Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
BAB 1
PENDAHULUAN
anak yang berobat ke rumah sakit adalah penderita ISPA. Sebanyak 40-60%
pasien ISPA berobat ke puskesmas dan 15-30% kunjungan pasien ISPA berobat ke
bagian rawat jalan dan rawat inap rumah sakit. (Rahayu, 2011).
Dari hasil penghitungan mortalitas dari 10 penyakit terbesar, menurut
Subdirektorat ISPA Departemen Kesehatan Republik Indonesia pada 2006
pneumonia masih merupakan penyebab kematian tertinggi pada balita yaitu
sebesar 22,5%. Tingginya mortalitas bayi dan balita karena ISPA-Pneumonia
menyebabkan penanganan penyakit ISPA-Pneumonia menjadi sangat penting
artinya. Kondisi ini disadari oleh pemerintah sehingga dalam Program
Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (P2 ISPA) telah
menggariskan untuk menurunkan angka kematian balita akibat pneumonia dari
5/1000 balita pada tahun 2000 menjadi 3/1000 balita pada tahun 2005 dan
menurunkan angka kesakitan pneumonia balita dari 10 - 20% menjadi 8 - 16%
pada tahun 2005 (Rahayu, 2011).
BAB 2
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
A. Identitas Penderita
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Agama
Suku
Anak ke
Alamat
Tanggal Periksa
: Anak M.S
: 4 tahun 3 bulan
: Laki Laki
: Islam
: Aceh
:7
: Lhoksukon
: 19 Mei 2015
: Tn. M.A
: 50 tahun
: Wiraswasta
: SMA
: Ny. M
: 41 tahun
: Ibu Rumah Tangga
: SMP
2. DATA DASAR
ANAMNESIS
Alloanamnesis (Anamnesis dengan orang tua pasien)
a. Keluhan Utama
Demam
b. Keluhan Tambahan
Riwayat Kehamilan
Pasien adalah anak ketujuh dari delapan bersaudara, ibu pasien tidak memiliki
riwayat keguguran sebelumnya. Selama hamil ibu sempat 3 kali melakukan
ANC di bidan dan mengaku tidak memiliki maalah apapun selama hamil.
2.
Riwayat Kelahiran
Pasien lahir di rumah dengan bantuan bidan, lahir cukup bulan, spontan
pervaginam dengan berat badan lahir 2.800 gram dan segera menangis.
h. Riwayat Makanan
Saat lahir sampai usia 21 bulan pasien masih mendapatkan ASI. Namun pasien
sudah mendapat susu formula sejak usia sekitar tiga bulan karena ibu merasa
ASInya sedikit keluar. Pasien mulai mendapat MPASI berupa nasi dan buah yang
dihaluskan saat usia 5 bulan. Saat ini pasien memiliki nafsu makan yang baik,
namun ibunya mengaku pasien kurang suka makan sayur dan sering jajan.
i. Riwayat Imunisasi
Pasien hanya mendapatkan dua imunisasi, disuntik di paha sekali, dan disuntik di
lengan sekali. Setelah imunisasi pasien selalu demam sehingga orang tua pasien
khawatir dan tidak pernah membawa anaknya imunisasi lagi.
j. Riwayat Tumbuh Kembang
Ibu pasien mengatakan bahwa pertumbuhan dan perkembangan pasien normal dan
sesuai dengan anak sebayanya. Ibu pasien tidak bisa mengingat dengan jelas
kapan kapan saja perkembangan anaknya terjadi.
3. PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada tanggal 19 Mei 2015
a. Kesan Umum :
: 100x/menit, regular
2. Laju nafas
: 24x/menit, reguler
4. Suhu
5. Kesadaran
: Compos Mentis
c. Data Antropometri
1. Berat badan
: 15 kg
Rambut
Wajah
Mata
pupil isokor (+/+) reflek cahaya (+/+), sekret (-/-) oedema (-)
Hidung
: Sianosis (-), sariawan (-), beslag (-), karies gigi (-), tonsil dan
Palpasi
Thorax
Inspeksi : Bentuk normal, pergerakan dinding dada simetris, retraksi
intercosta (-) luka (-) memar (-)
Palpasi
Perkusi
Anus
Tidak Diperiksa
Ekstremitas :
Udema (-) sianosis (-) perabaan hangat (+)
4. DIAGNOSA BANDING
1. ISPA
2. Common Cold
3. Pneumonia
5. DIAGNOSA KERJA
ISPA
6. PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa
a. Istirahat yang cukup
b. Kurangi jajan, perbanyak makan bergizi
Medikamentosa
a. Paracetamol tablet 3 x 150mg (pulvis)
b. Kotrimoksazol sirup 3 x 7,5ml
7. RENCANA PEMERIKSAAN
a. Pemeriksaan darah rutin dan urin rutin
b. Pemeriksaan sputum
8. PROGNOSIS
1. Quo ad Vitam
: Dubia ad bonam
10
2.
11
12
b.
c.
d.
ke poli klinik sepanjang akhir tahun 2014 dan awal tahun 2015.
Berdasarkan bukti bahwa faktor risikonya adalah kurangnya pemberian
ASI eksklusif, gizi buruk, polusi udara dalam ruangan, BBLR, kepadatan
penduduk dan kurangnya imunisasi. Kesemuanya merupakan masalah
berbasis perilaku kesehatan yang harusnya bila ditekankan secara terus
menerus pada masyarakat bagaimana perilaku seharusnya, masalah
13
tersebut akan mudah untuk dihilangkan dan secara tidak langsung akan
mengurangi angka kejadia ISPA.
13. UPAYA PROMOTIF PADA ISPA
Meningkatkan pengetahuan pasien dan keluarga tentang :
a. Syarat syarat rumah sehat yang mencakup tentang luas rumah minimal,
kepadatan hunian minimal, ventilasi yang baik dan benar serta kadar
b.
c.
d.
kesehatan
Bahaya penggunakan kasur kapuk yang akan lebih banyak menyebarkan
e.
f.
banyak masuk
Tidak menumpuk barang terlalu banyak di dalam rumah untuk
c.
14
d.
e.
f.
g.
lebih sering.
h. Menggunakan kelambu sebagai pengganti obat nyamuk bakar atau
semprot untuk meminimalisir efek bagi pernafasan
i. Jika memungkinkan mengganti penggunaan tungku dengan kompor
minyak agar asap yang dihasilkan bisa dikurangi. Jika tidak, memindahkan
tungku ke tempat yang agak jauh dari rumah
j. Memperhatikan kebersihan diri sendiri dan keluarga seperti cuci tangan
dengan sabun, mandi dua kali sehari, buang air pada tempat yang
disediakan, dan sebagainya
k. Mengurangi konsumsi rokok, dan melarang merokok didalam rumah
l. Mengurangi jajan, membiasakan anak untuk makan dirumah
m. Sering mengkonsumsi buah dan sayur
n. Rutin mengunjungi posyandu untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
o. Memakai masker saat sakit, tidak membuang dahak dan ingus
sembarangan, serta menjaga jarak dengan orang sakit
UPAYA KURATIF PADA ISPA
Pemberian antibiotik dan obat obatan untuk mengurangi gejala yang ada
16.
UPAYA REHABILITATIF PADA ISPA
Istirahat yang cukup dan memakan makanan bergizi.
17.
UPAYA PSIKOSOSIAL PADA ISPA
a. Pemberian pengertian dan dukungan bahwa hidup yang bersih dan sehat
15.
15
c.
Memberi semangat untuk senantiasa hidup sehat dan menjaga diri dari
kemungkinan segala penyebaran penyakit agar keluarga tercinta dirumah
bisa turut menjadi sehat.
