3. Mediastinum posterior, dari garis batas mediastinum superior ke diafragma
di belakang jantung.
4. Mediastinum medial (tengah), dari garis batas mediastinum superior ke
diafragma di antara mediastinum anterior dan posterior.
Pembagian mediastinum ke dalam rongga-rongga yang berbeda dapat
membantu secara praktis proses-proses penegakan diagnosis sedangkan
pendekatan dengan orientasi sistem mempermudah pemahaman petogenesis
proses patologi di mediastinum(4).
Jenis tumor di rongga mediastinum dapat berupa tumor jinak atau tumor
ganas dengan penatalaksanaandan prognosis yang berbeda, karenanya ketrampilan
dalam prosedur diagnostik memegang peranan sangat penting. Keterampilan yang
memadai dan kerjasama antar disiplin ilmu yang baik dituntut agar diagnosis
dapat cepat dan akurat. Masalah lain yang didapat di lapangan adalah banyak

kasus datang dengan kegawatan napas atau kegawatan kardiovaskular, kondisi itu
menyebabkan prosedur diagnosis terpaksa ditunda untuk mengatasi masalah
kegawatannya terlebih dahulu(3).

Gambar 1. Pembagian mediastinum(kutip 5)

2.1 Klasifikasi
Klasifikasi tumor mediastinum didasarkan atas organ/jaringan asal tumor
atau jenis histologisnya, seperti dikemukakan oleh Rosenberg

Tabel 1. Klasifikasi tumor mediastinum (Kutip 6)

A. Timoma
Timoma adalah tumor epitel yang bersifat jinak atau tumor dengan derajat
keganasan yang rendah dan ditemukan pada mediastinum anterior. Timoma
termasuk jenis tumor yang tumbuh lambat. Sering terjadi invasi lokal ke jaringan
sekitar tetapi jarang bermetastasis ke luar toraks. Kebanyakan terjadi setelah usia
lebih dari 40 tahun dan jarang dijumpai pada anak dan dewasa muda. Jika pasien
datang dengan keluhan maka keluhan yang sering ditemukan adalah nyeri dada,
batuk, sesak atau gejala lain yang berhubungan dengan invasi atau penekanan
tumor ke jaringan sekitarnya. Satu atau lebih tanda dari sindrom paratimik sering
ditemukan pada pasien timoma, misalnya miastenia gravis, hipogamaglobulinemi
dan aplasia sel darah merah(7).
Mujiantoro S dkk pada tahun 1996 melakukan penelitian retrospektif
terhadap penderita timoma invasif menunjukkan hasil yang sama, nyeri dada,
sesak napas dan batuk adalah 3 keluhan utama penderita, sedangkan miastenia
gravis ditemukan pada 1 dari 15 penderita (8) sedangkan Marshal tahun 2002
mendapatkan 2 dari 24 kasus prabedah menunjukkan gejala miastenia gravis(9).
Dari gambaran patologi anatomi sulit dibedakan timoma jinak atau
ganas.Definisi timoma ganas ( invasif ) adalah jika tumor secara mikroskopik

(histopatologik) dan makroskopik telah invasif ke luar kapsul atau jaringan


sekitarnya.
Klasifikasi histologis untuk timoma dapat dilihat pada tabel 2 yaitu klasifikasi
menurut Muller-Hermelink sedangkan sistem staging dan dapat dilihat pada tabel
3 menurut sistem Masaoka(7).

Tabel 2. Klasifikasi histologis timoma(kutip 7)

Tabel 3. Staging berdasarkan sistem Masaoka(kutip 7)

Masaoka membagi staging berdasarkan penampakan mikroskopis dan


makroskopis. Tumor timoma noninvasif masih terbatas pada kelenjar timus
dantidak menyebar ke organ lain. Semua sel tumor terdapat atau terbungkus oleh
kapsul dan secara mikroskopis tidak terlihat invasi ke kapsul. Jika sel tumor invasi
telah mencapai kapsul maka dikategorikan timoma invasif (timoma ganas).
Data di RS Persahabatan dari 31 kasus bedah tahun 1992 sampai dengan
tahun
1999 kasus yang masuk kategori invasive adalah sebesar 90,3 % dan hanya 9,7%
kasus yang didiagnosis noninvasif atau stage I. Data tahun 2000-2001 dari 12
pasien timoma yang dibedah tidak satupun kasus noninvasif(7).

B. Tumor Sel Germinal


Tumor sel germinal terdiri dari tumor seminoma, teratoma dan
nonseminoma. Tumor sel germinal di mediastinum lebih jarang ditemukan
daripada timoma, lebih sering pada laki-laki dan usia dewasa muda. Kasus
terbanyak adalah merupakan tumor primer di testis sehingga bila diagnosis adalah
tumor sel germinal mediastinum, harus dipastikan bahwa primer di testis telah
disingkirkan. Lokasi terbanyak di anterior (superoanterior) mediastinum. Secara
histologi tumor di mediastinum sama dengan tumor sel germinal di testis dan
ovarium(7).

Teratoma adalah tumor sel germinal yang paling sering ditemukan diikuti
seminoma Tumor ini dapat berbentuk kista atau padat atau campuran keduanya
yang terdiri dari lapisan sel germinal vaitu ektoderm. mesoderm atau endoderm.
Teratoma matur merupakan tumor sel germinal mediastinum tersering dan
biasanya jinak.Tumor tersebut tidak berpotensial metastasis seperti teratoma testis
dan dapat di operasi reseksi. Oleh karena lokasi anatomisnva maka komplikasi

intraoperatif dan pascaoperaif dapat mempengaruhi morbiditi karena struktur


intratoraks biasanya sudah terlibat(7,10).
Teratoma intratoraks biasanya muncul dalam rongga mediastinum dan
sangat jarang di paru. Sebagian besar tumor tersebut bersifat jinak walaupun ada
juga yang bersfat

ganas. Biasanya tumor tersebut ditemukan pada garis

pertengahan tubuh. Gejalanya dapat muncul apabila terjadi efek mekanik seperti
nyeri dada (52%), hemoptisis (42%), batuk (39%), sesak napas atau gejala yang
berhubungan dengan pneumonitis berulang. Gejala respiratorik lainnya adalah
trikoptisis (trichoptysis) (13%) yaitu batuk produktif yang dalam sputumnya
mengandung rambut atau sekret kelenjar sebasea. Hal ini timbul apabila terjadi
hubungan antara massa tumor dengan trakeobronkial. Gejala lainnya yaitu
sindrom vena kava superior atau lipoid pneumonia. Teratoma mediastinurn
biasanya ditemukan secara tidak sengaja pada foto torak(10)Secara radiologi
teratoma tampak bulat dan sering lobulated dan mengandung jaringan lunak
dengan elemen cairan dan lemak, kalsifikasi terlihat pada 20-43% kasus(7,10).
Seminoma tampak sebagai massa besar yang homogen sedangkan
nonseminoma adalah massa heterogen dengan pinggir ireguler yang disebabkan
invasi

ke

jaringan

sekitarnya.

Untuk

membedakan

seminoma

dengan

nonseminoma digunakan serum marker beta-HCG dan alfa-fetoprotein. meskipun


pada seminoma yang murni konsentrasi beta-HCG terkadang tinggi tetapi
alfafetoprotein tidak tinggi. Sedangkan pada nonseminoma konsentrasi kedua
marker itu selalu tinggi. Konsentrasi beta-HCG dan alfa-fetoprotein lebih dari 500
mg/ml adalah diagnosis pasti untuk nonseminoma(7).
Dibawah ini dapat dilihat klasifikasi histologi tumor sel germinal(7).

Tabel 4. Klasifikasi histologi tumor sel germinal(kutip 3)

C. Tumor Syaraf
Tumor saraf dapat tumbuh dari sel saraf disebarang tempat, lebih sering di
mediastinum posterior. Tumor itu dapat bersifat jinak atau ganas dan biasanya
diklasifikasi berdasarkan jaringan yang membentuknya. Tumor yang bersifat jinak
sangat jarang menjadi ganas. Meskipun dikatakansering pada anak tetapi juga
dapat ditemukan pada orang dewasa. Topcu dariTurki menganalisis 60 pasien
tumor saraf dan mendapatkan 13 penderita bayidan anak-anak usia (< 15 tahun),
47 orang dewasa (usia >15 tahun), lebihbanyak perempuan (39 orang)
dibandingkan laki-laki (21 orang). Hanya 20% (12dari 60) bersifat ganas. Pada
tabel 5 dapat dilihat kalasifikasi tumor syaraf(3,7).

Tabel 5. Klasifikasi histologis tumor syaraf(kutip 3)

BAB III
DIAGNOSIS

Kebanyakan tumor mediastinum tanpa gejala dan ditemukan pada saat


dilakukan foto toraks untuk berbagai alasan. Keluhan penderita biasanya berkaitan
dengan ukuran dan invasi atau kompresi terhadap organ sekitar, misalnya sesak
napas berat, sindrom vena kava superior (SVKS) dan gangguan menelan. Tidak
jarang pasien datang dengan kegawatan napas, kardiovaskuler atau saluran cerna.
Bila pasien datang dengan kegawatan yang mengancam jiwa, maka prosedur
diagnostik dapat ditunda. Sementara itu diberikan terapi dan tindakan untuk
mengatasi kegawatan, bila telah memungkinkan prosedur diagnostik dilakukan.
Hal penting yang harus diingat adalah jangan sampai tindakan emergensi tersebut
menghilangkan kesempatan untuk mendapatkan jenis sel tumor yang dibutuhkan
untuk memutuskan terapi yang tepat(3,7) Secara umum diagnosis tumor
mediastinum ditegakkan sebagai berikut:

3.1 Gambaran Klinis


A. Anamnesis

Tumor mediastinum sering tidak memberi gejala dan terdeteksi pada saat
dilakukan foto toraks. Untuk tumor jinak, keluhan biasanya mulai timbul bila
terjadi peningkatan ukuran tumor yang menyebabkan terjadinya penekanan
struktur mediastinum, sedangkan tumor ganas dapat menimbulkan gejala akibat
penekanan atau invasi ke struktur mediastinum.
Gejala dan tanda yang timbul tergantung pada organ yang terlibat(3,7):
1. Batuk, sesak atau stridor muncul bila terjadi penekanan atau invasi pada
trakea
dan/atau bronkus utama,
2. Disfagia muncul bila terjadi penekanan atau invasi ke esofagus
3. Sindrom vena kava superior (SVKS) lebih sering terjadi pada tumor
mediastinum yang ganas dibandingkan dengan tumor jinak,
4. Suara serak dan batuk kering muncul bila nervus laringel terlibat, paralisis
diafragma timbul apabila penekanan nervus frenikus
5. Nyeri dinding dada muncul pada tumor neurogenik atau pada penekanan
sistem syaraf.

B. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik akan memberikan informasi sesuai dengan lokasi,
ukuran dan
keterbatasan organ lain, misalnya telah terjadi penekanan ke organ sekitarnya.
Kemungkinan tumor mediastinum dapat dipikirkan atau dikaitkan dengan
beberapa
keadaan klinis lain, misalnya(3):
1. miastenia gravis mungkin menandakan timoma
2. limfadenopati mungkin menandakan limfoma

3.2 Prosedur Radiologi(3)


1. Foto toraks
Dari foto toraks PA/ lateral sudah dapat ditentukan lokasi tumor, anterior,
medial atau posterior, tetapi pada kasus dengan ukuran tumor yang besar
sulit ditentukan lokasi yang pasti.
2. Tomografi
Selain dapat menentukan lokasi tumor, juga dapat mendeteksi klasifikasi
pada lesi, yang sering ditemukan pada kista dermoid, tumor tiroid dan
kadang-kadang timoma. Tehnik ini semakin jarang digunakan.
3. CT-Scan toraks dengan kontras
Selain dapat mendeskripsi lokasi juga dapat mendeskripsi kelainan tumor
secara lebih baik dan dengan kemungkinan untuk menentukan perkiraan
jenis tumor, misalnya teratoma dan timoma. CT-Scan juga dapat
menentukan stage pada kasus timoma dengan cara mencari apakah telah
terjadi invasi atau belum. Perkembangan alat bantu ini mempermudah
pelaksanaan pengambilan bahan untuk pemeriksaan sitologi. Untuk
menentukan luas radiasi beberapa jenis tumor mediastinum sebaiknya
dilakukan CT-Scan toraks dan CTScan abdomen(11).
4. Flouroskopi
Prosedur ini dilakukan untuk melihat kemungkinan aneurisma aorta.

5. Ekokardiografi
Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi pulsasi pada tumor yang
diduga aneurisma.
6. Angiografi
Teknik ini lebih sensitif untuk mendeteksi aneurisma dibandingkan
flouroskopi dan ekokardiogram.

7. Esofagografi
Pemeriksaan ini dianjurkan bila ada dugaan invasi atau penekanan ke
esofagus.
8. USG, MRI dan Kedokteran Nuklir
Meski jarang dilakukan, pemeriksaan-pemeriksaan terkadang harus
dilakukan untuk beberapa kasus tumor mediastinum.

3.3 Prosedur Endoskopi(3)


1. Bronkoskopi harus dilakukan bila ada indikasi operasi.
2. Mediastinokopi. Tindakan ini lebih dipilih untuk tumor yang berlokasi di
mediastinum anterior.
3. Esofagoskopi
4. Torakoskopi diagnostic
5. Electromagnetic navigation diagnostic bronchoscopy.