16
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definsi ISPA
ISPA adalah penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut yang berlangsung
sampai 14 hari lamanya. Saluran pernafasan adalah organ yang bermula dari
hidung hingga alveoli beserta segenap adneksanya seperti sinus-sinus, rongga
telinga tengah dan pleura. Sedangkan yang dimaksud dengan infeksi adalah
masuknya kuman atau mikroorganisma ke dalam tubuh dan berkembang biak
sehingga menimbulkan penyakit (Depkes, 2002).
ISPA adalah penyakit saluran pernafasan akut yang meliputi saluran
pernafasan bagian atas seperti rhinitis, fharingitis, dan otitis serta saluran
pernafasan bagian bawah seperti laryngitis, bronchitis, bronchiolitis dan
pneumonia, yang dapat berlangsung selama 14 hari. Batas waktu 14 hari diambil
untuk menentukan batas akut dari penyakit tersebut. Saluran pernafasan adalah
organ mulai dari hidung sampai alveoli beserta organ seperti sinus, ruang telinga
tengah dan pleura (Kemenkes RI, 2011).
ISPA adalah proses inflamasi yang disebabkan oleh virus, bakteri, atipikal
(mikroplasma), atau aspirasi substansi asing yang melibatkan suatu atau semua
bagian saluran pernapasan (Wong, 2003). ISPA adalah suatu penyakit yang
terbanyak di diderita oleh anak-anak, baik di negara berkembang maupun di
negara maju dan sudah mampu dan banyak dari mereka perlu masuk rumah sakit
karena penyakitnya cukup gawat. Penyakit-penyakit saluran pernapasan pada
masa bayi dan anak-anak dapat pula memberi kecacatan sampai pada masa
dewasa. (Suprajitno, 2004)
3.2 Etiologi ISPA
17
Mayoritas penyebab dari ISPA adalah oleh virus, dengan frekuensi lebih dari
90% untuk ISPA bagian atas, sedangkan untuk ISPA bagian bawah frekuensinya
lebih kecil. Penyakit ISPA bagian atas mulai dari hidung, nasofaring, sinus
paranasalis sampai dengan laring hampir 90% disebabkan oleh viral, sedangkan
ISPA bagian bawah hampir 50% diakibatkan oleh bakteri. Virus penyebabnya
antara lain golongan Micsovirus, Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus,
Micoplasma, Herpesvirus dan yang banyak ditemukan pada ISPA bagian bawah
pada bayi dan anak-anak adalah Respiratory Syncytial Virus (RSV), adenovirus,
parainfluenza, dan virus influenza A & B. Sementara bakteri penyebabnya antara
lain dari genus Streptococcus, Stafilococcus, Pnemococcus, Hemofilus, Bordetella
dan Corinebakterium (Rahayu, 2011).
Sumber : http://www.kcom.edu/faculty/chamberlain/website/lectures/intraurt.htm.
18
19
Diperkirakan kejadian ISPA pada balita di Indonesia yaitu sebesar 10-20%. Survei
mortalitas yang dilakukan oleh Subdit ISPA tahun 2005 menempatkan ISPA
sebagai penyebab kematian terbesar di Indonesia dengan persentase 22,30% dari
seluruh kematia. Bukti bahwa ISPA merupakan penyebab utama kematian adalah
banyaknya penderita ISPA yang terus meningkat (Frans dkk, 2013).
Berdasarkan DEPKES (2006) juga menemukan bahwa 20-30% kematian
disebabkan oleh ISPA. Selanjutnya berdasarkan hasil laporan RISKESDAS pada
tahun 2013, prevalensi ISPA tertinggi terjadi pada usia 1-4 tahun (25,8%) dan
ISPA venderung terjadi lebih tinggi pada kelompok dengan pendidikan dan tingkat
pengeluaran rumah tangga yang rendah.