3.4 Patologi Anatomik(3)


Beberapa tindakan dari yang sederhana sampai yang kompleks perlu
dilakukan untuk mendapatkan jenis tumor.
1. Pemeriksaan sitologi
Prosedur diagnostik untuk memperoleh bahan pemeriksaan untuk
pemeriksaan sitologi ialah:
a. biopsi, jarum halus (BJH atau fine needle aspiration biopsy,
FNAB), dilakukan bila ditemukan pembesaran KGB atau tumor
supervisial.
b. punksi pleura bila ada efusi pleura
c. bilasan atau sikatan bronkus pada saat bronkoskopi
d. biopsi aspirasi jarum,

2. biopsi transtorakal atau transthoracal biopsy (TTB


3. Pemeriksaan histologi
Bila BJH tidak berhasil menetapkan jenis histologis, perlu dilakukan
prosedur di bawah ini:
a. biopsi KGB yang teraba di leher atau supraklavikula. Bila tidak
ada KGB yang teraba, dapat dilakukan pengangkatan jaringan
KGB yang mungkin ada di sana. Prosedur ini disebut biopsi
Daniels.
b. biopsi mediastinal, dilakukan bila dengan tindakan di atas hasil
belum didapat. Tao FW dkk pada tahin 2007 melaporkan bahwa
tumor mediastinum daerah anterior untuk diagnostik histologinya
dapat

dilakukan

mini

mediastinotomi

yaitu

melakukan

pengambilan sayatan kecil kurang lebih 3 cm didaerah garis


parasternalis ruang interkostal 2 atau 3. Mini mediastinotomi ini
adalah metode yang aman, minimally invasive, cukup murah dan
memberikan hasil yang cukup memuaskan(13).
c. biopsi eksisional pada massa tumor yang besar
d. torakoskopi diagnostik
e. Video-assisted thoracic surgery (VATS), dilakukan untuk tumor di
semua lokasi, terutama tumor di bagian posterior.

3.5 Pemeriksaan Laboratorium(3)


1. Hasil pemeriksaan laboratorium rutin sering tidak memberikan informasi
yang berkaitan dengan tumor. LED kadang meningkatkan pada limfoma
dan TB mediastinum.
2. Uji tuberkulin dibutuhkan bila ada kecurigaan limfadenitis TB
3. Pemeriksaan kadar T3 dan T4 dibutuhkan untuk tumor tiroid.
4. Pemeriksaan

a-fetoprotein

dan

b-HCG

dilakukan

untuk

tumor

mediastinum yang termasuk kelompok tumor sel germinal, yakni jika ada

keraguan antara seminoma atau nonseminoma. Kadar a-fetoprotein dan bHCG tinggi pada golongan nonseminoma.

3.6 Tindakan Bedah


Torakotomi eksplorasi untuk diagnostik bila semua upaya diagnostik tidak
berhasil
memberikan diagnosis histologis.

3.7 Pemeriksaan Lain


EMG adalah pemeriksaan penunjang untuk tumor mediastinum jenis timoma
atau tumor tumorvlainnya. Kegunaan pemeriksaan ini adalah mencari
kemungkinan miestenia gravisvatau myesthenic reaction.

Pada gambar dibawah ini dapat dilihat alur diagnostik dari tumor
mediastinum dengan atau tanpa kegawatan.

Gambar 2. Alur prosedur diagnostik tumor mediastinum tanpa kegawatan(kutip 3).


Keterangan : PA = posteroanterior, BJH = biopsi jarum halus, KGB = kelenjar
getah bening,

USG = ultrasonografi, MRI = magnetic

resonance imaging, TTB = transtorakal biopsi, VATS = Video


assisted thoracoscopy system

Gambar 3. Alur prosedur diagnostik tumor mediastinum dengan kegawatan(kutip 3)

Keterangan : SVKS = Sindrom vena kava superior


ECC = Extra cardiac circulation (sirkulasi luar jantung)

BAB IV
PENATALAKSANA AN

Penatalaksanaan tumor mediastinum sangat bergantung pada sifat tumor,


jinak atau ganas. Tindakan untuk tumor mediastinum yang bersifat jinak adalah
bedah, sedangkan untuk tumor ganas berdasarkan jenisnya. Jenis tumor
mediastinum ganas yang paling sering ditemukan adalah timoma (bagian dari
tumor kelenjar timus), sel germinal dan tumor syaraf.
Secara umum terapi untuk tumor mediastinum ganas adalah multimodaliti
yaitu bedah, kemoterapi dan radiasi. Beberapa jenis tumor resisten terhadap
radiasi dan/atau kemoterapi sehingga bedah menjadi pengobatan pilihan, tetapi
banyak jenis lainnya harus mendapatkan tindakan multimodaliti. Kemoradioterapi
dapat diberikan sebelum bedah (neoadjuvan) atau sesudah bedah (adjuvan).
Pilihan terapi untuk timoma ditentukan oleh staging penyakit saat diagnosis.
Untuk tumor sel germinal sangat bergantung pada subtipe tumor sedangkan
tumor saraf berdasarkan jaringan yang dominan pada tumor(7).

Gambar 4. Penatalaksanaan tumor mediastinum(kutip 3)


4.1 Timoma
Penatalaksanaan timoma sangat bergantung pada invasif atau tidaknya
tumor, staging dan klinis penderita.Terapi untuk timoma adalah bedah, tetapi
sangat jarang kasus datang pada stage I atau noninvasif maka multimodaliti terapi
(bedah, radiasi dan kemoterapi) memberikan hasil lebih baik. Jenis tindakan
bedah untuk timoma adalah Extended Thymo Thymectomy (ETT) atau reseksi
komplet yaitu mengangkat kelenjar timus beserta jaringan lemak sekitarnya.
ETT+ ( Extended Resection) ER yaitu tindakan reseksi komplet, sampai dengan
jaringan perikard dan debulking reseksi sebagian yaitu pengangkatan massa tumor
sebanyak mungkin. Jenis operasi ini sangat bergantung pada staging dan klinis
penderita. Reseksi komplet diyakini dapat mengurangi risiko invasi dan
meningkatkan umur harapan hidup(7).
Di RS Persahabatan dilakukan 14 reseksi komplet pada penderita timoma
stage

I III dan 17 debulking untuk semua kasus stage IV. Dari 31 kasus itu 20

di antaranya menunjukkan reaksi miastenia. Empat dari 20 penderita itu adalah


yang telah menjalani reseksi komplet(14)
Radioterapi tidak direkomendasikan untuk timoma yang telah menjalani
reseksi komplet tetapi harus diberikan pada timoma invasif atau reseksi sebagian
untuk kontrol lokal, seperti yang dilaporkan oleh Mujiantoro dkk (8). Dosis radiasi
3500-5000 cGy. Untuk mencegah terjadi radiation-induced injury pemberian
radiasi lebih dari 6000 cGy harus dihindarkan.
Ogawa dkk pada tahun 2002 melakukan penelitian retrospektif
multiinstitusi terhadap 103 pasien timoma yang telah direseksi komplet dan
mendapat radiasi pascabedah. Lima puluh dua pasien mendapat radiasi involve
field (IF) dan 51 pasien mendapat radiasi whole mediastinal field (WM) dengan
atau tanpa booster. Total dosis untuk tumor primer 3000-6100 cGy dengan rerata
dosis 4000 cGy. Pasien yang hidup hingga 10 tahun (the 10-years actuarial
overall) 81% dan masa bebas penyakit (disease free survival)79%, 100% pada
pasien stage I, 90% pada stage II dan 48% pada stage III. Kasus relaps terjadi
pada 17 pasien, tetapi tidak terjadi pada pasien stage I, 10% pada stage II dan 44%
pada stage III(15).
Kemoterapi diberikan dengan berbagai rejimen tetapi hasil terbaik adalah
cisplatin based rejimen. Rejimen yang sering digunakan adalah kombinasi
cisplatin,

doksorubisin dan siklofosfamid

(CAP). Rejimen

lain adalah

doksorubisin, cisplatin, vinkristin dan siklofosfamid (ADOC). Rejimen yang lebih


sederhana yaitu sisplatin dan etoposid (PE) juga memberikan hasil yang tidak
terlalu berbeda(7).
Froudarakis dkk tahun 2001 melakukan penelitian terhadap 23 pasien
timoma invasif yang mendapat multimodaliti terapi, 11 pasien direseksi kemudian
diberi kemoterapi dan/atau radiasi, 12 pasien lain mendapat terapi paliatif dengan
kemoterapi dan/atau radiasi. Kemoterapi yang diberikan adalah cisplatin based,
umur tahan hidup 5 tahun 43,5% dengan angka tengah tahan hidup 20 bulan.
Reseksi mempunyai kemaknaan untuk umur tahan hidup(16).

Kasus kambuh (recurrence) juga dapat terjadi dan jarang pada stage I yang
telah direseksi komplet. Relaps yang biasa terjadi adalah di pleura (pleural
dissemination) dari sisi yang sama dengan tumor primer, relaps di mediastinum
meski lebih sedikit tetapi juga terjadi.
Dari sebuah penelitian 8% pasien yang mendapat radiasi IF pascabedah
mengalami relaps di mediastinum dan tidak satu kasus pun terjadi pada pasien
yang mendapat radiasi WM

(15)

. Peneliti lain juga melaporkan terjadi kekambuhan

pada 24 dari 126 pasien timoma yang telah direseksi komplet, 92% terjadi di
pleura dan 5% terjadi kekambuhan lokal (17). Untuk kasus kambuh yang penting
diingat adalah apakah pada terapi sebelumnya telah mendapatkan radioterapi fulldose, jika belum radiasi masih dapat dipertimbangkan. Pada kasus yang tidak
respons dengan radiasi pemberian kortikosteroid dapat dipertimbangkan,
sedangkan .pemberian kemoterapi untuk kasus relaps masih dalam penelitian.
Sedangkan untuk menentukan prognosis penderita timoma bantak faktor
yang menentukan. Masaoka menghitung umur tahan hidup 5 tahun berdasarkan
staging penyakit, 92,6% untuk stage I, 85,7% untuk stage II, 69,6% untuk stage
III dan 50% untuk stageIV(18). Bambang dkk mendapatkan faktor-faktor yang
bermakna mempengaruhi prognosis penderita timoma pascareseksi di RS.
Persahabatan yaitu staging, jenis tindakan, histopatologi dan reaksi miastenia.
Dari 31 penderita timoma
yang dibedah di RS Persahabatan didapatkan umur tahan hidup untuk tahun I
sebesar 58,44%, tahun kedua 43,29%, tahun ketiga sampai dengan tahun kelima
30,9%, sedangkan median survival adalah 16,2 bulan. Penderita dengan reaksi
miastenia mempunyai angka tahan hidup 5 tahun (74%) sedangkan yang tidak
hanya mempunyai umur tahan hidup 2 tahun (11,8%)(14). Pada tabel 6 dapat dilihat
secara ringkas tentang penatalaksanaan timoma.

Tabel 6. Penatalaksanaan timoma(kutip 3).

4.2 Tumor Sel Germinal


Terapi tumor sel germinal bergantung pada subtipe sel tumor dan staging
penyakit. Bedah adalah terapi pilihan untuk teratoma jinak, teratoma ganas
diterapi dengan kemoterapi dan kalau perlu dilakukan reseksi setelah kemoterapi.
Terapi untuk seminoma tergantung pada apakah masih resectable atau tidak,
sedangkan yang nonseminoma diberikan kemoterapi(7)

A.Seminoma
Untuk seminoma yang resectable terapi multimodaliti yaitu bedah, radiasi
dan kemoterapi memberikan umur tahan hidup 5 tahun lebih dari 90%. Kriteria
resectable adalah tanpa gejala (asymptomatic), massa masih terbatas di
mediastinum anterior dan tidak ada metastasis lokal (intratoraks) atau metastasis
jauh. Sedangkan untuk kasus yang bermetastasis diberikan kemoterapi. Terapi
radiasi atau kemoterapi sebagai pilihan terbaik untuk seminoma masih
diperdebatkan. Seminoma sangat radiosensitif, dosis radiasi adalah 4500-5000
cGy. Kemoterapi yang diberikan adalah cisplatin based, rejimen yang sering
digunakan mengandung vinblastin, bleomisin dan sisplatin(7).

B. Nonseminoma

Tumor jenis ini jarang ditemukan, bila ditemukan lebih sering pada lakilaki
dewasa muda. Cisplatin based kemoterapi adalah terapi untuk golongan ini dan
kadang dilakukan operasi pasca kemoterapi (postchemoterapy adjuctive surgery).
Rejimen yang
digunakan sisplatin, bleomisin dan etoposid. Tetapi ada rejimen yang terdiri dari
sisplatin dan bleomisin yang diberikan 4 siklus. Untuk menilai manfaat bedah
pasca kemoterapi Vuky dkk tahun 2001 melakukan penelitian terhadap 32 pasien,
reseksi komplet dapat dilakukan pada 27 pasien, analisis histopatologik
mendapatkan bahwa tumor masih mengandung jaringan nonseminoma (viable
tumors) pada 66%, teratoma pada 22% dan jaringan nekrotik pada 12% kasus(19).

Gambar 5. Alur penatalaksanaan tumor sel germinal nonseminoma(kutip 20)

C.Teratoma ganas
Rejimen kemoterapi untuk teratoma ganas antara lain sisplatin, vinkristin,
bleomisin dan methotrexate, etoposid, daktinomisin dan siklofosfamid.

Tabel 7. Penatalaksanaan tumor sel germinal(kutip 21)

4.3 Tumor Syaraf


Penatalaksanaan untuk semua tumor neurogenik adalah pembedahan,
kecualii neuroblastoma.Tumor ini radisensitif sehingga pemberian kombinasi
radio kemoterapi akan memberikan hasil yang baik. Pada neurilemona
(Schwannoma), mungkin perlu diberikan kemoterapi adjuvan, untuk mencegah
rekurensi(7).