Gambaran epidemiologi ISPA di Indonesia berdasarkan distribusi
frekuensi penyakit ISPA dibedakan atas 3 macam yaitu (Frans dkk, 2013) :
Menurut Orang ( person)
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyebab kematian
tersering pada anak di negara sedang berkembang. Daya tahan tubuh anak sangat
berbeda dengan orang dewasa karena sistim pertahanan tubuhnya belum kuat.
Kalau di dalam satu rumah seluruh anggota keluarga terkena pilek, anak-anak
akan lebih mudah tertular. Dengan kondisi tubuh anak yang masih lemah, proses
penyebaran penyakit pun menjadi lebih cepat.
ISPA merupakan penyakit yang morbiditasnya sangat tinggi pada kelompok anakanak. Episode penyakit batuk pilek pada balita diperkirakan 3-6 kali per tahun
(rata-rata 4 kali per tahun), sehingga penyakit saluran pernafasan akut merupakan
masalah kesehatan masyarakat yang penting di seluruh dunia.
20
21
Faktor Umur
Faktor resiko ISPA juga sering disebutkan dalam literature adalah faktor
umur. Adanya hubungan antara umur anak dengan ISPA mudah
dipahami, karena semakin muda umur balita, semakin rendah daya
tahan tubuhnya. Menurut Tupasi et al. (1998), resiko terjadi ISPA lebih
besar pada bayi berumur kurang dari satu tahun, sedangkan menurut
Sukar et al. (1996), anak berumur kurang dari dua tahun memiliki
resiko lebih tinggi untuk terserang ISPA. Depkes (2000), menyebutkan
resiko terjadinya ISPA yaitu pneumonia terjadi pada umur lebih muda
lagi yaitu kurang dari dua bulan.
3.
4.
menghambat
pertumbuhan
balita
dan mengakibatkan
22
6.
Status Imunisasi
Telah diketahui secara teoritis, bahwa imunisasi adalah cara untuk
menimbulkan kekebalan terhadap berbagai penyakit (Kresno, 2000).
Dari penelitian yang dilakukan oleh Dewi dan Sebodo (1996),
didapatkan proporsi kasus balita penderita ISPA terbanyak terdapat anak
yang imunisasinya tidak lengkap (10,25%).
7.
8.
23
Kelembaban Ruangan
Berdasarkan KepMenKes RI No. 829 tahun 1999 tentang kesehatan
perumahan menetapkan bahwa kelembaban yang sesuai untuk rumah
sehat adalah 40-70%, optimum 60%. Hasil penelitian Chahaya, dkk di
Perumnas Mandala Medan (2004), dengan desain cross sectional
didapatkan
bahwa
kelembaban
ruangan
berpengaruh
terhadap
Suhu Ruangan
Suhu ruangan yang tidak memenuhi syarat kesehatan menjadi faktor
risiko terjadinya ISPA pada balita sebesar 4 kali.
3. Ventilasi
Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah
menjaga agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini
24
25
26
27
28
1.
2.
3.
4.
3.6
pneumonia.
Manifestasi Klinis dan Diagnosis ISPA
Penyakit ISPA meliputi hidung, telinga, tenggorokan (pharinx), trachea,
bronchioli dan paru. Tanda dan gejala penyakit ISPA pada anak bermacam-macam
seperti batuk, kesulitan bernapas, sakit tenggorokan, pilek, demam dan sakit
telinga. Sebagian besar dari gejala saluran pernapasan hanya bersifat ringan
seperti batuk dan pilek tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik. Namun
sebagian anak akan menderita radang paru (pneumonia) bila infeksi paru ini tidak
diobati dengan anti biotik akan menyebabkan kematian (Depkes RI, 2002).
Tanda dan gejala ISPA dibagi menjadi dua yaitu golongan umur 2 bulan
sampai 5 tahun dan golongan umur kurang dari 2 bulan, yaitu (Depkes RI 2002) :
Tanda dan gejala ISPA untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun
a.