B. Tumor Sekunder
DEFINISI 5
Keganasan pada paru yang merupakan penyebaran dari proses keganasan
di organ/tempat lain.

METASTASIS KE PARU MELALUI : 5,6

1. Penyebaran langsung dari pusat primer


Yang melibatkan paru, pleura maupun struktur mediastinum. Penyebaran
seperti ini sering didapati pada tumor thyroid, Ca esophagus, thymoma, dan
keganasan thymus, limfoma, dan tumor ganas sel induk.
2. Penyebaran hematogen
Dari emboli tumor ke arteri paru, atau arteri bronchial. Hal ini biasanya
memperlihatkan adanya nodul pada paru dan umumnya sering pada tumor
tumor primer yang memiliki pembuluh darah.2
Tumor ganas anak yang sering bermetastasis ke paru adalah tumor wilms,
neuroblastoma, sarcoma osteogenik, sarkoma Ewing. Sedangkan tumor ganas
pada orang dewasa adalah karsinoma payudara, tumor tumor ganas alat
cerna, ginjal dan testis. 4
3. Penyebaran melalui saluran limfe
Yang melibatkan paru, pleura, maupun kelenjar getah bening paru. Paru
dapat terkena metastasis akibat sel tumor yang menjalar melalui saluran limfe
yang berasal dari metastasis hematogen, metastasis kelenjar getah bening hilus,
maupun tumor abdomen bagian atas. Penyebaran melalui saluran limfe dari tumor
yang berada ekstrathoraks ke kelenjar getah bening paru juga dapat melalui duktus
thorasikus, dengan keterlibatan retrograde kelenjar getah bening hilus dan
parenkim paru. Tumor yang biasanya bermetastasis dengan cara ini umumnya
adalah Ca mammae, abdomen, pankreas, prostat, serviks, dan thyroid.2
Anak sebar melalui saluran limfogen sering menyebabkan pembesaran
kelenjar mediastinum yang dapat mengakibatkan penekanan pada trakea,
esophagus, dan vena kava superior dengan keluhan keluhannya.
Pada anak biasa menetap di saluran limfe peribronkhial atau perivaskular
yang secara radiologik memberi gambaran bronkovaskular yang kasar secara dua
sisi atau satu sisi hemitoraks atau gambaran garis garis berdensitas tinggi yang
halus seperti rambut.
4. Penyebaran melalui ruang pleura
Misalnya invasi tumor primer ke pleura (misalnya thymoma) ataupun Ca
paru.

5. Penyebaran endobronkhial
Dari tumor jalan nafas. Mekanisme metastasis ini jarang terjadi.
Penyebaran ini biasanya terjadi pada pasien dengan Ca bronkhioloalveolar.
Namun dapat dilihat juga pada kanker paru lainnya.
GEJALA 6
Gejala biasanya muncul pada pasien pasien yang mengalami metastasis
multiple (80 95%). Dyspneu dapat terjadi sebagai akibat dari masa tumor yang
menggantikan jaringan parenkim paru, obstruksi jalan nafas, maupun efusi pleura.
Dyspneu yang tiba tiba berhubungan dengan perkembangan yang cepat dari
suatu efusi pleura, pneumothoraks, maupun perdarahan ditempat lesi.
Walaupun pada metastasis paru pasien dapat dikatakan tanpa gejala akibat
metastasisnya, namun pasien hampir selalu memiliki gejala akibat tumor primer
yang dideritanya. Ketika metastasis paru ditemui tanpa adanya gejala gejala
pada tempat yang diduga pusat tumornya, maka kita harus curiga akan adanya
silent tumor, seperti tumor pankreas maupun kandung empedu.
Pasien dengan limfangitis karsinomatosa biasanya mengalami dyspneu
yang

progresif,

dan

batuk

kering.

Metastasis

endobronkhial

biasanya

menyebabkan wheezing atau hemoptosis. Metastasis yang menjalar ke pleura


dapat menyebabkan nyeri pleura, dan metastasis apikal, dapat menyebabkan
sindrom pancoast. Hipertrofi pulmoner osteoarthropati biasanya jarang terjadi.
Pneumothorax merupakan komplikasi yang jarang dengan metastasis paru,
kecuali bagi penderita osteosarkoma sebagai tumor primernya. Pada kasus kasus
sebelumnya, sampai 5% pasien dapat mengalami pneumothorax lebih sering pada
saat menjalani kemoterapi.

TEKNIK PEMERIKSAAN RADIOLOGI 6


Foto

X Ray dada biasanya merupakan pemeriksaan pertama yang

dilakukan untuk mendeteksi adanya metastasis paru. Namun dapat juga metastasis
paru ditemukan secara tidak sengaja waktu dilakukan pemeriksaan dengan foto X
Ray.
Computed Tomography (CT) scan memiliki resolusi yang lebih tinggi
daripada foto X Ray dada, dan dapat memperlihatkan nodul nodul yang lebih
kecil daripada teknik lainnya.
High Resolution CT (HRCT) merupakan pemeriksaan pilihan untuk
memperlihatkan adanya limfangitis karsinomatosis dan penjalarannya.

I.

FOTO X - RAY DADA

Foto thoraks PA
Indikasi : - Sering dilakukan untuk pemeriksaan rutin

Cara pemeriksaan

Hasil Foto Toraks normal proyeksi PA


Foto thoraks lateral
Indikasi : indikasi rutin untuk melihat kelainan mediastinum,untuk melihat
kelainan yang tidak jelas pada posisi PA, untuk mencari diagnosis yang
pada proyeksi PA masih belum tampak, dan untuk pemotretan jantung.

Cara pemeriksaan

Hasil foto

Kelemahan pemeriksaan
Radiografi dada sering memperlihatkan hanya satu metastasis pulmonal
walaupun sesungguhnya ada banyak metastasis terjadi. CT Scan lebih baik dalam
mendeteksi metastasis pulmonal multiple, dan dapat mendeteksi lesi yang
diameternya lebih kecil dari 10mm.
Limfangitis karsinomatosa sulit didiagnosis dengan menggunakan foto
polos thoraks, pemeriksaan yang paling baik dilakukan adalah High Resolution
CT (HRCT) Scan.

Daerah daerah pada paru yang sering menjadi tempat metastasis 1


Kelaianan dapat terlihat baik dengan menggunakan foto polos atau CT. Penyakit
yang bermetastasis ke dada dapat melibatkan satu daerah atau lebih daerah berikut
: paru, pleura, kelenjar limfe, Invasi lokal : tulang.
Paru

Setiap keganasan sebenarnya dapat menimbulkan deposit sekunder di


paru. Deposit biasanya tampak sebagai lesi opak bulat, berbatas jelas, multiple
dengan berbagai ukuran pada lapangan paru. CT sangat sensitive dalam
mendeteksi metastasis yang tidak terlihat dengan sinar-X dada dan berguna dalam
memantau respon terhadap kemoterapi. Lesi opak yang hanya berukuran beberapa
millimeter dapat terlihat dengan mudah. Kavitasi kadang terlihat, jika ada
biasanya menunjukkan adanya metastasis dari karsinoma sel skuamosa.

Pleura
Metastasis ke pleura sering berasal dari karsinoma payudara, dan tampak
sebagai lesi masa, walaupun manifestasi yang paling sering adalah efusi pleura,
yang menutupi kelainan yang mendasari.
Kelenjar Limfe
CT sangat akurat dalam mendeteksi pembesaran kelenjar limfe hilus dan
mediastinum (kelenjar yang berukuran kurang dari 1 cm dan bukan merupakan
metastasis).
Limfangitis karsinomatosa-deposit sekunder pada kelenjar limfe sentral
dapat menyebabkan kongesti limfatik dengan pola pulmonal linear yang menyebar
kearah luar dari kelenjar hilus, garis septum, dan efusi pleura.
Invasi lokal
Perikardium yang menyebabkan efusi pericardium yang bersifat ganas ;
kompresi atau obstruksi vena kava superior; paralisis nervus frenikus; tomor
Pancoast.
System skeletal : iga, tulang belakang torakal, bahu.
Deposit dapat bersifat litik, misalnya dari payudara, sklerotik dari
pancoast, atau gabungan keduanya.

Klasifikasi gambaran metastase 5

Noduler milier, coin lession hingga cannon ball (diameter 3-4


cm)/golf ball (diameter 4-5 cm)

Limfangitis

Efusi pleura

Intra alveolar dan endobronchial

Noduler

Milier contohnya pada : Ca tiroid, paru atau mammae dll

Cannon ball / golf ball contohnya pada : sarcoma, carsinoma,


seminoma, colon, ginjal.

Metastasis Milier

Cannon ball / coin lesion

Nodul paru merupakan gambaran manifestasi metastasis paru yang umum


didapati. Pada kebanyakan kasus, nodul ini tersebar secara hematogen, sehingga
tempat predominannya berada di dasar paru yang menerima lebih banyak darah
daripada lobus atas paru.
Nodul nodul ini biasanya bertepi jelas dan berbentuk bulat maupun
berlobulasi. Nodul yang berdinding tipis dapat terlihat pada keadaan terdapatnya
darah yang mengelilingi nodul tersebut.
Kavitasi dari metastasis jarang muncul seperti pada tumor primer paru,
namun dapat muncul kira kira pada 5% kasus.kavitasi dapat terlihat sebagai
nodul yang sangat kecil. Namun begitu, struktur kavitas ini berbeda secara
histologis. Kavitasi sering terjadi pada Ca sel skuamosa dan Ca sel transisional,
tapi juga bisa terjadi pada adenokarsinoma, sebagian dari kolon, juga pada
sarkoma.1 kavitasi ini juga dapat meningkatkan resiko terjadinya pneumothoraks.3

Kalsifikasi pada metastasis, sering terlihat pada sarkoma osteogenik,


chondrosarkoma, synovial sarkoma, Ca tiroid, dan adenokarsinoma mucinosa. 6
1.

Nodul soliter
Metastasis paru yang soliter jarang terjadi, kira kira hanya sebanyak 2

10% dari seluruh nodul soliter. Lesi primer yang paling sering membuat nodul
soliter yaitu Ca kolon, osteosarkoma, Ca ginjal, testes, maupun Ca mammae. Dan
juga melanoma maligna. Ca kolon, khususnya pada area rectosigmoid,
menghasilkan kira kira sepertiga kasus yang berhubungan dengan metastasis
paru yang soliter.2 Harus dipikirkan bahwa banyak pasien yang menunjukkan
suatu nodul soliter pada foto polos dada, memiliki nodul nodul multiple saat
diperiksa dengan CT, dengan 1 nodul dominan.6
Biasanya sulit untuk menghilangkan pemikiran adanya nodul soliter
metastasis dari Ca paru primer pada foto thoraks, maupun CT Scan. Pada HRCT
Scan, kira kira 1,5 x dari nodul nodul metastasis memperlihatkan tepi yang
tidak rata. Nodul nodul tersebut dapat bulat maupun oval, atau dapat pula
memiliki batas yang berlobus lobus. Tepi yang ireguler dengan spikulasi dapat
merupakan akibat dari reaksi desmoplastik maupun infiltrasi tumor pada batas
sekitar daerah limfatik maupun bronkovaskular.6
2. Nodul multiple
Metastasis noduler biasanya terjadi multiple. biasanya nodul nodul ini
bervariasi besarnya, memperlihatkan episode yang berbeda dari emboli tumor,
ataupun tingkat pertumbuhan yang berbeda. Penampakan ini jarang terjadi pada
keadaan penyakit nodular yang jinak, seperti sarkoidosis. Kadang kadang,
semua metastasis berukuran sama. Saat banyak nodul yang terlihat, mereka
biasanya terdistribusi ke seluruh paru. Ketika hanya sedikit terlihat gmabaran
metastasis, maka biasanay tempat predominannya di subpleura.
Jumlah dan ukuran nodul nodul tersebut sangat bervariasi.nodul dapat
terlihat sangat kecil (miliar) dan sangat banyak. Hal seperti ini biasanya dapat kita

lihat pada tumor dengan perdarahan yang baik (seperti Ca tiroid, renal cell Ca,
adenokarsinoma, sarkoma) dan juga dapat memperlihatkan sebaran dari emboli
tumor yang masif.2
Limfangitis metastase

Metastasis limfangitis
Meskipun penyebaran dipembuluh limfe dapat disebabkan oleh neoplasma
maligna, namun hal ini biasanya mucul dari tumor yang berasal dari mammae,
abdomen, pankreas, paru, atau prostat. Fenomena ini juga disebabkan oleh Ca
paru primer, khususnya small cell Ca dan adenokarsinoma. Biasanya juga
berhubungan dengan pleura.
Gambaran radiologi klasik terdiri dari penebalan septum interlobularis (5
10 mm atau lebih kecil) dan terdapat corakan bronkovaskular yang ireguler.
Gambaran ini mudah dilihat pada lobus bawah pada kedau paru. Komponen
nodular dari penyebaran intraparenkim dapat berhubungan dengan limfangitis
karsinomatosis. Hilus dan mediastinal limfadenopati dapat muncul pada 20 40%
pasien, dan efusi pleura dapat timbul pada 30 50% pasien. Diagnosis dini dari
limfangitis karsinomatosis biasanya sulit dilihat dengan temuan foto thoraks biasa,

yang biasanya ditemukan normal pada 30 50% kasus. Namun dapat didiagnosis
secara dini dengan menggunakan HRCT Scanning.

Pleural metastase
Contohnya pada : Ca mammae, Ca gaster dll

Efusi pleura metastasis pleura


Tipe alveolar / pnemonic / peribronchial

Contohnya pada : Ca paru, Ca esofagus, Ca mammae

Metastase alveolar/pneumonik

Beberapa contoh gambaran radiologis Metastasis pada Paru 6

Metastasis dari Tiroid tipe miliar

Metastasis Karsinoma Paru tipe miliar

Limfangitis
payudara

karsinomatosa
dengan

Tension

dari

kanker

pneumotoraks

kanan dan efusi pleura kiri

Unilateral

limphangitis

karsinomatosa

Karsinoma Bronkus di hilus kanan

dari

Unilateral

limphangitis

karsinomatosa

dari

Karsinoma Prostat

Tipe Coin Lession / golf ball metastasis dari


karsinoma sel ginjal

Wanita tua, 60 thn dengan riwayat pembedahan


perut sebelumnya. Jantung dan paru-paru dalam
batas normal. Ada dua densitas jaringan lunak di
zona atas pada akhir anterior kanan kosta kedua

Laki-laki,70 thn dengan post prostatektomi dan


sedang

menjalani

terapeutik

orkidektomi

bilateral.
Ada beberapa nodul di kedua bidang paru-paru.
Luas kehancuran mulai rusuk pertama yang tepat
dengan hilangnya beberapa korteks lateral.