Pneumonia berat, bila disertai napas sesak yaitu ada tarikan dinding dada
bagian bawah kedalam pada waktu anak menarik napas (pada saat diperiksa
anak harus dalam keadaan tenang, tidak menangis/meronta).
29
b.
Pneumonia, bila disertai napas cepat, batas napas cepat adalah untuk umur 2
bulan sampai < 12 bulan sama dengan 50 kali permenit atau lebih, untuk
c.
Tanda dan gejala ISPA untuk golongan umur kurang dari 2 bulan
a.
Pneumonia berat, bila disertai tanda tarikan kuat dinding dada bagian bawah
atau napas cepat. Atas napas cepat untuk golongan umur kurang dari 2 bulan
b.
Tanda dan gejala ISPA berdasarkan tingkat keparahan dibagi menjadi tiga, yaitu
(WHO, 2007):
Gejala dari ISPA Ringan
Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu atau
lebih gejala-gejala sebagai berikut :
a.
b.
Batuk
Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misalnya
c.
d.
30
a.
Pernafasan cepat (fast breating) sesuai umur yaitu : untuk kelompok umur
kurang dari 2 bulan frekuensi nafas 60 kali per menit atau lebih dan
kelompok umur 2 bulan - <5 tahun : frekuensi nafas 50 kali atau lebih untuk
umur 2 <12 bulan dan 40 kali per menit atau lebih pada umur 12 bulan
b.
c.
d.
e.
f.
<5 tahun.
Suhu lebih dari 39C (diukur dengan termometer).
Tenggorokan berwarna merah.
Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak campak.
Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga.
Pernafasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur).
Cara Diagnosis
Diagnosis pnemonia pada balita didasarkan pada adanya batuk dan atau
kesukaran bernafas disertai peningkatan frekuensi nafas (nafas cepat) sesuai umur.
Penentuan nafas cepat dilakukan dengan cara menghitung frekuensi pernafasan
dengan menggunkan sound timer. Batas nafas cepat adalah (Depkes RI 2002) :
a.
Pada anak usia kurang 2 bulan frekuensi pernafasan sebanyak 60 kali per
menit atau lebih.
31
b.
Pada anak usia 2 bulan - <1 tahun frekuensi pernafasan sebanyak 50 kali per
c.
3.7
32
33
2.
3.
34
2. Imunisasi
Pemberian immunisasi sangat diperlukan baik pada anak-anak maupun
orang dewasa. Immunisasi dilakukan untuk menjaga kekebalan tubuh kita
supaya tidak mudah terserang berbagai macam penyakit yang disebabkan
oleh virus / bakteri.
4. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan
35
36
BAB 4
KESIMPULAN
Pada kasus kali ini, pasien anak M.S didiagnosa ISPA pada saat dibawa
berobat ke puskesmas. Diagnosa dapat ditegakkan berdasarkan keluhan yang
dialami pasien yaitu adanya demam, batuk dan pilek yang dialami sudah lebih dari
seminggu. Jika ditelaah lebih lanjut berdasarkan beberapa klasifikasi ISPA, pasien
dapat didiagnosa menderita ISPA ringan dan hanya berupa batuk pilek biasa
(bukan peneumonia).
Beberapa faktor resiko ISPA yang dimiliki pasien adalah riwayat imunisasi
yang tidak lengkap, pemberian ASI yang tidak eksklusif, serta umur dan jenis
kelamin pasien yang memang berada pada posisi tertinggi penderita ISPA
berdasarkan beberapa penelitian yang lalu.
Sementara faktor resiko lingkungan yang dimiliki pasien adalah kondisi
sosioekonomi dan pendidikan keluarga yang rendah sehingga mengakibatkan
lingkungan rumah pasien kurang layak huni dan PHBS sulit diterapkan secara
rutin. Sebagai contoh padatnya jumlah keluarga dalam rumah, vetilasi yang
kurang, dan kebiaaan ayah untuk merokok.
37
Daftar Pustaka