Kalsifikasi (anak panah) pada metastasis paru


dari condrosarkoma

Masa kavitas karena Wegener granulomatosa

Metastasis pulmonal dari carcinoma sel anus


menunjukkan kavitas.

Cavitating

metastasis

pada

post

total

laryngectomy karena karsinoma sel skuamosa


laringeus 2 tahun sebelumnya.
Frontal dada sinar rontgen diperoleh sebelum
kemoterapi menunjukkan beberapa massa (anak
panah) di kedua paru-paru. Catatan : eksentrik
kecil kavitasi (panah) dari massa di paru kiri atas.

Metastasis pulmonal dari carcinoma sel anus


menunjukkan kavitas (proyeksi lateral,pasien
yang sama dengan gambar sebelumnya)

Metastasis pulmonal multiple dari osteosarkoma

Penyebaran yang luas pada metastasis pulmonal

.
Kondisi yang mungkin menjadi diferensial diagnosis nodul soliter
termasuk lesi jinak seperti hamartoma, granuloma (misalnya pada tuberculosis,
histoplasmosis, granulomatosis Wegener), abses pulmonal, infark, fibrosis fokal,
dan neoplasma bronchial primer.
Kondisi yang mungkin menjadi diferensial diagnosis nodul multiple
hampir sama seperti metastasis paru pada nodul soliter, yaitu abses
granulomatosa, infark multiple, dan sarkoidosis
Dan kondisi yang mungkin menjadi diferensial diagnosis limfangitis
karsinomatosa yaitu edema pulmonal dan fibrosis paru. 6
II.

COMPUTED TOMOGRAPHY 6

Temuan radiologis
CT Scan menjadi suatu modalitas pilihan untuk mendeteksi metastasis
tumor dan untuk perencanaan pembedahan dan follow up pasien dengan
metastasis paru. Sensitivitasnya lebih tinggi daripada foto thoraks biasa, maupun
tomografi linear (yang telah digantikan dengan CT) dihasilkan dari kurangnya
superimposisi dari strukturnya dan tingginya resolusi kontras dari nodul nodul
jaringan lunak di parenkim paru. Sebagian lesi pada apeks dan basal yang dekat

dengan jantung, mediastinum dan pleura dapat tidak terlihat hanya dengan foto
thoraks biasa, namun dengan CT Scan, gambaran tersebut dapat terlihat.

Teknik pemeriksaan
CT multisection adalah suatu teknik pilihan untuk mendeteksi adanya
metastasis paru. Lebih cepat dan lebih sensitive daripada CT Spiral yang
terdahulu.
High

Resolution

CT

(HRCT)

marupakan

teknik

pilihan

untuk

mengevaluasi limfangitis karsinomatosa. Dengan menggunakannya, diambil


potongan setebal 1 2 mm tiap 10 mm pada seluruh lapangan dada. Resolusi
spasial dimaksimalkan dengan mempersempit kolimasi (1 2 mm) dan algoritma
rekonstruksi resolusi tinggi.
Nodul pada paru
Meskipun CT Scan dapat mendeteksi nodus nodus sebesar 3 mm,
dimana pada foto thoraks biasa jarang dapat mendeteksi nodul yang besarnya < 7
mm namun sensitivitas CT terbentur dengan spesifisitasnya. Banyak nodul
nodul yang terlihat pada CT Scan yaitu granuloma, dan bukan merupakan sebuah
metastasis. Spesifisitas dari CT Scan tergantung kepada tipe dan stadium dari
keganasan primer dan dari tingkat kejadian nodul jinak pada suatu populasi.
Berbagai hal yang dapat dicurigai sebagai metastasis paru dibandingkan suatu
nodul jinak :
1. Lesi yang tidak terkalsifikasi
2. Lesi berbentuk sferis maupun ovoid lebih jarang daripada lesi bentuk
linear maupun ireguler
3. Lesi yang berada dekat dengan pembuluh darah

4. Lesi yang mengalami penipisan pada bagian distalnya


5. Lesi yang mengalami perubahan retikuler
Pertumbuhan dari suatu nodul paru juga merupakan indikator untuk kelainan
metastasis. Metastasis dapat terjadi dalam waktu 2 10 bulan.
Emboli intravaskuler dapat dilihat pada pemeriksaan histology, namun
biasanya jarang terlihat di CT Scan, karena mereka berada dalam arteri yang kecil
maupun arteriol. Lebih jarang lagi, emboli ini terlihat sebagai penebalan pada
arteri arteri perifer.
Pada kasus tumor pembuluh darah, seperti angiosarkoma dan koriokarsinoma,
HRCT Scan dapat mendeteksi adanya gambaran Halo dari jaringan sekitar nodul
metastasis.
Indikasi CT Scan
Indikasi untuk CT Scan tergantung kepada temuan foto polos, yaitu jika
dicurigai adanya neoplasma yang menyebar di paru, dan untuk melihat kemajuan
setelah dilakukan pengobatan.
Jika pada foto polos biasa memperlihatkan adanya gambaran metastasis,
maka CT Scan tidak diperlukan untuk menunjukkan adanya lesi tambahan. Jika
pada pemeriksaan foto polos tampak normal pada pasien dengan teratoma atau
osteosarkoma dan tanpa gejala metastasis dimanapun, maka penelusuran terhadap
metastasis paru dapat merubah pengobatan pasien. Jika foto polos mendeteksi
adanya metastasis yang soliter maupun jika ada rencana untuk pembedahan
terhadap metastasis paru, maka CT Scan menjadi indikasi.
Limfangitis karsinomatosa
Meskipun penyebaran disepanjang saluran limfe dapat diakibatkan oleh
suatu tumor ganas, namun paling sering berasal dari tumor yang mammae,
abdomen, paru, pancreas, maupun prostat. Penyebaran melalui saluran limfe juga
dapat terjadi dari Ca paru primer, khususnya small cell Ca dan adenokarsinoma,

dan terdapat sekitar 35% dari autopsi yang dilakukan terhadap pasien dengan
tumor yang padat.
HRCT merupakan alat pilihan untuk limfangitis karsinomatosis. Diagnosis
dengan foto polos biasa dapat sulit, karena dapat terlihat normal dalam 30 50%
kasus yang ada. Penebalan noduler maupun yang halus dari septum interlobularis
dan interstisial peribronkhovaskuler dapat muncul pada HRCT Scan, dan
gambaran paru normal pun terlihat dengan baik.

High-resolution CT scan memperlihatkan penebalan yang kasar dan ireguler


dari septum interlobularis yang disebabkan oleh limfangitis
karsinomatosa dari renal cell Ca. dapat dilihat adanya efusi pleura
bilateral.

Tingkat ketelitian
Penemuan pada CT Scan tidak spesifik dan tidak dapat membedakan
antara metastasis dengan lesi jinak seperti granuloma dan kelenjar getah
bening paru. Spesifisitas CT Scan lebih tinggi pada daerah yang jarang
terjadi granuloma.
Sensitivitas yang lebih baik dari CT Scan (sebagai contoh multisection CT,
dan Spiral), semakin rendah pula spesifisitasnya, karena semakin banyak nodul
jinak yang terdeteksi. Hal ini khususnya terjadi pada daerah endemic
histoplasmosis.

False Positif / Negatif


Nodul yang berukuran < 3 mm sering tidak terdeteksi dengan CT Scan.
False positif dapat terjadi karena hamartoma, granuloma (yang berasal dari
tuberculosis, histoplasmosis, granulomatosis Wegener), sarkoidosis, silikosis,
infark yang kecil, sedikit fibrosis pada suatu zona paru, dan kelenjar getah bening
intrapulmoner.

Cavitas metastasis (72 thn,pria) dengan karsinoma sel skuamosa di Bronkus


utama kiri. CT scan paru-paru diperoleh beberapa nodul metastasis di kedua
paru-paru. Ada beberapa cavitas nodul (anak panah) di kedua lobus bawah.
Catatan : penebalan dinding rongga yang tidak teratur.

Cavitas metastasis dengan pneumotoraks dan perdarahan dari kulit kepala


angiosarcoma (86 thn,orang tua) yang mengalami serangan tiba-tiba dyspnea
dan Hemoptisis. Frontal dada sinar rentgen menunjukkan bilateral
pneumothoraces (panah). Sebuah drainase kateter terlihat di sebelah kiri
hemithorax. CT scan menunjukkan beberapa variabel-ukuran rongga
berdinding tipis dan bilateral pneumothorak

Gambar A

Gambar B

Calcified metastasis (44 th,perempuan tua) yang telah menjalani eksisi luas
paha kiri massa, yang terbukti osteosarcoma, 7 tahun sebelumnya. (a) foto
polos PA menunjukkan beberapa pelemahan nodular area di kedua paruparu. Sebuah fokus kalsifikasi (panah) dicurigai dalam nodul di lobus atas
kiri. (b) Transverse contrast-enhanced CT scan diperoleh pada tingkat
lengkungan aorta kalsifikasi dengan jelas menunjukkan (tanda panah) di
dalam nodul.

Gambar A

Gambar B

Hemorrhagik metastasis (42 thn,wanita) dengan koriokarsinoma dengan


Hemoptisis.(a) Foto toraks PA menunjukkan nodular tidak jelas dan
setengah-setengah pelemahan di kedua paru-paru. (b) Transverse CT scan
paru-paru menunjukkan beberapa pelemahan nodular daerah dengan
daerah sekitarnya tanah opacity (panah). Bidang tanda opacity disebabkan
oleh pendarahan di sekitar nodul metastasis. Kavitasi kecil (panah) terlihat
di dalam massa di paru kanan.

Gambar A

Gambar B
Endobronchial metastasis (59 thn,laki-laki) dengan carcinoma sel ginjal,
dispneu. (a) Foto toraks proyeksi PA menunjukkan kolaps paru atas kiri
(panah) di para hiler (b) CT scan memperlihatkan masa di endobronkial
(panah) di orificium lobus kiri atas dengan kolaps bronkus lobaris (panah)

CT toraks menunjukkan metastasis kecil multiple

III. MAGNETIC RESONANCE IMAGING 6

Temuan radiologis
Spin echo MRI dengan 0.35 T magnet dapat mendeteksi adanya nodul
disekitar pembuluh darah, yang hampir selalu tidak terlihat dengan CT
Scan. Namun, nodul yang terletak dekat dengan diafragma terkadang luput
juga dengan MRI dikarenakan adanya gerakan selama respirasi.
Diantara beberapa bagian MRI, bagian Short-tau inversion- recovery
memiliki sensitivitas tertinggi. False positif jarang terjadi pada
pemeriksaan CT Scan, namun tidak begitu dengan MRI dikarenakan
adanya gerakan diafragma, khususnya pada lobus bawah paru. Sampai saat
ini, CT Scan masih menjadi suatu alat pilihan
Menurut sebuah studi, turbo spin echo (TSE) konvensional lebih sensitif
dalam mendeteksi metastasis paru dibandingkan dengan single shot TSE,
maupun 3D gradient echo sequences.

IV.

ULTRASONOGRAPHY 6

Temuan radiologis
Penggunaan ultrasonografi tidak membantu dalam mendiagnosis adanya suatu
metastasis paru.
V.

NUCLEAR IMAGING 6

Temuan radiologis
Kedokteran nuklir biasanya tidak digunakan sebagai teknik imaging
primer untuk mendeteksi metastasis pulmonal.
Fluorodeoxyglucosepositron emission tomography (FDG-PET) memiliki
peranan penting dalam mengevaluasi dan mengatasi kelainan paru,
termasuk nodul soliter pada paru, Ca paru, dan penyakit pleura. Meskipun
pemeriksaan radiologis konvensional seperti foto polos dan CT Scan
masih esensial untuk mendeteksi metastasis paru, namun FDG-PET dapat
memberikan informasi baru dalam melihat adanya suatu kelainan. FDGPET berguna untuk membedakan nodul jinak pada paru dengan adanya
keganasan paru. Perkembangan terbaru dari bidang radiologi, seperti
radiotracers dan delayed imaging, dapat lebih jauh menggantikan peran
FDG-PET Scan dalam mendeteksi nodul paru dan kanker.

Kombinasi antara mesin PET-CT akan mempengaruhi perjalanan


pengobatan pasien kanker dan juga dapat digunakan untuk perencanaan
radioterapi. Interpretasi dari PET Scan terhadap korelasi anatomik perlu
ditingkatkan. PET-CT Fusion imaging dapat mempersatukan temuan dari 2
pemeriksaan radiologis dalam pemeriksaan perbandingan. Temuan yang baik dari
FDG-PET dapat juga disalah artikan sebagai variasi fisiologis yang dapat
menunjang suatu keganasan jika dilanjutkan dengan pemeriksaan CT Scan. Begitu
juga sebaliknya, temuan dari CT Scan yang diperkirakan sebuah tumor, perubahan
reaktif, maupun fibrosis juga dapat diklarifikasi dengan menggunakan informasi
yang didapat menggunakan FDG-PET.

Tingkat sensitivitas
Kebanyakan

false

negative

dari

FDG-PET

disebabkan

oleh

mikrometastasis dan lesi yang besarnya < 10 mm. jadi CT Scan dapat
dikatakan lebih sensitif daripada FDG-PET dalam mendeteksi lesi paru
yang kecil.
False Positif / Negatif
Variasi fisiologis, tumor jinak, dan penyakit radang dapat meningkatkan
tingkat kesalahan yang pada FDG menyerupai keganasan.2

Anda mungkin juga menyukai